) sebagai Pengganti
Pestisida (Pestisida Nabati) terhadap Mortalitas Hama Serangga
Jenis Jangkrik (Gryllus sp.)
Karya Ilmiah
OLEH :
Nadia Anisah Tahani (12620031)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan peneliti
taufik, rahmat, dan hidayat serta kesehatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan
karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Daun kemangi (Ocimum sp.) sebagai
Pengganti Pestisida (Pestisida Nabati) Terhadap Mortalitas Hama Serangga Jenis
Jangkrik (Gryllus sp.) ini dengan tepat waktu.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Imam Suprayogo, selaku rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
2. Ibu Kholifah Holil, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Teknik
Instrumentasi, serta ibu Ainun Nikmati Laily, M.Si dan dr. Nur Laili
Susanti, S. Ked yang memberikan pengarahan, masukan, dan kritikan baik
secara langsung maupun tidak langsung kepada peneliti selama penelitian
berlangsung.
3. Rekan peneliti yaitu mahasiswa jurusan Biologi angkatan 2012, khususnya
di kelas Biologi A yang saling mensupport satu sama lain sehingga karya
tulis ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Peneliti menyadari bahwa dalam karya ilmiah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca supaya kedepan karya ilmiah ini dapat memberikan
manfaat kepada para pembaca secara umum dan kepada peneliti pada khususnya.
Peneliti,
Mei, 2013
DAFTAR ISI
LAMPIRAN...................................................................................................49
GAMBAR PENELITIAN..............................................................................49
PREPARASI SAMPEL..................................................................................49
PEMBUATAN LARUTAN EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sp.)..50
PEMBUATAN KANDANG JANGKRIK (Gryllus sp...................................51
TABEL PENGAMATAN................................................................................52
PERHITUNGAN............................................................................................52
ABSTRAK
Tahani, Nadia Anisah. 2013. Pengaruh Daun kemangi (Ocimum sp.) sebagai
Pengganti Pestisida (Pestisida Nabati) Terhadap Mortalitas Hama
Serangga Jenis Jangkrik (Gryllus sp.)
Pembimbing: Kholifah Holil, M.Si, Ainun Nikmati Laily, M.Si, dr. Nur
Laili Susanti, S. Ked.
Kata Kunci
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki hutan tropis yang
luas. Tanaman hutan tropis Indonesia lebih unggul dalam merekayasa bahanbahan kimia daripada tanaman sejenis ditempat lain. Oleh karena itu penemuan
bahan-bahan kimia baru untuk berbagai keperluan dari tanaman tropis di
Indonesia sangat tinggi kemungkinannya (Ersam & Dewi, 2007).
Salah satu jenis bahan kimia tersebut adalah minyak atsiri (Agusta, 2000).
Beberapa jenis minyak atsiri terbukti mempunyai aktivitas biologi terhadap
mikroba maupun serangga hama dan vektor patogen yang merugikan manusia,
hewan, dan tanaman. Properti minyak atsiri tersebut telah banyak dimanfaatkan
dan produknya telah banyak dikomersialkan terutama dibidang industri makanan,
misalnya sebagai bahan aditif dan pengawet makanan. Potensi minyak atsiri
sebagai pestisida nabati juga sangat besar ditinjau dari aktivitas biologi, efikasi,
kompatibilitas, organisme sasaran, serta keamanan terhadap lingkungan dan
kesehatan manusia (Hartati, 2012).
Perlindungan tanaman merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan
petani. Pengendalian hama dan penyakit tanaman tidak langsung meningkatkan
hasil, namun membatasi kehilangan potensi hasil yang diusahakan dengan
intensifikasi (Pertanian, 2001).
10
11
1.2.RUMUSAN MASALAH
1.2.1. Bagaimana pengaruh daun kemangi (Ocimum sp.) sebagai pengganti
pestisida (pestisida nabati) terhadap mortalitas hama serangga jenis
jangkrik (Gryllus sp.)?
1.2.2. Apakah ada perbedaan pengaruh pemberian konsentrasi yang berbeda
dengan pestisida nabati terhadap mortalitas hama serangga jenis jangkrik
(Gryllus sp.)?
1.3.TUJUAN
1.3.1. Untuk mengetahui pengaruh daun kemangi (Ocimum sp.) sebagai
pengganti pestisida (pestisida nabati) terhadap mortalitas hama serangga
jenis jangkrik (Gryllus sp.).
1.3.2. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh pemberian konsentrasi yang
berbeda dari pestisida nabati terhadap mortalitas hama serangga jenis
jangkrik (Gryllus sp.).
