KASUS KEGAWATDARURATAN
TRAUMA TUMPUL ABDOMEN
Oleh:
dr. Muhammad Ibrahim
PENDAMPING
dr. H. Rohmat Pujo Santoso
dr. H. Rohmadoni
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: lemah/TSB
Kesadaran: E4V5M6
Tekanan Darah: 80 mmHg per palpasi
Pernafasan: 47x/menit
Nadi: 140x/menit
Suhu: 36,3 oC
Kepala:
Bentuk
: normochepal
Rambut
: lurus warna hitam
Mata
: konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/R/C +/+ pupil isokor ki = ka
Telinga
: sekret -/-, bau -/-, perdarahan -/ Hidung
: sekret -/-, bau -/-, perdarahan -/- , nch -/ Mulut
: sianosis (-)
Bibir
: sianosis (-), oedema (-), perdarahan (), kering (-)
Mukosa
: pucat (+), hiperemia (-), perdarahan gusi (-)
Leher
Bentuk
: simetris
Pembesaran KGB
: (-)
Kaku kuduk
: (-)
Peningkatan tekanan vena jugularis: (-)
Thorak
Jantung
: Inspeksi
Palpasi
: ictus cordis teraba
Perkusi
: redup
Auskultasi: BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru-paru
Anterior
Dextra
Sinistra
Posterior
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
P = sonor
P =sonor
A = rh (-), wh (-)
A = rh (-), wh (-)
P = sonor
P = sonor
A = rh (-), wh (-)
A = rh (-), wh (-)
Ekstremitas
Superior
: Akral hangat
Oedem
Sianosis
Inferior
: Akral hangat
Oedem
Sianosis
CRT: >2 detik
4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah
Lengkap
Hemoglobin
White Blood Cell
Trombosit
Basofil
Hasil Pemeriksaan
Nilai Rujukkan
2,9
23.70
254
0.3
12,3-15,3
3.6-11.0
150-440
0-1
Eosinofil
1-4
Neutrofil
62,3
46-73
Limfosit
Monosit
24,2
3
18-44
3-9
6. Terapi :
O2 masker NRM 10 lpm
IVFD RL 2000 ml grojok sampai tensi > 100/60 mmHg diulang maksimal
5000 ml
IVFD HES 1000 ml drip tetes cepat
Injeksi Asam Traneksamat 3x1 ampul
Injeksi Vitamin K 3x1 ampul
Injeksi Ketorolac 2x1 ampul
Injeksi Ceftriaxone 1x2 gr
Pasang lingkar abdomen
Pasang DC
Konsul dr.SpB advice
Stabilkan KU
Siapkan darah WB 1800 ml
Pro Laparatomi CITO tensi >100/60 mmHg
KIE
7. Follow up :
Keluarga pasien memahami keadaan operasi dengan resiko tinggi dan setuju
dilakukan operasi.
Daftar Pustaka
1. American College of Surgeon. 2004. Advanced Trauma Life Support. Terjemahan
IKABI (Ikatan Ahli Bedah Indonesia). First Impression :USA
2. Jong, Wim de. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2 . EGC : Jakarta
3. King, Maurice . 2002. Bedah Primer Trauma. EGC : Jakarta
4. Marijata. 2006. Pengantar Dasar Bedah Klinis. Unit Pelayanan Kampus fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada : Yogyakarta
5. Richard A Hodin, MD. 2007. General Approach to Blunt Abdominal Trauma in Adult.
UpToDate
6. Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 1. EGC : Jakarta
7. Sandy Craig, MD. 2006. Abdominal Blunt Trauma. E-Medicin
Hasil pembelajaran:
1.
2.
3.
4.
1. Subyektif
Pada tanggal 12 Januari 2016, pasien datang ke IGD RSD Balung Jember diantar oleh
atasan dan keluarganya, dengan keluhan nyeri di bagian perut. Pasien sebelumnya
mengalami kecelakaan lalu lintas 3 jam SMRS. Nyeri dirasakan di seluruh perut
terutama di bagian tengah, dirasakan memberat jika bagian perutnya disentuh. Lemas
(+), sesak (+), tidak disertai nyeri saat bernafas, pucat seluruh tubuh, nyeri kepala (-).
