Anda di halaman 1dari 2

Dampak Gerhana Matahari Total Pada Sumber Daya

Energi Nonkonvensional, Anomali Cuaca, Serta


Pariwisata

Kelompok: Yosmart Pangidoan Barakhiel Hariandja


Reza Arya Maulana

A. Latar Belakang
Astronomi seperti halnya ilmu pengetahuan alam lain yang serumpun yakni Fisika,
Kimia, dan Biologi (sedang Matematika adalah 'Queen of Science') memiliki satu
karakter yang unik yakni predictive power.
Melalui metodologi sains yang mendasari pengamatan astronomis, astronom
menjelaskan secara ilmiah serta memprediksi dengan intuisi dan logika, fenomena alam
yang akan terjadi berdasarkan telaah seksama terhadap periodisitasnya.
Metode ini mengandalkan kedisiplinan pengumpulan dan rasionalitas yang tinggi
terhadap data, dan menjadi landasan empirisme dalam dunia deduksi-induksi dalam sains.
Kemampuan prediksi ini dibuktikan dengan begitu cermatnya penentuan waktu
gerhana matahari total hingga order persepuluh detik!
Pada 9 Maret 2016, sebagian besar Pasifik, meliputi Indonesia, Malaysia, dan
negara-negara lainnya di Asia Tenggara dan benua Australia menyaksikan gerhana
matahari. Di sebelah timur Samudera Pasifik, gerhana matahari total terjadi selama lebih
dari 4 menit.
Sebagian besar India dan Nepal mengalami gerhana matahari parsial. Sementara itu,
Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Papua Nugini menyaksikan lebih dari 50% gerhana
sebagian. Sedangkan Kamboja, Myanmar, Vietnam dan Thailand akan melihat sekitar
50% gerhana matahari sebagian. Sementara Australia, Tiongkok, Jepang dan Alaska
mendapatkan kurang dari 50% gerhana sebagian.
Menurut Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas
Djamaluddin, gerhana matahari total ini pernah terjadi sebelumnya di Indonesia, yaitu
pada 1983, 1988, dan 1995. Gerhana matahari total yang akan terjadi pada 9 Maret 2016
diperkirakan baru akan terjadi lagi pada 2023.

Anda mungkin juga menyukai