PENDAHULUAN
Protein berasal dari kata protos yang memiliki arti yang paling utama dalam bahasa yunani.
Protein, yang merupakan polimer asam amino, adalah salah satu bio-makromolekul berbobot
molekul tinggi yang memiliki peranan yang penting bagi makhluk hidup. Tanpa memerhatikan
fungsi atau jenis dari semubernya, seluruh protein dibuat dari dua puluh asam amino yang disusun
dari rangkaian yang bervariasi. Unsur utama penyusun protei adalah C (50%), H (7%), O (23%),
dan N (16%). terdapat juga protein yang mengandung belerang (S) dan mengandung fosfor (P)
walaupun dalam jumlah yang tidak banyak. Beberapa protein juga mengandung besi, mangan,
tembaga, dan iodine (Poedijadi, 1994). Berat molekul protein bervariasi mulai dari 5000 hingga
satu juta lebih. Secara garis besar, fungsi protein adalah sebagai sumber energy ketika kebutuhan
tubuh terhadap energy tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak.sebagai bahan structural dan
sebagai mesin yang bekerja pada tingkat molecular. Beberapa protein makanan merupakan enzim
yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan laju reaksi biokimia tertentu, baik menguntungkan
maupun merusak
- Kekuatan ionik
- Komposisi
- Elektroendosmosis
- Mikro-heterogenitas molekuler spesies
Miringkan tabung reaksi dan tambahkan 1 ml H2SO4 pekat melewati dinding dalam tabung
secara perlahan hingga membentuk 2 lapisan
Letakkan tabung reaksi ke dalam air yang sedang dididihkan selama 2 menit.
Cincin ungu kemerahan akan muncul pada perbatasan antara 2 lapisan dengan albumin
dan kasein. Jika terbentuk gelatin maka hasilnya negatif.
terganggu akibat adanya SDS. Suatu protein multimer juga akan terurai menjadi monomer
penyusunnya. Akibatnya, protein-protein yang ada dalam sampel membentuk suatu rantai
polipeptida lurus. Semakin besar berat molekul suatu protein, maka rantai polipeptida
tersebut semakin panjang. Sampel dengan protein rantai polipeptida lurus tersebut
dimasukkan dalam suatu membran poliakrilamid yang dialiri arus listrik. Protein yang telah
bermuatan negatif akan bergerak dari kutub negatif menuju kutub positif. Laju pergerakan
protein dalam membran poliakrilamid tersebut berbeda-beda tergantung pada daya hambat
antara protein dan membran. Protein yang berukuran lebih besar akan memiliki daya
hambat lebih besar sehingga pergerakannya menjadi lebih lambat dibandingkan dengan
pergerakan protein yang berukuran lebih kecil. Setelah dialiri arus listrik selama beberapa
waktu, masing-masing protein akan terpisah berdasarkan ukuran molekulnya. Protein yang
lebih kecil atau memiliki berat molekul rendah akan bergerak lebih jauh dibanding protein
yang lebih besar. Dalam gel poliakrilamid tersebut akan terbentuk pita-pita yang merupakan
protein-protein yang telah terpisah berdasarkan berat molekul (Gambar 2) (Koolman dan
Roehm, 2005).
2. Tahap Elektrotransfer
Tahap kedua dalam WB yaitu pemindahan protein dari gel poliakrilamid menuju gel
transfer. Tahap pemindahan tersebut menggunakan arus listrik sebagai faktor pendorong
transfer protein. Oleh karena itu, proses pemindahan tersebut disebut juga elektrotransfer.
Elektrotransfer dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu (Bollag et al., 1996):
a. Blotting semikeringBlotting semikering menggunakan kertas saring yang telah dibasahi
dengan buffer transfer. Kertas saring tersebut diletakkan di antara gel poliakrilamid dan
gel transfer. Transfer seperti ini dapat dilakukan selama 10-30 menit dengan arus lstrik
tertentu.
b. Blotting basahBlotting basah tidak menggunakan kertas saring diantara gel
poliakrilamid dan gel transfer, tetapi kedua gel tersebut diimpitkan dan direndam dalam
buffer transfer. Transfer dengan blotting basah dapat dilakukan 45 menit hingga 1
malam. Metode blotting basah lebih umum digunakan karena fleksibilitas metode
tersebut yang lebih baik.
