Anda di halaman 1dari 13

Amerika Serikat Diprediksi Tetap Jadi Lokomotif Ekonomi

Dunia
Pasar saham global akan terlihat bergejolak pada tahun 2016
Suara.com - Ekonom dari Invesco Hong Kong Limited, sebuah perusahaan manajemen
investasi, pada Rabu (6/1/2016) memperkirakan bahwa AS akan tetap menjadi lokomotif bagi
ekonomi dunia, dan pasar saham global akan terlihat bergejolak pada 2016.
Kepala Ekonom Invesco John Greenwood mengatakan pada konferensi pers bahwa AS akan
terus menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan global pada 2016, dengan kenaikan suku
bunga Federal Reserve AS baru-baru ini sebuah indikator bahwa pertumbuhan berada pada
pijakan yang kuat.
Ia memperkirakan kenaikan suku bunga AS akan terjadi empat kali tahun ini, dengan
pertumbuhan 0,25 persentase poin setiap kali.
Ini Perbedan Kondisi Utang di Berbagai Rezim Pemerintahan
Greenwood mengatakan "hard landing" atau pelambatan ekonomi secara mendadak yang dapat
mengakibatkan guncangan terhadap ekonomi di daratan Tiongkok tidak mungkin tahun ini dan ia
memperkirakan pertumbuhan PDB 6,6 persen pada 2015 dan pertumbuhan IHK 1,6 persen di
daratan pada 2016.
Dia juga menyebutkan bahwa pelemahan negara-negara berkembang baru-baru ini adalah
koreksi dari langkah-langkah stimulus yang berlebihan di pasar tersebut menyusul penurunan
2008/09 di negara-negara maju. Negara-negara berkembang utama akan terus pulih sampai 2016
dari episode "overheating" (terlalu panas).
Direktur investasi Invesco untuk Asia, Paul Chan mengatakan pertumbuhan rendah, suku bunga
rendah dan tingkat pengembalian yang rendah akan berlanjut sampai 2016, disertai dengan
peningkatan volatilitas pasar ekuitas.
Chan mengatakan AS akan menjadi titik terang, mencatat bahwa pertumbuhan pendapatan di AS
mendukung kinerja lebih baik ekuitas AS. Dan mirip dengan perusahaan-perusahaan AS,
buyback saham di Jepang telah melonjak dan dia memperkirakan mereka akan mendapatkan
momentum.
Adapun untuk daratan, meskipun RMB (yuan) lebih lemah adalah deflasi, perkembangan penting
adalah "rebound" dalam IPO, Chan mengatakan, aktivitas IPO akan meningkat sama pada 2016.
Selanjutnya, permintaan yang kuat dari investor daratan akan membuat obligasi luar negeri
Tiongkok relatif lebih stabil dibandingkan pendapatan tetap beberapa negara Asia lainnya,
negara berkembang atau negara maju.

Dolar AS Menguat Terhadap Sebagian Besar Mata Uang Dunia


Penguatan Dolar AS karena perbedaan kebijakan antara Federal Reserve dan bank
sentral lainnya telah mendorong arus investasi ke Amerika

Suara.com - Kurs dolar AS menguat terhadap sebagian besar mata uang utama lainnya pada
Selasa (Rabu pagi WIB 6/1/2016), karena perbedaan kebijakan antara Federal Reserve dan bank
sentral lainnya telah mendorong arus investasi ke Amerika dan mengangkat greenback.
The Fed, bank sentral AS, pada 16 Desember mengumumkan keputusan untuk menaikkan suku
bunga acuan sebesar 25 basis poin, menandai akhir dari sebuah era pelonggaran kebijakan
moneter yang luar biasa.
Mengingat peningkatan yang cukup besar dalam kondisi-kondisi pasar tenaga kerja pada 2015
dan cukup yakin bahwa inflasi akan naik, para pedagang memperkirakan The Fed akan
melanjutkan kenaikan suku bunga pada 2016.
Hingga November 2015, Investasi Asing di Batam 478,6 Juta Dolar
Sementara itu, bank sentral di Jepang dan Eropa diperkirakan akan melepaskan stimulus lebih
lanjut.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, naik 0,53 persen
menjadi 99,365 pada akhir perdagangan.
Pada akhir perdagangan di New York, euro jatuh ke 1,0751 dolar AS dari 1,0832 dolar pada sesi
sebelumnya, dan pound Inggris turun menjadi 1,4671 dolar AS dari 1,4715 dolar. Dolar Australia
turun menjadi 0,7163 dolar AS dari 0,7184 dolar.
Dolar AS dibeli 119,04 yen Jepang, lebih rendah dari 119,31 yen pada sesi sebelumnya. Dolar
naik menjadi 1,0089 franc Swiss dari 1,0020 franc Swiss dan bergerak naik menjadi 1,3990 dolar
Kanada dari 1,3949 dolar Kanada.
Ketegangan di Timur Tengah Picu Penguatan Dolar AS
Kurs dolar AS menguat terhadap sebagian besar mata uang utama dunia

