Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

DIABETESMILETUS TIPE II

Disusun oleh:
Siti Halimah (263010602012)

Pembimbing : dr. Endang Mulyana

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS I


PUSKESMAS PURWAHARJA II
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016

BAB I
KASUS

I.1.

Hasil anamnesis, riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik


IDENTITAS PASIEN
Aloanamnesis

Nama
Usia
Jenis Kelamin
Agama
Alamat
Status
Pekerjaan
No MR
BPJS

: Ny. M
: 46 tahun
: Perempuan
: Islam
: Randegan Rt 13 Rw 15
: Sudah Menikah
: Ibu Rumah Tangga
: 030228
:-

ANAMNESIS
Autoanamnesis pada Jumat, 11 Maret 2016

a. Keluhan Utama
Badan lemas sejak 1 minggu yang lalu.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Os datang ke balai pengobatan puskesmas Purwaharja II mengeluh badan lemas
disertai nyeri punggung sejak 1 minggu sebelum masuk ke puskesmas. Keluhan ini
dirasakan saat melakukan aktivitas dan terkadang saat istirahat. Os juga mengeluh
pusing. Selain keluhan tersebut Os juga belakangan ini mengeluh sering BAK 34kali pada saat malam hari dan sering merasa haus. Terkadang Os mengaku
kesemutan pada bagian kaki. Os mengaku memiliki penyakit DM sejak 1 tahun
yang lalu dan hipertensi.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Os tidak pernah mengalami penyakit lain.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


-

Dikeluarga Os tidak terdapat penyakit yang sama.

e. Riwayat Pengobatan
-

Metformin, captopril 25 mg.

f. Riwayat Alergi
- Alergi obat-obatan dan makanan disangkal oleh Os.
g. Riwayat Psikososial
Os adalah seorang Ibu Rumah Tangga yang tinggal dengan suami dan 2
orang anaknya, Os mengaku sering mengkonsumsi kopi dan jarang berolahraga
I.2.

I.3.

Anamnesis Sistem

Sistem serebrospinal
Sistem kardiovaskular
Sistem pernapasan
Sistem gastrointestinal

:
:
:
:

Sistem urogenital
Sistem muskuloskeletal

:
:

pusing (+), demam (-)


palpitasi (-), Nyeri dada (-)
sesak napas (-),batuk (-), pilek (-)

mual(-), muntah(-), nyeri perut (-),


nyeri ulu hati (-)
sering BAK pada malam hari 3-4x
tremor (-), nyeri(+) pada punggung

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran/GCS
Vital Sign

BB
TB
IMT

:
:
:

:
:
:

Sakit sedang
Composmentis/ E4V5M6
HR
: 84x/menit, regular kuat angkat
Suhu : 36,5 C
RR
: 16x/menit
TD : 130/90 mmHg
60 Kg
145 cm
28,53

I.4.

Status generalisata
Kepala
Rambut
Mata

: Normosefal
: Rambut tidak rontok, hitam
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya
(+/+)
Hidung
: Sekret (-/-), septum deviasi (-/-), epistaksis (-/-), mukosa
edem (-/-)
Mulut
: Bibir kering (+), pembesaran tonsil (-), faring hiperemis (-),
Lidah bersih, mucosa bucal licin tidak ada lesi, gusi
berdarah (-)
Leher
: Pembesaran KGB (-)
Telinga
: Normotia, sekret (-/-)
Kulit
: Kulit tidak anemis.
Thorax
Inspeksi
: Pergerakan dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-)
Palpasi
: Tidak ada lapang paru tertinggal, massa/benjolan (-)
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
:
Auskultasi
Paru-paru : Suara nafas vesikuler
Jantung : bunyi jantung I dan II normal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
: Permukaan datar,
Auskultasi
: Bising usus (+) normal 10x/menit
Palpasi
: Hepatosplenomegali (-) nyeri tekan epigastrik (-) turgor
kulit cepat kembali (+)
Perkusi
: Timpani di seluruh kuadran abdomen (+)
Ekstremitas
Atas
Bawah
Akral :
Hangat
Hangat
Edem :
-/-/RCT :
< 2 detik
< 2 detik
Refleks pattela :
-0+/+
Status Dermatologikus
Tidak tampak kelainan
Status genatalis
Tidak tampak kelainan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan GDS
418mg/dL
I.5.

Pemeriksaan Anjuran
-

I.6.

Pemeriksaan Glukosa Darah Lanjutan : GDP, TTGO


Pemeriksaan Profil Lipid
Pemeriksaan Glukosa Urin

Resume
4

OS 46 tahun datang ke Balai Pengobatan Puskesmas Purwaharja II dengan


badan lemas sejak 1 minggu sebelum masuk puskesmas. Os didiagnosis DM 1
tahun yang lalu dan hipertensi. Os minum obat metformin dan captopril tetapi jika
ada keluhan dan berobat ke dokter. Os termasuk kategori obesitas.
Pada pemeriksaan penunjang diketahui nilai pemeriksaan glukosa darah
sewaktu OS adalah 418 mg/dL.
I.7.

