Anda di halaman 1dari 16

TUGAS TERSTRUKTUR

FORTIFIKASI GIZI
EFIKASI FORTIFIKASI COOKIES UBI JALAR UNTUK PERBAIKAN
STATUS ANEMIA SISWI SEKOLAH

Kelompok 4:
Cahyani Wulandari

G1H011002

Yenny Istiqomah

G1H011003

Devi Ratnasari

G1H011005

Dita Wrisnijati

G1H011013

Mursyida Rahmah

G1H011016

Inne Aliani

G1H011033

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
PURWOKERTO
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume atau jumlah sel
darah merah (eritrosit) dalam darah atau penurunan kadar hemoglobin sampai
dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Hb < 10gr/dL),
sehingga terjadi penurunan kemampuan darah untuk menyalurkan oksigen ke
jaringan. Anemia diklasifikasikan berdasarkan penyebab, terbagi menjadi
empat jenis, yaitu anemia defisiensi zat besi, anemia pernisiosa, anemia
defisiensi vitamin B12, dan anemia megaloblastik. Anemia defisiensi zat besi
merupakan jenis anemia yang masih menjadi masalah global karena paling
sering ditemukan baik di negara maju maupun negara berkembang.
Di Indonesia sendiri, anemia defisiensi besi masih merupakan satu
dari empat masalah gizi utama. Masalah anemia defisiensi besi dapat ditemui
di setiap siklus hidup, salah satunya pada kelompok remaja putri. Remaja
putri merupakan salah satu kelompok yang memiliki resiko tinggi terhadap
kejadian anemia. Prevalensi anemia pada remaja putri di Indonesia masih
cukup tinggi yakni sebesar 20-40%. Hal ini dikarenakan pola konsumsi
masyarakat Indonesia yang rata-rata hanya mampu mencukupi angka
kebutuhan zat besi dibawah 50%. Dengan kata lain, kebutuhan zat gizi yang
tinggi pada remaja putri akan sulit terpenuhi apabila asupannya hanya berasal
dari konsumsi pangan yang biasa dikonsumsi sehari-hari, tanpa dilakukannya
fortifikasi pangan, sehingga penting dilakukan program fortifikasi.
Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi
(nutrient) ke dalam suatu bahan pangan. Tujuan utamanya untuk
meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk
meningkatkan status gizi suatu populasi. Fortifikasi memiliki beberapa
keunggulan

dibanding

suplementasi.

Salah

satunya

adalah

tidak

membutuhkan kepatuhan masyarakat, karena tidak merubah pola konsumsi


masyarakat, dan tidak membutuhkan pengetahuan akan manfaat produk.

Selama ini, program suplementasi yang dilakukan pemerintah tidak


menunjukkan hasil yang signifikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi
kegagalan program adalah tingkat kepatuhan masyarakat yang rendah, tingkat
pengetahuan akan manfaat suplemen yang rendah, sensoris suplemen, dan
efek samping suplemen. Adapun selama ini pemerintah telah melakukan
berbagai upaya penanggulangan anemia berbasis pangan, Misalnya upaya
fortifikasi Fe pada tepung terigu. Upaya ini terbukti mampu meningkatkan
asupan zat besi hingga 30-70% dari angka kecukupan besi sehari. Maka dari
itu perlu dikembangkannya produk fortifikasi besi lain yang lebih inovatif
untuk meningkatkan asupan besi sehari. Salah satu inovasi produk foritifikasi
besi terbaru adalah cookies ubi jalar.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan untuk mengkaji produk cookies ubi jalar
yang difortifikasi besi sebagai upaya penanggulangan anemia defisiensi
besi berbasis pangan.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui jenis fortifikan pada cookies ubi jalar
2. Mengetahui teknologi fortifikasi cookies ubi jalar
3. Mengetahui bahan dan cara pembuatan cookies ubi jalar
4. Mengetahui kelebihan dan kelemahan cookies ubi jalar dalam
meningkatkan asupan besi sehari

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Remaja Putri
Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang
sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual)
sehingga mampu berproduksi. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan
dari masa kanak-kanak ke dewasa. Istilah ini menunjukkan masa awal
pubertas

sampai

tercapainya

kematangan.

