230110140091
Eka Agustina
230110140110
Adi Prasetyo
230110140135
Perikanan B / Kelompok 12
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2016
Ikan terbang merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang mempunyai ciri
khusus berupa kemampuan untuk dapat terbang di atas permukaan air, tujuannya
adalah untuk menghindari predator. Ikan terbang menghuni lapisan permukaan
perairan tropis dan subtropis dari samudera Pasifik, Hindia, Atlantik dan laut-laut
disekitarnya. Paling sedikit telah diketahui 18 species ikan terbang yang tersebar
di perairan Indonesia (Weber & De Beaufort 1992).
Sistem Otolith Ikan Terbang
Secara visual otolit pada ikan terbang berwarna putih, bagian tepi berlekuk
dan berbentuk oval. Pada sisi lateral bagian dalam terdapat semacam saluran yang
pendek-pendek dari tengah ke tepi otolit yang menurut Pannella (1980) disebut
slrie. Pada bagian tengah otolit terdapat garis gelap dan garis terang yang oleh
Pannella (1971) disebut sebagai awal perkembangan dari ikan (Mamangkey
2002).
Secara mikoskopis pembesaran 100 kali tampak terdapat garis gelap dan
terang di sekitar nucleus (centrum) yang terbentuk padabagian permukaan otolit
ini terputusputus karena dibatasi oleh strie (Gambar 1). Garis terang merupakan
penampilan
pertumbuhan
yang
normal,
sedangkan
garis
gelap
adalah
tidak tetap menunjukkan keadaan lingkungan yang kurang baik. Hal ini
menunjukkan lingkungan ikan yang kurang mendukung kehidupannya disebabkan
oleh kurangnya nutrisi yang tersedia atau karena pencemaran (Mamangkey 2002).
Kohort (Umur) Ikan Terbang
Ikan terbang di perairan Binuangeun rnembutuhkan waktu yang relatif
lama untuk mencapai panjang maksimum sehingga ikan ini berumur panjang.
Pola pertumbuhan ikan jantan dan betina bersifat allomenik negatif. Faktor
kondisi mengalami fluktuasi setiap bulan, dan mengalami penurunan sejalan
dengan pertambahan umur. Faktor kondisi ikan jantan lebih tinggi daripada betina
(Harahap dkk 2005).
Pengelompokan Umur Ikan Terbang berdasarkan Persamaan Von
Bertalanffy
Pertumbuhan ikan terbang dengan menggunakan rumus persamaan Von
Bertalanffy diperoleh Lt = 35,678 (1 e 0,01(t
+ 3,081)
256,5
256,5
IV
267,5
21
8,68
11,40
1,09
278,5
Ikan terbang yang tertangkap di Laut Flores (Ali 1981 dalam Hutomo et
a1 1985) memiliki variasi panjangrata-rara19,8 -20,2 cm unfuk jantan dan 19,8 20,3 cm untuk betina. Sementara itu hasil pengukuran panjang total ikan terbang
yang dilakukan (Dwiponggo et al 1987 dalam Hutomo et al 1985) menunjukkan
bahwa ikan yang terlangkap di perairan Sulawesi bagian selatan memiliki kisaran
panjang ll ,4 - 22,2 cm. Jika dibandingkan dengan di perairan Binuangeun, maka
ikan tersebut mernpunyai kisaran panjang total yang lebih besar. Perbedaan ini
diduga karena tingkat eksploitasi yang masih rendah di perairan Binuangeun,
sehingga masih ditemukan spesies dewasa dengan ukuran panjang total yang
besar. Selain itu perairan Binuangeun merupakan perairan yang berhubungan
langsung dengan Samudera Hindia dengan kondisi perairan yang kaya akan unsur
hara, sehingga kebutuhan makananya tercukupi (Harahap dkk 2005).
Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy ikan terbang yang tertangkap di
perairan Binaungeun diperoleh Lt = 321,13 (1 e 0,1514(t + 0,5875)). Nilaikoefisien
pertumbuhan (K) ikan terbang termasuk kecil, yaitu mendekati nol. Hal ini
menunjukkan bahwa ikan terbang berumur panjang, sesuai dengan pernyataan
Sparre & Venema (1999) yaitu ikan-ikan yang berumur panjang mempunyai nilai
K cukup kecil sehingga membutuhkan waktu relatif lama untuk mencapai panjang
maksimum. Berdasarkan persamaan von Bertalanffy yang diperoleh, didapatkan
umur maksimum yang dapat dicapai ikan terbang berkisar antara 87 88 tahun.
Berdasarkan kelompok ukuran diperoleh bahwa umur ikan terbang berkisar
anlaral ,05 - I 1,4 tahun (Ali 2005 dalam Harahap dkk 2005).
Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy ikan terbang yang tertangkap di
perairan Laut Flores dan Selat Makassar diperoleh L t = I82 (1 e 1,3(t
+ 0,074)
).
W =a L
sehingga
W
=
W (t ) W (1 e k ( t t0 )
Bhattacharya untuk ikan terbang adalah 167 ,51 gram. Model pertumbuhan bobot
W (t ) 167 ,51 (1 e 0,1514( t 0,5875)
)2,2042.
Reproduksi
Informasi tingkat kematangan gonad ikan terbang telah dilaporkan
masing-masing dari selat Makassar (Nessa et al 1977) dan dari Laut Flores (Ali,
1981). Nessa at al., (1977) dalam penelitiannya menggunakan klasifikasi tingkat
kematangan gonad dalam tujuh tahapan perkembangan gonad pada tiga spesies
ikan terbang. Rasio jenis kelamin jantan dan betina H.oxycephalus tidak berbeda
secara signifikan setiap bulan baik di selat Makassar (Nessa et al., 1977) maupun
di Laut Flores (Ali, 1981).
