BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan
ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah,
namun hanya bila diagnosis penyebab nya ditetapkan secara dini dan diobati secara
memadai.1
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas
cahaya menuju retina.2 Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan
endotel. Endotel lebih penting dari pada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera
kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat dari pada cedera pada epitel. Kerusakan selsel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera
pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila
sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air
mata menjadi hipertonik, proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang
menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.1,3
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing, dan dengan
air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam kornea
sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea merupakan luka terbuka pada
kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan penglihatan dan
kemungkinan erosi kornea.1,2,4
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat
supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari
epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat
untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi,
endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan
kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.1,2
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian
lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ulkus Kornea
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah
jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada
persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm
di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang
bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran
Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea.
Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau
kornea udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat
menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.3
Tebalnya 50 m , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya
melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan
yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
m.
5. Endotel
2.1.2. Definisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrate supuratif disertai defek kornea bergaung, dan
diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.3
2.1.3. Epidemiologi
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi ulkus
kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi
terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan
kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah
dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan.
Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan
penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak.
Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 ber etiologi jamur.
Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea,
kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki
lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian
yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena
banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya
trauma termasuk trauma kornea.1
2.1.4. Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya
tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior
dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di
kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di
daerah pupil.1
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya
infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.1
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.3
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel
leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu
melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat
sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran
Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan
menyebabkan terjadinya sikatrik.1
2.1.5. Etiologi
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala
klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang
bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang tercemar
yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh acanthamoeba
adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa kontak lunak,
khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya
ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang
tercemar.1,3,4
b. Noninfeksi
Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain
amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium
karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.
flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari
makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh
tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU (Iodo
2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
Granulomatosa wagener.
Rheumathoid arthritis.1,3,4
2.1.6. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea, yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis.
b. Ulkus kornea fungi.
Ulkus marginal.
b.
c.
Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi
ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran
10
karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh
dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat
ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di
temukan hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.
Diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.
b. Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa minggu
sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak
kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian
epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga
terdapat satelit-satelit disekitarnya. Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang
disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik.
Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai
hipopion.
11
Ulkus Kornea Herpes simplex: Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes
simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda
injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel
kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada
kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel.
Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan
benjolan diujungnya
12
c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Dikornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, didalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadang-kadang timbul perforasi. Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat
menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada
hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.1,3,4
2.1.7. Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
13
Gejala Subjektif
Sekret mukopurulen
Pandangan kabur
Mata berair
Silau
Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer
kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Gejala Objektif
Injeksi siliar.
Hipopion.1,3,4,5
2.1.8. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat,
misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh.
Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti
kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus
terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit
sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat
terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
14
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari
dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau
Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan
periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar
ekstrak maltosa.1
15
2.1.9. Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis
mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus
kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung
antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan
dengan steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi
obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
16
17
pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat
dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain atau tetrakain
tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum
luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan
ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat
penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa
dibagi:
1.
2.
3.
4.
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal
untuk mengurangi gejala, sikloplegik, antibiotik spektrum luas untuk infeksi
sekunder analgetik bila terdapat indikasi.
18
Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
b)
Iris reposisi
seperti ulkus biasa tetapi prolaps irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi
leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
19
2.1.10. Pencegahan
20
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli
mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea dapat
mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.
-
Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
-
Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat
lensa tersebut.1
2.1.11. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat.
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis.
Prolaps iris.
Sikatrik kornea.
Katarak.