Menurut

World

Health

Organization (WHO), batasan remaja secara umum adalah mereka yang


berusia 10 sampai 19 tahun (Proverawati A, 2010).
Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa Latin
dolescere yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang
dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga
kematangan sosial dan psikologis (Widyastuti, 2009).
Pada remaja perempuan mulai terjadi menarche dan mensis disertai
pembuangan sejumlah Fe. Remaja putri kelompok ini sering sadar akan
bentuk badannya, sehingga banyak yang membatasi konsumsi makanannya.
Bahkan banyak yang berdiet tanpa nasehat atau pengawasan seorang ahli
kesehatan dan gizi, sehingga pola konsumsinya sangat menyalahi kaidahkaidah ilmu gizi. Banyak pantang dan tabu yang ditentukan sendiri
berdasarkan pendengaran dari kawannya yang tidak kompeten dalam soal
gizi dan kesehatan, sehingga timbul gejala dan keluhan yang sebenarnya
merupakan gejala-gejala kelainan gizi (Sediaoetama, 1985).
2.2

Anemia pada Remaja Putri


Anemia defisiensi besi masih merupakan penyakit dengan
prevalensi tinggi. Data WHO menyebutkan 2 miliar penduduk dunia
mengidap penyakit ini (Pauline, 2011). Riskesdas 2007 mencatat angka
anemia nasional adalah 12,8% dimana 70,1% adalah anemia defisiensi besi
(Riskesdas, 2007).

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 1995)


menunjukkan bahwa secara nasional prevalensi anemia masih tinggi, yaitu
57,1% remaja putri menderita anemia (Depkes RI, 2003). Sedangkan
berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001) menunjukkan
26,5% remaja putri menderita anemia. Penelitian yang dilakukan Depkes RI
tahun 1998/1999 di propinsi Jawa Tengah menunjukkan sekitar 82% remaja
putri mengalami anemia (Hb < 12 gr%) dan sekitar 70% calon pengantin
wanita mangalami hal yang sama (Depkes RI, 2003).
Anemia defisiensi besi merupakan masalah gizi yang paling lazim
di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Perkiraan prevalensi
anemia secara global adalah sekitar 51%. Angka tersebut terus membengkak
di tahun 1997 yang bergerak dari 13,4% di Thailand ke 85,5% di
India (Arisman, 2010). Tiga puluh enam persen (atau kira-kira 1400 juta
orang) dari perkiraan populasi 3800 juta orang di negara sedang
berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di negara
maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan
populasi 1200 juta orang (Arisman, 2010).
Di Indonesia sendiri menurut data Depkes RI (2006), prevalensi
anemia defisiensi besi pada remaja putri yaitu 28% (Hayati, 2010), dan dari
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, menyatakan bahwa
prevalensi anemia defisiensi besi pada balita 40,5%, ibu hamil 50,5%, ibu
nifas 45,1%, remaja putri 10-18 tahun 57,1%, dan usia 19-45 tahun 39,5%.
Dari semua kelompok umur tersebut, wanita memiliki resiko paling tinggi
untuk menderita anemia terutama remaja putri (Sihotang and Febriany,
2012).
Di Indonesia, prevalensi anemia masih cukup tinggi. Data dari
Depkes (2009) di mana didapatkan penderita anemia pada remaja putri
berjumlah 33,7%. Menurut Inayati (2007) angka kejadian anemia di Jawa
Tengah masih sebesar 30,4%.
Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan proporsi penduduk umur
1 tahun dengan keadaan anemia mencapai 21,7 persen secara nasional.

Berdasarkan data didapatkan bahwa anemia pada kelompok umur remaja


cenderung menurun, yaitu 18,4%.
Salah satu penentu kualitas sumber daya manusia adalah gizi.
Kurang

gizi

dapat

mengakibatkan

gagalnya

pertumbuhan

fisik,

perkembangan kecerdasan, menurunkan daya tahan tubuh yang dapat


menurunkan produktifitas (Depkes, 2003).
Masalah gizi utama di Indonesia hingga saat ini adalah Kurang
Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), Kurang
Vitamin A (KVA), dan anemia gizi (Wijiastuti, 2006). Anemia merupakan
keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang beredar
tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh
(Handayani dan Haribowo, 2008). Di Indonesia sebagian besar anemia
disebabkan oleh kekurangan zat besi (fe) sehingga disebut anemia
kekurangan zat besi atau anemia gizi besi (Hardinsyah et al., 2007).
Tabel 2.1. Batas Normal Kadar Haemoglobin
Kelompok
Anak
Dewasa