Hasil penelitian Ali (1981) pada spesies H.oxycephalus di Laut Flores
dengan memakai lima tahapan perkembangan gonad tidak menemukan ikan yang
belum matang (tingkat kematangan I, II, dan III). Ikan terbang yang ditangkap
mulai bulan Juni-September hanya terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok ikan
matang (tingkat IV) dan kelompok ikan mijah (tingkat V). Frekuensi kelompok
ikan sudah mijah (tingkat V) lebih besar daripada kelompok ikan matang (tingkat
IV).
4
ikan terbang umumnya berukuran besar, pada bagian membran telur terdapat
filamen-filamen sebagai ciri khas telur ikan terbang. Filamen filamen ini
berfungsi untuk meletakkan telur pada substrat terapung dii permukaan laut
(Lagler et al., 1977 dalam Ali, 2005). Terdapat sebuah filamen paling besar dan
paling panjang dengan diameter pada bagian dasar 0,036 mm dan panjang 102,5
mm, berfungsi sebagai penahan utama. Pada daerah kutub distal tedapat filamenfilamen dengan jumlah 5-12, panjang rata-rata 1,1 mm dan diameter 0,009 mm.
Kemudian terdapat filamen-filamen dengan ukuran menengah dengan panjang 4,6
mmdan diameter dasar 0,017 mm dan tersebar tidak teratur (Delsman &
Hardenberg 1931 dalam Nontji 1984). Untuk lebih jelasnya nenurut Nontji
(1984), ukuran dari telur dan filamen-filamen Hirundichthys
Ikan Terbang Jantan dan Betina pada TKG III dan IV setiap bulannya
ditemukan antara bulan Juni September secara umum terdiri dari ikan terbang
fase muda (TKG I) fase mulai matang (TKG II), fase matang (TKG III) dan fase
mijah (TKG IV) dan fase salin (TKG V), berdasarkan pengamatan setiap bulan
ikan jantan maupun betina pada TKG III dan TKG IV banyak ditemukan pada
bulan juni yaitu TKG III sebesar 40% pada ikan jantan dan 29,4% pada ikan
betina, sedangkan TKG IV sebesar 53% pada jantan dan 47,1% pada ikan betina.
Hal ini dapat diperkirakan bahwa masa pemijahan ikan tebang puncaknya terjadi
pada bulan juni (Ali dan Nessa 2006)
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa ikan terbang jantan pada
panjang total 218 274 mm selalu ada individu yang memijah, sedangkan pada
ikan terbang betina yang memijah ditemukan pada ukuran panjang total 218 267
mm.
Berdasarkan metode spearman kaber pada selang kepercayaan 95%,
diduga ikan terbang jantan pertama kali matang gonad pada ukuran 237 mm,
sedangkan ikan terbang betina pada ukuran 238 mm. (Ali 1981)
Gambar 3. Telur Ikan Terbang Memiliki Serat untuk Melekat pada Substrat
(sumber : https://adearisandi.wordpress.com/2012/12/20/ikan-terbang/)
N
o
Panja
ng
Diame
ter
Filamen Pertengahan
No
Panja
ng
Diame
ter
No
Filamen Kecil
Pa
Diamete
nDiame
r area
jan
ter
Occurre
g
ace
Range
Ratarata
Nayu
du
(1923
)
No
telur
sbg.
conto
h
1,60
2,11
48 191
0,32
0,56
35
2,4
7,2
0,016
0,024
512
1,87
102,5
0,036
4,0
8
4,60
0,017
8,5
0
1,75
1,80
4,6
7,1
6
75
20
3
15
30
40
44
46
40
0,4
2,2
1,1
0
0 007
0,011
0,22
0,92
0,009
0,46
45
60
20
relatif kecil dan umumnya tidak dapat ditonjolkan ke luar. Rongga mulut bagian
dalam dilengkapi dengan jari-jari tapis insang yang panjang dan lemas untuk
menyaring plankton yang dimakan. Alat pencernaan makanan tidak mempunyai
lambung. Ikan terbang sendiri adalah pemakan plankton dan berdasarkan hasil
praktikum diketahui bahwa tingkat trofik ikan terbang adalah 2,79, dan trofik ikan
talang talang 2,77. Berdasarkan literatur artinya ikan terbang adalah ikan
omnivora.
DAFTAR PUSTAKA
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantama, Yogyakarta
.
Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantama, Yogyakarta
Ali, S. A. 2005. Kondisi Sediaan dan Keragaman Populasi Ikan Terbang (H.
oxycephalus) di Laut Flores dan Selat Makassar. Disertasi. Program
Pasca Sarjana. Universitas Hasanuddin. Makassar
Bagenal, T.B. and E. Braum, 1968. Eggs and Early Life History, dalam W.E.
Ricker ed. Methods foe Assesments of Fish production in Fresh Water.
Blackwell Scientific Publication, p 159 181.
Devenpor, J. 1994. How and Why Flying Fish Fly (Review). Journal Fish Biology
and Fisheries. 4: 184-214
Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Cetakan Kedua/Edisi Revisi. Yayasan
Pustaka Nusantara. Yogyakarta. P.163.
Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Furuita, H., H. Tanaka, T. Yamamoto, M. Shiraishi, and T. Takeuchi. 2000. Effects
of n-3 HUFA level in broodstock diet on the reproductive performance
and egg and larva quality of the Japanese flounder, Paralichthys
olivaceus. Aquaculture, 187: 387-398
10