Suara.com - Kurs dolar AS menguat terhadap sebagian besar mata uang utama di New York
pada Senin (Selasa pagi WIB 5/1/2016), karena memanasnya ketegangan di Timur Tengah
meningkatkan permintaan terhadap mata uang "safe haven".
Pada Minggu, Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran setelah para pengunjuk
rasa yang marah menyerbu kedutaan Arab Saudi di Teheran, ibukota Iran, untuk memprotes
eksekusi mati ulama Syiah Saudi terkemuka Sheikh Nimr Baqir al-Nimr.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, naik 0,25 persen
menjadi 98,841 pada akhir perdagangan.

Ketegangan di Timur Tengah Picu Harga Emas Dunia Naik


Pada akhir perdagangan di New York, euro bergerak menjadi 1,0832 dolar AS dari 1,0870 dolar
pada sesi sebelumnya, dan pound Inggris turun menjadi 1,4715 dolar AS dari 1,4740 dolar. Dolar
Australia turun ke 0,7184 dolar AS dari 0,7288 dolar.
Dolar AS dibeli 119,31 yen Jepang, lebih rendah dari 120,18 yen pada sesi sebelumnya. Dolar
naik menjadi 1,0020 franc Swiss dari 1,0019 franc Swiss dan naik menjadi 1,3949 dolar Kanada
dari 1,3839 dolar Kanada.
(Antara)

Pejabat The Fed Pandang Ekonomi Amerika Sangat Sehat


CNN, CNN Indonesia
Sabtu, 06/02/2016 01:40 W

Bursa saham anjlok sejak Januari akibat perlambatan ekonomi China, harga minyak dan nilai
tukar dolar. (Reuters/Lucas Jackson)
New York, CNN Indonesia -- Gubernur Bank Sentral Cleveland yang menjadi anggota Bank
Sentral Amerika mengatakan perekonomian negara pimpinan Barrack Obama masih sehat.
Banyak pihak menterjemahkan hal ini pertanda bahwa kenaikan suku bunga the Fed masih bisa
terjadi.
Hanya sedikit pihak yang berpandangan the Fed akan menaikkan suku bunga pada pertemuan
mendatang di bulan Maret.
Bursa saham anjlok sejak 1 Januari karena para investor khawatir dengan perlambatan ekonomi
China, harga minyak yang terus turun dan penguatan nilai tukar dolar.
Pada saat ini, saya memandang faktor-faktor itu memiliki risiko pada proyeksi, tetapi menurut
saya terlalu dini untuk mengubah isi model pandangan saya terhadap proyeksi ekonomi, kata
Loretta Mester di konperensi Market News Internasional di New York, Kamis (4/5) malam.
Dalam pidatonya itu dia mempergunakan kata terlalu dini beberapa kali.
Mester adalah satu dari sejumlah anggota the Fed yang mengeluarkan pernyataan
untuk menenangkan pasar dan menjelaskan pemikiran bank sentral di tengah
situasi ekonomi yang bergejolak saat ini.
Pasar kini memperkirakan tidak akan ada kenaikan bunga the Fed pada 2016, tetapi
Bank Sentral Amerika sendiri memperkirakan akan ada empat kali kenaikan.
Fundamental ekonomi Amerika masih tetap kuat, kata Mester, anggota komite the
Fed yang menentukan tingkat suku bunga. Kami menghitung proyeksi untuk jangka

menengah, [pasar] mungkin melihat pada jangka pendek.