Umur
- 6 56 bulan
- 5 11 tahun
- Laki-laki 15 tahun
- Wanita 15 tahun
- Wanita hamil

Haemoglobin (g/dl)
11
11,5
12,0
13,0
12,0
11,0

Sumber: WHO, 2001


Menurut WHO (2001), batasan kriteria anemia sebagai masalah
kesehatan masyarakat dikatagorikan berdasarkan prevalensi anemia menjadi
berat, sedang, dan ringan yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Kategori Masalah Kesehatan Masyarakat menurut Prevalensi
Anemia
Masalah
Berat
Sedang

Prevalensi Anemia
40%
20,0-39,9%

Ringan
Tidak bermasalah
Sumber: WHO, 2001

5,0-19,9%
0-4,9%

Batasan frekuensi hemoglobin menurut Peters et al. (2008)


menyatakan bahwa jika haemoglobin >14 gr/dl dinamakan Polycyhemic,
sedangkan WHO (1997) menyatakan bahwa:
Tabel 2.3 Ketentuan Frekuensi Haemoglobin berdasarkan Batasan Frekuensi
Klasifikasi
Normal
Ringan
Sedang
Berat
Sangat Berat

Batasan Haemoglobin
12 gr/dl-14 gr/dl
11 gr/dl-11,9 gr/dl
8 gr/dl-10,9 gr/dl
5 gr/dl-7,9 gr/dl
<5 gr/dl

Penderita anemia selain ditandai dengan mudah lemah, letih, lesu,


nafas pendek, muka pucat juga ditandai dengan susah berkonsentrasi serta
fatique atau rasa lelah yang berlebihan (Sutomo, 2008).
Menurut Depkes (2000), penyebab anemia gizi karena kurangnya
zat besi atau fe dalam tubuh. Karena pola konsumsi masyarakat Indonesia,
terutama wanita kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani yang
merupakan sumber heme iron yang daya serapnya > 15%. Ada beberapa
bahan makanan nabati yang memiliki kandungan fe tinggi (non heme iron),
tetapi hanya bisa diserap oleh tubuh < 3%, sehingga diperlukan jumlah yang
sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan fe dalam tubuh, jumlah tersebut
tidak mungkin terkonsumsi.
Anemia juga disebabkan karena terjadinya peningkatan kebutuhan
oleh tubuh terutama pada remaja, ibu hamil, dan karena adanya penyakit
kronis. Penyebab lainnya karena pendarahan yang disebabkan oleh investasi
cacing terutama cacing tambang, malaria, haid yang berlebihan dan
pendarahan saat melahirkan (Wijiastuti, 2006). Anemia gizi besi sering
diderita oleh wanita dan remaja putri dan diketahui 1 diantara 3 wanita

menderita anemia. Menurut Tarwoto et al. (2010), penyebab anemia gizi


besi sering diderita oleh wanita dan remaja puti yaitu dikarenakan oleh:
a. Pada umumnya masyarakat Indonesia (termasuk remaja putri) lebih
banyak mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya
sedikit, dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan
tubuh akan zat besi tidak terpenuhi.
b. Remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi
asupan makanan.
c. Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diekskresi,
khususnya melalui feses (tinja).
d. Remaja putri mengalami haid setiap bulan, di mana kehilangan zat besi
1,3 mg per hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak dari pada
pria.
Tabel 2.4. Kebutuhan dan Kehilangan Fe sesuai Kelompok
Umur

Kehilangan Fe
Faeses
Urine,
keringat, &

Dewasa
- Pria
- Wanita

0,7
0,7
0,7

desquamasi
0,2 0,5
0,2 0,5
0,2 0,5

Kebutuhan Fe/Besi
Menstruas Pertu Hamil
i

Total
kebutuha
n Fe*

buhan
0,5-1,0

1,0-

0,9 - 1 ,2
1,4 - 2,2

2,0
Ibu

0,7

0,2 0,5

hamil
Anak-

0,7

0,2 0,5

anak
Remaja-

0,7

0,2 0,5

1,9 - 3,2

0,5-1,4

0,2

1,1 1,4

0,5-1,0

1,9 3,7

Putri
* Besi yang diabsorpsi, kebutuhan dalam menu makanan adalah 3 10 kali dari
jumlah tersebut tergantung pada sumber besi dari komposisi menu.
Sumber: Guthrie (1989).