Diagnosi Banding dan Diagnosis Kerja


1. Diagnosis Banding
-

Ketoasidosis hiperglikemik Diabetes Melitus II + Obesitas

Sindrom Metabolik

2. Diagnosis Kerja
-

Ketoasidosis hiperglikemik Diabetes Melitus II + Obesitas

Rencana penatalaksanaan

I.8.

a. Non medikamentosa
Terapi Gizi Medis

Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang


dalam hal karbohidrat, protein dan lemak diet rendah kalori dan tinggi
protein.
Latihan Jasmani :
- Jalan, bersepeda, renang
Edukasi
:
pasien tentang menurunkan berat badan dan kontrol saat keluhan terasa
terus menerus.
b. Medikamentosa

Metformin 500 mg 3x1/hari (sebelum/pada saat/sesudah makan)


Captopril 12,5 mg
2x1/hari
Paracetamol 500 mg 3x1/hari
Vitamin B 1
3x1/hari

I.9. prognosis

Quo Ad vitam

: bonam
5

Quo Ad functionam : dubia ad bonam


Quo Ad sanationam : dubia ad bonam

DIABETES MELLITUS TIPE 2


Definisi
6

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes


melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.1 Sedangkan menurut WHO
2005 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang
tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat
tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan
problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari
sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan gangguan fungsi insulin.
Etiologi
Diabetes melitus tipe 1 disebabkan oleh terutama terjadinya
kekurangan
hormon
insulin
pada
proses
penyerapan
makanan. Insufisiensi insulin yang pada diabetes melitus tipe 1
dikaitkan dengan genetik yang pada akhirnya menuju proses
perusakanimunologik sel-sel yang memproduksi insulin.
Diabetes melitus tipe 2 disebabkan kegagalan relatif sel dan
resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan
perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel
tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya,
artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat
dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa,
maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang
sekrasi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi
terhadap glikosa.6
Faktor Resiko
Orang-orang Asia Selatan, Afrika, Afrika-Karibia, Polinesia, dan
Timur Tengah keturunan Amerika-India yang lebih besar beresiko
diabetes melitus tipe 2, dibandingkan dengan penduduk kulit
putih. Orang yang gemuk, tidak aktif ataumempunyai riwayat
keluarga juga mengalami peningkatan risiko diabetes melitus tipe
2.
Sindrom metabolik dianggap sebagai awal diabetes melitus tipe
2. Hal ini kurang jelas dan merupakan koleksi heterogen untuk
berbagai kecenderungan diabetes melitus. Ia telah mengemukakan
bahwa intervensi gaya hidup dan memperlakukan manifestasi
metabolik negara ini pra-diabetes dapat mengurangi kemungkinan
perkembangan diabetes murni dan risiko komplikasi faktor genetik
yang kompleks dan berinteraksi dengan faktor lingkungan dengan
cara yang kurang dipahami.8,9

Klasifikasi
Klasifikasi yang baru ini membagi diabetes melitus atas empat
kelompok yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2,
diabetes melitus bentuk khusus, dan diabetes melitus gestasional.
Pembagian ini berdasarkan etiologi diabetes melitus.
Pada diabetes melitus tipe 1 penyebab utamanya ialah
terjadinya kekurangan hormon insulin pada proses penyerapan
makanan. Fungsi utama hormon insulin dalam menurunkan kadar
gula darah secara alami dengan cara meningkatkan jumlah gula
yang disimpan di dalam hati, merangsang sel-sel tubuh agar
menyerap gula, dan mencegah hati mengeluarkan terlalu banyak
gula. Jika insulin berkurang, kadar gula di dalam darah akan
meningkat. Gula dalam darah berasal dari makanan kita yang
diolah secara kimiawi oleh hati. Sebagian gula disimpan dan
sebagian lagi digunakan untuk tenaga. Disinilah fungsi hormon
insulin sebagai stabilizer alami terhadap kadar glukosa dalam
darah. Jika terjadi gangguan sekresi (produksi) hormon insulin
ataupun terjadi gangguan pada proses penyerapan hormon insulin
pada sel-sel darah, maka potensi terjadinya diabetes melitus
sangat besar sekali.
Jika pada diabetes melitus 1 penyebab utamanya adalah dari
malfungsi kalenjar pankreas, pada diabetes melitus tipe 2,
gangguan utama justru terjadi pada volume reseptor (penerima)
hormon insulin, yakni sel-sel darah. Dalam kondisi ini produktifitas
hormon insulin bekerja dengan baik, namun tidak terdukung oleh
kuantitas volume reseptor yang cukup pada sel darah, keadaan ini
dikenal dengan resistensi insulin. Walau belum dapat dipastikan
penyebab utama resistensi insulin, terdapat beberapa faktor-faktor
yang memiliki berperan penting terjadinya hal tersebut yaitu
obesitas, terutama yang besifat sentral (bentuk tubuh apel), diet
tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan
(olahraga), dan juga faktor keturunan (herediter).
Gestational diabetes melitus (GDM) melibatkan kombinasi dari
kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak
cukup, menirukan jenis 2 kencing manis di beberapa pengakuan.
Terjadi selama kehamilan dan dapat sembuh setelah melahirkan.
GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar
2050% dari wanita penderita GDM bertahan hidup. GDM terjadi di
sekitar 25% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan
secara penuh bisa perlakukan tetapi, tidak diperlakukan, boleh
menyebabkan
permasalahan
dengan
kehamilan,
termasuk macrosomia (kelahiran yang tinggi menimbang), janin
mengalami kecacatan dan menderita penyakit jantung sejak lahir.
Penderita memerlukan pengawasan secara medis sepanjang
kehamilan.
8

