Anda di halaman 1dari 3

REBIRTH OF JAYAKARTA THROUGH BUILDING WITH NATURE/

KEBANGKITAN JAYAKARTA DENGAN CARA MEMBANGUN RAMAH DENGAN


ALAM DAN LINGKUNGAN
by/oleh
Ir. Gerard Pichel and Prof. Dr. Ir. Ronald Waterman
Ceramah Pak Gerard Pichel (satu jam)
Teluk Jakarta adalah suatu andalan nasional yang bisa di kembangkan sebagai cetusan/trigger
untuk masa depan Propinsi DKI Jakarta. Sejak 1973 Jakarta sudah mempunyai Master Plan
Penanganan Banjir yang di kerjakan oleh perusahaan Belanda NEDECO. Masterplan itu
mencakup normalisasi sungai-sungai yang ada termasuk normalisasi Banjir Kanal Barat,
penerapan system polder secara lebih efektif, pembuatan sudetan dari Kali Angke ke Teluk
Jakarta, serta melanjutkan rencana pembuatan Banjir Kanal Timur. Babak terakhir master plan
Nedeco ini adalah Banjir Kanal Timur, selesai tahun 2013, yaitu 40 tahun sesudah master plan
tsb di luncurkan sebagai kebijakan PemProv DKI Jakarta tahun 1973 (Ali Sadikin). Meskipun
demikian, Jakarta masih banjir, karena masih banyak yang harus dibenahi dan juga belum di
rancang ataupun di kaji ulang. Dari hulu sungai, Daerah Aliran Sungai, sampai hilir di muara
sungai banyak terdapat kendala kendala berkaitan dengan badan sungai sendiri dan sekitarnya
(tepi sungai yang di duduki orang miskin dsbnya). Dengan kondisi dimana banyak
pemukiman liar di sepanjang bantaran sungai, kegiatan operasi dan pemeliharaan sungai tidak
bisa berjalan dengan baik. Sungai makin lebih sempit dalam kurun waktu 40 tahun silam dan
harus di perlebar lagi (kondisi hidrolis mutlak yang tidak bisa di tawar lagi). Untuk mencapai
target ini PemProv DKI Jakarta harus gusur rumah rumah kumuh tersebut dan tentu dengan
ganti rugi yang layak. Pada waktu pasang ekstrim, rob masuk daerah rendah dekat pantai
Jakarta dan membanjiri banyak rumah warga. Ketika ada banjir kiriman pada waktu rob yang
sama, maka daerah rawan rob akan bertambah luas, katakan seperlima luas nya Jakarta. Juga
hujan local bisa membuat genangan lebih parah/lama lagi. Daerah pantai Jakarta terus ambles
dan kalau kami bisa percaya data data terakhir, kayanya amblesan di Jakarta barat sangat
ekstrim, sampai 20 atau 30 centimeter per tahun (tapi apakah itu berarti otomatis 2 atau 3
meter dalam kurun waktu 10 tahun ke depan? belum tentu lah). Mengapa Jakarta banjir,
semua 12 juta penduduk Jakarta sudah paling tahu kenapa dan kapan. Apakah saya orang
Belanda yang hidup di luar Indonesia juga tahu? Dengan pelantikan Gubernur baru Bapak
Ahok, ada kesan bahwa penanganan bottlenecks banjir akan di kerjakan secepat mungkin,
akselerasi! Penanganan banjir di 13 sungai Jakarta tidak gampang, seperti membalik telapak
tangan saja. Ada aspek warga yang harus di gusur, ada aspek buat rancangan hidrolis sungai,
ada aspek rancangan bangunan air tepi sungai, ada 500 jembatan kecil yang terlalu rendah dan
menghalang kelancaran arus air tinggi pada waktu banjir, ada sosialisi dari pada kebijakan
PemProv (blusukan dan blak-blakan?), ada warga yang protes, ada pintu air Manggarai yang
terlalu sempit, ada sampah dan air limbah dahsyat dsbnya. Gimana Bapak Gubernur sendiri
bisa memecahkan semua hal tsb? Kita diskusikan nanti! Banyak blog blog tentang banjir
Jakarta, misalnya di internet yang di pelopori oleh mantan DirJen Sumber Daya Air
Kementerian PU Bapak Siswoko (just google his name SISWOKO). Analisa banjir udah jelas
dan mendalam, tuntas. Kenapa konstruksi bangunan air belum di kerjakan juga untuk
mambuat 100 titik rawan banjir jadi bebas banjir? Tahun lalu, 2013, beberapa perusahaan
konsultan Belanda mengusulkan tanggul raksasa, atau Giant Sea Wall dengan tujuan untuk
menutupi sebagian teluk Jakarta dan membuat suatu danau atau waduk di laut yang bisa de
manage untuk menampung air dari 13 sungai Jakarta. Kalo muka air danau/waduk di
rendahkan, maka tidak aka nada pasang surut lagi, tidak ada rob lagi, air tinggi di
musnahkan..kata mereka. Sampah juga akan masuk danau tsb bukan? Dan air limbah dari