1.4.HIPOTESIS
Diduga daun kemangi (Ocimum sp.) berpengaruh sebagai pengganti pestisida
(pestisida nabati) terhadap mortalitas hama serangga jenis jangkrik (Gryllus sp.).
1.5.MANFAAT
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
mortalitas hama serangga jenis jangkrik (Gryllus sp.) dan kandungan kimia daun
kemangi (Ocimum sp.) yang menyebabkan adanya mortalitas hama serangga jenis
jangkrik (Gryllus sp.).
12
1.6.BATASAN MASALAH
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Sampel yang digunakan adalah daun kemangi (Ocimum sp.) yang dibeli
dari pedagang sayuran di Pasar Merjosari, Malang.
2. Ekstrak yang diuji merupakan ekstrak berupa larutan yang pembuatannya
menggunakan pelarut air yang kemudian dianggap memiliki konsentrasi
100%,
kemudian
dilanjutkan
pembuatan
larutan
ekstrak
dengan
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.KAJIAN ISLAMI
Firman Allah dalam Q.S. Ar-Rahman: 12 (Savitri, 2008):
Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. (Q.S. ArRahman: 12).
2.2.KAJIAN PUSTAKA
2.2.1.RAIHAN/KEMANGI (Ocimum sp.)
2.2.1.1.DESKRIPSI DAUN KEMANGI (Ocimum sp.)
Raihan atau daun ruku-ruku/daun kemangi adalah tumbuhan yang wangi dan
berbau harum. Oleh sebab itu kalangan barat menyebutnya ais. Itulah yang
dikenal dikalangan orang-orang Arab sebagai raihan, orang-orang Iraq dan Syam
menyebutnya habaq (Savitri, 2008).
Klasifikasi tumbuhan (Savitri, 2008):
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Lamiales
Famili
: Lamiaceae
14
Genus
: Ocimum
Spesies
: Ocimum sp.
Jenis kemangi yang banyak diusahakan adalah jenis lokal yang belum jelas
nama/varietasnya. Penampilan tanaman yang cukup rimbun. Daun berwarna hijau
muda. Bunga putih kurang menarik. Bila dibiarkan berbunga maka pertumbuhan
daun lebih sedikit dan tanaman cenderung cepat tua dan gampang mati (Savitri,
2008).
Kemangi tidak menuntut syarat tumbuh yang rumit. Dapat dikatakan semua
wilayah di Indonesia bisa ditanami kemangi. Yang jelas tanahnya bersifat asam.
Kemangi juga toleran terhadap cuaca panas maupun dingin. Perbedaan iklim ini
hanya mengakibatkan penampilan tanaman sedikit berbeda. Kemangi yang
ditanam didaerah dingi daunnya lebih lebar dan lebih hijau. Sedang kemangi
didaerah panas daunnya kecil, tipis, dan berwarna hijau pucat (Savitri, 2008).
Kemangi merupakan anggota famili Lamiaceae, yang berarti kelompok
tanaman dengan bunga berbibir. Nama genusnya Ocimum yang berarti tanaman
beraroma. Aroma khas tersebut muncul dari daunnya. Tanaman tersebut
berkerabat dekat dengan daun mint (Mentha arvensis), yang dikenal orang Sunda
sebagai karesmen, yang biasa dilalap mentah. Beberapa kerabat kemangi di
antaranya tanaman selasih (Ocimum sanctum) (Savitri, 2008). Terna dengan tinggi
mencapai 1,5 m, daun berwarna hijau, bunga tersusun dalam tandan tegak.
Penyebarannya hidup liar ditempat kering yang mendapat sinar matahari, pinggir
jalan, padang rumput, dan ada juga yang ditanam pada dataran rendah sampai 500
m dpl (Agusta, 2000). Kerabat kemangi yang lain adalah daun bangun-bangun
15
alias daun jinten (Coleus amboinicus). Tetapi kerabat yang paling dekat adalah
basil (Ocimum amboinicus). Tanaman basil inilah yang kemudian menurunkan
bermacam-macam varietas kemangi. Daun basil banyak digunakan sebagai bumbu
aromatik untuk campuran masakan Italia, seperti saus sphagetti atau saus pizza
(Savitri, 2008).
Kemangi yang ada di Indonesia bernama botani Ocimum basillicum. Karena
tumbuhnya menyemak, maka dikelompokkan dalam kelompok basil semak (bush
basil). Kemangi dalam taksonomi tanaman termasuk ke dalam marga Ocimum
yang memiliki 50-150 jenis yang tersebar dari daerah tropis Asia, Afrika sampai
Amerika Tengah dan Amerika Selatan (Savitri, 2008).
Dari bermacam-macam senyawa yang terdapat dalam Ocimum sp., minyak
atsiri merupakan salah satu komponen yang mendapat perhatian secara komersial.