Maturity onset diabetes of the young (MODY) meliputi beberapa


bentuk diabetes dengan cacat monogenetik fungsi -sel (sekresi
insulin terganggu); biasanya mewujudkan sebagai hiperglikemia
ringan di usia muda, dan biasanya diwariskan secara dominan
autosom.11,12
Terdapat juga diabetes mellitus tipe lain yang penyebabnya
adalah defek genetic fungsi sel beta, defek genetik sel kerja insulin,
penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, infeksi, diabetes
mellitus yang terjadi karena obat atau zat kimia dan juga sindroma
genetik lain yang berkaitan dengannya.
Manisfestasi klinis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya diabetes mellitus perlu dipikirkan apabila
terdapat keluhan klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsia,
polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan,
gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus
vulvae pada wanita.
Patofisiologi
Diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu kelainan yang
heterogenik dengan karakter utama hiperglikemik kronik. Meskipun
pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki
peranan yang penting dalam munculnya diabetes melitus tipe 2 ini.
Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan
seperti gaya hidup, diet, rendahnya aktifitas fisik, obesitas, dan
tingginya kadar asam lemak bebas.

Patofisiologi diabetes melitus tipe 2 terdiri atas tiga mekanisme,


yaitu;
1.
Resistensi terhadap insulin
Resistensi terhadap insulin terjadi disebabkan oleh
penurunan kemampuan hormon insulin untuk bekerja secara
efektif pada jaringan-jaringan target perifer (terutama pada
otot dan hati), ini sangat menyolok pada diabetes melitus
tipe 2. Resistensi terhadap insulin ini merupakan hal yang
relatif. Untuk mencapai kadar glukosa darah yang normal
dibutuhkan kadar insulin plasma yang lebih tinggi. Pada
orang dengan diabetes melitus tipe 2, terjadi penurunan
pada penggunaan maksimum insulin, yaitu lebih rendah 30
- 60 % daripada orang normal. Resistensi terhadap kerja
insulin menyebabkan terjadinya gangguan penggunaan
insulin
oleh
jaringan-jaringan
yang
sensitif
dan
meningkatkan pengeluaran glukosa hati. Kedua efek ini
memberikan kontribusi terjadinya hiperglikemi pada
9

diabetes.
Peningkatan
pengeluaran
glukosa
hati
digambarkan dengan peningkatan FPG (Fasting Plasma
Glukose) atau kadar gula puasa (BSN). Pada otot terjadi
gangguan
pada
penggunaan
glukosa
secara
non
oksidatif(pembentukan glikogen) daripada metabolisme
glukosa secara oksidatif melalui glikolisis. Penggunaan
glukosa pada jaringan yang independen terhadap insulin
tidak menurun pada diabetes melitus tipe 2.
Mekanisme molekular terjadinya resistensi insulin
telah diketahui. Level kadar reseptor insulin dan aktifitas
tirosin kinase pada jaringan otot menurun, hal ini
merupakan defek sekunder pada hiperinsulinemia bukan
defek primer. Oleh karena itu, defek pada post reseptor
diduga mempunyai peranan yang dominan terhadap
terjadinya resistensi insulin. Polimorfik dari IRS-1 (Insulin
Receptor
Substrat)
mungkin
berhubungan
dengan
intoleransi glukosa. Polimorfik dari bermacam-macam
molekul post reseptor diduga berkombinasi dalam
menyebabkan keadaan resistensi insulin.16,18
Sekarang ini, patogenesis terjadinya resistensi insulin
terfokus pada defek PI-3 kinase (Phosphatidyl Inocytol) yang
menyebabkan terjadinya reduktasi translokasi dari GLUT-4
(Glukose Transporter) ke membran plasma
untuk
mengangkut insulin. Hal ini menyebabkan insulin tidak
dapat diangkut masuk ke dalam sel dan tidak dapat
digunakan untuk metabolisme sel, sehingga kadar insulin di
dalam darah terus meningkat dan akhirnya menyebabkan
terjadinya hiperglikemi.16,18

2.

