Anda di halaman 1dari 3

A.

LATAR BELAKANG
Vektor adalah Arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan
dan/ atau menjadi sumber penularan penyakit terhadap manusia.
Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan
untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga
kebenarannya tidak lagi berisisko untuk terjadinya penularan penyakit
tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan
vektor serangga penularan penyakit tular vektor dapat dicegah (PMK
No.374 tahun 2010).
Lalat merupakan salah satu insekta Ordo diptera yang merupakan
anggota kelas Hexapoda atau insekta mempunyai jumlah genus dan
spesies yang terbesar yaitu mencakup 60-70 % dari seluruh spesies
Anthropoda. Lalat merupakan vektor mekanis dari berbagai macam
penyakit, terutama penyakit pada saluran pencernaan.
Keberadaan vektor lalat sangat banyak dijumpai di tempat
pengolahan makanan, karena Tempat pengolahan makanan adalah
dimana makanan diolah sehingga menjadi makanan jadi biasanya disebut
dengan dapur, menurut Depkes RI (1994) yang perlu diperhatikan
kebersihan tempat pengolahan tersebut serta tersedianya air bersih yang
cukup. Bila kebersihan tidak terjaga, maka itu akan mengundang lalat,
karena tempat yang paling disenangi vektor lalat adalah tempat-tempat
basah seperti sampah basah yang tidak tertutup. Tidak tersedianya
tempat sampah yang higienis dapat menjadi tempat yang baik untuk
berkembang biaknya lalat. (Girma et all,2008). Penelitian di Acra, Ghana
mayoritas masyarakat menyimpan sampah dalam wadah terbuka dan
kantong plastik di dalam rumah, dan sebagian besar di letakkan di tempat
komunal, ruang terbuka dan saluran air. Penyimpanan sampah di dalam
rumah berhubungan dengan hadirnya lalat di dapur (p < 0,0001) dan
kehadiran lalat tersebut berkorelasi dengan kejadian diare pada anak (p <
0,0001). Penanganan sampah dan limbah yang buruk penyebab utama
pencemaran lingkungan, yang menciptakan tempat berkembangbiaknya

organisme patogen dan penyebaran penyakit menular (Boadi dan Markku,


2005)
Menurut jurnal Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 25, No. 4,
Desember 2009, Statistik penyakit bawaan makanan yang ada di berbagai
negara industri saat ini menunjukkan bahwa 60% dari kasus yang ada
disebabkan oleh buruknya teknik penanganan makanan, dan terjadi
kontaminasi pada saat disajikan di Tempat Pengelolaan Makanan (TPM).
Hal ini dijelaskan juga Dalam laporan tahunan Dinas Kesehatan Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta 2007 terungkap bahwa baru sebagian
tempat pengelolaan makanan yang dinilai memenuhi syarat kesehatan.
Dari total 3.688 restoran, rumah makan, pasar, dan tempat makan lain
yang disurvei, hanya 67,3% saja (2.482 lokasi) yang dikategorikan sehat.
Sebagian tempat makan yang tidak memenuhi syarat kesehatan itu
berada di Kota Yogyakarta dan Sleman. Kondisi demikian berpotensi
memunculkan sejumlah penyakit seperti kolera, typhus, diare dan lainlain.
Diare adalah penyakit yang sering muncul yang salah satunya
disebabkan oleh vektor lalat. Dari data yang diperoleh Dinas Kesehatan Kota Semarang
data keracunan makanan di Semarang angka kejadiannya setiap tahun mengalami peningkatan,
pada tahun 2007 ada 27.368 penderita diare, tahun 2008 ada 7.730 penderita diare, tahun 2009
ada 17.791 penderita diare dan tahun 2010 terdapat 22.966 penderita diare. Faktor yang paling
penting dalam menentukan prevalensi penyakit bawaan makanan adalah kurangnya pengetahuan
di pihak penjamah makanan atau konsumen dan ketidakpedulian terhadap pengelolaan makanan
yang aman. Sejumlah survey terhadap KLB penyakit bawaan makanan memperlihatkan bahwa
sebagian besar penyakit bawaan makanan terjadi akibat kesalahan penanganan pada saat
penyiapan makanan tersebut baik di rumah, jasa katering, kantin, rumah sakit, atau saat jamuan
makan atau pesta (Andry Hartono, 2005: 33)
Penelitian terhadap warung makan di Tembalang (Semarang) yang dilakukan oleh
Budiyono pada tahun 2008 menyimpulkan bahwa tingkat pengetahuan tentang Hygiene dan
sanitasi makanan dari 36 responden penjamah makanan pada 36 warung makan di Tembalang
didapat responden dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 13 orang (36,1%) dan tingkat
pengetahuan kurang sebanyak 23 orang (63,9%).

Maka dari itu, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran pengetahuan penjamah
makanan terhadap kepadatan vektor (lalat) sebagai vektor mekanik pembawa penyakit pada
makanan di Tempat Pengolahan Makanan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana gambaran pegetahuan penjamah makanan terhadap kepadatan vektor
(lalat) di Tempat Pengolahan Makanan
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui gambaran pegetahuan penjamah makanan terhadap kepadatan
vektor (lalat) di Tempat Pengolahan Makanan
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan tentang kebersihan Tempat
Pengolahan makanan
b. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan tentang fasilitas sanitasi Tempat
Pengolahan Makanan
c. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan tentang pengendalian vektor lalat di
tempat pengolahan makanan

Anda mungkin juga menyukai