Anda di halaman 1dari 41

PRESENTASI KASUS

SEORANG LAKI-LAKI 55 TAHUN DENGAN


PARESTESIA INFERIOR, PARAPARESIS INFERIOR UMN, DAN
HIPOESTESI SETINGGI VTH 9-10

Oleh :
Chantika Bunga Nugraha

G99151013

Pertiwi Rahmadhany

G99151015

Medita Prasetyo

G99151017

Pembimbing:
dr. Rivan Danuadji, Sp.S, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2016

BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. T

Umur

: 55 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Petani

Alamat

: Ngasem RT 002 RW 004, Bumiharjo, Nguntaronadi,


Wonogiri, Jawa Tengah

No. RM

: 01324147

Tanggal Masuk

: 23 Desember 2015

Tanggal Periksa

: 30 Desember 2015

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Kesemutan di kedua kaki
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSDM dengan keluhan kesemutan sejak 6
bulan yang lalu, berawal dari kaki kanan. Dua minggu kemudian menjalar
ke kaki kiri dirasakan hingga ke dada. Pasien juga mengeluhkan kedua
kakinya terasa berat. Pasien mengaku sebelum muncul kesemutan pasien
demam selama 1 minggu. BAB dan BAK dalam batas normal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat jatuh

: (+) 2 bulan yang lalu dari sepeda dalam


posisi duduk

Riwayat stroke

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat sakit gula

: disangkal
2

Riwayat batuk lama

: disangkal

Riwayat demam

: (+) 6 bulan yang lalu sebelum keluhan


utama muncul

Riwayat mondok

: (+) 6 bulan yang lalu karena demam.


Mondok

selama

minggu

di

RS

Wonogiri. Menurut pengakuan pasien,


tidak jelas diagnosisnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa

: disangkal

Riwayat sakit gula

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat sakit jantung

: disangkal

5. Riwayat Kebiasaan
Riwayat minum alkohol

: disangkal

Riwayat merokok

: disangkal

Riwayat olahraga

: jarang

6. Riwayat Gizi
Pasien makan sehari tiga kali dengan porsi sedang. Konsumsi buah jarang.
Gizi pasien kesan cukup.
7. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal di rumah ibunya bersama istri, kedua anak, satu menantu,
satu cucu, dan ibunya. Pasien bekerja sebagai petani. Pasien menggunakan
fasilitas kesehatan dari BPJS.

8. Anamnesis Sistem
a. Sistem saraf pusat

: kejang (-), nyeri kepala (-)

b. Sistem Indera
3

1) Mata:
berkunang-kunang (-), pandangan dobel (-), penglihatan kabur (-),
pandangan berputar (-)
2) Hidung:
mimisan (-), pilek (-)
3) Telinga:
pendengaran berkurang (-), berdenging (-), keluar cairan (-), darah
(-), nyeri (-)
c. Mulut:
sariawan (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-), gigi tanggal (-), gigi
goyang (-), bicara pelo (-)
d. Tenggorokan:
nyeri saat menelan (-), suara serak (-), gatal (-), batuk / tersedak saat
makan (-)
e. Sistem respirasi:
sesak nafas (-), batuk (-), batuk darah (-), mengi (-), tidur mendengkur
(-)
f. Sistem kardiovaskuler:
sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
g. Sistem gastrointestinal:
mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), susah BAB (-), perut sebah (-),
ampeg (-), kembung (-), nafsu makan berkurang (-), ampeg(-)
h. Sistem muskuloskeletal:
nyeri (-), nyeri sendi (-), kaku (-)
i. Sistem genitourinaria:
mengompol (-),tidak bisa kencing (+)

j. Extremitas superior:
luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-), kesemutan(-/-), bengkak
(-), kelemahan (-/-), sakit sendi (-), panas (-) berkeringat (-)
k. Extremitas inferior:

luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-), kesemutan (-/-), sakit
sendi lutut (-/-), kelemahan (-/-)
l. Sistem neurobehaviour:
kejang (-), gelisah (-), mengigau (-), emosi tidak stabil (-)
m. Sistem integumentum:
kulit coklat sawo, pucat (-), kering (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. Keadaan umum
Pasien dalam keadaan sakit sedang, compos mentis, gizi kesan
cukup.
b. Vital Sign
TD

: 140/90 mmHg

Nadi

: 75 kali/menit

RR

: 15 kali/menit

Suhu

: 36,5 C

VAS

:6

2. Status Neurologis
a.

Kesadaran

: GCS E4V5M6

b.