Ada teori lain mengenai terjadinya resistesi insulin


pada penderita diabetes melitus tipe 2. Teori ini mengatakan
bahwa obesitas dapat mengakibatkan terjadinya resistensi
insulin melalui beberapa cara, yaitu; peningkatan asam
lemak bebas yg mengganggu penggunaan glukosa pada
jaringan otot, merangsang produksi dan gangguan fungsi
sel pankreas.16,19
Defek sekresi insulin
Defek sekresi insulin berperan penting bagi
munculnya diabetes melitus tipe 2. Pada hewan percobaan,
jika sel-sel beta pankreas normal, resistensi insulin tidak
akan menimbulkan hiperglikemik karena sel ini mempunyai
kemampuan meningkatkan sekresi insulin sampai 10 kali
lipat. Hiperglikemi akan terjadi sesuai dengan derajat
kerusakan sel beta yang menyebabkan turunnya sekresi
insulin. Pelepasan insulin dari sel beta pankreas sangat
tergantung pada transpor glukosa melewati membran sel
10

dan interaksinya dengan sensor glukosa yang akan


menghambat peningkatan glukokinase. Induksi glukokinase
akan menjadi langkah pertama serangkaian proses
metabolik untuk melepaskan granul-granul berisi insulin.
Kemampuan transpor glukosa pada diabetes melitus tipe 2
sangat menurun, sehingga kontrol sekresi insulin bergeser
dari glukokinase ke sistem transpor glukosa. Defek ini dapat
diperbaiki oleh sulfonilurea.

3.

Kelainan yang khas pada diabetes melitus tipe 2


adalah ketidakmampuan sel beta meningkatkan sekresi
insulin dalam waktu 10 menit setelah pemberian glukosa
oral dan lambatnya pelepasan insulin fase akut. Hal ini akan
dikompensasi pada fase lambat, dimana sekresi insulin pada
diabetes melitus tipe 2 terlihat lebih tinggi dibandingkan
dengan orang normal. Meskipun telah terjadi kompensasi,
tetapi kadar insulin tetap tidak mampu mengatasi
hiperglikemi yang ada atau terjadi defisiensi relatif yang
menyebabkan keadaan hiperglikemi sepanjang hari.
Hilangnya fase akut juga berimplikasi pada terganggunya
supresi glukosa endogen setelah makan dan meningkatnya
glukoneogenesis melalui stimulasi glukagon. Selain itu,
defek yang juga terjadi pada diabetes melitus tipe 2 adalah
gangguan sekresi insulin basal. Normalnya sejumlah insulin
basal disekresikan secara kontinyu dengan kecepatan 0,5
U/jam, pola berdenyut dengan periodisitas 12-15 menit
(pulsasi) dan 120 menit (osilasi). Insulin basal ini dibutuhkan
untuk meregulasi kadar glukosa darah puasa dan menekan
produksi hati. Puncak-puncak sekresi yang berpola ini tidak
ditemukan pada penderita DM tipe 2 yang menunjukan
hilangnya sifat sekresi insulin yang berdenyut.18
Produksi glukosa hati
Hati merupakan salah satu jaringan yang sensitif
terhadap insulin. Pada keadaan normal, insulin dan gukosa
akan menghambat pemecahan glikogen dan menurunkan
glukosa produk hati. Pada penderita diabetes melitus tipe 2
terjadi peningkatan glukosa produk hati yang tampak pada
tingginya kadar glukosa darah puasa (BSN). Mekanisme
gangguan produksi glukosa hati belum sepenuhnya jelas.
Pada penelitian yang dilakukan pada orang sehat,
terjadi peningkatan kadar insulin portal sebesar 5 U/ml di
atas nilai dasar akan menyebabkan lebih dari 50%
penekanan produksi glukosa hati. Untuk mencapai hasil
yang demikian, penderita diabetes melitus tipe 2 ini
membutuhkan kadar insulin portal yang lebih tinggi. Hal
tersebut menunjukkan terjadinya resistensi insulin pada
hati. Peningkatan produksi glukosa hati juga berkaitan
11

dengan meningkatnya glukoneogenesis (lihat gambar)


akibat peningkatan asam lemak bebas dan hormon anti
insulin seperti glukagon.16,18
Patogenesis14
Insulin, suatu peptida yang disekresi oleh sel beta pankreas pulau
dalam menanggapi postprandial kenaikan tingkat glukosa serum,
berfungsi untuk meningkatkan penyerapan glukosa oleh jaringan
perifer dan glukoneogenesis menekan hati. Ada kenaikan bolak dan
jatuh di tingkat insulin dan glukagon yang terjadi untuk
mempertahankan
homeostasis
glukosa. Glukosa
toleransi,
kemampuan untuk mempertahankan euglycemia, tergantung
pada tiga peristiwa yang harus terjadi dengan cara yang ketat
terkoordinasi, yaitu:
1.
Stimulasi sekresi insulin
2.
Penindasan yang dimediasi insulin endogen (terutama hati)
produksiglukosa, dan
3.
Insulin-mediated stimulasi serapan glukosa oleh jaringan
perifer.
Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit yang disebabkan oleh
resistensi insulin dan sekresi insulin cacat. Ada penurunan serapan
postprandial
glukosa
oleh
otot
dengan
insulin
endogen
dikeluarkan. Pada pasien dengan hiperglikemia puasa, tingkat
insulin telah ditemukan dua kali lipat ke empat kali lipat lebih tinggi
daripada di nondiabetiks. Pada jaringan otot, ada cacat dalam fungsi
reseptor, jalur reseptor insulin-sinyal transduksi, transportasi dan
fosforilasi glukosa, sintesis glikogen, dan oksidasi glukosa yang
berkontribusi pada
resistensi insulin. Tingkat basal dari
glukoneogenesis hepatik juga berlebihan, meskipun kadar insulin
tinggi. Kedua cacat sama berkontribusi untuk berlebihan kadar
glukosa postprandial serum.

12

Pemeriksaan Penunjang
1.
glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
2.
A1C
3.
profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL,
trigliserida)
4.
kreatinin serum
5.
albuminuria
6.
keton, sedimen dan protein dalam urin
7.
elektrokardiogram
8.
foto sinar-x dada
Diagnosis diabetes melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan
kadar glukosa darah. Diagnosis diabetes melitus tidak dapat
ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis
diabetes melitus, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena
ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan
angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan
dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler.
Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara.
Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa
plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis diabetes melitus. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh
pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk
diagnosis diabetes melitus. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO
dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding
dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang
dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
diabetes melitus, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT
atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.
TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199
mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).
GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa
plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5.6 6.9
mmol/L).
Gejala diabetes melitus ditambah gula darah sewaktu 200
mg/dl (11,1 mmol/l) atauglukosa darah puasa (GDP) 126 mg/dl
(7,0 mmol/l) atau glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa (GD 2
13

jam PP) 200 mg/dl (11,1 mmol/l) dengan tes toleransi glukosa oral
(TTGO).
TTGO: beban glukosa = 75 gr glukosa anhidrous (gula) dicairkan
dalam air TTGO tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan rutin.
Kriteria tersebut harus dikonfirmasi pada hari berikutnya.
Kategori yang berhubungan dengan nilai GDP:
1. GDP < 110 mg (6,1 mmol/l) = normal
2. GDP 110 mg (6,1 mmol/l) dan < 126 mg/dl (7,0 mmol/l) =
Glukosa Puasa Terganggu (Impaired Fasting Glucose/IFG)
3. GDP 126 mg/dl (7,0 mmol/l) = DM
Kategori yang berkaitan dengan TTGO:
1.
Glukosa 2 jam sesudah beban glukosa < 140 mg/dl (7,8
mmol/l) = normal
2. toleransi glukosa.
3. Glukosa 2 jam sesudah beban glukosa 140 mg/dl (7,8
mmol/l) dan < 200 mg/dl (11,1 mmol/l) = Glukosa Toleransi
Terganggu (Impaired Glucose Tolerance/IGT)
4. Glukosa 2 jam sesudah beban glukosa 200 mg/dl (11,1
mmol/l) = DM
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan
secara umum adalah meningkatnya kualitas hiduppenyandang
diabetes. Tujuan penatalaksanaan secara khusus dibagi kepada dua
yaitu:
1. Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda diabetes melitus,
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target
pengendalian glukosa darah.
2. Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas
penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan
akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas
diabetes melitus.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian
glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui
pengelolaan pasien secara holistik. Pengelolaan diabetes melitus
dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan
tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung
kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun
dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
14

Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala


hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien,
sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara
mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang
diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan
masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju
perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan
perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi.
Terapi Gizi Medis
Terapi
Gizi
Medis
(TGM)
merupakan
bagian
dari
penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM
adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter,
ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap
penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan
kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan
makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan
makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,
terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa
darah atau insulin. Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran
glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Pembatasan karbohidrat total <130 dianjurkan.="dianjurkan."
g="g" hari="hari" tidak="tidak">
Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat
tinggi.
Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes
dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain
Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal
tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily
Intake)
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan
karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan
makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari
kebutuhan kalori sehari.
15

Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori.
Tidak diperkenankan
melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak


tidak jenuh tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain :
daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.
Protein
Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll),
daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,
kacang-kacangan, tahu, tempe.
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein
menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan
65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan
anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg
atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.
Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg
garam dapur.
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan
sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena
mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lainyang baik
untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/1000
kkal/hari.
Pemanis alternatif

Pemanis
dikelompokkan
menjadi
pemanis
bergizi
dan
pemanis tak bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula
alkohol dan fruktosa.

Gula
alkohol
antara
lain isomalt,
lactitol,
maltitol,
mannitol, sorbitol danxylitol.

16

Dalam
penggunaannya,
pemanis
bergizi
perlu
diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari
kebutuhan kalori sehari.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes
karena efek samping pada lemak darah.
Pemanis
tak
bergizi
termasuk:
aspartam,
sakarin,
acesulfame potassium, sukralose, neotame.
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas
aman (Accepted Daily Intake/ADI)

Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan
memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30
kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada
beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan,
dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang
dimodifikasi adalah:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di
bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi:
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB
Normal : BB ideal 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT =
BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT*

BB Kurang <18 span="span">

BB Normal 18,5-22,9

BB Lebih >23,0
Dengan risiko 23,0-24,9
Obes I 25,0-29,9
Obes II >30
*:
WHO
WPR/IASO/IOTF
dalam The
Asia-Pacific
Perspective: Redefining Obesity and its Treatment.
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
Jenis Kelamin: Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada
pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria
sebesar 30 kal/kg BB.
Umur: Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori
dikurangi 5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi
17

10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas 70


tahun.
Aktivitas Fisik atau Pekerjaan: kebutuhan kalori dapat ditambah
sesuai dengan intensitas aktivitas fisik dan penambahan
sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan
istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan
aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.
Berat Badan: Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% bergantung kepada tingkat kegemukan malah bila kurus ditambah
sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan
BB. Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang
diberikan paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita
dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria. Makanan sejumlah kalori
terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi
besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta
2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk
meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan
dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes
yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan
disesuaikan dengan penyakit penyertanya.
Latihan jasmani
Olahaga:
C: Continyu : 30 menit 3-4 kali seminggu
R: Ritmik : jogging, jalan kaki, bersepeda
I : Intensitas
P: Progresif : dinaikkan bertahap
E: Endurance
Latihan jasmani mempunyai peran yang sangat penting dalam
penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2. Latihan jasmani dapat
memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa dan selain itu dapat pula menurunkan berat badan.
Disamping kegiatan jasmani sehari-hari, dianjurkan juga melakukan
latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah jalan atau
bersepeda santai, bermain golf atau berkebun. Bila hendak
mencapai tingkat yang lebih baik dapat dilakukan kegiatan seperti
dansa, jogging, berenang, atau dengan cara melakukan kegiatan
sebelumnya dengan waktu yang lebih panjang. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur, kondisi social ekonomi, budaya
dan status kesegaran jasmaninya.
Intervensi farmakologis
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:

Pemicu
sekresi
insulin
(insulin
secretagogue):
sulfonilurea dan glinid
18

Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin,


tiazolidindion

Penghambat glukoneogenesis (metformin)

Penghambat
absorpsi
glukosa:
penghambat
glukosidase alfa.

Pemicu Sekresi Insulin


Sulfonilurea
Obat
golongan
ini
mempunyai
efek
utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan
merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan
normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada
pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan
seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang
nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan
penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama
dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan
sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan
cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara
cepat melalui hati.

Penambah sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan
pada PeroxisomeProliferator
Activated
Receptor
Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel otot dan sel
lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut
glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi
cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan
faal hati secara berkala.
Penghambat glukoneogenesis

Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa
hati
(glukoneogenesis),
di
samping
juga
memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai
pada
penyandang
diabetes
gemuk.
Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi
19

ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasienpasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung).
Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat
atau sesudah makan.
Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa
di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar
glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan
efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens.
2. Insulin
Kadar glukosa darah merupakan kunci pengatur sekresi
insulin oleh sel-sel beta pankreas, walaupun asam amino, keton,
peptida gastrointestinal dan neurotransmitter juga mempengaruhi
sekresi insulin. Kadar glukosa darah yang > 3,9 mmol/L (70 mg/dl)
merangsang sekresi insulin.1,2 Sekresi insulin fisiologis terdiri dari
sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin diupayakan
mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis. Defisiensi
insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial
atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya
hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin
prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan. Terapi
insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi
terhadap defisiensi yang terjadi.
Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam)
berupa: insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short
acting), kerja menengah (intermediate acting), kerja panjang
(long acting) atau insulin campuran tetap (premixed insulin).
Pemberian dapat pula secara kombinasi antara jenis insulin kerja
cepat atau insulin kerja pendek untuk koreksi defisiensi insulin
prandial, dengan kerja menengah atau kerja panjang untuk
koreksi defisiensi insulin basal. Juga dapat dilakukan kombinasi
dengan OHO. Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan
dengan kebutuhan pasien dan respons individu terhadap
insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
harian. Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan
menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum
tercapai. Insulin bekerja dengan menekan produksi glukosa hati
dan stimulasi pemanfaatan glukosa.
Insulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis


20

Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang
tidak terkendali dengan perencanaan makan

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO


3.

Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan
respons kadar glukosa darah.
Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani,
bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau
kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus
dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai
mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah
belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari
kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin.
Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan
kombinasi tiga OHO. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang
banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal
(insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan
pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi
tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah
yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar
jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan
menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan
cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih
tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan
diberikan insulin saja.

21

Komplikasi
Komplikasi diabetes yang dapat terjadi dibedakan menjadi dua
yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut
berupa
koma
hipoglikemi,
ketoasidosis
diabetik,
koma
hiperosmolar nonketotik. Komplikasi kronik dapat berupa
makroangiopati, mikroangiopati, neuropati diabetik, infeksi, kaki
diabetik, dan disfungsi ereksi.

22

Komplikasi Akut
Koma Hipoglikemia19
Hipoglikemia pada pasien diabetes melitus tipe 2 merupakan
faktor penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali
glukosa darah normal atau mendekati normal. Hipoglikemi secara
harfiah berarti kadar glukosa darah dibawah harga normal. Faktor
utama mengapa hipoglikemi perlu mendapat perhatian dalam
pengelolaan
diabetes
melitus
adalah
karena
adanya
ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang
terus menerus. Gangguan asupan glukosa yang berlangsung
beberapa menit menyebabkan gangguan fungsi sistem saraf
pusat (SSP) dengan gejala gangguan kognisi, bingung, dan koma.
Seperti jaringan lain, jaringan saraf dapat memanfaatkan sumber
energi alternatif, yaitu keton dan laktat. Pada hipoglikemi yang
disebabkan, insulin konsentrasi keton di plasma tertekan dan
mungkin tidak mencapai kadar yang cukup di SSP, sehingga tidak
dapat dipakai sebagai sumber energi alternatif.
Ketoasidosis Diabetik20
Ketoasidosis diabetik adalah suatu keadaan dimana terdapat
defisiensi insulin absolute atau relatif dan peningkatan hormon
kontraregulator sehingga keadaan tersebut menyebabkan
produksi glukosa hati meningkat tetapi utilasi glukosa oleh sel
tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Kombinasi
keadaan ini mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan
lemak sehingga lipolisis meningkat terjadi peningkatan produksi
benda keton dan asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi
produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik
asidosis. Keton merupakan senyawa kimia beracun yang dapat
menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik21
Koma hiperosmolar hiperglikemik nonketotik (HNNK) merupakan
salah satu komplikasi akut atau emergensi pada penyakit diabetes
melitus. Sindroma hiperosmolar hiperglikemik nonketotik ditandai
dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis.
Faktor pencetus dapat dibagi menjadi enam kategori yaitu; infeksi,
pengobatan, noncompliance, diabetes melitus tidak terdiagnosis,
penyalahgunaan
obat,
dan
penyakit
penyerta.
Infeksi
dan compliance yang buruk merupakan penyebab tersering dari
komplikasi ini.
Kompliksasi Kronik
Makroangiopati
Pada penderita diabetes melitus, kadar gula dalam darah yang
terus menerus tinggi dapat merusak pembuluh darah. Zat
23

kompleks yang terdiridari gula di dalam dinding pembuluh darah


menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami
kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan
berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf.
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung
menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat,
sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis. Penyebab
aterosklerosis pada penderita diabetes melitus tipe 2 bersifat
multifaktorial yang melibatkan interaksi kompleks dari berbagai
keadaan seperti hiperglikemi, hiperlipidemi, stres oksidatif,
penuaan dini, hiperinsulinemi dan atau hiperproinsulinemi serta
perubahan-perubahan dalam proses koagulasi dan fibrinolisis.
Hipotesis terbaru mengatakan bahwa awal terjadinya lesi
aterosklerosis yaitu berupa adanya perubahan-perubahan fungsi
sel endotel. Disfungsi endotel dapat terjadi baik pada penderita
diabetes melitus tipe 2 dan juga penderita diabetes melitus tipe 1
terutama bila telah terjadi manifestasi klinis mikroalbuminuria.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa disfungi endotel juga
dapat terjadi pada individu dengan resistensi insulin (pasien
obese) atau yang mempunyai resiko tinggi untuk menderita
diabetes melitus tipe 2 (toleransi glukosa terganggu) dan
penderita diabetes gestasi.
Plak ateroskleorotik yang terbentuk dapat menyumbat arteri
berukuran besar atau sedang di pembuluh darah teri, jantung, dan
otak. Penyumbatan pembuluh darah tepi sering terjadi pada
penyandang diabetes melitus. Biasanya terjadi dengan gejala
tipikal intermittent claudicatio, meskipun sering tanpa gejala.
Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang muncul
pertama. Sedangkan penyumbatan pembuluh darah di jantung
menyebabkan penyakit jantung koroner, dan penyumbatan di otak
menyebabkan stroke.
Mikroangiopati
Retinopati Diabetik
Pasien diabetes melitus memiliki resiko 25 kali lebih mudah
mengalami kebutaan dibanding pasien nondiabetes. Resiko
mengalami retinopati pada pasien diabetes melitus meningkat
sejalan dengan lamanya diabetes melitus. Penyebab dari
retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
namun hiperglikemia yang berlangsung lama dianggap sebagai
faktor resiko utama. Ada tiga proses biokimiawi yang terjadi pada
hiperglikemia yang diduga berkaitan erat dengan terjadinya
retinopati pada pasien diabetes yaitu jalur poliol, glikasi
nonenzimatik dan pembentukkan protein kinase C.
Nefropati Diabetik
Nefropatik diabetik adalah sindroma klinis pada pasien diabetes
melitus
yang
ditandai
dengan
albuminuria
menetap
24

(>300mg/24jam atau >200ig/menit) pada minimal 2 kali


pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.
Mikroalbuminuria pada umumnya didefinisikan sebagai ekskresi
albumin lebih dari 30 mg per hari. Lebih spesifik lagi suatu
keadaan dikatakan mikroalbuminuria apabila laju ekskresi albumin
urin dalam 24 jam 30 - 300 mg dan laju ekskresi albumin urin
sewaktunya 20 - 200 g/menit serta perbandingan albumin urin
kreatininnya 30 - 300g/menit. Mikroalbumin dianggap sebagai
predikator
penting
untuk
timbulnya
nefropati
diabetik.
Kelainannya yang terjadi pada ginjal penyandang diabetes melitus
dimulai dengan adanya mikroalbuminuria kemudian berkembang
menjadi proteinuria secara klinis berlanjut dengan penurunan
fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan gagal
ginjal.
Neuropati Diabetik
Definisi neuropati diabetik menurut konfrensi neuropati perifer
pada bulan Februari 1988 di San Antonio adalah istilah deskriptif
yang menunjukkan adanya gangguan, baik klinis maupun
subklinis, yang terjadi pada diabetes melitus tanpa penyebab
neuropati perifer yang lain. Gangguan nuropati ini termasuk
manifestasik somatik dan atau autonom dari sistem saraf perifer.
Proses kejadian neuropati dtabetik berawal dari hiperglikemia
berkepanjangan yang berakibat terjadinya peningkatan aktivitas
jalur poliol, sintesis advance glycosilation end products (AGEs),
pembentukkan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC).
Akivasi berbagai jalur ini berujung pada kurangnya vasodilatasi
sehingga alran darah ke saraf menurun dan bersama rendahnya
mioinositol dalam sel terjadilah neuropati diabetik.
Infeksi
Adanya infeksi pada penderita diabetes sangat berpengaruh
terhadap pengendalian glukosa darah. Infeksi dapat memperburuk
kendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah yang tinggi
meningkatkan kemudahan atau memperburuk infeksi. Infeksi
yang banyak terjadi antara lain adalah infeksi saluran kemih (ISK),
infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi rongga mulut, dan
infeksi telinga.
Kaki diabetik
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes
melitus yang paling ditakuti. Kaki diabetik sering berakhir dengan
kecacatan dan kematian. Patofisiologi dari kaki diabetik diawali
adanya hiperglikemi pada pasien diabetes melitus yang
menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pada
pembuluh darah. Kelainan neuropati menyebabkan berbagai
perubahan pada kulit dan otot yang pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada
25

telapak kaki dan selanjutnya mempermudah terjadinya ulkus.


Infeksi yang luas mudah terjadi karena adanya kerentanan
terhadap infeksi.
Disfungsi Ereksi
Prevalensi disfungsi ereksi pada diabetes melitus tipe 2 cukup
tinggi. Disfungsi ereksi pada penyandang diabetes tipe 2
merupakan akibat adanya neuropati autonom, angiopati, dan
problema psikis. Komplikasi ini menjadi sumber kecemasan
penyandang diabetes, tetapi jarang disampaikan kepada dokter,
oleh karena itu perlu ditanyakan pada saat konsultasi.
Prognosis
Kematian adalah dua sampai tiga kali lebih tinggi di antara
orang dengan diabetes tipe 2 dibandingkan pada populasi umum.
Sebanyak 75% orang dengan diabetes melitus tipe 2 akan mati
karena penyakit jantung dan 15% dari stroke. Angka kematian
akibat penyakit kardiovaskuler hingga lima kali lebih tinggi pada
orang dengan diabetes dibandingkan orang tanpa diabetes. Untuk
setiap kenaikan 1% pada level HbA1c, resiko kematian dari
penyebab diabetes meningkat terkait dengan 21%.

26

Anda mungkin juga menyukai