3. Tahap Deteksi
Tahap ketiga merupakan deteksi protein yang telah dipindahkan ke membran transfer.
Deteksi protein tersebut memanfaatkan interaksi antara antigen dan antibodi yang bersifat
spesifik. Variasi metode-metode tersebut terutama terletak pada penggunaan antibodi
primer dan sekunder, serta penggunaan molekul penanda. Berdasarkan penggunaan
antibodi primer dan antibodi sekunder, ada dua metode deteksi, yaitu: metode langsung
dan metode tidak langsung. Metode langsung menggunakan antibodi primer yang telah
terkonjugasi dengan molekul marker. Metode tidak langsung menggunakan antibodi primer
dan antibodi sekunder. Antibodi primer berfunsi mengikat protein target, sedangkan
antibodi sekunder berfungsi mengikat antibodi primer dan terkonjugasi dengan molekul
penanda. Molekul penanda yang digunakan juga bervariasi. Molekul penanda yang umum
digunakan diantaranya adalah enzim alkalin fosfatase (AP), enzim horsedish peroksidase
(HRP), immunogold, dan125I. Masing-masing molekul penanda tersebut memiliki kelebihan
dan kekurangan. Molekul penanda immunogold memiliki sensitifitas paling tinggi, yaitu
immunogold (1-25 pg). HRP, AP dan 125I memiliki sensitivitas relatif rendah yaitu 10-20 pg,
10-50 pg, dan 50-100 pg (Bollag et al., 1996).
1.7 ANALISIS BIOKIMIA DAN BIOFISIKA
Untuk menganalisis sifat biokimia dan biofisika pada protein dapat ditinjau dari berat
molekul yang menggunakan FPLC dan SDS-Page, serta Suhu Denaturasi yang menggunakan
Metode DSC
dilajukan, yaitu:
Separating gel : membuat gel dengan bahan-bahan yang ada dan ditaruh dalam plate.
Stacking gel
: mencapur seluruh larutan dan dituang ke separating gel yang meadat.
Setelah padat, melepaskan sisir dan merapikan sumur yang terbentuk.
Preparasi gel : sampel yang diencerkan ditambah RSB (1:1) dan dipanaskan 1000C
selama 5 menit
Running gel
: plate gel dimasukkan ke chamber elektroforesis dan dituang running
buffer hingga terendam, dan memulai running.
Pewarnaan
: merendam gel dengan staining dan mencuci dengan aquades.
DSC menawarkan berbagai aplikasi dalam mencari faktor berperan dalam stabilitas protein.
Maka dari itu, hal ini memungkinkan untuk menentukan kondisi yang paling ideal untuk
menstabilkan formulasi cair protein. Dalam DSC studi, suhu pada titik maksimum Cp kurva (Tm)
mewakili stabilitas makromolekul. Ada beberapa laporan tentang penggunaan sampel protein,
yang dipanaskan untuk evaluasi reversibilitas termal degradasi protein.
2. METODE KUANTITATIF
Metode Kuantitatif terdiri dari analisis langsung (spektromometri langsung), pewarnaan (metode
lowry, metode buiret, uji BCA, uji Bradford), spektroskopi UV-VIS, titrasi (kjehdahl, titrasi formol).
2.1 UJI TITRASI
A. METODE KJELDAHL
Metode Kjeldahl dikembangkan pada than 1883 oleh pembuat bur bernaman Johann Kjeldahl.
