Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Usia kehamilan atau usia gestasi janin pada umumnya berlangsung selama 40
minggu atau 280 hari, jika dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT).
Perhitungan ini, dengan simpang baku sekitar 2 minggu, dengan asumsi bahwa
ovulasi dan konsepsi terjadi pada hari ke 14 dari siklus hais, dimana siklus haid
umunya berlangsung selama 28 hari.
Dalam setiap kehamilan penting untuk mengetahui usia gestasi janin,
pengetahuan ini menjadi sangat penting jika kehamilan tersebut bermasalah dan
untuk menghindari kesalahan dalam pengelolaan selanjutnya. Usia gestasi janin dapat
ditentukan dengan menggunakan rumus Naegele, dimana tanggal persalinan ang
diperkirakan didapat dari tanggal HPHT ditambah 7, bulan dikurangi 3 dan tahun
ditambah 1. Untuk itu dipastikan bahwa siklus haid teratur, lama haid dalam batas
normal dan perdarahan haid terakhir bulan merupakan akibat dari metode kontrasepsi
yang digunakan sebelum kehamilan.
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu (294 hari)
atau lebih, dihitung dari HPHT dengan lama siklus haid rata-rata 28 hari. Pada
umumnya kehamilan lewat waktu dianggap berkaitan erat dengan kesakitan pada
janin maupun ibunya. Terdapat dua pilihan macam pengelolaan kehamilan lewat
waktu yaitu dengan pengelolaan aktif/progresif dengan melakukan induksi persalinan
secara rutin pada umur kehamilan 41 atau 42 minggu, atau pengelolaan
ekpektatif/pasif dengan pemeriksaan kesejahteraan janin dan induksi persalinan
dilakukan apabila serviks sudah matang atau timbul komplikasi obstetri yang menjadi
indikasi untuk mengakhiri kehamilan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Istilah kehamilan lewat bulan mempunyai beberapa sinonim yaitu: post-term
pregnancy, kehamilan postdatisme, prolonged pregnancy, extended pregnancy,
kehamilan postmatur, kehamilan serotinus, late pregnancy, post maturity pregnancy.
Kehamilan lewat bulan (KLB) adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu
(294 hari) atau lebih, dihitung dari HPHT dengan lama siklus haid rata-rata 28 hari.
Beberapa penulis juga menyatakan KLB sebagai kehamilan melebihi 42 minggu. Jika
ditinjau dari segi bayi yang dilahirkan maka lebih dianjurkan menggunakan istilah
postmatur, dimana istilah ini merujuk pada fungsi. Jika ditinjau dari segi bayi, maka
usia gestasi dilihat dengan memeriksa tanda-tanda fisik dan laboratorium yang
ditemukan pada bayi dan dengan melakukan penilaian menurut score maturity rating.
Beberapa istilah yang perlu dimengerti antara lain: janin aterm adalah janin
pada kehamilan minggu ke 38-42 setelah HPHT, dengan asumsi ovulasi terjadi 2
minggu setelah HPHT. Preterm dimaksudkan untuk kehamilan dan janin adalah saat
sebelum minggu ke 38 dari HPHT, sedangkan bayi prematur adalah bayi yang lahir
pada minggu ke 37 atau kurang. Prematuritas adalah bayi yang lahir hidup dengan
berat badan 2.500 gram atau kurang. Istilah postmature sering digunakan secara
keliru sebagai kehamilan yang terus berlangsung melewai taksiran persalinan.
Sebenarnya istilah tersebut digunakan bagi bayi baru lahir dari KLB yang terbukti
terjadi gangguan nutrisi intra uterin dan bayi lahir dengan dismature yaitu dengan
adanya tanda-tanda sindroma postmaturitas.