Minyak atsiri ini banyak digunakan sebagai aroma pada makanan, minuman, dan
juga digunakan dalam industri parfum. Walaupun termasuk dalam marga yang
sama, tetapi kandungan minyak atsiri dari masing-masing jenis berbeda satu sama
lain, baik komposisi senyawa penyusun minyak atsiri ataupun kadarnya, karena
banyak faktor yang dapat mempengaruhi produksi minyak atsiri tanaman yang
salah satunya adalah tempat tumbuh (Savitri, 2008).
2.2.1.2.KANDUNGAN KIMIA MINYAK ATSIRI DALAM DAUN
KEMANGI (Ocimum sp.)
Tumbuhan kemangi memiliki rasa agak manis, bersifat dingin, berbau
harum, dan menyegarkan. Beberapa bahan kimia yang terkandung pada seluruh
bagian tanaman kemangi diantaranya 1,8 sineol, anethol, apigenin, dan boron.
16
Sementara pada daunnya terkandung arginine dan asam aspartat (Hariana, 2007).
Menurut Savitri (2008), senyawa-senyawa yang banyak ditemukan dalam minyak
atsiri ini antara lain 1,8-sineol, trans-beta-ocimen, kamfor, linalool, metil klavikol,
geraniol, citra eugenol, metil sinamat, metil eugenol, beta-bisabolen, betakariopilen. Kandungan utama yang banyak terdapat dalam minyak atsiri yang
beredar di pasaran seperti minyak sweet basil adalah linalool, metil klavikol.
Kandungan lainnya yang juga cukup tinggi adalah eugenol dan 1,8-sineol,
selanjutnya dengan kadar yang lebih rendah adalah citral (neral dan geranial) juga
ocimen (Savitri, 2008).
Beberapa klaim tradisional telah dibuktikan secara ilmiah dengan pengujian
farmakologi, diantaranya telah dilakukan pengujian terhadap aktivitas antibakteri,
antifungi, larvasida, antiulcer, dan antiseptik. Kebanyakan senyawa bioaktif
(senyawa yang bertanggung jawab untuk menghasilkan efek) merupakan senyawa
penyusun minyak atsiri yang terkandung dalam tanaman. Diantara senyawa
bioaktif tersebut adalah kamfor, d-limonen, mirsen, metil-kavikol, dan eugenol
(Savitri, 2008).
Daun kemangi/selasih mengandung minyak atsiri dengan bahan aktif
eugenol dan sineol yang mempunyai potensi sebagai larvasida dan hormon juvenil
yang menghambat perkembangan larva nyamuk (Anopheles aconitus) (Octavia,
Andriani, Qirom, & Azwar, 2008). Sedangkan menurut (Iffah, Gunandini, &
Kardinan, 2008) senyawa bioaktif yang diduga berfungsi sebagai larvasida dari
kemangi adalah eugenol dan methyl clavical.
17
18
20
potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai pestisida nabati secara
komersial (Hartati, 2012).
Adapun kelemahan-kelemahan dari pestisida berbasis minyak atsiri adalah
berhubungan dengan sifat-sifat dari minyak atsiri sendiri yang volatil dan tidak
stabil atau tidak tahan terhadap sinar matahari.sebagai contoh, sinamaldehid
bersifat tidak stabil dan akan terurai menjadi bensaldehid pada suhu 60 oC. Namun,
ketika dikombinasi dengan eugenol atau cinamon minyak daun, maka
sinamaldehid akan stabil sampai pada 200oC selama lebih dari 30 menit(Burt,
2007) (Hartati, 2012).
Keefektifan pestisida minyak atsiri umumnya lebih rendah dibandingkan
dengan pestisida kimia sintetik dan kerjanya lebih lambat. Oleh karena itu,
didalam formula pestisida berbahan aktif minyak atsiri selalu ditambahkan
senyawa kimia lain yang sifatnya meningkatkan stabilitas bahan aktifnya (Hartati,
2012).
Tumbuhan yang berfungsi sebagai pestisida nabati untuk dibudidayakan
hendaknya memiliki karakteristik sebagai berikut (Octavia, Andriani, Qirom, &
Azwar, 2008):
a.
22
muricata), bahan ramuan terdiri dari 50-100 kembar daun sirsak yang
ditumbuk hingga halus dan dilarutkan dalam 5 liter air dicampur dengan
15 gram sabun colek, kemudian diendapkan selama kurang lebih 12 jam,
setelahnya larutan disaring dengan kain halus, hasil penyaringan
diencerkan dengan 50-75 liter air, maka bahan tersebut sudah siap untuk
digunakan terutama untuk mengendalikan hama trips yang menyerang
cabai (Kardinan, 2000). Tetapi dengan menggunakan Kemuning Culang
(Aglaia odorata) yakni kulit batang dan ranting kemuning culang yang
telah dihaluskan sebanyak 100 gram direbus dengan 1 liter air selama 30
menit. Cairan ini disaring dan dapat langsung disemprotkan untuk
mengendalikan ulat krop kubis (Crocidolomia binotalis) hingga 55%.