Glaukoma sekunder.1
2.1.12. Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi
yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama,
karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan
lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya
menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan
penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada
penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi
sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh
darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui
metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar
leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.1
21
2.2. Hipopion
2.2.1. Defenisi
Hipopion adalah pus steril yang terdapat pada bilik mata depan. Hipopion dapat
terlihat sebagai lapisan putih yang mengendap di bagian bawah bilik mata depan karena
adanya gravitasi. Komposisi dari pus biasanya steril, hanya terdiri dari lekosit tanpa adanya
mikroorganisme patogen, seperti bakteri, jamur maupun virus, karena hipopion adalah reaksi
inflamasi terhadap toxin dari mikroorganisme patogen, dan bukan mikroorganisme itu
sendiri.6
22
23
Gejala obyektif
Biasanya ditemukan aqueous cell and flare, eksudat fibrinous, sinekia posterior dan keratitis
presipitat.6
2.2.5. Diagnosa
Hipopion dapat dideteksi berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan menggunakan slit
lamp. Pada anamnesa, ditanyakan adanya riwayat infeksi, pemakaian lensa kontak, trauma,
pemakaian obat serta riwayat operasi.Pada pemeriksaan dengan slit lamp, ditemukan lapisan
berwarna putih pada bagian inferior dari bilik mata depan. Jarang sekali hipopion ini
ditemukan pada bagian lain dari bilik mata depan. Hipopion biasanya dinilai berdasarkan
tingginya, diukur dari dasar bilik mata depan dengan satuan milimeter. Atau bisa juga dengan
hitungan kasar, misalnya. ringan, moderat, setengah bilik mata depan dan seluruh mata
depan. Cara terbaik untuk menilai hipopion adalah dengan terlebih dahulu meminta pasien
duduk beberapa saat supaya hipopion dapat mengendap sempurna. Selanjutnya pasien
diminta melihat ke bawah dan sinar diarahkan dari bagian atas-depan iris.6
2.2.6. Komplikasi
Struktur dari hipopion yang mengandung fibrin, merupakan reaksi tubuh terhada
inflamasi. Tetapi fibrin-fibrin ini dapat menyebabkan terjadinya perlengketan antara iris dan
lensa (sinekia posterior) Bila seluruh pinggir iris melekat pada lensa disebut seklusio pupil,
sehingga cairan dari cop tidak dapat melalui pupil untuk masuk ke coa, iris terdorong ke
depan, disebut iris bombe dan menyebabkan sudut coa sempit sehingga timbul glaukoma
sekunder.
Peradangan di badan silier dapat juga menyebabkan kekeruhan dalam badan kaca oleh sel-sel
radang, yang tampak sebagai kekeruhan seperti debu. Peradangan ini menyebabkan
metabolisme lensa terganggu dan dapat menimbulkan kekeruhan lensa, hingga terjadi
24
katarak. Pada kasus yang sudah lanjut, kekeruhan badan kaca pun mengalami jaringan
organisasi dan tampak sebagai membrana yang terdiri dari jaringan ikat dengan
neovaskularisasi yang berasal dari sistem retina, disebut retinitis proliferans.Bila membrana
ini mengkerut, dapat menarik retina sehingga robek dan cairan badan kaca melalui robekan
itu masuk ke dalam celah retina potensial dan mengakibatkan ablasi retina.6
2.2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipopion tergantung dari ringan atau beratnya penyakit. Sel darah
putih biasanya akan di reabsorpsi. Tetapi bila hipopion memberikan gambaran yang berat,
maka bisa dilakukan drainase atau parasentesis hipopion.Terapi yang lebih spesifik biasanya
tergantung dari penyakit utama yang menyebabkan hipopion. Apabila terjadi inflamasi, dapat
diberikan kortikosteroid. Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid,
dengan dosis sebagai berikut:
Dewasa :Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %.
Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler :
dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
methylprednisolone acetate 20 mg
Sikloplegik dapat diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dengan
memobilisasi iris, mencegah terjadinya perlengketan iris dengan lensa anterior
( sinekia posterior ), yang akan mengarahkan terjadinya iris bombe dan peningkatan
tekanan intraocular, menstabilkan blood-aqueous barrier dan mencegah terjadinya
protein leakage (flare) yang lebih jauh. Agent cycloplegics yang biasa dipergunakan
adalah atropine 0,5%, 1%, 2%, homatropine 2%, 5%, Scopolamine 0,25%, dan
cyclopentolate 0,5%, 1%, dan 2%.
Apabila hipopion yang terjadi masif dan berat dapat diberi terapi pencegahan
glaucoma sekunder : asetazolamid 250 mg, 3x/hari. Selanjutnya dapat dilakukan
25
BAB III
KESIMPULAN
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing, dan dengan
air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam kornea
sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea merupakan luka terbuka
pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan penglihatan dan
kemungkinan erosi kornea. Keluhan yang dirasakan biasanya eritema pada kelopak mata
dan mata, secret mukopurulen terasa adanya benda asing di mata dan mata kabur.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien
penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda
asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea.
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi
yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena
jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya
mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih
buruk.
26