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian KLB rata-rata 10%, bervariasi antara 3,5%-14% dan 4%-7,3%
diantaranya kehamilan berlangsung melebihi 43 minggu. Perbedaan yang lebar ini

disebabkan perbedaan dalam menentukan umur kehamilan berdasarkan definisi yang


dianut, populasi dan kriteria dalam penentuan umur kehamilan. Karena pada
umumnya umur kehamilan diperhitungkan dengan rumus Naegle, sehingga masih ada
faktor kesalahan pada penentuan siklus haid dan kesalahan dalam perhitungan.
Dengan adanya ultrasonografi maka angka kejadian KLB dari 7,5%
berdasarkan HPHT turun menjadi 2,6% berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi
secara dini (pada umur kehamilan 12-18 minggu) dan turun menjadi 1,1% bila
diagnosis ditegakkan berdasarkan HPHT dan ultrasonografi. Saito dkk dalam
penelitian terhadap 110 pasien yang taksiran tanggal ovulasi diketahui berdasarkan
suhu basal, angka kejadian KLB adalah 11% berdasarkan HPHT dibandingkan 9%
berdasarkan tanggal ovulasi.
Menurut Shime et al makin lama janin berada dalam kandungan, maka makin
besar resiko gangguan berat atau asfiksia yang akan dialami janin dan bayi baru lahir
demikian juga ibu. Menurut Eastman, jika dipakai batasan umur kehamilan 43
minggu maka angka kejadian KLB sebesar 4% saja, sedangkan jika dipakai batasan
umur kehamilan 42 minggu maka angka kejadian KLB sebesar 12%. Tapi mengingat
resiko yang dihadapi oleh janin dan ibu, maka batasan yang digunakan adalah umur
kehamilan 42 minggu atau lebih. Untuk itu penderita perlu dirawat karena termasuk
kehamilan resiko tinggi.

2.3 Etiologi
Sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan lewat tanggal maupun lewat
waktu masih belum jelas. Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan
bahwa terjadinya kehamilan tersebut adalah sebagai akibat dari gangguan terhadap
timbulnya persalinan. Beberapa teori yang diajukan antara lain(3):

Pengaruh progesteron
Penurunan

hormon

progesteron

dalam

kehamilan

dipercaya

merupakan kejadian endokrin yang penting dalam memacu proses


biomolekular pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus
terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa

terjadinya

kehamilan

lewat

waktu

adalah

karena

masih

berlangsungnya pengaruh dari hormon progesteron(3).

Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan lewat
waktu memberi kesan bahwa oksitosin secara fisiologis memegang
peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan
oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia
kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan
lewat waktu.

Teori kortisol/ACTH janin


Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai pemberi tanda untuk
dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi
plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar
sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya
produksi prostaglandin(3). Pada cacat bawaan janin dan tidak adanya
kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak
diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat
waktu.

Saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus(3). Pada keadaan dimana tidak ada
tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek,
dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab
terjadinya kehamilan lewat waktu.

Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami
kehamilan lewat waktu mempunyai kecenderungan untuk melahirkan
lewat waktu pada kehamilan berikutnya(3).

2.4 Patofisiologi
1) Sindrom Postmatur
Deskripsi Clifford 1954 tentang bayi postmatur didasarkan pada 37 kelahiran
secara tipikal terjadi 300 hari atau lebih setelah menstruasi terakhir. Ia membagi
postmatur menjadi tiga tahapan:
Stadium 1: cairan amnion jernih, kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan
maserasi
berupa kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
Stadium 2: kulit berwarna hijau, disertai mekonium.
Stadium 3: kulit menjadi berwarna kuning-hijau pada kuku, kulit dan tali pusat.
Bayi postmatur menunjukkan gambaran yang unik dan khas. Gambaran ini
berupa kulit keriput, mengelupas lebar-lebar, badan kurus yang menunjukkan
pengurasan energy, dan maturitas lanjut karena bayi tersebut bermata terbuka, tampak
luar biasa siaga, tua dan cemas. Kulit keriput dapat amat mencolok di telapak tangan
dan telapak kaki. Kuku biasanya cukup panjang. Kebanyakan bayi postmatur seperti
itu tidak mengalami hambatan pertumbuhan karena berat lahirnya jarang turun di
bawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya. Namun, dapat terjadi hambatan
pertumbuhan berat, yang logisnya harus sudah lebih dahulu terjadi sebelum minggu
42 minggu lengkap.banyak bayi postmatur Clifford mati dan banyak yang sakit berat
akibat asfiksia lahir dan aspirasi mekonium. Beberapa bayi yang bertahan hidup
mengalami kerusakan otak.
Insiden sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41, 42, 43 minggu masingmasing belum dapat ditentukan dengan pasti. Shime dkk (1984), dalam satu diantara
segelintir laporan kontemporer tentang kronik postmatur, menemukan bahwa sindrom
ini terjadi pada sekitar 10% kehamilan antara 41 dan 43 minggu serta meningkat
menjadi 33% pada 44 minggu. Oligohidramnion yang menyertainya secara nyata
meningkatkan kemungkinan postmaturitas. Trimmer dkk (1990) mendiagnosis
oligohidramnion bila kantung cairan amnion vertical maksimum pada USG
berukuran 1 cm atau kurang pada gestasi 42 minggu dan 88% bayi adalah postmatur.