2.3. Pola Makan Remaja Putri dan Anemia


Pola dan gaya hidup modern membuat remaja cenderung lebih
menyukai makan diluar rumah bersama kelompoknya. Remaja putri sering
mempraktikkan diet dengan cara yang kurang benar seperti melakukan
pantangan-pantangan, membatasi atau mengurangi frekuensi makan untuk
mencegah kegemukan. Pada umumnya remaja mempunyai kebiasaan makan
yang kurang baik. Remaja sering mengkonsumsi makanan dalam jumlah
yang tidak seimbang dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut
kegemukan. Kebiasaan remaja rata-rata tidak lebih dari tiga kali sehari dan
disebut makan bukan hanya dalam konteks mengkonsumsi makanan pokok
saja tetapi makanan ringan juga dikategorikan sebagai makanan (Suhardjo,
1989).
Survei yang dilakukan Hunlock (1997) menunjukkan bahwa remaja
suka sekali jajan makanan ringan. Jenis makanan ringan yang dikonsumsi
adalah kue-kue yang rasanya manis. Sedangkan jenis sayuran dan buahbuahan yang mengandung vitamin A dan vitamin C jarang dikonsumsi,
sehingga dalam diet mereka rendah akan zat besi, Vitamin A dan vitamin C.

2.4. Ubi Jalar


Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang berasal
dari daerah tropis Amerika. Ubi jalar dapat tumbuh baik di dataran rendah
maupun di pegunungan dengan suhu 270C dan lama penyinaran 11-12 jam
perhari (Soemartono, 1984). Pada tahun 1960, ubi jalar sudah tersebar ke
hampir setiap daerah Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Papua dan Sumatra. Namun, sampai saat ini hanya Papua saja yang
memanfaatkan ubi jalar sebagai makanan pokok, walaupun belum
menyamai padi dan jagung (Suprapti, 2003).
Komposisi ubi jalar sangat tergantung pada varietas dan tingkat
kematangan serta lama penyimpanan. Karbohidrat dalam ubi jalar terdiri

dari monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Ubi jalar mengandung


sekitar 16- 40% bahan kering dan sekitar 70-90% dari bahan kering ini
adalah karbohidrat yang terdiri dari pati, gula, selulosa, hemiselulosa, dan
pektin (Meyer, 1982). Kandungan karbohidrat ubi jalar dapat dilihat pada
Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Kandungan Karbohidrat dalam Ubi Jalar (persen berat kering)
Komponen
Pati
Gula
Hemiselulosa
Selulosa
Pektin
Sumber : Meyer (1982)

Besaran (%)
46,2
22,4
3,6
2,7
0,47

Ubi jalar ungu memiliki jumlah kalori yang tinggi dan nilai gizi
lain yang tidak jauh berbeda dengan jenis ubi jalar lain. Jumlah kandungan
gizi ubi jalar dalam 100 gram bahan yang dapat dimakan dapat dilihat pada
Tabel 2.6 sebagai berikut:
Tabel 2.6. Kandungan Gizi Ubi Jalar dalam 100 gram Bahan
No.
Kandungan gizi
1
Kalori (kal)
2
Protein (g)
3
Lemak (g)
4
Karbohidrat (g)
5
Kalsium (mg)
6
Fosfor (mg)
7
Zat besi (mg)
8
Vitamin A (SI)
9
Vitamin B1 (mg)
10
Vitamin C (mg)
11
Air (g)
12
Bagian daging (%)
Sumber : Suprapti (2003)
2.5. Tepung Ubi Jalar Ungu

Besaran
123,00
1,80
0,70
27,90
30,00
49,00
0,70
7.700,00
0,90
22,00
68,50
86,00

Tepung ubi jalar ungu merupakan penepungan chip atau irisan ubi
jalar kering. Penepungan yang dilakukan harus memperhatikan jenis dan
teknologi mesin penepung berdasarkan tingkat kehalusan dan kapasitas
produksi (Suismono, 1995).
Tabel 2.7. Kandungan Gizi Tepung Ubi Jalar per 100 gram
No
1
2
3
4
5
6

Parameter

Tepung Ubi

(%)
Jalar Putih
Kadar air
10,99 %
Kadar abu
3,14 %
Protein
4,46 %
Lemak
1,02 %
Karbohidrat
84,83 %
Serat
4,44 %
Sumber: Lies Suprapti, (2003:21)

