Multiorgan Failure Idi PDF
Multiorgan Failure Idi PDF
547
Abstract: The term Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS) describes the presence of
altered organ function in an acutely ill patient (involves >2 systems), such that homeostasis
cannot be maintained without intervention. Infection is the most important clinical correlate of the
syndrome. Other etiology comprises of trauma and non-infectious inflammation process. Some
hypotheses - such as the mediator hypothesis, gut-as motor hypothesis, microvascular failure
hypothesis, two-hit hypothesis, and integrated hypothesis - were assumed to have roles in MODS
pathogenesis. Generally, potential pathophysiologic mechanisms involved in that MODS hypotheses were primary cellular injury, inadequate tissue/ organ perfusion, diffuse endothelial injury,
circulating humoral factors and inflammatory mediators, protein calorie malnutrition, bacterialtoxin translocation, defective red blood cells, and also adverse effect of directed treatment. Evaluation of MODS principally includes the dysfunction of respiratory, cardiovascular, kidney, liver,
hematology, and central nervous systems. Prevention was the most important step since there is
yet any specific therapy targetted at MODS. The management was mainly supportive.
Keywords: multiple organ dysfunction syndrome, multiple organ failure, scoring system
Pendahuluan
Peningkatan usaha resusitasi serta perkembangan
teknologi dan pengetahuan mengenai proses penyakit telah
meningkatkan harapan hidup pasien yang sakit parah dan
menimbulkan suatu kelainan baru yang disebut Sindrom
Disfungsi Organ Multipel (Multiple Organ Dysfunction Syndrome/ MODS) atau gagal organ multipel (Multiple Organ
Failure/ MOF). Pada beberapa dekade lalu, pasien seringkali
meninggal pada awal perjalanan penyakitnya, jauh sebelum
mereka mengalami disfungsi organ. Berbagai kemajuan dalam
tatalaksana suportif disertai harapan hidup pasien yang lebih
lama tersebut meningkatkan probabilitas pasien sakit berat
untuk mengalami stadium akhir dari penyakitnya sekaligus
membuat mereka menjadi rentan terhadap berbagai komplikasi penyakit beratnya tersebut.1
Frekuensi MODS di antara seluruh populasi risiko tinggi
di seluruh dunia rata-rata setara, berkisar antara 7% pada
pasien trauma multipel hingga 11% pada populasi ICU secara
umum. Di Amerika Serikat, MODS didiagnosis pada 15-18%
pasien yang masuk ke ICU.2 MODS merupakan penyebab
kematian tersering pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif non-koroner dan juga merupakan penyebab
tersering morbiditas, perawatan yang lama, dan tingginya
biaya rumah sakit.1
Suatu studi, multisenter, observasional di Eropa, Sepsis Occurrence in Acutely Ill Patients (SOAP),3 melaporkan
bahwa setidaknya 71% pasien di ICU mengalami disfungsi
548
Trauma
Inflamasi
Bakteraemia
Viraemia
Fungaemia
Penyakit
rickettsia
Mycobacteria
Trauma multipel
Pankreatitis
Pasca pembedahan Vaskulitis
Iskemia visceral
HIV
Status epileptikus
Eklampsia
Trauma kepala
Gagal hati
Sintas kardiopulmonal
Transfusi masif
Non-Infeksi
Kanker
Infus sitokin
Reaksi obat
Sindrom reperfusi
Reaksi transfusi
Sindrom aspirasi
tidak, sedangkan istilah disfungsi organ (organ dysfunction) lebih dapat menggambarkan perkembangan
perburukan fungsi organ yang merupakan suatu keadaan
dinamis.7
Dalam pembahasan selanjutnya, penulis akan menggunakan istilah Sindrom Disfungsi Organ Multipel (Multiple
Organ Dysfunction Syndrome/ MODS).
Patofisiologi
Patofisiologi MODS dapat diuraikan secara sederhana
melalui gambar di bawah ini.
Saat ini terdapat berbagai teori yang berusaha menjelaskan patofisiologi terjadinya MODS, antara lain hipotesis
mediator, hipotesis gut-as motor, hipotesis kegagalan
mikrovaskuler, hipotesis two hit, dan hipotesis terintegrasi.