2) Disfungsi Plasenta

Clifford (1954) mengajukan bahwa perubahan kulit pada postmatur disebabkan


oleh hilangnya efek protektif verniks kaseosa. Hipotesis keduanya yang terus
mempengaruhi konsep-konsep kontemporer menghubungkan sindrom postmaturitas
dengan penuaan plasenta. Namun Clifford tidak dapat mendemonstrasikan degenerasi
plasenta secara histologis. Memang, dalam 40 tahun berikutnya tidak ditemukan
perubahan morfologis dan kuantitatif yang signifikan. Smith and Barker (1999) barubaru ini melaporkan bahwa apoptosis plasenta meningkat secara signifikan pada
gestasi 41 sampai 42 minggu lengkap dibanding dengan 36 sampai 39 minggu.
Makna klinis apoptosis tersebut tidak jelas sampai sekarang.
Jazayeri dkk (1998) meneliti kadar eritropoetin plasma tali pusat pada 124
neonatus tumbuh normal yang dialhirkan dari usia gestasi 37 sampai 43 minggu.
Mereka ingin menilai apakah oksigenasi janin terganggu, yang mungkin disebabkan
oleh penuaan plasenta, pada kehamilan yang berlanjut melampaui waktu seharusnya.
Penurunan tekanan parsial oksigen adalah satu-satunya stimulator eritropoetin yang
diketahui. Setiap wanita yang diteliti mempunyai perjalanan persalinan dan perlahiran
nonkomplikata tanpa tanda-tanda gawat janin atau pengeluaran mekonium. Kadar
eritropoetin plasma tali pusat menindkat secara signifikan pada kehamilan yang
mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada skor apgar dan gas tali darah
pusat yang abnormal pada bayi-bayi ini, penulis menyimpulkan bahwa ada penurunan
oksigenasi janin pada sejumlah kehamilan postterm.
Janin postterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut
luar biasa besar pada saat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukkan bahwa fungsi
plasenta tidak terganggu. Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun
kecepatannya lebih lambat adalah ciri khas gestasi antara 38 dan 42 minggu. Nahum
dkk (1995) baru-baru ini memastikan bahwa pertumbuhan janin terus berlangsung
sekurang-kurangnya sampai 42 minggu.

3) Gawat Janin dan Oligohidramnion


Alasan-alasan utama meningkatnya resiko pada janin postterm dijelaskan oleh
Leveno dkk. Mereka melaporkan bahwa bahaya pada janin intrapartum merupakan
konsekuensi kompresi tali pusat yang menyertai oligohidramnion.

