DIABETESMILETUS TIPE II
Disusun oleh:
Siti Halimah (263010602012)
BAB I
KASUS
I.1.
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Agama
Alamat
Status
Pekerjaan
No MR
BPJS
: Ny. M
: 46 tahun
: Perempuan
: Islam
: Randegan Rt 13 Rw 15
: Sudah Menikah
: Ibu Rumah Tangga
: 030228
:-
ANAMNESIS
Autoanamnesis pada Jumat, 11 Maret 2016
a. Keluhan Utama
Badan lemas sejak 1 minggu yang lalu.
e. Riwayat Pengobatan
-
f. Riwayat Alergi
- Alergi obat-obatan dan makanan disangkal oleh Os.
g. Riwayat Psikososial
Os adalah seorang Ibu Rumah Tangga yang tinggal dengan suami dan 2
orang anaknya, Os mengaku sering mengkonsumsi kopi dan jarang berolahraga
I.2.
I.3.
Anamnesis Sistem
Sistem serebrospinal
Sistem kardiovaskular
Sistem pernapasan
Sistem gastrointestinal
:
:
:
:
Sistem urogenital
Sistem muskuloskeletal
:
:
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran/GCS
Vital Sign
BB
TB
IMT
:
:
:
:
:
:
Sakit sedang
Composmentis/ E4V5M6
HR
: 84x/menit, regular kuat angkat
Suhu : 36,5 C
RR
: 16x/menit
TD : 130/90 mmHg
60 Kg
145 cm
28,53
I.4.
Status generalisata
Kepala
Rambut
Mata
: Normosefal
: Rambut tidak rontok, hitam
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya
(+/+)
Hidung
: Sekret (-/-), septum deviasi (-/-), epistaksis (-/-), mukosa
edem (-/-)
Mulut
: Bibir kering (+), pembesaran tonsil (-), faring hiperemis (-),
Lidah bersih, mucosa bucal licin tidak ada lesi, gusi
berdarah (-)
Leher
: Pembesaran KGB (-)
Telinga
: Normotia, sekret (-/-)
Kulit
: Kulit tidak anemis.
Thorax
Inspeksi
: Pergerakan dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)
Palpasi
: Tidak ada lapang paru tertinggal, massa/benjolan (-)
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
:
Auskultasi
Paru-paru : Suara nafas vesikuler
Jantung : bunyi jantung I dan II normal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
: Permukaan datar,
Auskultasi
: Bising usus (+) normal 10x/menit
Palpasi
: Hepatosplenomegali (-) nyeri tekan epigastrik (-) turgor
kulit cepat kembali (+)
Perkusi
: Timpani di seluruh kuadran abdomen (+)
Ekstremitas
Atas
Bawah
Akral :
Hangat
Hangat
Edem :
-/-/RCT :
< 2 detik
< 2 detik
Refleks pattela :
-0+/+
Status Dermatologikus
Tidak tampak kelainan
Status genatalis
Tidak tampak kelainan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan GDS
418mg/dL
I.5.
Pemeriksaan Anjuran
-
I.6.
Resume
4
Sindrom Metabolik
2. Diagnosis Kerja
-
Rencana penatalaksanaan
I.8.
a. Non medikamentosa
Terapi Gizi Medis
I.9. prognosis
Quo Ad vitam
: bonam
5
Klasifikasi
Klasifikasi yang baru ini membagi diabetes melitus atas empat
kelompok yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2,
diabetes melitus bentuk khusus, dan diabetes melitus gestasional.
Pembagian ini berdasarkan etiologi diabetes melitus.
Pada diabetes melitus tipe 1 penyebab utamanya ialah
terjadinya kekurangan hormon insulin pada proses penyerapan
makanan. Fungsi utama hormon insulin dalam menurunkan kadar
gula darah secara alami dengan cara meningkatkan jumlah gula
yang disimpan di dalam hati, merangsang sel-sel tubuh agar
menyerap gula, dan mencegah hati mengeluarkan terlalu banyak
gula. Jika insulin berkurang, kadar gula di dalam darah akan
meningkat. Gula dalam darah berasal dari makanan kita yang
diolah secara kimiawi oleh hati. Sebagian gula disimpan dan
sebagian lagi digunakan untuk tenaga. Disinilah fungsi hormon
insulin sebagai stabilizer alami terhadap kadar glukosa dalam
darah. Jika terjadi gangguan sekresi (produksi) hormon insulin
ataupun terjadi gangguan pada proses penyerapan hormon insulin
pada sel-sel darah, maka potensi terjadinya diabetes melitus
sangat besar sekali.