Tepung Ubi

Tepung Ubi

Jalar Orange
6,77 %
4,71 %
4,42 %
0,91 %
83,19 %
5,54 %

Jalar Ungu
7,28 %
5,31 %
2,79 %
0,81 %
83,81 %
4,72 %

BAB III
PEMBAHASAN
Fortifikasi cookies dinilai layak dilakukan selama diperhitungkan
kehilangan yang terjadi karena melalui proses pemanggangan dan penyimpanan.
Selain itu, dinyatakan bahwa fortifikasi vitamin A, asam folat, besi, dan seng
layak dilakukan secara teknis pada produk cookies. Pemilihan cookies untuk
dijadikan vehicle (pangan pembawa) dalam fortifikasi zat besi memiliki beberapa
pertimbangan, yaitu: (1) cookies adalah makanan yang sudah cukup dikenal oleh
masyarakat dari berbagai kalangan usia, khususnya kalangan remaja, (2) cookies
dapat dikonsumsi setiap saat, dan (3) proses pembuatan cookies relatif mudah.
Fortifikan yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah ferrous
fumarate, karena ferrous fumarate memiliki persentase besi elemental lebih tinggi
dari ferrous sulphate, yaitu 33 %. Semakin tinggi persentase besi elemental yang
dimiliki suatu bentuk garam zat besi semakin baik karena itu berarti jumlah mg
bentuk garam yang dipakai semakin sedikit. Besi elemental adalah jumlah zat besi
dalam bentuk garamnya yang akan tersedia dalam darah untuk diserap. Tingkat
fortifikasi yang digunakan untuk ferrous fumarate sebesar 60 ppm. Dalam
program ini, sasaran yang akan diintervensi dengan cookies ubi jalar Fe adalah

remaja putri. Rencananya remaja putri akan diberikan cookies sebanyak 50 gram
per hari, dan untuk meningkatkan asupan Fe pada remaja putri, maka akan
ditambah dari fortifikasi sebesar 50% RDA. Jumlah fortifikan yang akan
ditambahkan yaitu:
-

RDA Fe untuk remaja putri adalah 26 mg


Jumlah konsumsi Fe dari 50 gram cookies per hari adalah 13 mg
Rendemen tepung ubi jalar 25% 250 gram cookies per kg tepung ubi
jalar
Jumlah Fe yang akan difortifikasikan:
250 gram
50 gram x 13 mg = 65 mg Fe per kg tepung ubi jalar
Dalam ferroes fumarate mengandung 33% Fe, jadi ferroes fumarate yang

harus ditambahkan per kg tepung ubi jalar adalah:

100
33

x 65 mg = 197

mg.
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka diperoleh jumlah fortifikan
(ferrroes fumarate) yang harus ditambahkan dalam proses pembuatan cookies ubi
jalar per kg tepungnya sebesar 197 mg ferroes fumarate.
Bahan pembawa yang digunakan untuk fortifikasi adalah tepung ubi
jalar. Tepung ubi jalar mempunyai banyak kelebihan untuk digunakan dalam
pembuatan cookies, yaitu: (1) lebih luwes untuk pengembangan produk pangan
dan nilai gizi, (2) lebih tahan disimpan sehingga penting sebagai penyedia bahan
baku industri dan harga lebih stabil. Hasil penelitian tepung ubi jalar dapat
digunakan sebagai bahan campuran pada pembuatan berbagai produk antara lain
kue-kue kering, kue basah, mie, bihun dan roti tawar.
Teknologi yang digunakan dalam proses fortifikasi Fe pada cookies ubi
jalar sangatlah sederhana, karena tidak memerlukan tekhnologi khusus untuk
memfortifikasikannya, cukup dengan mencampurkan bahan fortifikan ke dalam
tepung ubi jalar yang akan digunakan untuk membuat cookies, maka akan
dihasilkan cookies ubi ungu yang sudah difortifikasi dengan Fe.

Sebelum dihasilkan produk cookies yang difortifikasi dengan ferrous


fumarate, maka perlu disiapkan bahan apa saja yang digunakan dan bagaimana
proses pembuatannya. Dalam program ini, bahan-bahan yang diperlukan dan
proses pembuatan yang dilakukan adalah:
a. Bahan
1.
2.
3.
4.
5.