Penurunan volume cairan amnion biasanya terjadi ketika kehamilan telah


melewati 42 minggu. Mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam
volume cairan amnion yang sudah berkurang merupakan penyebab terbentuknya
mekonium kental yang terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.
Trimmer dkk (1990) mengukur produksi urin janin tiap jam dengan
menggunakan pengukuran volume kandung kemih ultrasonic serial pada 38
kehamilan dengan usia gestasi 42 minggu atau lebih. Produksi urin yang berkurang
ditemukan menyertai oligohidramnion. Namun, ada hipotesis bahwa aliran urin janin
yang berkurang mungkin merupakan akibat oligohiramnion yang sudah ada dan
membatasi penelanan cairan amnion oleh janin. Velle dkk (1993) dengan
menggunakan bentuk-bentuk gelombang Doppler berdenyut, melaporkan bahwa
aliran darah ginjal janin berkurang pada kehamilan postterm dengan oligohidramnion.

4) Pertumbuhan Janin Terhambat


Hingga kini makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada kehamilan yang
seharusnya tanpa komplikasi tidak begitu diperhatikan. Morbiditas dan mortalitas
meningkat secara signifikan pada bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan .
seperempat kasus lahir mati yang terjadi pada kehamilan memanjang merupakan
bayi-bayi dengan hambatan pertumbuhan yang jumlahnya relative kecil.

2.5 Diagnosis.
Sering kali seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis
kehamilan lewat waktu karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur kehamilan,
bukan terhadap kondisi kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai
kehamilan lewat waktu merupakan kesalahan dalam menentukan umur kehamilan.
Kasus kehamilan lewat waktu yang tidak dapat ditegakkan secara pasti diperkirakan
sebesar 22%. Dalam menentukan diagnosis kehamilan lewat waktu disamping dari
riwayat haid, sebaiknya diperiksa pula mengenai pemeriksaan antenatal(3,4).

a) Riwayat haid
Diagnosis kehamilan lewat waktu tidaklah sulit untuk ditegakkan apabila kita
mengetahui dengan pasti hari pertama haid terakhir (HPHT) pasien. Untuk
riwayat hadi yang dapat dipercaya, diperlukan beberapa kriteria antara lain:
-. Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya.
-. Siklus 28 hari dan teratur.
-. Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir.
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus
Naegele. Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai
kehamilan lewat waktu adalah sebagai berikut:
Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat
menstruasi yang abnormal.
Tanggal haid terakhir diketahui secara jelas, tetapi terjadi kelambatan
ovulasi.
Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang
berlangsung lewat waktu (20 - 30% kasus dari seluruh penderita yang
diduga mengalami kehamilan lewat waktu).

b) Riwayat pemeriksaan antenatal


Tes kehamilan. Bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik
sesudah terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan
memang telah berlangsung 6 minggu(3).
Gerak janin (quickening) pada umumnya dirasakan ibu pada umur
kehamilan 18 - 20 minggu(3). Pada primigravida dirasakan pada
kehamilan 18 minggu, sedangkan 16 minggu pada multigravida.
Petunjuk umum untuk menentukan persalinan adalah quickening
ditambah 22 minggu pada primigravida atau ditambah 24 minggu pada
multigravida.
Denyut jantung janin (DJJ). Dengan stetoskop Laennec dapat didengar
mulai umur kehamilan 18 - 20 minggu, sedangkan dengan Doppler
dapat terdengar pada usia kehamilan 10 - 12 minggu.

Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan lewat waktu bila didapat 3


atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut:
Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif.
Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler.
Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali.
Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan
stetoskop Laennec.

c) Tinggi fundus uteri


Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam
sentimeter dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap
bulan(3). Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur
kehamilan secara kasar.

d) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)


Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan
ultrasonografi pada trimester pertama. Kesalahan perhitungan dengan rumus
Naegele dapat mencapai 20%. Pada trimester pertama pemeriksaan panjang
kepala - tungging (crown-rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang
lebih 4 hari dari taksiran persalinan.
Pada umur kehamilan sekitar 16 - 26 minggu(3), ukuran diameter biparietal
dan panjang femur memberikan sekitar 7 hari dari taksiran persalinan.

e) Pemeriksaan Radiologi
Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran
epifisis femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32
minggu, epifisis tibia proksimal terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu,
dan epifisis kuboid pada kehamilan 40 minggu. Cara ini sekarang jarang
dipakai karena seringkali sulit dilakukan dan pengaruh radiologiknya kurang
baik terhadap janin(3).