Jika pada diabetes melitus 1 penyebab utamanya adalah dari
malfungsi kalenjar pankreas, pada diabetes melitus tipe 2,
gangguan utama justru terjadi pada volume reseptor (penerima)
hormon insulin, yakni sel-sel darah. Dalam kondisi ini produktifitas
hormon insulin bekerja dengan baik, namun tidak terdukung oleh
kuantitas volume reseptor yang cukup pada sel darah, keadaan ini
dikenal dengan resistensi insulin. Walau belum dapat dipastikan
penyebab utama resistensi insulin, terdapat beberapa faktor-faktor
yang memiliki berperan penting terjadinya hal tersebut yaitu
obesitas, terutama yang besifat sentral (bentuk tubuh apel), diet
tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan
(olahraga), dan juga faktor keturunan (herediter).
Gestational diabetes melitus (GDM) melibatkan kombinasi dari
kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak
cukup, menirukan jenis 2 kencing manis di beberapa pengakuan.
Terjadi selama kehamilan dan dapat sembuh setelah melahirkan.
GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar
2050% dari wanita penderita GDM bertahan hidup. GDM terjadi di
sekitar 25% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan
secara penuh bisa perlakukan tetapi, tidak diperlakukan, boleh
menyebabkan
permasalahan
dengan
kehamilan,
termasuk macrosomia (kelahiran yang tinggi menimbang), janin
mengalami kecacatan dan menderita penyakit jantung sejak lahir.
Penderita memerlukan pengawasan secara medis sepanjang
kehamilan.
8
diabetes.
Peningkatan
pengeluaran
glukosa
hati
digambarkan dengan peningkatan FPG (Fasting Plasma
Glukose) atau kadar gula puasa (BSN). Pada otot terjadi
gangguan
pada
penggunaan
glukosa
secara
non
oksidatif(pembentukan glikogen) daripada metabolisme
glukosa secara oksidatif melalui glikolisis. Penggunaan
glukosa pada jaringan yang independen terhadap insulin
tidak menurun pada diabetes melitus tipe 2.
Mekanisme molekular terjadinya resistensi insulin
telah diketahui. Level kadar reseptor insulin dan aktifitas
tirosin kinase pada jaringan otot menurun, hal ini
merupakan defek sekunder pada hiperinsulinemia bukan
defek primer. Oleh karena itu, defek pada post reseptor
diduga mempunyai peranan yang dominan terhadap
terjadinya resistensi insulin. Polimorfik dari IRS-1 (Insulin
Receptor
Substrat)
mungkin
berhubungan
dengan
intoleransi glukosa. Polimorfik dari bermacam-macam
molekul post reseptor diduga berkombinasi dalam
menyebabkan keadaan resistensi insulin.16,18
Sekarang ini, patogenesis terjadinya resistensi insulin
terfokus pada defek PI-3 kinase (Phosphatidyl Inocytol) yang
menyebabkan terjadinya reduktasi translokasi dari GLUT-4
(Glukose Transporter) ke membran plasma
untuk
mengangkut insulin. Hal ini menyebabkan insulin tidak
dapat diangkut masuk ke dalam sel dan tidak dapat
digunakan untuk metabolisme sel, sehingga kadar insulin di
dalam darah terus meningkat dan akhirnya menyebabkan
terjadinya hiperglikemi.16,18
2.
3.
12
Pemeriksaan Penunjang
1.
glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
2.
A1C
3.
profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL,
trigliserida)
4.
kreatinin serum
5.
albuminuria
6.
keton, sedimen dan protein dalam urin
7.
elektrokardiogram
8.
foto sinar-x dada
Diagnosis diabetes melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan
kadar glukosa darah. Diagnosis diabetes melitus tidak dapat
ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis
diabetes melitus, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena
ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan
angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan
dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler.
Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara.
Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa
plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis diabetes melitus. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh
pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk
diagnosis diabetes melitus. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO
dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding
dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang
dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
diabetes melitus, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT
atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.
TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199
mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).
GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa
plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5.6 6.9
mmol/L).
Gejala diabetes melitus ditambah gula darah sewaktu 200
mg/dl (11,1 mmol/l) atauglukosa darah puasa (GDP) 126 mg/dl
(7,0 mmol/l) atau glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa (GD 2
13
jam PP) 200 mg/dl (11,1 mmol/l) dengan tes toleransi glukosa oral
(TTGO).
TTGO: beban glukosa = 75 gr glukosa anhidrous (gula) dicairkan
dalam air TTGO tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan rutin.
Kriteria tersebut harus dikonfirmasi pada hari berikutnya.
Kategori yang berhubungan dengan nilai GDP:
1. GDP < 110 mg (6,1 mmol/l) = normal
2. GDP 110 mg (6,1 mmol/l) dan < 126 mg/dl (7,0 mmol/l) =
Glukosa Puasa Terganggu (Impaired Fasting Glucose/IFG)
3. GDP 126 mg/dl (7,0 mmol/l) = DM
Kategori yang berkaitan dengan TTGO:
1.
Glukosa 2 jam sesudah beban glukosa < 140 mg/dl (7,8
mmol/l) = normal
2. toleransi glukosa.
3. Glukosa 2 jam sesudah beban glukosa 140 mg/dl (7,8
mmol/l) dan < 200 mg/dl (11,1 mmol/l) = Glukosa Toleransi
Terganggu (Impaired Glucose Tolerance/IGT)
4. Glukosa 2 jam sesudah beban glukosa 200 mg/dl (11,1
mmol/l) = DM
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan
secara umum adalah meningkatnya kualitas hiduppenyandang
diabetes. Tujuan penatalaksanaan secara khusus dibagi kepada dua
yaitu:
1. Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda diabetes melitus,
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target
pengendalian glukosa darah.
2. Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas
penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan
akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas
diabetes melitus.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian
glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui
pengelolaan pasien secara holistik. Pengelolaan diabetes melitus
dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan
tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung
kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun
dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
14
Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori.
Tidak diperkenankan
melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
Pemanis
dikelompokkan
menjadi
pemanis
bergizi
dan
pemanis tak bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula
alkohol dan fruktosa.
Gula
alkohol
antara
lain isomalt,
lactitol,
maltitol,
mannitol, sorbitol danxylitol.
16
Dalam
penggunaannya,
pemanis
bergizi
perlu
diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari
kebutuhan kalori sehari.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes
karena efek samping pada lemak darah.
Pemanis
tak
bergizi
termasuk:
aspartam,
sakarin,
acesulfame potassium, sukralose, neotame.
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas
aman (Accepted Daily Intake/ADI)
Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan
memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30
kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada
beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan,
dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang
dimodifikasi adalah:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di
bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi:
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB
Normal : BB ideal 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT =
BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT*
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih >23,0
Dengan risiko 23,0-24,9
Obes I 25,0-29,9
Obes II >30
*:
WHO
WPR/IASO/IOTF
dalam The
Asia-Pacific
Perspective: Redefining Obesity and its Treatment.
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
Jenis Kelamin: Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada
pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria
sebesar 30 kal/kg BB.
Umur: Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori
dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi
17
Pemicu
sekresi
insulin
(insulin
secretagogue):
sulfonilurea dan glinid
18
Penghambat
absorpsi
glukosa:
penghambat
glukosidase alfa.
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama
dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan
sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan
cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara
cepat melalui hati.
Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan
pada PeroxisomeProliferator
Activated
Receptor
Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel otot dan sel
lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut
glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi
cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan
faal hati secara berkala.
Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa
hati
(glukoneogenesis),
di
samping
juga
memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai
pada
penyandang
diabetes
gemuk.
Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi
19
ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasienpasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung).
Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat
atau sesudah makan.
Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa
di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar
glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan
efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens.