1 kg tepung ubi jalar (siap pakai)


1kg susu formula lanjutan
625 g mentega
5 btr telur
197 mg ferroes fumarate

b. Cara membuat
1. Campur tepung ubi, ferroes fumarate, dan susu, aduk rata.
2. Kocok telur dan mentega hingga halus. Campur dengan tepung ubi,
ferroes fumarate dan susu, aduk rata.
3. Cetak sesuai selera. Panggang selama 20 menit pada suhu 1800C.
4. Setelah cookies jadi, kemudian dikemas 50 gram cookies per porsi
(bisa jadi untuk 5 porsi).
Terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan dari produk fortifikasi
cookies ubi jalar ini. Kelebihannya adalah praktis; karena ukurannya yang kecil
dan pas untuk dibawa kemana-mana, mudah dikonsumsi karena serving sizenya
hanya 50 gram, tidak merangsang saluran pencernaan karena berasal dari bahanbahan yang biasa dikonsumsi oleh sasaran, dan dapat dikonsumsi kapan saja tidak
terkait dengan sudah makan atau belum makan karena cookies ini aman
dikonsumsi kapan saja.
Kelemahannya adalah produk ini bisa menjadi salah sasaran karena kita
tidak bisa memastikan apakah makanan itu dikonsumsi oleh sasaran.
Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi adalah cookies ini diberikan ke teman
dan keluarganya.

BAB IV
PENUTUP
Simpulan dari makalah ini antara lain:
1. Fortifikan yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah ferrous fumarate,
karena ferrous fumarate memiliki persentase besi elemental lebih tinggi dari
ferrous sulphate, yaitu 33%.
2. Teknologi yang digunakan dalam proses fortifikasi Fe pada cookies ubi jalar
sangatlah sederhana, karena tidak memerlukan tekhnologi khusus.
3. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies antara lain: 1 kg
tepung ubi jalar (siap pakai), 1kg susu formula lanjutan, 625 g mentega, 5 btr
telur, dan 197 mg ferroes fumarate.
Cara membuat cookies:
- Campur tepung ubi, ferroes fumarate, dan susu, aduk rata.
- Kocok telur dan mentega hingga halus. Campur dengan tepung ubi, ferroes
fumarate dan susu, aduk rata.
- Cetak sesuai selera. Panggang selama 20 menit pada suhu 1800C.
- Setelah cookies jadi, kemudian dikemas 50 gram cookies per porsi (bisa
jadi untuk 5 porsi).
4. Kelebihan cookies sebagai produk fortifikasi adalah praktis, aman, mudah
dikonsumsi, dan tidak merangsang saluran pencernaan. Kelemahannya adalah
bisa menjadi tidak tepat sasaran.

DAFTAR PUSTAKA
Bauernfeind, J.C., Lachance P.A., eds. 1991. Nutrient Additions to Food.
Nutritional, Technological and Regulatory Aspects. Trumbull, Conn,
USA: Food and Nutrition Press.
Briawan, D., Hardinsyah, Setiawan B., Malrliyati S.A., dan Muhilal. 2008. Efikasi
Suplemen Besi-Multivitamin untuk Perbaikan Status Besi Remaja Wanita.
Jurnal Gizi Indonesia, 30 (1): 30-36.
Briawan, D., Sulaeman A., Syamsir E., dan Herawati D. 2013. Efikasi Fortifikasi
Cookies Ubi Jalar untuk Perbaikan Status Anemia Siswi Sekolah.
Majalah Kedokteran Bandung, 45: 4.
Damardjati, D.S., S. Widowati dan Suismono. 1993. Pembinaan Sistem
Agroindustri Tepung Kasava Pola Usaha Tani Plasma di Kabupaten
Ponorogo. Laporan Penelitian Kerjasama Balittan Sukamandi dengan PT.
Petro Aneka Usaha. Sukamandi.
Depkes RI. 2003. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. 2005. Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Jakarta: Depkes RI.
Proverawati, A. 2010. Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta: Nuha Offset.
Sediaoetama, A.D. 1985. Ilmu Gizi. Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat.
Wijiastuti, H. 2006. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Anemia pada
Remaja Putri di Tsanawiah Negeri Cipondoh-Tangerang tahun 2005.
[Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Widyastuti, Y. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya.
Utomo, J.S., dan S.S. Antarlina. 2002. Tepung Instant Ubi Jalar untuk Pembuatan
Roti Tawar. Majalah Pangan, No: 38/XI/Jan/2002, Hal: 28-34.

Anda mungkin juga menyukai