f) Pemeriksaan Laboratorium
Kadar lesitin/spingomielin
Bila lesitin/spingomielin dalam cairan amnion kadarnya sama, maka
umur kehamilan sekitar 22 - 28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar
spingomielin: 28 - 32 minggu, pada kehamilan genap bulan rasio menjadi
2 : 1(3). Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan kehamilan
lewat waktu, tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakah janin
cukup umur/matang untuk dilahirkan yang berkaitan dengan mencegah
kesalahan dalam tindakan pengakhiran kehamilan.
Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA)
Hastwell berhadil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat
waktu pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya
umur kehamilan. Pada umur kehamilan 41 - 42 minggu ATCA berkisar
antara 45 - 65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu
didapatkan ACTA kurang 45 detik. Bila didapatkan ATCA antara 42 - 46
detik menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu.
Sitologi cairan amnion
Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan
amnion. Bila jumlah sel yang pengandung lemak melebihi 10%, maka
kehamilan diperkirakan 36 minggu dan apabila 50% atau lebih, maka
umur kehamilan 39 minggu atau lebih.
Sitologi vagina
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik >20%) mempunyai
sensitivitas 75%. Perlu diingat bahwa kematangan seviks tidak dapat
dipakai untuk menentukan usia gestasi.

2.6 Permasalahan Kehamilan Postterm.


Kehamilan postterm mempunyai risiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm,
terutama kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan postpartum) berkaitan
dengan aspirasi mekonium dan asfiksia. Pengaruh kehamilan postterm antara lain
sebagai berikut.
a) Perubahan pada Plasenta
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada
kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin(1,3). Penurunan fungsi
plasenta dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental
laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasenta sebagai berikut:

Penimbunan kalsium. Pada kehamilan postterm terjadi peningkatan


penimbunan kalsium pada plasenta. Hal ini dapat menyebabkan gawat
janin dan bahkan kematian janin intrauterin yang dapat meningkat
sampai 2 - 4 kali lipat(3). Timbunan kalsium meningkat sesuai dengan
progresivitas degenerasi plasenta. Namun, beberapa vili mungkin
mengalami degenerasi tanpa mengalami klasifikasi.

Selaput vaskulosinsisial menjadi bertambah tebal dan jumlahnya


berkurang. Keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transpor
plasenta.

Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan


fibrinoid, fibrosis, trombosis intervili, dan infark vili.

Perubahan biokimia. Adanya insufisiensi plasenta menyebabkan


protein plasenta dan kadar DNA dibawah normal, sedangkan
konsentrasi RNA meningkat(3). Transpor kalsium tidak terganggu,
aliran natrium, kalium, dan glukosa menurun. Pengangkutan bahan
dengan berat molekul tinggi seperti asam amino, lemak, gama globulin
biasanya mengalami gangguan sehingga dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan janin intruterin.

Plasenta memiliki fungsi yang penting dalam kehamilan diantaranya untuk


menyalurkan nutrisi dan oksigen serta mengeluarkan produk sisa - sisa
metabolism dari janin ke ibu. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada

kehamilan 38 minggu (kehamilan cukup bulan) dan mulai menurun setelah


kehamilan 41 - 42 minggu(1). Sebagai akibat dari penurunan fungsi plasenta,
suplai nutrisi dan oksigen dari ibu kepada janin menjadi menurun, sirkulasi
uteroplasenta berkurang menjadi 50%, dan diikuti dengan penurunan jumlah
air ketuban. Penurunan fungsi plasenta ini sangat berkaitan dan dapat
menjelaskan terjadinya postmaturity syndrome pada bayi yang lahir lewat
waktu.

