Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak
dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah
menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. 1
Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah
pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan
bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas
kemungkinan terjadinya fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara
trauma trauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari
ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olah raga.
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan
atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Akibat trauma
pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya. Kita harus
dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar dapat menduga
fraktur yang dapat terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan fraktur juga
dapat sekaligus merusak jaringan lunak di sekitar fraktur mulai dari otot, fascia,
kulit, tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organ organ penting lainnya.
Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang dan
bagaimana mengatasinya, akan tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus
diatasi secara simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh,
bagaimana, jenis penyebabnya, apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah,
syaraf, dan harus diperhatikan lokasi kejadian, waktu terjadinya agar dalam
mengambil tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang optimal.

1.2 Prevalensi
Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki daripada perempuan
dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada Usila prevalensi cenderung lebih
banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait
dengan perubahan hormon.

BAB II
FRAKTUR
2.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan
tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah
yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak
langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang
klavikula atau radius distal patah 2.
Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan
arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat
menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut
patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat
menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. 2
2.2 Anatomi dan Fisiologi Tulang
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25 % BB dan otot
menyusun kurang lebih 50 %. Kesehatan dan baiknya fungsi sistem
muskuloskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang
memberi perlingdungan terhadap organ vital termasuk otak, jantung, dan paru.
Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh.
Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak. Matriks tulang
menyimpan kalsium, posfor, magnesium, dan fluor. Lebih dari 99 % kalsium
tubuh total terdapat dalam tulang. Sumsum tulang merah terdapat dalam rongga
tulang menghasilkan sel darah merah dan putih dalam proses yang dinamakn
hematopoesis. Kontraksi otot menghasilkan suatu usaha mekanik untuk gerakan
maupun produksi panas untuk mempertahankan temperatur tubuh.

Gambar 1. Anatomi Tulang

Sistem skelet
Anatomi sistem skelet ada 206 tulang dalam tubuh manusia, terdiri 80
Appendicular dan 126 yang terbagi dalam 4 kategori :
1. Tulang panjang, co femur.
2. Tulang pendek, co tulang tarsalia.
3. Tulang pipih, co sternum.
4. Tulang tak teratur, co vertebra.
Struktur tulang
Mineral yang terdapat dalam matriks tulang terutama adalah calsium dan
fosfat. Unit dasar dari kortek tulang disebut sistem haversian. Yg terdiri dari

saluran haversian (yang berisi pembuluh darah, saraf dan lymphatik), lacuna
(berisi osteosit), lamella, canaliculi (saluran kecil yang menghubungakan lacuna
dan saluran haversian
Bentuk dan kontruksi tulang tertentu ditentukan oleh fungsi dan gaya yang
bekerja

padanya.

Tulang

tersususn

oleh

jaringan

tulang

kanselus

(trabekular/spongius) dan ortikal (kompak). Tulang panjang (mis femur


berbentuk seperti tangkai atau batang panjang dengan ujung yang membulat).
Batang atau diafasis terutama tersusun atas tulang kortikal. Ujung tulang panjang
dinamakan epifisis yang tersusun oleh tulang kanselus. Plat epifisis memisahkan
epifisis dari diafisis dan merupakan pusat pertumbuhan longitudinal pada anakanak. Pada orang dewasa mengalami klasifikasi. Ujung tulang panjang ditutupi
oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya. Tulang panjang disusu untuk
menyagga berat badan dan gerakan. Tulang pendek (misalnya metakarpal) terdiri
dari tulang kanselus ditutupi selapis tulang kompak. Tulang pipih (misalnya
sternum) merupakan tempat penting hematopoesis dan sering memberikan
perlindungan bagi organ vital. Tulang pipi tersusun dari tulang kanselus diantara
2 tulang kompak. Tulang tak teratur misalnya vertebra mempunyai bentuk yang
unik yang sesuai dengan bentuknya. Secara umum, struktur ulang tak teratur
sama dengan tulang pipih.
Tulang tersusun atas sel, matriks protein, dan deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas tiga jenis dasarosteoblas, osteosit, dan osteoklas.
1. Osteoblast
Sel pembentuk tulang
Memproduksi klagen tipe I dan berespon terhadap perubahan PTH
Tulang baru dibentuk oleh osteoblast yang membentuk osteoid dan
mineral pad matriks tulang bila proses ini selesai osteoblast menjadi
osteocytes dan terperangkap dalam matriks tulang yg mengandung
mineral