2.2.3.HAMA SERANGGA
Para petani dalam setiap kegiatan pertaniannya selalu akan berhadapan
dengan berbagai hama tanaman, yang keadaan atau kemampuan berkembangnya
sangat dipengaruhi oleh lingkungan pertanaman tanamannya (Kartasapoetra,
1993).
Tentang jenis-jenis hama tanaman pangan yang selalu memprihatinkan para
petani, umumnya dapat dibagi atas tiga golongan besar, jelasnya (Kartasapoetra,
1993):
23
tanaman
para
petani
atau
menghabiskan
hasil-hasilnya
(Kartasapoetra, 1993).
Dari jutaan macam serangga yang terdapat didunia ini, terdapat puluhan ribu
yang dapat mengganggu dan merusak berbagai tanaman pangan para petani
(Kartasapoetra, 1993).
Serangga ini menurut fungsi hidupnya ditinjau dari segi kepentingan para
petani ada yang disebut (Kartasapoetra, 1993):
a.
24
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Orthoptera
Famili
: Gryllidae
Genus
: Gryllus
Spesies
: Gryllus sp.
25
(jangkrik) dapat ditemukan dirumah-rumah, sisa tanaman yang lembab. Hewan ini
aktif dimalam hari dan mampu bergerak dan melompat dengan cepat (Yeti, 2011).
Hewan yang sudah dewasa umumnya berwarna hitam, sedangkan nypha
berwarna kuning pucat dengan garis-garis coklat. Antena panjang dan kaku seperti
rambut. Hewan dewasa akan kehilangan sayap setelah menetap dilingkungan
sawah (Yeti, 2011).
Hewan yang termasuk dalam ordo Orthoptera, termasuk didalamnya Gryllus
sp. (jangkrik) adalah bersifat hemimetabola, mulutnya tipe pengunyah, memiliki
dua pasang sayap, sayap depan lebih tebal dan seperti kertas dari kulit, yang
disebut tegumina. Sayap belakang berupa membran dan dilipat seperti kipas dan
terletak dibawah sayap depan. Pada beberapa spesies, sayap hanya berupa sisa
saja atau ada juga yang tidak bersayap (Yeti, 2011).
Beberapa jenis jangkrik antara lain jangkrik ladang (Gryllulus mitratus),
jangkrik hutan (Xenogryllus marmorata), jangkrik rumput, jangkrik pohon,
jangkrik buah dan gangsir. Diantara jangkrik tersebut yang paling merugikan
petani adalah gangsir, karena gigitannya bersifat memotong batang tanaman lebih
banyak (Pertanian, 2001).
Criket pemakan daun (Gryllidae), hewan pemakan daun muda sehingga
daun berlubang-lubang dan produksi turun. Pengendalian: sanitasi lingkungan
(Rahmawati R. , 2012).
Jangkrik menyukai makanan dari buah, pucuk tanaman, daun muda, dan
makan apa saja yang ditemukan. Kalau menemukan makanan, mula-mula
dirasakan dengan palpus, kemudian menggigitnya dengan rahang yang kuat.
26
Jangkrik dan gangsir mencari makan pada malam hari dan pada keadaan yang
sunyi sepi (Pertanian, 2001).
Cara merusak tanaman, jangkrik/gangsir biasanya dengan menggigit dan
memotong tanaman pada daun dan batang yang masih muda (Pertanian, 2001).
Perawatan jangkrik disamping kondisi kandang yang harus diusahakan sama
dengan habitat aslinya, yaitu lembab dan gelas, maka yang tidak kalah pentingnya
adalah gizi yang cukup agar tidak saling makan (kanibal) (Anonymous, Cara
Ternak Jangkrik Lengkap, 2013).
27
BAB III
METODE PENELITIAN
28
dan variabel terkontrolnya adalah konsentrasi 25%, 50%, dan 100%, serta
parameter yang diamati yaitu mortalitas (angka kematian) hama serangga jenis
jangkrik (Gryllus sp.).
3.4.RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan melalui pengujian eksperimental di Laboratorium.