b) Pengaruh pada Janin


Pengaruh kehamilan postterm terhadap janin sampai saat ini masih
diperdebatkan. Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan postterm
menambah bahaya pada janin, sedangkan beberapa ahli lainnya menyatakan
bahwa bahaya kehamilan postterm terhadap janin terlalu berlebihan(3).
Beberapa pengaruh kehamilan postterm terhadap janin antara lain sebagai
berikut(1).
Berat janin. Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada
plasenta, maka terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian Vorherr
tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik rata - rata
pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya penurunan setelah 42
minggu. Namun, seringkali pula plasenta masih dapat berfungsi
dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan
bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa rata rata berat janin lebih dari 3.600 gram sebesar 44,5% pada kehamilan
postterm(1).
Sindroma postmaturitas. Dapat dikenali pada neonatus dengan
ditemukannya beberapa tanda seperti gangguan pertumbuhan,
dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas (hilangnhya lemak
subkutan), kuku tangan dan kaku panjang, tulang tengkorak lebih
keras, hilangnya verniks kaseosa dan lanugo, maserasi kulit terutama
daerah lipat paha dan genital luar, warna cokelat kehijauan atau
kekuningan pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita, dan

rambut kepala banyak atau tebal. Berdasarkan derajat insufisiensi


plasenta yang terjadi, tanda postmaturitas ini dapat dibagi dalam 3
stadium, yaitu:

Tanda Kehamilan Lewat Waktu (Post-term):


Stadium I

Stadium II

Stadium III

menunjukkan Gejala Stadium I

Kulit

verniks +

kehilangan

maserasi Pewarnaan

Pewarnaan

kekuningan

pada kuku, kulit, dan tali


mekonium pusat.

kaseosa

dan

berupa

kulit

kering, (kehijauan) pada kulit.

rapuh,

dan

mudah

mengelupas.

Gawat janin atau kematian perinatal menunjukkan angka


meningkat setelah kehamilan 42 minggu atau lebih, sebagian besar
terjadi intrapartum. Umumnya disebabkan(3):

Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada


persalinan, fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene, sampai
kematian bayi.

Insufisiensi plasenta yang berakibat:


-. Pertumbuhan janin terhambat.
-. Oligohidramnion: terjadi kompresi tali pusat, keluar
mekonium yang kental, perubahan abnormal jantung janin.
-. Hipoksia janin.
-. Keluarnya mekonium yang berakibat dapat terjadi aspirasi
mekonium pada janin.

Cacat bawaan, terutama akibat hipoplasia adrenal dan


anensefalus.

c) Pengaruh pada Ibu


Morbiditas/mortilitas ibu: dapat meningkat sebagai akibat dari makrosomia
janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan terjadi
distosia persalinan, incoordinate uterine action, partus lama, meningkatkan
tindakan obstetrik dan persalinan traumatis/perdarahan postpartum akibat bayi
besar.
Aspek emosi: ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus
berlangsung melewati taksiran persalinan. Komentar tetangga atau teman
seperti belum lahir juga? akan menambah frustasi ibu.

2.7 Penatalaksanaan.
Yang paling penting dalam menangani kehamilan lewat tanggal (postdate) dan
lewat waktu (postterm) adalah untuk menentukan keadaan janin, karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan risiko kegawatan(1). Penentuan keadaan janin dapat
dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
1) Tes tanpa tekanan (non - stress test).
Bila memperoleh hasil non - reaktif maka dilanjutkan dengan tes tekanan
oksitosin. Sedangakn, bila diperoleh hasil reaktif makan nilai spesifisitas
98,8% menunjukkan kemungkinan besar janin dalam keadaan baik. Bila
ditemukan hasil tes tekanan yang positif, meskipun sensitifitas relatif rendah
tetapi telah dibuktikan berhubungan dengan keadaan postmatur.
2) Gerakan janin.
Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (dengan rata - rata nilai
normalnya yaitu 7 kali/20 menit) atau secara objektif dengan tokografi
(dengan rata - rata nilai normal yaitu 10 kali/20 menit), dapat juga ditentukan
dengan USG. Penilaian banyaknya air ketuban secara kualitatif dengan USG
(normalnya >1 cm/bidang) memberikan gambaran banyaknya air ketuban,

bila ternyata oligohidramnion maka kemungkinan telah terjadi kehamilan


lewat waktu.
3) Amnioskopi.
Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin
masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan
mengalami risiko 33% asfiksia.