Hipotesis mediator diungkapkan atas dasar ditemukannya
peningkatan nyata kadar TNF- dan IL-1. Sitokin-sitokin
ini diduga menyebabkan kerusakan seluler primer dan bahwa
ternyata pemberian antisitokin dapat menghentikan atau paling tidak mengurangi terjadinya MODS-like syndrome.9
Hipotesis gut-as motor, teori yang paling banyak dibahas
saat ini, menyatakan bahwa translokasi bakteri atau
produknya menembus dinding usus memicu terjadinya
MODS. Malnutrisi dan iskemia intestinal diketahui sebagai
penyebab translokasi toksin bakteri ini.1 Hipotesis yang
terkuat dibanding dua hipotesis patogenesis MODS
sebelumnya adalah hipotesis kegagalan mikrovaskuler.9 Pada
kasus sepsis dan SIRS, terdapat penurunan curah jantung,
penurunan tekanan perfusi sistemik, atau perubahan selektif
perfusi sistem organ, yang mengakibatkan hipoperfusi atau
iskemia sistem organ. Perfusi jaringan menjadi inadekuat dan
Respon pro-inflamasi
IL-1, IL-6, TNF-
Jejas
Respon anti-inflamasi
IL-10, IL-6, IL-4
Distribusi sistemik
SIRS
CARS
Hilangnya homeostasis
MODS
Gambar 1. Teori baru MODS. NK Natural Killer; SIRS Sytemic Inflammatory Response Syndrome; CARS Compensatory
Anti-inflammatory Response Syndrome8
549
Setelah terjadi reperfusi pada jaringan iskemik, terbentuklah ROS sebagai hasil metabolisme xantin dan
hipoxantin oleh xantin oksidase, dan hasil metabolisme AA.
Jumlah ROS yang terbentuk melebihi kapasitas anti-oksidan
endogen sehingga terjadi dominasi oksidasi komponen
seluler yang penting.5,10 Selain itu terjadi produksi superoksida dismutase oleh neutrofil teraktivasi. Kematian sel juga
terjadi akibat influks kalsium ke dalam sel (calcium-mediated
cell damage).5
Respon inflamasi MODS terkait dengan perubahan
dinamika dan regulasi apoptosis dibandingkan dengan
keadaan non-inflamasi.5 Pada MODS terjadi keterlambatan
apoptosis neutrofil serta peningkatan apoptosis limfosit dan
parenkim. Keterlambatan apoptosis neutrofil memperpanjang
fungsi neutrofil dalam proses inflamasi sekaligus memperlama
elaborasi metabolit toksik. Peningkatan apoptosis limfosit
mengurangi efektor inflamasi sekaligus menyebabkan
imunosupresi. Apoptosis parenkim mengurangi cadangan
fungsional organ.14
Gejala dan Tanda
Sistem respirasi, kardiovaskuler, ginjal, hati, hematologi,
dan neurologi merupakan 6 sistem organ yang paling sering
dievaluasi pada MODS. Sistem organ lain yang juga sering
diikutsertakan dalam evaluasi adalah gastrointestinal (GI),
endokrin, dan imunologi.15
Disfungsi respirasi sering terjadi pada pasien SIRS. Kirakira 35% pasien sepsis akan mengalami acute lung injury
(ALI) ringan-sedang dan 25% mengalami komplikasi penuh
menjadi ARDS.16 Disfungsi respirasi bermanifestasi sebagai
takipnea; perubahan status oksigenasi yang terlihat dari
hipoksemia, penurunan rasio PaO2/FiO2 atau kebutuhan
suplementasi oksigen; hipokarbia, serta infiltrat bilateral pada
foto polos dada, setelah kemungkinan gagal jantung kiri
disingkirkan. Disfungsi respirasi juga ditunjukkan dengan
jumlah positive end-expiratory pressure (PEEP) dan/atau
penggunaan ventilasi mekanik. Jika disfungsinya berat, dapat
berkembang menjadi acute lung injury (ALI) dengan
komplikasi ARDS pada 60% kasus syok sepsis. Diagnosis
ARDS ditegakkan bila rasio PaO2/FiO2 <200 mmHg dan, bentuk
yang lebih ringan, ALI, didiagnosis bila rasio PaO2/FiO2 <300
mmHg.1,5,17
NO (nitric oxide) berperan menyebabkan disfungsi
kardiovaskuler. NO berperan menyebabkan penurunan
resistensi vaskuler sistemik pada MODS dan, bersama dengan
TNF- dan IL-1, berperan mendepresi fungsi miokardium.