Sampel yang diambil adalah daun kemangi (Ocimum sp.) yang dibeli dari
pedagang sayur di Pasar Merjosari Malang kemudian dibersihkan dari debu dan
kotoran yang masih menempel pada daun ataupun partikel-partikel lainnya dengan
menggunakan air setelah itu dikeringkan dengan tissue kemudian dipotong bagian
daun. Daun yang telah bersih diblender dengan menggunakan pelarut air sehingga
diperoleh larutan ekstrak daun kemangi (Ocimum sp.), setelah itu dihomogenkan
dengan detergen bubuk, kemudian dibiarkan selama 24 jam. Larutan ekstrak daun
kemangi (Ocimum sp.) disaring menggunakan saringan dan selanjutnya dibuat
larutan ekstrak daun kemangi menjadi tiga larutan dengan konsentrasi yang
berbeda sehingga didapatkan tiga macam larutan ekstrak daun kemangi (Ocimum
sp.). Larutan ekstrak daun kemangi (Ocimum sp.) selanjutnya digunakan untuk uji
mortalitas (angka kematian) pada hama serangga jenis Jangkrik (Gryllus sp.).
3.5.TAHAP PENELITIAN
Tahap dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Preparasi sampel
2. Ekstraksi larutan dengan pelarut air
3. Pengaruh larutan ekstrak daun kemangi (Ocimum sp.) terhadap mortalitas
hama serangga jenis belalang (Gryllus sp.)
29
3.6.PROSEDUR KERJA
3.6.1.Preparasi Sampel
Daun kemangi (Ocimum sp.) dibersihkan dan dicuci menggunakan air
mengalir kemudian dikeringkan dengan tissue. Setelah itu dipotong daun kemangi
(Ocimum sp.) dari tangkainya kemudian ditimbang sebanyak 20 gram sehingga
diperoleh daun kemangi (Ocimum sp.) 20 gram.
3.6.2.Ekstraksi Larutan dengan Pelarut Air
Sebanyak 20 gram daun kemangi (Ocimum sp.) diekstrak dengan pelarut
air sebanyak 200 ml yang dihaluskan dengan menggunakan blender (Tohir, 2010).
Kemudian daun kemangi (Ocimum sp.) yang sudah halus dan larut dalam air
dimasukkan kedalam beaker glass 200 ml dan dihomogenkan dengan detergen
bubuk 0,6 gram. Setelah itu, larutan ekstrak daun kemangi didiamkan selama 24
jam dan ditutup beaker glass 200 ml dengan menggunakan plastik dan karet
dengan rapat. Larutan ekstrak daun kemangi (Ocimum sp.) disaring menggunakan
saringan teh, kemudian dibagi menjadi dua bagian dan masing-masing
dimasukkan dalam beaker glass 100 ml sehingga diperoleh dua larutan ekstrak
daun kemangi (Ocimum sp.). Larutan ekstrak daun kemangi 100 ml yang pertama
dimasukkan kedalam botol semprot dan diberi label 100% dan dianggap
konsentrasinya 100%. Larutan ekstrak daun kemangi (Ocimum sp.) yang kedua
digunakan untuk membuat larutan ekstrak daun kemangi dengan konsentrasi 50%
dan 25%. Menurut Priyono (1988), pencampuran dengan menggunakan rumus
(Iffah, Gunandini, & Kardinan, 2008):
C1.V1=C2.V2
30
Keterangan:
C1 = Konsentrasi ekstrak awal
C2 = Konsentrasi yang diinginkan
V1 = Volume yang dicari
V2 = Volume yang diinginkan
Diperoleh hasil tiga larutan ekstrak daun kemangi (Ocimum sp.) dengan
konsentrasi 100%, 50%, dan 25%. setelah itu larutan ekstrak daun kemangi
(Ocimum sp.) sudah menjadi pestisida nabati dan siap digunakan untuk uji
aktivitas, ketahanan, dan mortalitas terhadap hama serangga jenis Jangkrik
(Gryllus sp.) dengan cara menyemprotkan ke lingkungan dimana hama jenis
jangkrik (Gryllus sp.) tinggal.
3.6.3.Pengaruh Larutan Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum sp.) terhadap
Mortalitas Hama Serangga Jenis Jangkrik (Gryllus sp.)
3.6.3.1.Pembuatan Kandang Jangkrik (Gryllus sp.)
Diambil empat botol kemasan air mineral, dibersihkan dan dicuci dengan
menggunakan air mengalir kemudian dikeringkan. Digunting bagian tengah botol
kemasan air mineral sekitar 5cmx5cm setelah itu ditutup dengan kasa
menggunakan lakban pada tepinya. Dilakukan hal yang sama pada botol kemasan
air mineral lainnya kemudian diberi label botol A (tidak disemprot larutak ekstrak
daun kemangi), botol B (disemprot larutan ekstrak daun kemangi dengan
konsentrasi 25%), botol C (disemprot larutan ekstrak daun kemangi dengan
31
konsentrasi 50%), dan botol D (disemprot larutan ekstrak daun kemangi dengan
konsentrasi 100%).