2. Osteocytes
Berfungsi memelihara kontent mineral dan elemen organik tulang
3. Osteoclast
Menyerap

tulang

selama

pertumbuhan

dan

perbaikan

Penyerapan tl. dengan cara mengeluarkan asam laktat dan kolagenase


menghancurkan mineral dan merusak kolagen.
Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa.
Ditengah osteon terdapat kapiler, disekeliling kapiler tersebut
merupakan matrik tulang yang dinamakan lamela. Di dalam lamela
terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang
berlanjut ke dalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan
dengan pembuluh darah sejauh >0,1 mm). Bagian luar tulang
diselimuti oleh membran fibrus padat yang dinamakan periosteum.
Periosteum memberi nutrisi pada tulang dan memungkinkannya
tumbuh selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen.
Periosteum mengandung syaraf, pembuluh darah, dan limfatik.
Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblas yang
merupakan sel pembentuk tulang.
Enosteum adalah membran vasculer tipis yang menutupi rongga
sum-sum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus.
Osteoklas melarutkan tulang untuk memelihara rongga sum-sum
terletak dekat endosteum dan dalam lakuna howship.
Sumsum tulang merupakan jaringan vasculer dalam rongga
sumsum tulang panjang dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah
terutama terletak di dalam sternum vertebra dan rusuk pada tulang
dewasa, bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih.
Pada orang dewasa, tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning.
Jaringan tulang mempunyai vaskularisasi yang sangat baik.

Tulang kanselus menerima asupan darah yang sangat banyak


melalui pembuluh metafisis dan epifisis. Pembuluh periosteum
mengangkut darah ke tulang kompak melalui kanal volkmann yang
sangat kecil. Selain itu, ada arteri nutrien yang menembus periosteum
dan memasuki rongga meduler melalui foramina (lubang-lubang
kecil)arteri nutrien memasok darah ke sumsum dan tulang. Sistem
vena ada yang mengikuti arteri dan ada yang keluar sendiri. Sumsum
tulang merupakan jaringan vasculer dalam rongga sumsum tulang
panjang dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama
terletak di dalam sternum vertebra dan rusuk pada tulang dewasa,
bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih. Pada
orang dewasa, tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning.2

2.3 Klasifikasi Fraktur


Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas 3 : complete,
dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta
incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi:
1. Fissure/Crack/Hairline tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di
tempat, biasa terjadi pada tulang pipih
2. Greenstick Fracture biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius,
ulna, clavicula, dan costae
3. Buckle Fracture fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam
Gambar 2. Variasi Fraktur
7

Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi 3 :


1. Transversal garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100o dari
sumbu tulang)
2. Oblik garis patah tulang melintang sumbu tulang (<80o atau >100o dari
sumbu tulang)
3. Longitudinal garis patah mengikuti sumbu tulang
4. Spiral garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih
5. Comminuted terdapat 2 atau lebih garis fraktur
Gambar 3. Tipe fraktur berdasarkan garis patah

Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur:


a. Undisplace fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat
anatomisnya
b. Displace fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi
atas:
- Shifted Sideways menggeser ke samping tapi dekat
- Angulated membentuk sudut tertentu
- Rotated memutar
- Distracted saling menjauh karena ada interposisi
- Overriding garis fraktur tumpang tindih
- Impacted satu fragmen masuk ke fragmen yang lain

Gambar 4. Tipe Fraktur menurut garis frakturnya

Secara umum, berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang


fraktur dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu fraktur
tertutup dan fraktur terbuka. Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang
yang fraktur masih utuh. Sedangkan apabila kulit di atasnya tertembus dan
terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar maka
disebut fraktur terbuka, yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke
dalam luka sampai ke tulang yang patah sehingga cenderung untuk mengalami
kontaminasi dan infeksi. 2, 6
Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat
ringannya luka dan berat ringannya fraktur 2

Tabel 1. Derajat Patah Tulang Terbuka Menurut Gustillo dan Anderson (1976)

10

Kemudian Gustillo et al. (1984) membagi tipe III dari klasifikasi Gustillo dan
Anderson (1976) menjadi tiga subtipe, yaitu tipe IIIA, IIIB dan IIIC (Tabel 2). 8

IIIA terjadi apabila fragmen fraktur masih dibungkus oleh jaringan lunak,
walaupun adanya kerusakan jaringan lunak yang luas dan berat.

IIIB fragmen fraktur tidak dibungkus oleh jaringan lunak sehingga tulang
terlihat jelas atau bone expose, terdapat pelepasan periosteum, fraktur
kominutif. Biasanya disertai kontaminasi masif dan merupakan trauma
high energy tanpa memandang luas luka.

III C terdapat trauma pada arteri yang membutuhkan repair agar kehidupan
bagian distal dapat dipertahankan tanpa memandang derajat kerusakan
jaringan lunak.