Buruknya perfusi dengan sendirinya akan berpengaruh pada
sistem organ lain. Selain itu, kerusakan endotel menyebabkan
hilangnya fungsi barier endotel sehingga terjadi edema dan
redistribusi cairan.5
Disfungsi kardiovaskuler memberikan manifestasi
hipotensi, aritmia, perubahan frekuensi jantung, henti
jantung, perlunya dukungan inotropik atau vasopresor, serta
meningkatnya tekanan vena sentral atau tekanan baji kapiler
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 11, Nopember 2009
551
Tatalaksana
Pencegahan adalah langkah yang utama dan terpenting,
dilakukan terutama pada pasien sakit berat, karena hingga
saat ini belum ditemukan terapi yang spesifik untuk MODS.5
Manajemen pasien MODS yang terutama adalah suportif,
sedangkan terapi spesifik diarahkan untuk mengidentifikasi
dan menterapi penyakit dasar. Infeksi dan sepsis adalah
kondisi tersering sebagai penyebab MODS. Oleh karena itu
sangat perlu dilakukan investigasi terhadap kemungkinan
adanya infeksi aktif pada setiap kasus MODS dengan
pemeriksaan kultur dari lokasi infeksi hingga dengan
pemeriksaan diagnostik lain.1
Strategi pencegahan yang paling efektif sekaligus
merupakan strategi terapi yang paling efektif, yakni mengatasi
infeksi dan membersihkan jaringan mati.9 Cara-cara yang telah
terbukti efektif meliputi aplikasi teknik pembedahan yang baik,
pengendalian infeksi nosokomial, serta mencegah ulkus
dekubitus.5,10 Terapi antimikroba yang tepat (bila perlu secara
empiris) dengan dosis yang tepat yang diberikan secara dini
pada penyakit infeksi akan memperbaiki keluaran.5
Tatalaksana suportif yang utama pada pasien MODS,
sesuai dengan disfungsi sistem organ yang paling sering
terjadi, meliputi manajemen hemodinamik, respirasi, ginjal,
hematologi, gastrointestinal, endokrin, dan tidak kalah
pentingnya adalah nutrisi. Prinsip manajemen hemodinamik
adalah mempertahankan oksigenasi jaringan pada pasien
risiko tinggi. Pemberian oksigen cukup dipertahankan sesuai
kadar yang adekuat yang dapat dipantau dari perfusi organ
berupa volume urin, adanya asidosis laktat, ataupun elevasi
segmen ST pada EKG. Manajemen yang disarankan berupa
penggantian volume intravaskuler secara cepat untuk
mengoreksi hipoperfusi jaringan yang ditandai oleh defisit
basa arteri (atau, bila terdapat gagal ginjal, laktatemia) >2
mmol/L. Bila koreksi tidak tercapai, dapat diberikan inotropik
untuk meningkatkan curah jantung, atau dengan transfusi
packed red cell untuk meningkatkan kadar hemoglobin.
Manajemen respirasi diarahkan untuk membantu oksigenasi dan ventilasi untuk menjamin suplai oksigen yang
cukup ke jaringan. Manajemen yang disarankan adalah
intubasi dini dan ventilasi mekanik, inhalasi NO, serta pemberian keksametason dosis tinggi pada fase fibroproliferatif
ARDS. Intubasi dini dan ventilasi mekanik dapat membantu
mengurangi aliran darah ke diafragma dan otot-otot bantu
nafas, namun harus dilakukan penilaian apakah keuntungannya jauh melebihi kerugiannya.
Pada disfungsi ginjal, dilakukan terapi pengganti ginjal.
Yang terpenting adalah pemantauan volume, aliran, dan
tekanan intravaskuler yang adekuat. Penggunaan obatobatan seperti dopamin, furosemid, dan manitol hanya
bersifat empiris dan belum didukung oleh bukti-bukti yang
dapat dipercaya.