3.6.3.2.Penempatan Jangkrik Pada Kandang
Dimasukkan sepuluh Jangkrik (Gryllus sp.) dimasing-masing kandang,
dimasukkan tiga pucuk daun dan sedikit nasi untuk pakan jangkrik (Gryllus sp.)
(Pertanian, 2001). Jangkrik (Gryllus sp.) dibiarkan dan diberi asupan nutrisi, suhu,
dan oksigen yang cukup untuk bernafas pada kandang yang baru supaya dapat
beradaptasi dengan baik sekitar 3 hari.
3.6.3.3.Pengamatan Pada Jangkrik (Gryllus sp.)
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah Jangkrik (Gryllus
sp.) yang mati (mortalitas hama serangga jenis jangkrik) setelah disemprot larutan
ekstrak daun kemangi (Ocimum sp.).
3.7.ANALISIS DATA
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dan disajikan dalam
bentuk tabel dan grafik. Analisis data mortalitas (angka kematian) dengan
menggunakan data yang diperoleh dari jumlah jangkrik yang mati pada tiap
kandang sehingga dapat menghitung prosentase mortalitas hama serangga jenis
Jangkrik (Gryllus sp.).
% kematian = Jumlah jangkrik (Gryllus sp.) yang mati x 100%
Jumlah jangkrik (Gryllus sp.) total
(Rahmawati, Zetra, & Burhan, 2009).
32
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
gram
detergen
sebagai
tambahan
pelarut
kedalamnya
kemudian
34
menggunakan 5 liter air dicampur dengan 15 gram sabun. Dan karena pada
penelitian ini peneliti menggunakan pelarut air sebanyak 200 ml, maka detergen
yang dibutuhkan yaitu sebanyak 0,6 gram. Setelah selesai dihomogenkan, hasil
ekstraksi dibiarkan selama 24 jam dan ditutup menggunakan plastik dan karet
dengan rapat supaya mengendap. Akan tetapi menurut Rahmawati (2012), pada
proses pembuatan isektisida alami dilakukan penutupan dan dibiarkan selama
satu minggu supaya terjadi fermentasi. Kemudian disaring menggunakan saringan
teh. Akan tetapi akan lebih efektif apabila digunakan kain halus sebagai alat untuk
menyaring karena memiliki celah yang lebih kecil sehingga ampas dapat lebih
terpisah dengan baik.
Larutan ekstrak yang sudah berupa larutan 200 ml tersebut diambil 100 ml
dan dimasukkan kedalam botol semprot dan diberi label 100%. Menurut Iffah
(2008), dalam jurnal Pengaruh Ekstrak Kemangi (Ocimum basilicum forma
citratum) terhadap Perkembangan Lalat Rumah (Musca domestica) (L.)
menyatakan bahwa konsentrasi perlakuan diperoleh dengan mencampurkan
minyak kemangi yang dianggap 100% dengan pengencer berupa aquades. Dalam
hal ini larutan ekstrak yang berada pada botol semprot dengan label 100%
dianggap mempunyai konsentrasi sebesar 100%. Setelah itu sisa larutan ekstrak
100 ml digunakan lagi sebanyak 50 ml dan dilakukan pengenceran dengan
penambahan 50 ml aquades. Setelah homogen, larutan tersebut dimasukkan
kedalam botol semprot dengan label C yang konsentrasinya sebesar 50%.
Kemudian sisa larutan ekstrak 50 ml diambil sebanyak 25 ml dan ditambahkan
pelarut air sebanyak 75 ml. Setelah homogen, larutan dimasukkan ke dalam botol
semprot dengan label D yang konsentrasinya sebesar 25%.
35
36
Pertanian (2001), jangkrik menyukai makanan dari buah, pucuk tanaman, daun
muda dan makan apa saja yang ditemukan. Adaptasi yang dilakukan selama tiga
hari, pada hari kedua jangkrik (Gryllus sp.) pada kandang A bersisa 9 ekor,
kandang B bersisa 8 ekor, kandang C bersisa 9 ekor, dan kandang D bersisa 9
ekor. Hal ini terjadi karena kurangnya makanan yang diberikan pada jangkrik
(Gryllus sp.) tersebut. Menurut Anonymous (2013) dalam artikelnya di
http://budidaya-petani.blogspot.com/2013/02/cara-ternak-jangkrik-lengkap.html,
menyatakan bahwa perawatan jangkrik disamping kondisi kandang yang harus
diusahakan sama dengan habitat aslinya, yaitu lembab dan gelas, maka yang tidak
kalah pentingnya adalah gizi yang cukup agar tidak saling makan (kanibal).