Yang ditentukan pada metode ini adalah kandungan nitrogen yang terdapat pada sampel. Metode
ini terbagi menjadi 3 cara, yaitu Disgestion, Neutralization, Titration.
a. Disgestion
Sampel makanan yang dianalisis
dipanaskan di dalam asam sulfat pekat
(sebagai
oksidator
yang
dapat
mendigesti sampel) sehingga akan
terjadi pemecahan enjadi unsureunsurnya. Seringkali juga ditambahkan
natrium
sulfat
anhidrat
untuk
mempercepat tercapainya titik didih dan
katalis
seperi
selenium
untuk
mempercepat reaksi. Suhu destruksi ini
berkisar antara 370-410oC. disgesti
Gambar 9. Komponen Kjeldahl
mengubah nitrogen pada sampel
Sumber: www.escience.ca
menjadi ammonia, sementara itu unsure
organic lain berubah menjadi CO2 dan H2O. Proses destruksi sudah selesai apabila larutan
menjadi jernih atau tidak berwarna lagi. Reaksi yang terjadi adalah:
b. Neutralization
Larutan yang telah didigesti kemudia ditambahkan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan
sehingga ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia. Ammonia yang telah bebas
selanjutnya akan berikatan oleh larutan asam standar. Larutan asam standar yang
digunakan adalah asam borat 2% dalam jumlah ynag berlebihan. Rendahnya ph larutan di
labu penerima mengubah gas ammonia menjadi ion ammonium serta mengubah asam
borat menjadi ion borat. Destilasi diakhiri bila semua ammonia sudah terdestilasi sempurna
dengan ditandai destilat tidak bereaksi basa. Reaksi yang terjadi adalah:
c. Titration
Kandungan nitrogen kemudia diestimasi dengan titrasi ion ammonium borat yang terbentuk
dan menggunakan indicator yang sesuai untuk menentukan titik akhir titrasi, ditandai
dengan perubahan warna larutan dari kuning menjadi orange. Kadar air ion hydrogen yang
dibutuhkan untuk mencapai titik akhir setara dengan kadar nitrogen dalam sampel
makanan. Reaksi yang terjadi adalah:
Persamaan yang digunakan untuk menentukan kadar nitrogen dalam mg sampel dengan
menggunakan asam klorida adalah:
Setelah kadar nitrogen ditentukan, maka dikonversikan menjadi kadar protein dengan
faktor konversi yang sesuai:
Larutan protein ditambahkan dengan reagen biuret, dicampur dan kemudian dihangatkan
pada suhu 37oC selama kurang lebih 10 menit. Kemudian didinginkan dan ekstinsi dibaca
pada gelombang dengan panjang 540 nm. Warna violet akan terbentuk bila ion cupri
berinteraksi dengan ikatan peptide dalam suasan basa.
Keuntungan dari teknik ini adalah tidak adanya gangguan dari senyawa yang menyerap
pada panjang gelombang yang lebih renda. Teknik ini kurang sensitive pada jenis protein.
b. Pengukuran langsung pada 280 nm
Triptofan dan tirosin mengabsorbs cahaya pada 280 nm. Sehingga panjang gelombang
tersebut dapat digunakan untuk menentukan kadarnya. Keuntungan dari metode ini adalah
sangat sederhana untuk dilakukan karena tidak membutuhkan reagen tertentu. Namun
kekurangannya adalah asam nukleat juga mengabsorbsi pada panjang gelombang 280 nm.
c. Metode Lowry
Pada metode ini, protein bereaksi dengan reagen Folin-Ciocalteau membentuk senyawa
kompleks berwarna. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca antara 500750 nm. Pembentukan warna tersebut disebabkan karena reaksi alkaline copper dengan
protein sebagaimana uji biuret oleh tirosin dan triptofan yang terdapat pada protein. Meted
ini umunya digunakan pada analisis biokimia, dan bersifat lebih sensitive untuk protein
dengan konsentrasi rendah dibandingkan metode biuret.
Secara umum keuntungan dari teknik ini adalah teknik ini merupakan teknik yang cepat
dan sederhan serta sensitive pada protein meskipun konsentrasinya rendah. Namun teknik
ini juga memiliki kerugian yaitu terlalu sensitifnya alat sehingga sampel harus sangat encer
dan tidak boleh mengandung kontaminan sehingga harus melewati beberapa proses
preparasi. Kelemahan lainnya adalah serapan tergantung pada jenis protein.
2.3 METODE LANGSUNG
Spektrofotometri langsung pada 280 nm
Metode spektroskopi ini memanfaatkan kemampuan protein untuk menyerap atau
menyebarkan cahaya pada rentang UV-visible pada setrum elektromagnetik. Semua serapan
kurva kalibrasi vs kadar protein disiapkan menggunakan ser larutan protein yang telah diketahui
kadarnya. Serapan larutan yang dianalisis kemudian diukur pada panjang gelombang yang sama
dan kadar protein ditentukan dari kurva kalibrasi. Perbedaan utama dari pengujian ini adalah
gugus fungsi yang berperan untuk absorbs atau pembiasan elektromagnetik. Triptofan dan tirosin
mengabsorbs cahaya pada 280 nm. Sehingga panjang gelombang tersebut dapat digunakan
untuk menentukan kadarnya. Keuntungan dari metode ini adalah sangat sederhana untuk
dilakukan karena tidak membutuhkan reagen tertentu. Namun kekurangannya adalah asam
nukleat juga mengabsorbsi pada panjang gelombang 280 nm.
2.4 METODE PEWARNAAN
A.
Metode Lowry
Pada metode ini, protein bereaksi dengan reagen Folin-Ciocalteau membentuk senyawa
kompleks berwarna. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca antara 500-750
nm. Pembentukan warna tersebut disebabkan karena reaksi alkaline copper dengan protein
sebagaimana uji biuret oleh tirosin dan triptofan yang terdapat pada protein. Metode ini umunya
digunakan pada analisis biokimia, dan bersifat lebih sensitive untuk protein dengan konsentrasi
rendah dibandingkan metode biuret. Secara umum keuntungan dari teknik ini adalah teknik ini
merupakan teknik yang cepat dan sederhana serta sensitive pada protein meskipun
konsentrasinya rendah. Namun teknik ini juga memiliki kerugian yaitu terlalu sensitifnya alat
sehingga sampel harus sangat encer dan tidak boleh mengandung kontaminan sehingga harus
melewati beberapa proses preparasi. Kelemahan lainnya adalah serapan tergantung pada jenis
protein.
B. Metode Biuret
Larutan protein ditambahkan dengan reagen biuret, dicampur dan kemudian dihangatkan
pada suhu 37oC selama kurang lebih 10 menit. Kemudian didinginkan dan ekstinsi dibaca pada
gelombang dengan panjang 540 nm. Warna violet akan terbentuk bila ion cupri berinteraksi
dengan ikatan peptide dalam suasan basa. Keuntungan dari teknik ini adalah tidak adanya
gangguan dari senyawa yang menyerap pada panjang gelombang yang lebih renda. Teknik ini
kurang sensitive pada jenis protein.
Prosedur :
Pembuatan reagen Biuret : Larutkan 150 mg tembaga (II) sulfat (CuSO4. 5H2O) dan kalium
natrium tartrat (KNaC4H4O6. 4H2O) dalam 50 ml aquades dalam labu takar 100 ml.
Kemudian tambahkan 30 ml natrium hidroksida 10% sambil dikocok-kocok, selanjutnya
tambahkan aquades sampai garis tanda.
Pembuatan larutan induk bovin serum albumin (BSA): Ditimbang 500 mg bovin serum albumin
dilarutkan dalam aquades sampai 10,0 ml sehingga kadar larutan induk 5,0% (Li).
Penetapan kadar (Metode Biuret) :
o Pembuatan kurva baku : Dalam kuvet dimasukkan larutan induk, reagen Biuret dan
aquades misal dengan komposisi sebagai berikut: Setelah tepat 10 menit serapan dibaca
pada 550 nm terhadap blanko yang terdiri dari 800 L reagen Biuret dan 200 L aquades.
o Persiapan sampel : Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin,
endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari
jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan).
Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit,
pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan
kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil sejumlah L larutan
tersebut secara kuantitatif kemudian tambahkan reagen Biuret dan jika perlu tambah
dengan dapar asetat pH 5 untuk pengukuran kuantitatif. Setelah 10 menit dari penambahan
reagen Biuret, baca absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm terhadap blanko
yang berisi reagen Biuret dan dapar asetat pH 5. Perhatikan adanya faktor pengenceran
dan absorban sampel sedapat mungkin harus masuk dalam kisaran absorban kurva baku.
C. Uji BCA
Pada uji BCA (Bicinchoninic Acid), Cu+ membentuk kompleks ungu gelap dengan BCA, yang
memungkinkan protein ditentukan dalam kisaran 0,0005 2 mg/mL. Uji ini sering disebut uji
Pierce sesuai dengan produsen kit reagen. Ion kupri berkoordinasi dengan 4 ikatan peptida, yang
mereduksinya menjadi ion kupro dan memungkinkan ia membentuk kompleks dengan BCA yang
menyerap sekitar 540 nm, menghasilkan menghasilkan warna. Uji protein dengan BCA
meningkatkan kepekaan uji biuret dengan faktor sekitar 100, dan memberikan manfaat penting
kompatibi-litas dengan sampel yang mengandung sampai 5% surfaktan. Hal ini dicapai dengan
kelasi asam bisinkoninat (bicinchoninic acid) dengan ion tembaga yang dibentuk oleh reaksi biuret.
Hal ini meningkatkan sensitivitas karena BCA/kompleks tembaga larut air menyerap jauh lebih
kuat daripada peptida/kompleks tembaga.
D. Uji Bradford
Uji Bradford adalah suatu uji untuk mengukur konsentrasi protein total dengan secara
kolorimetri dalam suatu larutan. Dalam uji Bradford melibatkan pewarna Coomassie Brilliant Blue
(CBB) yang berikatan dengan protein dalam suatu larutan yang bersifat asam sehingga
memberikan warna (kebiruan). Karena menghasilkan warna, sehingga secara kolorimetri dapat
diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometri (LambertBeer) pada panjang
gelombang 465595 nm (cahaya tampak).
Material :
Pereaksi (Reagent)
Pereaksi yang digunakan dibuat dengan melarutkan 100 mg Coomassie Blue G-250 dalam 50 ml
ethanol 95%. Larutan ini kemudian dicampurkan dengan 100 ml asam fosfat 85% dan diencerkan
sampai volume 1 L dengan aquadest. Pereaksi ini harus difilter dengan kertas saring Whatman no.
1 dan disimpan dalam botol amber (gelap) di suhu ruang. Pereaksi ini stabil hingga beberapa
minggu, namun jika terbentuk endapan ketika penyimpanan, maka harus difilter lagi saat hendak
digunakan.
Standar Protein
Bovine -globulin dengan konsentrasi 1 mg/ml (atau 100 g/ml untuk microassay) digunakan
sebagai larutan stok (disimpan beku pada suhu -20oC). Konsentrasi protein larutan standard harus
diukur sebelum digunakan dengan mengukur absorbansinya pada 280 nm. Absorbansi larutan
Bovine -globulin 1mg/ml pada cuvet 1 cm adalah 1.35. Jika yang digunakan adalah Bovine Serum
Albumin (BSA) atau Ovalbumin, maka absorbansinya masing-masing adalah 0.66 dan 0.75.
Standard Assay
Pipet 100 l sample yang mengandung kira-kira 10 100 g protein. Jika perkiraan
konsentrasi proteinnya tidak diketahui, maka bisa dibuat beberapa seri pengenceran (1,
1:10, 1:100, 1:1000, dst). Siapkan secara duplo.
Untuk kurva kalibrasi, buatlah seri larutan standard 100, 200, 400, 600, 800 dan 1000
g/ml. Lalu pipet masing-masing 100 l ke dalam tabung. Siapkan blanko dengan aquadest
100 l.
Tambahkan 5 ml pereaksi Bradford ke dalam masing-masing tabung sample dan standard,
campur dengan membolak-balik tabung atau divortex secara perlahan. Hindari
terbentuknya busa karena akan mengurangi reproducibility-nya. Inkubasi selama 2 sampai
60 menit.
Ukur absorbansi sample dan standard pada panjang gelombang 595 nm. Catatan:
Standard 100 g akan memberikan absorbansi sekitar 0.4.
Kurva standard-nya tidak linear, dan presisi absorbansinya bervariasi bergantung pada
lamanya inkubasi. Jadi kurva kalibrasi harus dibuat untuk setiap assay.
Microassay
Pipet 100 l sample yang mengandung kira-kira 1 10 g protein ke dalam tabung
Eppendorf 1.5 ml. Jika perkiraan konsentrasi proteinnya tidak diketahui, maka bisa dibuat
beberapa seri pengenceran (1, 1:10, 1:100, 1:1000, dst). Siapkan secara duplo.
Untuk kurva kalibrasi, buatlah seri larutan standard 10, 20, 40, 60, 80 dan 100 g/ ml. Lalu
pipet masing-masing 100 l ke dalam tabung. Siapkan blanko dengan aquadest 100 l.
Tambahkan 1 ml pereaksi Bradford ke dalam masing-masing tabung, campur dengan
membolak-balik tabung atau divortex secara perlahan. Hindari terbentuknya busa karena
akan mengurangi reproducibility-nya. Inkubasi selama 2 sampai 60 menit.
Ukur absorbansi sample dan standard pada panjang gelombang 595 nm. Nilai absorbansi
untuk sampel yang mengandung 10 g -globulin adalah 0.45.
KESIMPULAN
Protein merupakan makromolekul berbobot molekul tinggi. Terdapat dua metode yang bisa
menganalisis protein, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dapat dianalisis
struktur, uji komposisi protein, analisis bikomia & biofisika, dan uji reaksi warna.
Untuk menguji secara struktur dapat digunakan aino acid analysis untuk menanalisis
struktur primer, metode CDS untuk menganalisis struktur sekunder, serta X-ray Chrysallography
dan NMR Spectroscopy untuk menganalisis struktur tersier dari protein. Untuk menguji komposisi
protein dapat dilakukan dengan uji secara umum, uji nitrogen organik yang berprinsip pada uji
Lassaigne, dan juga uji sulfur yang berprinsip pada uji sistin dan sistein. Untuk menganalisis
sampel akan sifat protein secara biokimia dan biofisika digunakan FPLC yang memiliki prinsip
memisahkan molekul organic berukuran kecil yang larut dalam pelarut organic/non polar, SDSPage yang memiliki prinsip memisahkan protein sesuai dengan electrophoresis mobility yang
dimilikinya, dan DSC yang memiliki prinsip analisa termal yang mengukur energy yang diserap
oleh sampel sebagai fungsi waktu atau suhu. FLPC dan SDS-Page untuk mengetahui berat
molekul dan DSCc untuk mengetahui denaturasi suhu. Untuk uji reaksi warna terdapat banyak uji
yang dilakukan yaitu ninhidrin (sampel + ninhidrin, membentuk warna biru/ungu menandakan
adanya pepton, asam amino, dll), sakaguchi (naftol/natriumhipobromit + sampel, membentuk
warna merah menandakan adanya gugus guanidine), sulfur (sampel + KOH/NaOH + Pb asetat,
menghasilkan warna hitam menandakan adanya sulfur), Diazo Ehrlich (sampel + NH4OH,
berwarna merah mendakan histidin dan oranye menandakan tirosin), Acree-Rosenheim (sampel +
HCl, menghasilkan cincin ungu menandakan adanya formaldehid), biuret (sampel + NaOH ->
Cu2SO4, berwarna biru tua positif pada polipeptida), millon (sampel + millon dan dipanaskan,
menhasilka endapan putih lalu merah maka positif pada gugus hidroksfenil), xantoprotein (sampel
+ HNO3 dipanaskan dan dititrasi dengan NaOH, akan menghasilkan endapan putih lalu oranye
menandakan adanya gugus asam amino berinti benzene), natrium ropusida (sampel + natrium
ropusida pada ammonia, menghasilkan warna merah poritif pada gugus sulfidril), Hopkins cole
(sampel + reagen Hopkins-cole dan H2SO4, memunculkan cincin violet menandakan adanya
triptofan).
Metode Kuantitatif terdiri dari metode analisis langsung (spektromometri langsung),
pewarnaan (metode lowry, metode buiret, uji BCA, uji Bradford), Kjeldahl (menghitung kadar
nitrogen melalui 3 tahap, disgesti, netralisasi, dan titrasi), titrasi formol.dan Metode Spektoskopi
UV-VIS (dengan metode langsung 280 nm, metode biuret, dan metode Lowry). Kedua metode
tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing
REFERENSI
Achmad,
Nurdin.
2011.
Reaksi
Analisa
Protein.
Surabaya
(online)
skp.unair.ac.id/repository/Guru-Indonesia/ReaksiAnalisaProte_NurdinAchmad_57.pdf
[Accessed: 1 Mei 2016]
http://
Anonim. 2011. Uji Asam Amino. (online) https://www.scribd.com/doc/91726062/Lap- Millon-DanHopkins-Cole [Accessed: 1 Mei 2016]
Anonim.
Sumatera
Utara:
Universitas
Sumatera
Utara
(online)
http://
repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/38246/Chapter%20II.pdf?
sequence=4
(diakses pada 15 Maret 2015)Apriani, Lisa. 2008. Seleksi Bakteri... Depok (online)
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/
124100-BIO.004-08-Seleksi%20bakteri-Literatur.pdf
[Accessed: 1 Mei 2016]
Attwood, T.K., P.N. Campbell, J.H. Parish, A.D. Smith, J.L. Stirling dan F. Vella (Ed). 2006. Oxford
Dictionary of Biochemistry and Molecular Biology, Revised Edition. Oxford University Press.
Bollag, D.M., M.D. Rozycki, S.J. Edelstein. 1996. Protein Method. Wiley-Liss, Inc
Chen, J. 2010. Protein X-Ray Crystallography. [online] Available at: <http://www.kstate.edu/bmb/labs/jc/teaching/bioch590/bioch590-7-Xray.pdf> [Accessed 1 Mei 2016].
Firmansyah,R., Mawardi, A.H., Riandi, M.U., Nugraha, D., Nurdiansyah, A., 2007. Mudah dan Aktif
Belajar Biologi. [e-book] Bandung: PT. Setia Purna Inves. Available at: Google Books
http://booksgoogle.com [Accessed 1 Mei 2016]
Kah, K. 2013. Chem 112L, Biophysical and Bioanalitical Laboratory. [online] Available at:
<http://web.chem.ucsb.edu/~kalju/chem112L/> [Accessed 1 Mei 2016]
Kindt, T.J., R.A.Goldsby, B.A. Osborne, J. Kuby. 2007. Kuby Immunology. New York: W.H.
Freeman,Koolman, J. dan K. Roehm. 2005. Color Atlas of Biochemistry, Second edition,
revised and enlarged. Thieme.
McDonanald, C. E. 1977. Methods of protein Analysisi and Variation in Protein Results. Available
through:
North
Dakota
State
University
<http://www.lib.ndsu.nodak.edu/repository/bitstream/handle/10365/4777/farm_34_05_01.pdf?
sequence=1> [Accessed 1 Mei 2016]
NCBI (n.d). National Center for Biotechnology Information.
<http://www.ncbi.nlm.nih.gov/> [Accessed 2 Mei 2016]
[online]
Available
at:
Nurarfa, Whyranti. 2013. PROTEIN (Uji Millon, Uji Hopkins-Cole, Uji Ninhdrin,Uji Belerang, Uji
Xantoproteat, Uji Biuret ). Bogor (online) http://www.academia.edu/ 6162151/uji_protein_i
[Accessed: 2 Mei 2016]
Rustam, Yepy Hardi. 2011. Analisa Protein dengan Metode Bradford. (online) http://
sciencebiotech.net/analisa-protein-dengan-metode-bradford/ [Accessed: 2 Mei 2016]
Sattayasai, N. 2012. Protein Purrification, Chemical Biology, prof. Deniz Ekinci (Ed.). [online]
Available through: Intech Journals Website <http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/28765.pdf>
[Accessed 2 Mei 2016]
Wibowo, M.S. Elektroforesis. [online] Available at: <http://download.fa.itb.ac.id/filenya/Handout
%20Kuliah/Analisis%20Senyawa%20Aktif/Elektroforesis.pdf> [Accessed 2 Mei 2016]
Wenk, M.R. dan A.Z. Fernandi. 2007. Manuals in Biomedical Research : A Manual For
Biochemistry Protocols. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.
Zahro, Nurus. 2013. Analisa Mutu Pangan dan Hasil Pertanian. Jember