Transfusi trombosit hanya dibutuhkan pada keadaan:
MODS
Respirasi
PaO2/FiO2
SOFA
PaO2/FiO2
Dukungan ventilasi
Koagulasi
Hitung
Hitung tromtrombosit bosit
Hati
Konsentrasi Konsentrasi
bilirubin
bilirubin
Kardiovaskular Frekuensi
Tekanan darah
jantung X
(CVP/MAP) Dukungan adrenergik
SSP
GCS
GCS
Ginjal
Konsentrasi Konsentrasi
kreatinin
kreatinin atau
volume urin
LODS
PaO2/FiO2
Status ventilasi/CPAP
Hitung leukosit
Hitung trombosit
Konsentrasi bilirubin
Waktu protrombin
Frekuensi jantung
Tekanan darah sistolik
GCS
Konsentrasi ureum
dan kreatinin volume
urin
CPAP Continuous Positive Airway Pressure; CVP Central Venous Pressure; MAP Mean Arterial Pressure; GCS Glasgow Coma Scale
552
2.
3.
4.
5.
6.
Balk RA. Pathogenesis and management of multiple organ dysfunction or failure in severe sepsis and septic shock. Critical Care
Clinics 2000;16(2):337-52.
Varon J, Marik PE. Multiple organ dysfunction syndrome. Dalam:
Irwin RS, Rippe JM,ed, Irwin and Rippes intensive care medicine. 6 th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
2008.p.1870-3.
Vincent J-L, Sakr Y, Sprung CL, Ranieri VM, Reinhart K, Gerlach
H, et al. Sepsis in European intensive care units: results of the
SOAP study. Crit Care Med 2006;34(2):344-53.
Marshall JC. Inflammation, coagulopathy, and the pathogenesis
of multiple organ dysfunction syndrome. Crit Care Med 2001;27(7
Suppl):S99-106.
McKinlay J, Bihari D. Multiple organ dysfunction. Dalam: Bersten
AD, Soni N, Oh TE [ed.]. Ohs intensive care manual. 5th ed.
London: Butterworth Heinemann. 2003.p.113-26
Offner PF, Moore EE. Risk factors for MOF and pattern of
organ failure following severe trauma. Dalam: Baue AE, Faist E,
Fry DF eds. Multiple organ failure. New York: Springer.
2000.p.30-43.
553
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
554
Bone RC, Balk RA, Cerra FB, Dellinger RP, Fein AM, Knaus WA,
et al. Definitions for sepsis and organ failure and guidelines for
the use of innovative therapies in sepsis. The ACCP/SCCM Consensus Conference Committee. Chest. 1992;101:1644-55.
Oberholzer A, Oberholzer C, Moldawer LL. Cytokine signaling regulation of the immune response in normal and critically ill
states. Crit Care Med. 2000;28(Suppl):N3-12.
Buchman TG. Multiple organ dysfunction syndrome. Dalam:
Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass
HI, et al [ed.]. Surgery, basic science and clinical evidence. New
York; Springer: 2000.p.321-6.
Singer M. Management of multiple organ failure: guidelines but
no hard-and-fast rules. J of Antimicrobial Chemotherapy.
1998;41(Suppl):A103-12.
Saadia R, Schein M. Multiple organ failure. How valid is the two
hit model? J Accid Emerg Med. 1999;16:163-7.
Biffl W, Oka T, Cioffi WG. Surgical critical care. Dalam: Townsend
CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL [ed.]. Sabiston textbook of surgery. 17th ed. Philadelphia; Elsevier: 2004.p.613-39.
MacCallum NS, Quinlan GJ, Evans TW. The role of neutrophilderived myeloperoxidase in organ dysfunction and sepsis. Dalam:
Vincent J-L eds. Yearbook of intensive care and emergency medicine 2007. New York; Springer: 2007.p.173-87.
Mahidhara R, Billiar TR. Apoptosis in sepsis. Crit Care Med.
2000;28(Suppl):N105-13.
Sakr Y, Sponholz C, Reinhart K. Organ dysfunction in the ICU:
a clinical perspective. Dalam: Vincent J-L [ed.]. Yearbook of
intensive care and emergency medicine 2007. New York; Springer:
2007.p.238-45.
Evans TW, Smithies M. ABC of intensive care: organ dysfunction. Med J. 1999;318:1606-9.
Vincent J-L. Septic shock. Dalam: Fink MP, Abraham E, Vincent
J-L, Kochanek PM eds. Textbook of critical care. 5th ed. Philadelphia; Elsevier: 2005.p.1259-65.
MS