2. Obyektif
takikardi (140
3. Assesment
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang, dapat
disimpulkan diagnosa bagi pasien ini adalah Internal Bleeding ec Trauma Tupul Abdomen.
Trauma tumpul abdomen paling sering mengakibatkan cedera pada lien (40-45%),
kemudian diikuti cedera pada hepar(35-45%) dan usus halus (5-10%). Sebagai tambahan
15% mengalami hematoma retroperitoneal.
Secara umum, jangan menanyakan riwayat lengkap hingga cidera yang mengancam nyawa
teridentifikasi dan mendapatkan penatalaksanaan yang sesuai. Hipotensi pada trauma
tumpul abdomen sering sebagai akibat dari perdarahan organ padat abdomen atau cedera
vasa abdominal. Walaupun sumber perdarah extraabdominal (misalnya, laserasi kulit
kepala, cedera dada, atau fraktur tulang panjang) harus segera diatasi, tapi evaluasi cavitas
peritoneal juga tidak boleh diabaikan.
Metode pemeriksaan ultrasound pada kasus trauma tumpul abdomen adalah FAST
(Focused Abdominal Sonogram for Trauma). Tujuan primer dari FAST adalah
mengidentifikasi adanyan hemoperitonium pada pasien dengan kecurigaan cidera intraabdomen. Indikasi FAST adalah pasien yang secara hemodinamik unstable dengan
kecurigaan cedera abdomen dan pasien-pasien serupa yang juga mengalami cedera ekstraabdominal signifikan (ortopedi, spinal, thorax, dll.) yang memerlukan bedah non-abdomen
emergensi.
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) memiliki peran besar pada penatalaksanaan trauma
tumpul abdomen.
Indikasi:
Perubahan sensorium cedera kepala,intoksikasi alkohol, penggunaan obat
terlarang.
Perubahan perasaan cedera jaringan saraf tulang belakang.
Cedera pada struktur berdekatan tulang iga bawah, panggul, tulang belakang
dari pinggang bawah (lumbar spine).
Pemeriksaan fisik yang meragukan.
Secara tradisional, DPL dialakukan melalui 2 tahap, tahap pertama adalah aspirasi darah
bebas intraperitoneal (diagnostic peritoneal tap,DPT). Jika darah yang teraspirasi 10 ml
atau lebih, hentikan prosedur karena hal ini menandakan adanya cedera intraperitoneal.
Jika dari DPT tidak didapatkan darah, lakukan peritoneal lavage dengan normal saline dan
kirim segera hasilnya ke lab utuk dievaluasi.
Pasien yang memerlukan laparotomy segera merupakan satu-satunya kontra indikasi untuk
DPL atau DPT. Riwayat operasi abdomen, infeksi abdomen, koagulopati, obesitas dan
hamil trimester 2 atau 3 merupakn kontra indikasi relatif.
Algoritma Prosedur Pemeriksaan pada Trauma Tumpul Abdomen
Pada pasien dengan cedera intraabdominal perlu dilakukan konsultasi segera dengan ahli
bedah. Bila fungsi vital pasien bisa diperbaiki, maka evaluasi dan penanganan akan
bervariasi sesuai dengan cederanya.
Semua pasien trauma tumpul dengan hemodinamik yang tidak stabil harus segera dinilai
kemungkinan perdarahan intraabdominal maupun kontaminasi GI tract dengan melakukan
DPL, ataupun FAST. Pasien peritonitis dengan hemodinamik normal bisa dinilai dengan
CT scan, dengan keputusan operasi didasarkan pada organ yang terkena dan beratnya
trauma.
4. Plan
Terapi :
O2 masker NRM 10 lpm
IVFD RL 2000 ml grojok sampai tensi > 100/60 mmHg diulang maksimal
5000 ml
IVFD HES 1000 ml drip tetes cepat
Injeksi Asam Traneksamat 3x1 ampul
Injeksi Vitamin K 3x1 ampul
Injeksi Ketorolac 2x1 ampul
Injeksi Ceftriaxone 1x2 gr
Pasang lingkar abdomen
Pasang DC
Konsul dr.SpB advice
Stabilkan KU
Siapkan darah WB 1800 ml
Pro Laparatomi CITO tensi >100/60 mmHg
KIE
Konsultasi :
Pasien sebaiknya ditangani oleh dokter spesialis bedah sampai tanda kegawatdaruratan
teratasi, pelaksanaan operasi serta melakukan control post operasi.
Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, penatalaksanaan bergantung pada ada
tidaknya perdarahan intraperitoneal. Pemeriksaan difokuskan pada USG abdomen atau
DPL untuk membuat keputusan.
Walaupun ada banyak penelitian retrospektif dan beberapa penelitian prespektif
mendukung penggunaan USG sebagai alat untuk skrening trauma, beberapa ahli masih
mempertanyakan USG pada penatalaksanaan trauma. Mereka menekankan pada tingkat
sensitifitas dan adanya kemungkinan hasil negatif pada penggunaan USG untuk
mendeteksi cedera intraperitoneal. Walaupun demikian kebanyakan trauma center
memakai Focused Assesment with Sonography for Trauma (FAST) untuk mengevaluasi
pasien yang tidak stabil. FAST dilakukan secepatnya setelah primary survey, atau ketika
kliknisi bekerja secara paralel, biasanya dilakukana bersamaan dengan primary survey,
sebagai bagian dari C (Circulation) pada ABC.
Jika tersedia USG, sangat disarankan penggunaan FAST pada semua pasien dengan trauma
tumpul abdomen. Jika hasil FAST jelek, misalnya kualitas gambar yang tidak bagus, maka
selanjutnya perlu dilakukan DPL. Jika USG dan DPL menunjukkan adanya
hemoperitoneum, maka diperlukan laparotomi emergensi. Hemoperitoneum pada pasien
yang tidak stabil secara klinis, tanpa cedera lain yang terlihat, juga mengindikasikan untuk
dilakukan laparotomi. Jika melalui USG dan DPL tidak didapati adanya hemoperitoneum,
harus dilakukan investigasi lebih lanjut terhadap lokasi perdarahan. Pada penatalaksanaan
pasien tidak stabil dengan fraktur pelvis mayor, harus diingat bahwa USG tidak bisa
membedakan hemoperitoneum dan uroperitoneum
X-ray dada harus dilakukan sebagai bagian dari initial evalutiaon karena dapat
menunjukkan adanya perdarah pada cavum thorax. Radiography antero-posterior pelvis
bisa menunjukkan adanya fraktur pelvis yang membutuhkan stabilisasi segera dan
kemungkinan dilakukan angiography untuk mengkontrol perdarahan.
Pada pasien ini pemeriksaan FAST dan DPL tidak dapat dilakukan karena tidak
tersedianya sarana dan prasarana. Pemeriksaan x-ray thoraks dan abdomen juga tidak
dilakukan karena keadaan. Pasien setelah hemodinamiknya stabil langsung dilakukan
laparatomi.
Hal lain yang terpenting dalam penanganan trauma adalah kecepatan membawa pasien ke
fasilitas kesehatan seperti apapun keadaan pasien. Dikarenakan harus segera dievaluasi
dan ditatalaksana dengan benar untuk mencegah morbiditas dan mortalitas. KIE keluarga
beserta pasien mejadi sangat penting karena masih banyak yang menganggap remeh ketika
didapati tidak ada jejas sama sekali pada pasien sehingga mengakibatkan keterlambatan
penanganan.
Laparotomi segera diperlukan setelah terjadinya trauma jika terdapat indikasi klinis
sebagai berikut :
1. kehilangan darah dan hipotensi yang tidak diketahui penyebabnya, dan pada
pasien yang tidak bisa stabil setelah resusitasi, dan jika ada kecurigaan kuat
adanya cedera intrabdominal
2. adanya tanda - tanda iritasi peritoneum
3. bukti radiologi adanya pneumoperitoneum konsisten
4. dengan ruptur viscera
5. bukti adanya ruptur diafragma
jika melalui nasogastic drainage atau muntahan didapati adanya GI bleeding yang
persisten dan bermakna.