2. Insulin
Kadar glukosa darah merupakan kunci pengatur sekresi
insulin oleh sel-sel beta pankreas, walaupun asam amino, keton,
peptida gastrointestinal dan neurotransmitter juga mempengaruhi
sekresi insulin. Kadar glukosa darah yang > 3,9 mmol/L (70 mg/dl)
merangsang sekresi insulin.1,2 Sekresi insulin fisiologis terdiri dari
sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin diupayakan
mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis. Defisiensi
insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial
atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya
hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin
prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan. Terapi
insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi
terhadap defisiensi yang terjadi.
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam)
berupa: insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short
acting), kerja menengah (intermediate acting), kerja panjang
(long acting) atau insulin campuran tetap (premixed insulin).
Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin kerja
cepat atau insulin kerja pendek untuk koreksi defisiensi insulin
prandial, dengan kerja menengah atau kerja panjang untuk
koreksi defisiensi insulin basal. Juga dapat dilakukan kombinasi
dengan OHO. Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan
dengan kebutuhan pasien dan respons individu terhadap
insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
harian. Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan
menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum
tercapai. Insulin bekerja dengan menekan produksi glukosa hati
dan stimulasi pemanfaatan glukosa.
Insulin diperlukan pada keadaan:
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang
tidak terkendali dengan perencanaan makan
Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan
respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani,
bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau
kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus
dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai
mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah
belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari
kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin.
Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan
kombinasi tiga OHO. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang
banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal
(insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan
pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi
tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah
yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar
jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan
menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan
cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih
tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan
diberikan insulin saja.
21
Komplikasi
Komplikasi diabetes yang dapat terjadi dibedakan menjadi dua
yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut
berupa
koma
hipoglikemi,
ketoasidosis
diabetik,
koma
hiperosmolar nonketotik. Komplikasi kronik dapat berupa
makroangiopati, mikroangiopati, neuropati diabetik, infeksi, kaki
diabetik, dan disfungsi ereksi.
22
Komplikasi Akut
Koma Hipoglikemia19
Hipoglikemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 merupakan
faktor penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali
glukosa darah normal atau mendekati normal. Hipoglikemi secara
harfiah berarti kadar glukosa darah dibawah harga normal. Faktor
utama mengapa hipoglikemi perlu mendapat perhatian dalam
pengelolaan
diabetes
melitus
adalah
karena
adanya
ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang
terus menerus. Gangguan asupan glukosa yang berlangsung
beberapa menit menyebabkan gangguan fungsi sistem saraf
pusat (SSP) dengan gejala gangguan kognisi, bingung, dan koma.
Seperti jaringan lain, jaringan saraf dapat memanfaatkan sumber
energi alternatif, yaitu keton dan laktat. Pada hipoglikemi yang
disebabkan, insulin konsentrasi keton di plasma tertekan dan
mungkin tidak mencapai kadar yang cukup di SSP, sehingga tidak
dapat dipakai sebagai sumber energi alternatif.
Ketoasidosis Diabetik20
Ketoasidosis diabetik adalah suatu keadaan dimana terdapat
defisiensi insulin absolute atau relatif dan peningkatan hormon
kontraregulator sehingga keadaan tersebut menyebabkan
produksi glukosa hati meningkat tetapi utilasi glukosa oleh sel
tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Kombinasi
keadaan ini mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan
lemak sehingga lipolisis meningkat terjadi peningkatan produksi
benda keton dan asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi
produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik
asidosis. Keton merupakan senyawa kimia beracun yang dapat
menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik21
Koma hiperosmolar hiperglikemik nonketotik (HNNK) merupakan
salah satu komplikasi akut atau emergensi pada penyakit diabetes
melitus. Sindroma hiperosmolar hiperglikemik nonketotik ditandai
dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis.
Faktor pencetus dapat dibagi menjadi enam kategori yaitu; infeksi,
pengobatan, noncompliance, diabetes melitus tidak terdiagnosis,
penyalahgunaan
obat,
dan
penyakit
penyerta.
Infeksi
dan compliance yang buruk merupakan penyebab tersering dari
komplikasi ini.
Kompliksasi Kronik
Makroangiopati
Pada penderita diabetes melitus, kadar gula dalam darah yang
terus menerus tinggi dapat merusak pembuluh darah. Zat
23
26