Meski dia mengakui bahwa penurunah yang lebih tajam dan terus terjadi di bursa
saham bisa mendorong kelesuan yang lebih besar, Mester memandang
kemungkinan hal ini terjadi tetap kecil.
Bursa saham Amerika juga anjlok pada Agustus dan September sebelum akhirnya
bergerak positif.
Perkiraan saya perekonomian Amerika akan bisa keluar dari episode terbaru
gonjang-ganjing pasar untuk bisa kembali stabil sehingga tercipta pertumbuhan
tingkat sedang, katanya.
Amerika tidak tergantung pada China. Penjualan barang ke China hanya 7 persen
hingga 8 persen dari total ekspor negara itu. Dan sektor manufaktur dan energi
hanya bagian kecil dari perekonomian AS.
Sementara pertumbuhan ekonomi di akhir tahun lalu melambat, pasar tenaga kerja
tetap tinggi. Amerika Serikat memiliki pola untuk melambat di musim dingin yang
disusul dengan pergerakan ekonomi tinggi di musim semi dan musim panas.
Indikator situasi ekonomi Amerika awal tahun ini akan dimulai dengan pengumuman
dari departemen Tenaga Kerja terkait data jumlah lapangan kerja yang tersedia
pada Januari yang akan dirilis pada Jumat (5/4) waktu setempat.
Survey CNNMoney di kalangan ekonomi memperkirakan akan ada 197 ribu
lapangan kerja baru. Dan angka di sekitar 200 ribu per bulan dianggap sebagai
indikator yang kuat terhadap ekonomi keseluruhan. (yns)

The Fed Tahan Suku Bunga, Bursa AS dan Asia Terkoreksi


Agust Supriadi, CNN Indonesia
Kamis, 28/01/2016 10:11 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve)
memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuannya di kisaran
0,25-0,5 persen. Ketidakpastian perkembangan ekonomi dan keuangan global
menjadi pertimbangan The Fed.
Keputusan itu diambil dalam rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang
berlangsung semalam, Rabu (27/1) waktu Washington, AS.
Dalam keterangan resminya, the Fed menyatakan kondisi pasar tenaga kerja AS

membaik sejak Desember tahun lalu meskipun saat itu ekonomi tengah melambat.
Sementara itu, belanja rumah tangga dan investasi meningkat pada tingkat yang
moderat dalam beberapa bulan terakhir, seiring dengan meningkatnya kinerja
bisnis hunian. Namun, di sisi lain kinerja ekspor cenderung melandai seiring dengan
melambatnya permintaan.
Namun, para pengambil kebijakan The Fed menilai itu belum cukup untuk menjadi
alasan kenaikan suku bunga karena ada faktor ekonomi dan keuangan global yang
juga patut dipertimbangkan.
"Para komite the Fed sedang memantau perkembangan ekonomi dan keuangan
global dan menilai implikasinya terhadap pasar tenaga kerja dan inflasi," tulis The
Fed dalam siaran persnya.
Rapat FOMC yang ditutup dengan voting pada pagi tadi diikuti oleh seluruh anggota
komite, yakni Janet L. Yellen, William C. Dudley, Lael Brainard; James Bullard;
Stanley Fischer; Esther L. George; Loretta J. Mester; Jerome H. Powell; Eric
Rosengren; dan Daniel K. Tarullo.
Wall Street Anjlok
Pasca pengumuman The Fed, investor rustasi dan mengakibatnya bursa saham AS
turun.
Reuters mencatat Indeks Dow Jones Industrial Average anjlok 222,77 poin atau 1,38
persen ke level 15.9444,46. Sementara indeks Nasdaq Composite minus 99,51 poin
atau 2,18 persen menjadi 4.468,17.
Sebaliknya, indeks S&P justru menguat 46,45 poin atau 0,38 persen ke level
12.377,77.
Dari Asia bursa saham turut mengalami koreksi. Indeks Kospi di Korea Selatan
dibuka melemah 0,81 poin atau 0,04 persen ke level 1.897,06. Demikian pula
dengan indeks Shanghai Composite yang terkoreksi 21,08 poin atau 0,77 persen ke
level 2.7144,48.
Sementara dari Jakarta, Indeks Harga Saham Gabungan dibua menguat 8,68 poin
atau 0,19 persen ke level 4.592,31.

Delapan Negara Berkembang yang Tak Menakutkan


Investor Global
Agust Supriadi, CNN Indonesia

Senin, 25/01/2016 06:44 WIB


Jakarta, CNN Indonesia -- Kondisi ekonomi global sampai saat ini masih diwarnai
ketidakpastian. Anjloknya harga komoditas terutama minyak mentah, perlambatan
ekonomi China, serta imbas normalisasi kebijakan moneter AS menjadi momok yang
menghantui investor dunia.
Namun di tengah penurunan ekonomi dunia, CNN Money melansir delapan negara
berkembang yang cukup menjanjinkan bagi dunia usaha. Kedelapan negara
berkembang yang dianggap tidak menakutkan bagi investor adalah sebagai berikut:

1. India
India adalah negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tercepat di dunia, dan
pemerintahnya menargetkan pertumbuhan yang lebih tinggi pada tahun ini.
India adalah salah satu negara yang paling diuntungkan dari penurunan tajam
harga minyak global.
"Tumbuh yang tercepat masih belum cukup bagi India," ujar Menteri Keuangan
India, Arun Jaitley pada acara World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss.
Dia meramalkan, ekonomi India dapat tumbuh sekitar 9 persen per tahun jika dalam
kondisi yang baik.
Statistik mencatat, ekonomi India tumbuh sebesar 7,4 persen pada kuartal III 2015.
"Potensi pertumbuhan ekonomi riil kami adalah 1 persen hingga 1,5 persen di atas
itu, " kata Jaitley.
2. Kenya
Ekonomi Kenya tumbuh 6,5 persen pada tahun lalu dan diperkirakan tumbuh 6,8
persen pada tahun ini. Negara ini menikmati booming teknologi dan telah
mendapatkan manfaat dari harga minyak yang rendah.
Tidak seperti banyak negara berkembang lainnya, Kenya tidak perlu khawatir
banyak tentang perlambatan pertumbuhan di China karena hubungannya terbatas
dengan negara itu.
3. Vietnam
Pertumbuhan ekonomi Vietnam mencapai 6,5 persen pada tahun lalu dan

diperkirakan akan tumbuh 6,4 persen pada tahun ini. Negara ini mendapatkan
manfaat dari pertumbuhan tinggi jumlah tenaga kerja produktif, di mana 60 persen
dari populasi berusia di bawah 35 tahun.
Ekonomi Vietnam juga akan mendapatkan keuntungan tambahan dari kemitraan
Trans Pacific Partnership (TPP), yakni kesepakatan perdagangan antara Amerika
Serikat (AS) dan 11 negara lainnya (Australia, Brunei, Kanada, Chili, Jepang,
Malaysia, Mexico, New Zealand, Peru, dan Singapura). Seluruh negara tersebut
mengklaim menguasai 40 persen ekonomi dunia.
4. Chili
Selain Vietnam, Chili juga tergabung dalam TPP. Idealnya, Chili mendapatkan
keuntungan dagang yang lebih besar dari kesepakatan dengan AS dan 11 negara
lainnya.
Selain itu, kalangan investor juga optimistis terhadap Chili karena dinilai telah
berhasil melakukan diversifikasi ekonomi dalam beberapa tahun terakhir.
5. Kolombia
Ekonomi Kolombia tumbuh 2,5 persen pada tahun lalu dan diperkirakan tumbuh 2,7
persen pada tahun ini.
Keyakinan itu sejalan dengan komitmen pemerintahannya yang akan memangkas
belanja dan mengambil langkah-langkah taktis untuk mengurangi defisit transaksi
berjalan. Paket kebijakan ini diyakini akan menarik minat investor.
6. Mexico
Meksiko dianggap sebagai kisah sukses pembangunan sebuah negara di kawasan
Amerika Latin. Meksiko muncul sebagai pemenang menggeser Brasil dalam hal
daya saing ekonomi di kawasan.
Ekonominya tumbuh 2,3 persen pada tahun lalu, dan IMF memperkirakan
pertumbuhan akan lebih cepat pada tahun ini menjadi 2,8 persen.
Menurunnya angka pengangguran dan berkurangnya utang negara pada tahun lalu
merupakan buah keberhasilan dari reformasi ekonomi yang dilakukan oleh
pemerintahnya.
7. Indonesia
Indonesia mulai fokus meningkatkan profil ekonominya sejak dilanda krisis

keuangan terakhir. Antara lain yang dilakukan oleh pemerintah untuk itu adalah
memangkas penarikan utang luar negeri sehingga mengurangi kerentanan pasar
uang dari pengaruh kenaikan suku bunga di AS.
Indonesia juga dianggap berhasil mengendalikan pengeluaran dan membatasi
defisit anggaran negara.
Meski melambat, ekonomi Indonesia tetap tumbuh antara lain berkat
perkembangan kelas menengah yang cukup pesat.
Presiden Joko Widodo belum lama ini memperkirakan ekonomi Indonesia
kemungkinan melambat pada tahun lalu dengan hanya tumbuh sekitar 4,7 persen
sampai dengan 4,8 persen. Sementara untuk tahun ini, ekonomi INdonesia
diperkirakan tumbuh 5,3 persen.
8. Peru
Ekonomi Peru diprediksi tumbuh 3,3 persen pada tahun ini, antara lain karena
mengandalkan sumbangan dari sektor pertambangan.
Pertambangan menjadi sumber pendapatan yang cukup besar bagi negara ini.
Kendati harga komoditas anjlok di pasar internasional, pemerintah Peru dianggap
berhasil mengandalikan harga di dalam negeri sehingga kondisinya lebih baik
dibandingkan dengan negara eksportir tambang lain.
Kondisi ini dianggap investor sebagai pertanda baik.

Isu Ekonomi Amerika dan China Jadi Alasan Menguatnya


Rupiah
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA Nilai tukar rupiah terhadap dollar ASdalam beberapa
hari mengalami penguatan, bahkan dataBloomberg untuk perdagangan hari ini menunjukkan,
rupiah sempat menyentuh level 12.984 per dollar AS.
Sayangnya, penguatan rupiah dinilai lebih banyak dimotori faktor eksternal.
"Secara umum, penguatan rupiah ini lebih disebabkan oleh faktor eksternal, khususnya
perkembangan isu perekonomian terkini di ekonomi terbesar pertama, yaitu Amerika, dan
terbesar kedua, yaitu China," kata ekonom Institute for Development of Economics and Finance
(Indef) Dzulfian Syafrian kepada Kompas.com, Senin (7/3/2016).
Dzulfian menuturkan, akhir pekan lalu, Pemerintah China mengeluarkan pernyataan bahwa

mereka akan melakukan reformasi ekonomi, khususnya pada sejumlah BUMN, dan menciptakan
lebih banyak lapangan pekerjaan.
Bahkan, dia melanjutkan, Pemerintah China juga mewacanakan adanya kepemilikan gabungan
(mixed ownership) atau privatisasi atas sejumlah BUMN mereka.
"Hal ini tentu menjadi kabar sangat menggembirakan bagi para investor, mengingat China
memiliki sekitar 150.000 BUMN dengan total aset sekitar 15 triliun dollar AS dan
mempekerjakan lebih dari 30 juta orang," imbuh Dzulfian.
Selain itu, Pemerintah China juga menampik kabar bahwa perekonomiannya akan mengalami
pendaratan keras akibat perubahan struktur perekonomian yang awalnya berbasis ekspor dan
investasi menjadi berbasis konsumsi domestik.
"Hanya, mereka mengakui bahwa ketidakpastian dan ketidakstabilan global memberikan dampak
negatif bagi perekonomian mereka," ujar Dzulfian.
Pemerintah China, lanjut Dzulfian, juga memasang target pertumbuhan ekonomi 2016 di kisaran
6,5 persen hingga 7 persen, dan tidak akan pernah lebih rendah dari 6,5 persen dalam lima tahun
ke depan.
"Angka ini cukup memberikan kepercayaan diri pasar mengingat tren pertumbuhan ekonomi
China yang terus menurun, bahkan tahun lalu menyentuh titik terendah dalam 25 tahun terakhir,
yaitu hanya sebesar 6,9 persen," kata dia.
Tentu saja, kata Dzulfian, kabar gembira dari China itu diharapkan berdampak pada naiknya
harga-harga komoditas.
Jika harga komoditas kembali bangkit, maka ekspor Indonesia lambat laun akan pulih.
Hal tersebut mengingat, sebagian besar ekspor Indonesia bergantung pada komoditas dengan
China sebagai salah satu pasar utamanya.

Adapun kondisi negeri Amerika Serikat (AS) yang memengaruhi kurs adalah pemulihan
ekonomi mereka. Seperti diketahui, dollar AS menguat cukup signifikan terhadap hampir semua
mata uang.
Pekan lalu, Pemerintah Amerika Serikat merilis penambahan tenaga kerja baru, sekitar 242.000
orang, selama bulan Februari 2016.
Angka pengangguran dilaporkan berkisar 4,9 persen, terendah sejak krisis finansial global 2008.
"Karena mempertimbangkan keseimbangan global, khususnya memberikan ruang kepada
negara-negara emerging market, dan juga pemulihan ekonominya, tampaknya The Fed tidak
akan menaikkan suku bunga kembali bulan ini," ujar Dzulfian.
Perpaduan antara optimisme perekonomian China dan angin segar dari AS inilah, kata Dzulfian,
yang menjadikan rupiah menguat. Kurs hari ini dikabarkan mencapai Rp 12.984 per dollar AS.
Hanya saja, dia melanjutkan, penguatan ini tampaknya hanya bersifat sementara.
"Tergantung perkembangan perekonomian China, AS, dan dunia ke depannya. Satu hal yang
pasti, fenomena ini menunjukkan bahwa rupiah sangat rentan terhadap goncangan eksternal,"
pungkas Dzulfian. (*)

Ketika Pasar Berubah Menolak Penaikan Fed Rate


Giras Pasopati, CNN Indonesia
Kamis, 04/02/2016 11:37 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Janet Yellen dan Federal Reserve sedang berada di
planet lain. Itulah pesan dari investor global yang dikirimkan kepada The Fed untuk
segera kembali ke bumi.
The Fed masih memperkirakan adanya empat kenaikan suku bunga tahun ini.
Namun, pelaku pasar pada saat ini meramalkan nol kenaikan pada tahun 2016.
Seperti dikutip dari CNNMoney, situasi pasar terkait Fed (Fed Future) yang diawasi
ketat saat ini, memiliki probabilitas kuat dimana hampir 60 persen berharap tidak
adanya kenaikan suku bunga AS di sepanjang tahun ini.
Hal ini adalah sebuah putaran balik yang dramatis dalam hanya sebulan yang lalu.
Saat itu, pasar bersemangat dengan probabilitas mencapai 75 persen bahwa The
Fed akan meningkatkan suku bunga setidaknya sekali pada tahun 2016.
Banyak yang telah berubah sejak 1 Januari karena pasar saham di seluruh dunia
bergerak liar dengan kecenderungan melemah. Investor tidak berpikir ekonomi AS,
apalagi ekonomi global, dapat bertahan dengan kenaikan suku bunga.
"Harga minyak terus turun dan dolar AS masih melambung. Ekonomi global terus
melemah, dan semua perkembangan ini jelas membebani pertumbuhan ekonomi
AS," tulis Ed Yardeni, presiden Yardeni Research, dalam catatannya.
Bahkan Fed mulai terdengar agak ragu bahwa rencana penaikan suku bunga itu
dapat tetap pada rencananya.
"Beberapa hal telah terjadi di pasar keuangan dan dalam aliran data ekonomi dalam
proses yang mungkin mengubah prospek pertumbuhan," kata wakil ketua The Fed
Bill Dudley, Rabu.
Yellen akan memberi kesaksian di depan Kongres AS pada pekan depan dan
kemungkinan akan memperoleh tekanan keras tentang rencana Fed.
The Fed melakukan kenaikan suku bunga 0,25 persen pada bulan Desember, yang
pertama dalam hampir satu dekade. Sementara banyak yang percaya ekonomi AS
tetap solid, terdapat kekhawatiran bahwa seluruh dunia memburuk dan mungkin
menyeret pertumbuhan AS.
Sementara Fed berdebat apakah akan menaikkan suku bunga lagi, Bank Sentral

Eropa dan Bank of Japan telah baik memangkas suku bunga ke wilayah negatif
dalam upaya untuk mengakselerasi ekonomi mereka. Hal ini membuat pekerjaan
The Fed akan lebih rumit.
"Pasar yakin bahwa hal-hal itu mengerikan, bahwa gelas itu setengah kosong. Hal
ini hanya terbang dalam menghadapi fundamental ekonomi di AS," tulis Greg
Valliere, kepala strategi di Horizon Investments. (gir)

Ekonomi Amerika 2016 Diperkirakan Melampaui Negara


Besar Lain
Bagaimana ekonomi dunia tahun 2016? Beberapa pasar keuangan mengirim pesan berbeda. Ada
alasan untuk yakin bahwa performa ekonomi Amerika akan melampaui negara-negara besar lain,
tetapi ada pula kekhawatiran tentang perusahaan-perusahaan Amerika.
01.01.2016
Bank Sentral Amerika dan beberapa bank sentral lain masih menjaga suku bunga supaya tetap
rendah guna menggairahkan pertumbuhan ekonomi. Tetapi satu pertanyaan besar adalah apakah
ekonomi bisa berkembang cukup cepat supaya suku bunga bisa dinaikkan? Hingga hari Rabu
lalu (30/12) para pemain di pasar menginvestasikan uang mereka di Amerika karena berharap
suku bunga deposito dolar untuk jangka waktu tiga bulan bisa mencapai 1,24% pada Desember
2016, atau naik sekitar 0,64 point. Jika tercapai maka ini merupakan kenaikan lebih besar dari
kawasan Euro, Inggris dan Jepang.
Meskipun demikian, pada saat bersamaan, di pasar untuk kredit derivatif, yang menyediakan
asuransi terhadap kemungkinan gagal bayar, ada keprihatinan dengan keuangan perusahaanperusahaan Amerika. Pada Rabu (30/12), biaya asuransi selama lima tahun untuk utang 10 juta
dolar mencapai hampir 89 ribu dolar naik dari 22 ribu dollar tahun sebelumnya. Ini merupakan
peningkatan persentase lebih besar dibanding di Eropa, Jepang dan Asia.
Bloomberg mempertanyakan bagaimana mungkin ekonomi Amerika bisa lebih kuat tetapi pada
saat bersamaan juga lebih rentan? Satu kemungkinan yang tidak dipertimbangkan pasar adalah
potensi kenaikan suku bunga sebagai cerminan kekuatan. Mungkin para pemain di pasar menilai
Bank Sentral bertindak terlalu jauh, mengganggu pertumbuhan ekonomi dan memicu gelombang
gagal bayar. Hal lain yang mungkin bisa dinilai sebagai penjelasan lebih optimis, yaitu ada
perkiraan bahwa suku bunga lebih tinggi hanya berdampak pada bisnis tertentu, misalnya bisnis
yang terpukul oleh rendahnya harga minyak dunia dan mereka yang hutangnya terlalu besar dan
tidak mampu membeli kembali saham mereka sendiri, tanpa menyebabkan terpuruknya ekonomi
secara keseluruhan.

Namun terlepas dari pertimbangan-pertimbangan ini, sinyal yang tidak menentu ini
menggambarkan kerumitan tugas yang dihadapi Bank Sentral Amerika. Penguatan ekonomi
Amerika penting bagi seluruh dunia, terlebih mengingat perlambatan ekonomi China dan
lambatnya pemulihan ekonomi di Eropa. Meskipun demikian Amerika, sebagai negara dengan
tingkat ekonomi terbesar di dunia, masih menunjukkan tanda-tanda kelemahan, dan mungkin
kerentanan yang tidak biasa terkait kenaikan suku bunga. Sebagaimana dicatat oleh Bloomberg,
ini berarti Bank Sentral harus bertindak hati-hati dan siap mengubah arah jika tahun 2016 tidak
berjalan sesuai rencana. [em/jm

Anda mungkin juga menyukai