pabrik pabrik di hulu sungai sungai tsb akan terkumpul di danau/waduk tsb. Gimana membuat
danau/waduk yang ramah lingkungan? Untuk mengatasi permasalahan pencemaran sungaisungai di Jakarta diperlukan penanganan secara khusus dan terpadu antar sector sehingga
nantinya air yang tertampung di dalam waduk raksasa Jakarta kandungan cemarannya masih
di bawah ambang batas. Upaya mengatasi pencemaran ini juga diamanatkan dalam Undangundang nomor 7 Tahun 2004 (tentang Sumber Daya Air). Bagaimanapun juga, sumber daya
air sungai-sungai di Jakarta harus dikelola, dengan atau tanpa adanya Giant Sea Wall (jangan
angan angan, mengchayal atau ngelamun terus dong).
Design Giant Sea Wall ini sudah di persembahkan ke Presiden Jokowi dan Gubernur Ahok.
Kayanya mereka setuju. Tapi harga proyek in sekitar 50 Milyar US$, dari mana duitnya? Dan
akan selesai sekitar tahun 2040 an, atau 2050?. Saya sich gak mau ajak warga Jakarta untuk
tunggu 30 tahun sebelum masalah banjir akan selesai. Meskipun BBM udah naik, uang yang
di re-alokasikan gak cukup untuk kerjakan apapun di sungai Jakarta. Approach saya adalah
untuk mengerjakan dulu apa yang warga dan kita semua sudah tahu yang harus dibenahi di 13
sungai Jakarta. Jangan mimpi atau mengchayal dulu suatu masa depan yang jauh (remote
dreams lho). Penderitaan Jakarta harus di mitigate segera, dalam kurun waktu 3 tahun
misalnya (selesai tahun 2017), secara teknis IPTEK dengan perangkat lunak administrasi DKI
Jakarta yang sudah tersedia dan ada. Yang innovative, terobosan baru yang saya usulkan
dinamakan AQUA-PUNCTURE, bikin sungai sehat lagi (bukan acupuncture, bikin orang
sehat lagi). Gimana kita pecahkan masalah satu sungai bersamaan dengan sungai tetangga nya
secara terpadu dan comprehensive dengan misalnya sodetan ke kiri dan ke kanan, atau dengan
pintu air ekstra, menghilangkan obstakel fisik di ruas sungai dsbnya sekaligus merubah
impact hidrolis sungai di bagian muaranya. Kita toh tidak bias hidup bebas banjir seperti di
Belanda (mahal banget) dan kita harus menerima sikap hidup dengan banjir sedikit (seperti di
Mekong delta, Vietnam). Yang kita perlukan yaitu pengawasan ketat agar supaya design
hidrolis nya Dinas PU DKI Jakarta jujur, professional, mantap, innovative, berani, ichlas dan
korek, dan tendernya juga dan pengawasan kerjaan di lapangan ketat dan clean. Jangan
tawar menawar dalam hal quality control and hydraulic function nya sarana dan prasarana anti
banjir. Nanti kita yang sama sama kelelep dengan Jakarta. Lalu: dengan budget US$ 50
Milyarataupun 1 Milyar US$ doang, apa yang mau/bisa kita kerjakan dahulu, dengan cara
prioritas dan sangat mendesak sekali? Giant Sea Wall atau beresin 13 sungai dulu di hulu dan
hilir (aqua-puncture)? Rakyat betawi/batavia udah kesal menunggu..dan akan menagih ke Pak
AhokMari kita bantu DKI Jakarta, menghidupkan masa sejarah/feeling Jayakarta lagi.
Ceramah Prof. Ronald Waterman (satu jam)
The Jakarta Bay is considered as a huge development potential with the Province of DKI
Jakarta as the prime trigger. DKI Jakarta has the resources and capacities to solve the current
problems of urbanisation, flooding, climate change and lack of land space by taking up mega
projects, while creating added values and through the proactive involvement of national and
foreign private sectors. In the past, reclamation of land from the sea was merely approached
as a technically oriented and one-single-discipline activity, using hard elements such as
concrete structures, big construction equipment and massive manpower, with hardly any
attention to the forces and interactions available in nature/environment. Nowadays, research
has brought many innovative breakthroughs such as the more holistic approach relying on
nature itself. This vision of Building with Nature (Waterman-method) is proposed as a new
paradigm with many proven advantages: it is much cheaper than any previous coastal and
waterfront engineering methods of the past; it is environment-friendly; it is designed in
harmony with nature, hence sustainable; biodiversity is enhanced amazingly; it requires less
resources input; nature does the job for us. This concept is based on a comprehensive,

integrated, sustainable approach (Ind: pembangunan multi-sektoral secara terpadu dan


berwawasan lingkungan) for all coastal reclamation and waterfront development projects,
whereby the inorganic/organic materials and forces present in nature and their mutual intricate
relationships are being mobilised to reclaim land from the sea and to create a new coast line.
The Waterman-method is basically a soft-elements design, involving less engineering
interventions and less hard elements (Ind: terobosan teknologi baru). It fully takes into
account integrated water management and it makes better use of the third space dimension by
sky-scraping and building underground. It seeks the seaward extension through land
reclamation along the Jakarta Bay. The result is a new, flexible and dynamic equilibrium coast
whereby accretion and erosion are more or less in natural balance, while at the same time
creating added values in terms of citys own assets in general. It perfectly suits for any
seaward development such as the Tanggul Laut. The rebirth of the legendary Jayakarta past
may hopefully be rekindled in a not distant future.

Anda mungkin juga menyukai