Tabel 4. Klasifikasi lanjut fraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976) oleh
Gustillo, Mendoza dan Williams (1984)

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis fraktur adalah didapatkan adanya riwayat trauma,
hilangnya fungsi, tanda-tanda inflamasi yang berupa nyeri akut dan berat,
pembengkakan lokal, merah/perubahan warna, dan panas pada daerah tulang
yang patah. Selain itu ditandai juga dengan deformitas, dapat berupa angulasi,

11

rotasi, atau pemendekan, serta krepitasi. Apabila fraktur terjadi pada ekstremitas
atau persendian, maka akan ditemui keterbatasan LGS (lingkup gerak sendi).
Pseudoartrosis dan gerakan abnormal. 3, 4
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur,
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan X-foto, yang harus dilakukan dengan
2 proyeksi yaitu anterior-posterior dan lateral. Dengan pemeriksaan X-foto ini
dapat dilihat ada tidaknya patah tulang, luas, dan keadaan fragmen tulang.
Pemeriksaan ini juga berguna untuk mengikuti proses penyembuhan tulang. 3, 5
Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan
sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah
tersebut. Bila berdasarkan pengamatan klinis diduga ada fraktur, maka
perlakukanlah sebagai fraktur sampai terbukti lain. 4

2.5 Diagnosis
a. Riwayat Penyakit :
Dilakukan anamnesa untuk mendapatkan riwayat mekanisme terjadinya cidera,
posisi tubuh saat berlangsungnya trauma, riwayat fraktur sebelumnya, pekerjaan,
obat-obatan yang dikomsumsi, merokok, riwayat alergi, riwayat osteoporosis serta
riwayat penyakit lainnya.
b. Pemeriksaan Fisik :
1. Inspeksi (look)
Adanya deformitas (kelainan bentuk) seperti bengkak, pemendekan, rotasi,
angulasi, fragmen tulang (pada fraktur terbuka).
2. Palpasi (feel)

12

Adanya nyeri tekan (tenderness), krepitasi, pemeriksaan status neurologis


dan vaskuler di bagian distal fraktur. Palpasi daerah ektremitas tempat
fraktur tersebut, di bagian distal cedera meliputi pulsasi arteri, warna kulit,
capillary refill test.
3. Gerakan (moving)
Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur.
c. Pemeriksaan Penunjang :
1. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus
mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :

Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.

Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.

Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera


maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang
normal)

Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

2. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:

Darah rutin,

Faktor pembekuan darah,

Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),

Urinalisa,

Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren


ginjal).

13

3. Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan


vaskuler akibat fraktur tersebut.
2.6 Penatalaksanaan Fraktur 4, 6, 7
2.6.1 Penatalaksanaan secara Umum
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah
dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk
mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila
lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto
radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan
mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain
memudahkan proses pembuatan foto.
2.6.2 Penatalaksanaan Kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka
bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk meng-imobilisasi bagian tubuh segara
sebelum pasien dipindahkan.
Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan
sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan
dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan
fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan
perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang
memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen
14

tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara


dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.
Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan
membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak
sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan
dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling.
Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi
jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan
reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka.
Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di atas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian
dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari
sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas
sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih
lanjut.
2.6.3 Prinsip Penanganan Fraktur
Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi 4, 6:
a. Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat
diterima.6

Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang


pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal.

Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada


posisi anatomik normalnya.

15

Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan


reduksi terbuka.4 Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,
namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan
reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.
Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera
sudah mengalami penyembuhan.

Metode reduksi :
1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan

fragmen

tulang

ke

posisinya

(ujung-ujungnya

saling

berhubungan) dengan Manipulasi dan Traksi manual. Sebelum reduksi dan


imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai
ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam
posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter.
Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk
penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen
tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan
pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk
pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang
yang solid terjadi.

b. Imobilisasi

16

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau


dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan.

Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi


penyembuhan.

Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat


eksternal (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi,
balutan) dan alat-alat internal (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll).

Tabel 2. Perkiraan Waktu Imobilisasi yang Dibutuhkan untuk Penyatuan Tulang


Fraktur

17

c. Rehabilitasi

Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada


bagian yang sakit.

Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan


reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak,
memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan
isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari,
dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki
kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula
diusahakan sesuai batasan terapeutik.

Tabel 3. Ringkasan Tindakan terhadap Fraktur

18

2.6.4 Penatalaksanaan Khusus pada Fraktur Terbuka


Fraktur terbuka merupakan suaru keadaan darurat yang memerlukan penanganan
yang terstandar untuk mengurangi risiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga
diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak.
Beberapa prinsip dasar pengelolaan fraktur terbuka adalah 6:
1. Obati fraktur terbuka sebagai suatu kegawatan.
2. Adakan evaluasi awal dan diagnosis akan adanya kelainan yang dapat
menyebabkan kematian.
3. Berikan antibiotik dalam ruang gawat darurat, di kamar operasi dan setelah
operasi.
4. Segera dilakukan debridemen dan dan irigasi yang baik.
5. Ulangi debridemen 24-72 jam berikutnya.
6. Stabilisasi fraktur.
7. Biarkan luka terbuka antara 5-7 hari.
8. Rehabilitasi anggota gerak yang terkena.
Sedangkan tahap-tahap pengobatan fraktur terbuka adalah sebagai berikut 6:
a. Pembersihan luka.
Dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCl fisiologis secara
mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat.
b. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen).
Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah
tempat pembenihan bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada

19

kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fasia, otot, dan fragmen-fragmen yang


lepas.
c. Penutupan kulit.
d. Pemberian antibakteri.
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan
dalam dosis yang besar sebelum, pada saat, dan sesudah tindakan operasi.
e. Pencegahan tetanus.
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan
tetanus. Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan
pemberian toksoid. Tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus
imunoglobulin.
f. Pengobatan fraktur itu sendiri
2.7 Proses Penyembuhan Fraktur
Secara ringkas tahap penyembuhan fraktur dibagi menjadi 5 tahap sebagai berikut
4, 6

:
1. Stadium Pembentukan Hematom :
- Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari
pembuluh darah yang robek
- Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)
- Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam

20

2. Stadium Proliferasi Sel / Inflamasi :


- Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur
- Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast
- Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang
- Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang
- Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi

3. Stadium Pembentukan Kallus :


- Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)
- Kallus memberikan rigiditas pada fraktur
- Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu
- Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi

21

4. Stadium Konsolidasi :
- Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah
menyatu
- Secara bertahap menjadi tulang mature
- Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan

5. Stadium Remodeling :
- Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur
- Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast

22

- Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada


tanda penebalan tulang.

Proses penyembuhan tulang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,


mencakup: usia, lokasi dan jenis fraktur, kerusakan jaringan sekitar fraktur,
banyaknya gerakan pada fragmen fraktur, pengobatan, adanya infeksi atau
penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes mellitus), derajat trauma, gap
antara ujung fragmen dan pendarahan pada lokasi fraktur. 6, 8
2.8 Komplikasi Fraktur 1, 6, 7
A. Komplikasi segera
1. Komplikasi lokal dapat berupa kerusakan kulit, pembuluh darah
(hematom, spasme arteri, dan kontusio), kerusakan saraf, kerusakan
otot, dan kerusakan organ dalam.
2. Komplikasi sistemik syok hemoragik
B. Komplikasi awal
1. Komplikasi lokal sekuele dari komplikasi segera, berupa nekrosis
kulit, gangren, trombosis vena, komplikasi pada persendian (artritis),
dan pada tulang (infeksi/osteomielitis).
2. Komplikasi sistemik emboli lemak, emboli paru, pneumonia, tetanus,
delerium tremens.

23

C. Komplikasi lanjut
1. Komplikasi pada persendian dapat terjadi kontraktur dan kekakuan
sendi persisten, penyakit sendi degeneratif pasca trauma.
2. Komplikasi tulang yakni penyembuhan tulang abnormal (malunion,
delayed union dan non union).
Mal union adalah keadaan dimana tulang menyambung dalam posisi tidak
anatomis, bisa sembuh dengan pemendekan, sembuh dengan angulasi,
atau sembuh dengan rotasi.
Delayed union adalah proses penyembuhan patah tulang yang melebihi waktu
yang diharapkan, hal ini berarti bahwa proses terjadi lebih lama dari
batas waktu yaitu umumnya 3-5 bulan.6
Non union adalah keadaan dimana suatu proses penyembuhan patah tulang
berhenti sama sekali dan penyembuhan patah tulang tidak akan terjadi
tanpa koreksi pembedahan.
3. Komplikasi pada otot miositis pasca trauma, ruptur tendo lanjut
4. Komplikasi saraf Tardy nerve palsy

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Fraktur, http://bedahugm.net/Bedah-Orthopedi/Fracture.html ,2008,
(online) diakses 2 April 2010
2. Sjamsuhidajat R, Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, ed revisi, EGC.
Jakarta: 1998. pp. 1138-96
3. Mangunsudirejo RS, Fraktur, penyembuhan, penanganan, dan komplikasi,
buku 1, Edisi 1, Semarang: 1989
4. Fraktur, http://www.klinikindonesia.com/bedah/fraktur.php, 2009,
(online) diakses 2 April 2010
5. Fraktur Femur., http://medisdankomputer.co.cc/?p=380, 2009, (online)
diakses 2 April 2010
6. Rasjad, C, Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III, Yarsif
Watampone, Makassar: 2007. pp. 352-489
7. Buckley R, Panaro CDA. General principles of fracture care.
http://www.emedicine.com/orthoped/byname/General-Principles-ofFracture-Care.htm, 2007, (online) diakses 3 April 2010

25

Anda mungkin juga menyukai