Terjadinya kanibalisme yaitu karena kurangnya asupan gizi yang didapat oleh
jangkrik (Gryllus sp.) sehingga memakan jangkrik yang lain. Kemudian pada
kandang B ditambahkan satu ekor jangkrik sehingga pada hari ketiga asupan
makanan diberikan secara normal kembali dan masing-masing kandang terdiri
dari 9 jangkrik (Gryllus sp.) yang digunakan.
4.3.3.Pengamatan Pada Jangkrik (Gryllus sp.)
Penyemprotan pertama dilakukan sebanyak
Penolakan ini terlihat dari tingkat keagresifan jangkrik (Gryllus sp.) terutama pada
kandang yang disemprot pestisida nabati dengan konsentrasi 100% yang tingkat
jauh lebih tinggi tingkat keagresifannya daripada pestisida nabati dengan
konsentrasi 50% dan 25%. Sesuai dengan yang dikatakan Dubey et al. (2010)
dalam jurnal milik Hartati (2012) menyatakan bahwa aktivitas biologi minyak
atsiri terhadap serangga dapat bersifat menolak (repellent), menarik (attractant),
racun kontak (toxic), racun pernafasan (fumigant), mengurangi nafsu makan
(antifeedant), menghambat peletakan telur (ovipotion deterrent), menghambat
pertumbuhan, menurunkan fertilitas, serta sebagai antiserangga vektor. Dalam hal
ini dapat diketahui bahwa aktivitas penolakan jangkrik (Gryllus sp.) yang terjadi
ketika penyemprotan pestisida nabati dilakukan menunjukkan aktivitas dan zona
amannya sedang terganggu sehingga ia kesulitan untuk mendapatkan udara yang
seharusnya dan melakukan aktivitas.
Hasil pengamatan pengaruh daun kemangi (Ocimum sp.) sebagai
pengganti pestisida (pestisida nabati) terhadap mortalitas hama serangga jenis
38
39
ekdisis. Kemudian hal lain yang dapat dianalisis yaitu pada menit selanjutnya
yaitu menit ke-60, 90, dan 120 jumlah jangkrik yang mati semakin sedikit. Hal ini
disebabkan karena menurut Hartati (2012), salah satu kelemahan dari pestisida
berbasis minyak atsiri adalah berhubungan dengan sifat-sifat dari minyak atsirinya
sendiri yang volatil dan tidak stabil atau tidak tahan terhadap sinar matahari. Oleh
karena itu, dalam pemberian larutan ekstrak daun kemangi (Ocimum sp.) ini perlu
dilakukan beberapa kali penyemprotan, dengan catatan pada tiap kandang harus
sama penyemprotannya diulang sebanyak berapa kali.
Penelitian mengenai pengaruh daun kemangi (Ocimum sp.) sebagai
pengganti pestisida (pestisida nabati) terhadap mortalitas hama serangga jenis
jangkrik (Gryllus sp.) ini juga memberikan informasi baru mengenai kelebihan
dalam penggunaan pestisida berbasis minyak atsiri. Adapun kelebihannya
menurut Hartati (2012), pestisida berbahan minyak atsiri juga aman bagi
lingkungan, karena bersifat tidak persisten. Hal ini karena minyak atsiri mudah di
urai secara alami, sehingga tidak tahan lama di air, udara, didalam tanah, dan
tuubuh mamalia. Octavia, dkk (2008) juga mengatakan bahwa pestisida organik
yang bersifat mudah terurai menjadi bahan yang tidak berbahaya dan juga dapat
pula dipergunakan sebagai bahan pengusir/repelen terhadap serangga dan hama
tertentu, menjadikannya alternatif dalam pengendalian hama lestari yang ramah
lingkungan.
Akan tetapi pestisida berbasis minyak atsiri karena sifatnya yang tidak
tahan panas menjadikan pestisida nabati ini tidak dapat digunakan dalam jangka
waktu yang lama dan menurut Hartati (2012) juga mengatakan bahwa keefektifan
pestisida minyak atsiri umumnya lebih rendah dibandingkan denngan pestisida
40
kimia sintetik dan kerjanya lebih lambat. Hal ini juga yang menjadi salah satu
penyebab pada pembuatan pestisida berbahan aktif minyak atsiri selalu
ditambahkan senyawa kimia lain yang sifat meningkatkan stabilitas bahan
aktifnya.
Dapat disimpulkan bahwa kemangi dapat digunakan sebagai pestisida
nabati karena juga ciri-ciri dan karakteristiknya memenuhi syarat, diantaranya
menurut Savitri (2008) kemangi tidak menuntut syarat tumbuh yang rumit. Dapat
dikatakan semua wilayah di Indonesia bisa ditanami kemangi. Yang jelas tanahnya
bersifat asam. Kemangi juga toleran terhadap cuaca panas maupun dingin.
Perbedaan iklin ini hanya mengakibatkan penampilan tanaman sedikit berbeda.
Kemangi yang ditanam didaerah dingi daunnya lebih lebar dan lebih hijau.
Sedang kemangi didaerah panas daunnya kecil, tipis, dan berwarna hijau pucat.
Dan adapun syarat-syarat yang dimaksud adalah menurut Octavia dkk. (2008):
a.
41
Pada kenyataannya daun kemangi mudah tumbuh dan tetap hijau sepanjang tahun,
Agusta (2000) juga menguatkan bahwa penyebarannya hidup liar ditempat kering
yang mendapat sinar matahari, pinggir jalan, padang rumput, dan ada juga yang
ditanam pada dataran rendah sampai 500 m dpl.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, daun kemangi ternyata lebih
efektif sebagai penolak hama serangga jenis jangkrik daripada untuk membasmi
jangkrik. Hal ini dapat dilihat berdasarkan hasil prosentase mortalitas hama
serangga jenis jangkrik (Gryllus sp.) pada konsentrasi 25%, 50%, dan 100%
secara berturut-turut yang hanya sebesar 22%, 33%, dan 66% dan juga tingkah
laku yang terjadi pada jangkrik setelah disemprot dengan larutan ekstrak daun
kemangi. Jangkrik berusaha untuk melepaskan diri dari area yang sudah
terkontaminan dengan larutan ekstrak daun kemangi yang terlihat dari keagresifan
gerak nya dan membutuhkan waktu yang lama untuk mati setelah disemprot
larutan ekstrak daun kemangi. Hal ini juga dikuatkan oleh Octavia dkk, (2008)
dalam Jurnal Keanekaragaman Jenis Tumbuhan sebagai Pestisida Alami di
Savana
Bekol
Taman
Nasional
Baluran
yaitu
pestisida
organikdapat
42
BAB 5
PENUTUP
5.1.KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diamati dan dianalisis, dapat
disimpulkan bahwa:
5.2.SARAN
Penelitian selanjutnya supaya peneliti lebih aktif mengkonsultasikan
kepada dosen pembimbing mengenai penelitian yang dilakukan supaya
meminimalkan kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi ketika penelitian
43
44
DAFTAR PUSTAKA
(2009).
Jangkrik.
Retrieved
from
Fauna:
http://jangkrikkrik.wordpress.com/insecta/jangkrik/
Anonymous.
(2013).
Cara
Ternak
Jangkrik
Lengkap.
Retrieved
from
http://budidaya-petani.blogspot.com/2013/02/cara-ternak-jangkriklengkap.html
Ersam, T., & Dewi, M. (2007). Turunan 4-Fenilkumarin dari Fraksi Polar Ekstrak
Etil Asetat Pada Batang Garcinia Balica Miq. Akta Kimindo, 3, 55-60.
Hariana, D. H. (2007). Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Hartati, S. Y. (2012). Prospek Pengembangan Minyak Atsiri sebagai Pestisida
Nabati. Perspektif, 11(1), 45-58.
Iffah, D., Gunandini, D. J., & Kardinan, A. (2008). Pengaruh Ekstrak Kemangi
(Ocimum basilicum forma citratum) terhadap Perkembangan Lalat Rumah
(Musca domestica) (L.). Jurnal Entomologi, 5(1), 36-44.
Kardinan, A. (2000). Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
45
46
47
LAMPIRAN
GAMBAR PENELITIAN
PREPARASI SAMPEL
Gambar 3. Kemangi 20 gram dan detergen 0,6 gram yang sudah ditimbang
dipotong daunnya
48
Gambar 6. Larutan ekstrak ditutup dengan plastik dan karet, dibiarkan 24 jam
49
50
Kandang
Konsentrasi
Jumlah
menit ke60
90
1
1
1
1
2
3
6
.
1
2
3
4
A
B
C
D
30
1
1
3
25%
50%
100%
120
1
1
PERHITUNGAN
% kematian pada kandang A = Jumlah jangkrik (Gryllus sp.) yang mati
x 100%
0 x 100%
9
= 0%
% kematian pada kandang B = Jumlah jangkrik (Gryllus sp.) yang mati x 100%
Jumlah jangkrik (Gryllus sp.) total
= 2 x 100%
9
= 22%
% kematian pada kandang C = Jumlah jangkrik (Gryllus sp.) yang mati x 100%
51
x 100%
52