Prinsip dari penatalaksanaan kehamilan lewat waktu adalah merencanakan


pengakhiran kehamilan(5,6). Cara pengakhiran kehamilan ini tergantung dari hasil
pemeriksaan kesejahteraan janin dan penilaian skor pelvik (pelvic score/PS).
Terdapat beberapa cara untuk mengakhiri kehamilan, antara lain:
1. Induksi partus dengan pemasangan balon kateter Foley.
2. Induksi partus dengan oksitosin.
3. Bedah seksio sesaria.
Apabila dilakukan pengakhiran kehamilan dengan induksi oksitosin, pasien
harus memenuhi beberapa syarat, antara lain(5,6):
a. Kehamilan aterm.
b. Ukuran panggul normal.
c. Tidak ada CPD (disproporsi antara pelvis dan janin).
d. Janin dalam presentasi kepala.
e. Serviks sudah matang (porsio teraba lunak, mulai mendatar, dan
sudah mulai membuka). Untuk menilai serviks ini dapat juga dipakai
skor pelvis menurut Bishop, yaitu bila nilai Bishop lebih dari 8,
induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.

Skor Pelvik menurut Bishop(5,6)


Skor
Pembukaan

0
serviks 0

1-2

3-4

5-6

40 - 50%

60 - 70%

80%

-2

-1

+1 - +2

(cm)
Pendataran serviks
Penurunan

0 - 30%

kepala -3

diukur

dari

bidang

Hodge III (cm)


Konsistensi serviks

Keras

Sedang

Lunak

Posisi serviks

Posterior

Searah

Anterior

sumbu jalan
lahir
Bila nilai pelvis >8, maka induksi persalinan kemungkinan besar akan
berhasil.
Bila nilai pelvis >5, maka dapat dilakukan drip oksitosin.
Bila nilai pelvis 5, dapat dilakukan pematangan serviks terlebih dahulu,
kemudian dilakukan pengukuran skor pelvis kembali.

Induksi persalinan dengan menggunakan infus oksitosin 5 unit dalam cairan


Dextrose 5% 500 ml(5,6). Cairan yang sudah mengandung 5 unit oksitosin ini dialirkan
secara intravena melalui saluran infus. Tetesan infus dimulai dengan 8 tetes/menit,
lalu dinaikan tiap 15 menit sebanyak 4 tetes/menit sehingga timbul his yang adekuat.
Umumnya peningkatan tetesan dapat ditingkatkan hingga mencapai 40 tetes/menit.
Selama 15 menit tersebut, kita lakukan penilaian terhadap kesejahteraan janin dan his
yang timbul. Apabila telah timbul his yang adekuat, maka kadar tetesan oksitosin
dipertahankan. Sebaliknya bila timbul his yang sangat adekuat, jumlah tetesan dapat
dikurangi. Infus oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan
selesai, yaitu sampai 1 jam sesudah lahirnya plasenta. Apabila infus pertama habis
dan his adekuat belum muncul, dapat diberikan infus drip oksitosin 5 unit ulangan.
Jika his adekuat yang diharapkan tidak muncul, dapat dipertimbangkan terminasi
dengan seksio sesaria.

2.8 Pencegahan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan (ante
- natal care/ANC) yang teratur, yaitu pemeriksaan dilakukan setiap 4 minggu sampai
dengan kehamilan 28 minggu, dua minggu sekali antara 28 - 36 minggu, dan setiap
minggu ketika usia kehamilan melewati 36 minggu(7). Dengan dilakukannya

pemeriksaan kehamilan secara teratur ini secara tidak langsung mempersiapkan


keadaan persalinan sebaik mungkin dan menantisipasi apabila adanya kendala atau
kelainan yang terjadi selama kehamilan berlangsung. Apabila terdapat tindakan yang
perlu dilakukan, dalam hal ini terminasi kehamilan, maka hal tersebut dapat
dilakukan dengan tepat dengan mengetahui perjalanan kehamilan pasien yang
bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai