KASUS KEGAWATDARURATAN
Disusun Oleh :
dr. Annisa Hema Izati
Pendamping :
dr. Wiwik Dewi S, MMR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
Tanggal :
Mengetahui,
Dokter Pendamping IGD
Pustaka
Diskusi
Pos
Data Pasien
Nama : Tn. S / 62 tahun
Nomor Registrasi : 20-38-22
Nama Klinik : IGD
Telp : Terdaftar Sejak :
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis : Atrial Fibrilasi
2. Gambaran Klinis :
Anamnesis
Pasien datang ke IGD RS PKU Muhammadiyah Temanggung diantar oleh anaknya
dengan keluhan sesak sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Sesak tidak berkurang
2
dengan istirahat. Pasien merasa sesak sehingga kesulitan tidur dalam 2 hari terakhir.
Batuk kering sejak semalam. Pasien juga mengeluhkan dada sering berdebar-debar 3
hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada disangkal. Nyeri perut, maupun mual dan
muntah disangkal. Nafsu makan berkurang. Buang air kecil terakhir tadi pagi. BAB
3.
4.
5.
6.
mengering disangkal.
Riwayat keluarga :
Riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, riwayat penyakit liver, alergi/asma
disangkal. Riwayat luka yang tidak mudah mengering disangkal.
Riwayat pekerjaan :
Pasien sehari-hari dirumah.
Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN) :
Pasien tinggal bersama anak-anaknya. Pasien memiliki 5 anak. Pendidikan terakhir
pasien adalah SMP. Sehari-hari pasien beraktivitas dirumah maupun dikebun untuk
mengisi kesibukannya. Pasien berobat dengan biaya sendiri/umum.
7.
Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 2 September 2015 pukul 08.27
a. Keadaan Umum : tampak sesak / composmentis
b. Kesadaran : E4M6V5
c. Tanda Vital
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 121 kali/ menit irreguler
Pernapasan
: 28 kali/ menit
Suhu
: 35,5 derajat celcius (per aksiler)
SpO2
: 99 %
d. Kulit : tidak terdapat petechie, purpura maupun ekimosis. Warna kulit sawo matang,
tidak ikterik, turgor kulit < 2 detik
e. Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam lurus, tidak mudah rontok, tidak mudah
dicabut
f. Wajah : tampak kemerahan, tidak ditemukan moon face
g. Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil diameter 2 mm/ 2 mm,
reflek cahaya +/+ isokor
h. Telinga : tidak terdapat sekret atau darah dari kedua telinga
i. Hidung : tidak terdapat nafas cuping hidung, tidak terdapat sekret atau darah dari
kedua lubang hidung, tidak terdapat deformitas
j. Mulut : perdarahan gusi (-), mukosa mulut basah (+), tidak sianosis maupun anemis
k. Leher : trachea di tengah, simetris, pembesaran tiroid tidak ada, pembesaran
3
retroaurikuler,
submandibuler,
servikalis,
Paru
1)
2)
3)
4)
Inspeksi : normochest, simetris, sela iga tidak melebar, tidak terdapat retraksi
Palpasi : fremitus raba simetris
Perkusi : sonor di semua lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : suara dasar vesikuler pada kedua paru, tidak terdapat rhonki
maupun wheezing
n. Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dari dinding dada, tidak distensi, tidak ada
venektasi, sikatrik dan striae
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrik (+). Hepar dan Lien : normal
Perkusi : timpani, pekak sisi -/-, pekak alih -/-, nyeri ketok costovertebra -/Auskultasi : bising usus (+) normal
o. Genitourinaria : tidak dilakukan
p. Ektremitas
Pemeriksaan
Edema
Sianosis
Pucat
Akral dingin
Luka
Deformitas
Ikterik
Petekie
Sponn nail
Kuku pucat
Clubing finger
Kemerahan
Purpura
Ekimosis
Tonus
Fungsi motorik
Extremitas superior
Dextra
Sinistra
normal
normal
normal
normal
Extremitas inferior
Dextra
Sinistra
normal
normal
normal
normal
Fungsi sensorik
Reflek fisiologis
8.
normal
normal
normal
normal
normal
normal
Pemeriksaan laboratorium :
Nama Test
Jumlah Sel Darah
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MPV
Index
RDW
MCV
MCH
MCHC
Golongan darah
Kimia Klinik
Ureum
Kreatinin
Asam urat
SGOT
SGPT
Kolesterol
Trigliserid
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida
Anti HAV
9.
normal
normal
Hasil
Nilai Rujukan
Unit
9.8
4.60
12.9
33.9*
188
10.3
3.5 10.0
3.5 5.5
12.0 18.0
35.0 55.0
150 400
8.0 11.0
ribu/mm3
Juta/L
g/dL
%
Ribu/L
fL
16.5*
73.7
28.1
38.1*
O
11 16
75 100
25 35
31 38
%
fL
Pg
%
55*
1.30
8.1*
59*
68*
132*
70
13 43
0.70 1.30
3.5 7.2
6 37
4 41
140 220
35 150
mg/dL
mg/dL
mg/dL
U/L
U/L
mg/dL
mg/dL
Nilai Rujukan
135 155
3.6 5.5
98 - 110
Negatif : < 20
Positif : 20
Unit
mmol/l
mmol/l
mmol/l
IU/L
Hasil
135.9
4.82
107.0
Positif/> 60.00
Pemeriksaan EKG
Daftar Pustaka
1. Friberg, J., Buch, P., Scharling, H., Gadsbphioll, N., & Jensen, G. (2003). Relationship
between left atrial appendage function and left atrial thrombus in patients with
nonvalvular chronic atrial fibrillation and atrial flutter. Circulation Journal , 67 (1), 68
72.
2. Gray, H. (2005). Lecture Notes Kardiologi. Jakarta: Erlangga.
3. Harrison. (2000). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. Jakarta: EGC.
4. Ismudiati, L. R. (1996). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FKUI.
5. Narumiya, T., Sakamaki, T., Sato, Y., & Kanmatsuse, K. (2003). Relationship between
left atrial appendage function and left atrial thrombus in patient with nonvalvular chronic
atrial fibrillation and atrial flutter. Circulation Journal , 67.
6. Nasution, S., & Ismail, D. (2006). Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Edisi 3. Jakarta: EGC.
7. Patrick, D. (2005). At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
8. Price, S. A., & Wilson, L. M. (2000). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Buku 2 Edisi 4. Jakarta: EGC.
9. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., & al, e. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI.
10. Wattigney, W., Mensah, G., & Croft, J. (2002). Increased atrial fibrillation mortality:
United States, 1980-1998. Am. J. Epidemiol , 155 (9), 81926.
11. Wyndham, C. (2000). Atrial Fibrillation: The Most Common Arrhythmia. Texas Heart
Institute Journal , 27 (3), 257-67.
Hasil Pembelajaran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Subjektif
6
Objektif
a) Pemeriksaan fisik
KU/ kes : tampak sesak/ E4M6V5
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 121 kali/ menit irreguler
Pernapasan
: 28 kali/ menit
Suhu
: 35,5 derajat celcius (per aksiler)
SpO2
: 99 %
b) Pemeriksaan penunjang
Hematokrit : 33.9 %
Ureum
: 55 mg/dL
Asam urat
: 8.1 mg/dL
SGOT
: 59 U/L
SGPT
: 68 U/L
Kolesterol
: 132 mg/dL
Anti HAV
: Positif >60 IU/L
EKG
: interval R-R irreguler
3.
Assessment
Atrial Fibrilasi
4.
Plan IGD
O2
2 4 lpm (Nasal Kanul)
IVFD RL
20 tpm
Konsul dr Sp.An, intruksi :
Rawat ICU
Cordaron bolus 150 mg dalam 5 10 menit cordaron 1 mg/menit dalam 6 jam
cordaron 0,5 mg/menit dalam 18 jam
Injeksi antrain
1 Ampul (ekstra)
Injeksi ranitidin
2x1 Ampul
Clopidogrel
1x75 mg tab
Pasang DC 100 cc
TINJAUAN PUSTAKA
ATRIAL FIBRILASI
A. DEFINISI
Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan
aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi dan deteriorisasi fungsi mekanik atrium, ditandai
dengan adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran gelombang f dengan
frekuensi antara 350-650 permenit. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses
mekanik atau pompa darah jantung.
B. ETIOLOGI
Etiologi yang terkait dengan Atrial Fibrilasi terbagi menjadi beberapa faktor-faktor,
antara lain:
1. Peningkatan tekanan/resistensi atrium
a.
b.
c.
Hipertrofi jantung
d.
Kardiomiopati
e.
f.
Tumor intrakardiak
Pericarditis/myocarditis
b.
c.
Hipertiroid
b.
Feokromositoma
5. Neurogenik
a. Stroke
b. Perdarahan subarachnoid
6. Iskemik Atrium Infark miocardial
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada permanen
AF, penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk
mengembalikan ke irama sinus yang normal.
periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang
akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta
mencetuskan terjadinya AF.
H. Penatalaksanaan
1. Algoritma Penatalaksanaan AF
Dalam penatalaksanaan AF perlu diketahui apakah AF tersebut paroksismal,
persisten atau permanen. Hal tersebut penting untuk penatalaksanaan selanjutnya
apakah perlu dilakukan kardioversi atau cukup dengan pengendalian laju irama
ventrikel.
a. AF yang baru ditemukan atau episode pertama AF
12
b. Paroksismal Rekuren
c. Persisten Rekuren
13
2. Prinsip Penatalaksanaan
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan
irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan menghindari/mencegah
adanya
komplikasi
tromboembolisme.
Kardioversi
merupakan
salah
satu
2. Aspirin
Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari
trombosit (COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek
dari COX2 ini adalah menghambat produksi endoperoksida dan tromboksan
(TXA2) di dalam trombosit. Hal inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya
agregasi dari trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat
menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan
darah, terutama faktor II, VII, IX dan X.
b. Mengurangi denyut jantung
Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan
peningkatan denyut jantung, yaitu obat digitalis, -blocker dan antagonis kalsium.
Obat-obat tersebut bisa digunakan secara individual ataupun kombinasi.
1. Digitalis
Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan
menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih
efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat sinyal elektrik yang
abnormal dari atrium ke ventrikel. Hal ini mengakibatkan peningkatan
pengisian ventrikel dari kontraksi atrium yang abnormal.
2. -blocker
Obat -blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf
simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk meningkatkan denyut
jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan berakibat dalam efisiensi
kinerja jantung.
3. Antagonis Kalsium
Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung
akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati
Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel.
c. Mengembalikan irama jantung
Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan
untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri
adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama
dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,
yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan
elektrik (Electrical Cardioversion).
1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)
a. Amiodarone
b. Dofetilide
15
c. Flecainide
d. Ibutilide
e. Propafenone
f. Quinidine
2. Electrical Cardioversion
Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat
logam (bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah
mengembalikan irama jantung kembali normal atau sesuai dengan NSR
(nodus sinus rhythm).
3. Operatif
a. Catheter ablation
Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan sayatan
pada daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter kedalam pembuluh darah
utma hingga masuk kedalam jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat
elektroda yang berfungsi menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung
jawab terhadap terjadinya AF.
b. Maze operation
Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter ablation, tetapi
pada maze operation, akan mengahasilkan suatu labirin yang berfungsi
untuk membantu menormalitaskan system konduksi sinus SA.
c. Artificial pacemaker
Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di
jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan denyut jantung.
I.
PROGNOSIS
Penelitian epidemiologi telah menunjukan bahwa pasien dengan irama sinus
hidup lebih lama dibandingkan dengan seseorang kelainan atrium. Penelitian juga
menunjukkan penggunaan antikoagulan dan pengontrolan secara rutin bertujuan untuk
asimtomatik pada pasien usia lanjut. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terapi
medis yang ditujukan untuk mengendalikan irama jantung tidak menghasilkan
keuntungan keberhasilan dibandingkan dengan terapi kontrol rate dan antikoagulan.
Terapi AF secara keseluruhan memberikan prognosis yang lebih baik pada
kejadian tromboemboli terutama stroke. AF dapat mencetuskan takikardi cardiomiopati
bila tidak terkontrol dengan baik. Terbentuknya AF dapat menyebabkan gagal jantung
pada individu yang bergantung pada komponen atrium dari cardiac output dimana pasien
dengan penyakit jantung hipertensi dan pada pasien dengan penyakit katup jantung
termasuk dalam resiko tingi akan terjadinya gagal jantung saat terjadi AF.
16
DAFTAR PUSTAKA
Friberg, J., Buch, P., Scharling, H., Gadsbphioll, N., & Jensen, G. (2003). Relationship
between left atrial appendage function and left atrial thrombus in patients with
nonvalvular chronic atrial fibrillation and atrial flutter. Circulation Journal , 67 (1),
6872.
Gray, H. (2005). Lecture Notes Kardiologi. Jakarta: Erlangga.
Harrison. (2000). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. Jakarta: EGC.
Ismudiati, L. R. (1996). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FKUI.
Narumiya, T., Sakamaki, T., Sato, Y., & Kanmatsuse, K. (2003). Relationship between left
atrial appendage function and left atrial thrombus in patient with nonvalvular chronic
atrial fibrillation and atrial flutter. Circulation Journal , 67.
Nasution, S., & Ismail, D. (2006). Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Edisi 3. Jakarta: EGC.
Patrick, D. (2005). At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2000). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
Buku 2 Edisi 4. Jakarta: EGC.
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., & al, e. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi IV. Jakarta: FKUI.
Wattigney, W., Mensah, G., & Croft, J. (2002). Increased atrial fibrillation mortality: United
States, 1980-1998. Am. J. Epidemiol , 155 (9), 81926.
17
Wyndham, C. (2000). Atrial Fibrillation: The Most Common Arrhythmia. Texas Heart
Institute Journal , 27 (3), 257-67.
18