Fungsi luhur

: dbn

c.

Meningeal sign

1) Kaku kuduk

: (-)

2) Tanda Brudzinski I

: (-)

3) Tanda Brudzinski II

: (-)

4) Tanda Brudzinski III

: (-)

5) Tanda Brudzinski IV

: (-)

6) Tanda Kernig

: (-)

d.

Nn. craniales
1) N. II, III
: pupil isokhor (3mm/3mm), refleks cahaya (+/+),
2) N. III, IV, V: gerak bola mata normal
3) N.VII, XII : dbn

e.

Fungsi motorik

Kekuatan

Tonus

R. Fisiologis

R. Patologis

+5

+5

+2

+2

+4

+4

+4

+4

f.

Fungsi otonom

: dbn

g.

Fungsi sensorik

: hipoestesi setinggi VTh 9-10

h.

Fungsi koordinasi

: dbn/sde

i.

Fungsi collumna vertebralis

: dbn

D. ASSESMENT
K : parestesia inferior, paraparesis inferior UMN, hipoestesi setinggi Vth 9-10.
T : intradural-ekstramedular (IDEM)
E : suspek tumor medula spinalis (IDEM) dd HNP
E. PENATALAKSANAAN
1.

Inf Nacl 0.9% 20 tpm

2.

Inj Ranitidin 50mg/12 jam

3.

Inj B12 500 mg/12jam

4.

Inj Ketorolac 30mg/12jam

F. PLANNING
1. Rawat inap di bangsal
2. Foto rontgen thorax, thorakolumbal AP/Lat/Obliq
3. MRI kontras thorakolumbal
4. Cek lab lengkap
5. Konsultasi Rehab Medik
G. EVALUASI PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah (26 Desember 2015)
Pemeriksaan
Hematologi Rutin.

Hasil

Satuan

Rujukan

Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Hemostasis
PT
APTT
INR
Kimia Klinik
Gula Darah Puasa
Kreatinin
Ureum
Elektrolit
Natrium
Kalium
Chloride

13.0
37
4.2
251
4.14

g/dL

103/mL
103/mL
106/mL

13.5 17.5
33 45
4.5 - 11.0
150 450
4.50 5.90

13.7
34.2
1.110

Detik
Detik
-

10.0 - 15.0
20.0 - 40.0
-

90
0.8
21

mg/dL
mg/dL
mg/dL

70-110
0.9 -1.3
< 50

136
3.8
107

mmol/L
mmol/L
mmol/L

136-145
3.3-5.1
98- 106

2. MRI Thoracolumbal dengan Kontras (31 Desember 2015)

Kesan:
1. Stenosis parsial aliran liquor cerebrospinalis setinggi VL 4-5
2. Spondylosis toracholumbalis dengan degenerative disc disease
terdiri dari:
a. Bonemarrow changing VTh 7, 10, 12, VL 1, 2, 5 sesuai modic
type II dan VL 1, 2 sesuai modic type I

b. Bulging diskus intervertebralis di parasentral kanan level Th 9-10,


10-11, 11-12, kesan menekan transverse dan exiting nerve root
kanan dan canalis sentralis
c. Bulging diskus intervertebralis di parasentral kanan-kiri level Th
12 VL 1, kesan menekan transverse dan exiting nerve root
kanan-kiri dan canalis sentralis
d. Bulging diskus intervertebralis di sentral dan parasentral kanankiri level L 1-2, 2-3, 3-4, kesan menekan transverse dan exiting
nerve root kanan-kiri dan thecal sac, tampak hipertrofi lig. Flavum
e. Protrude diskus intervertebralis di sentral dan parasentral kanankiri level L 4-5, L5-S1, kesan menekan transverse dan exiting
nerve root kanan-kiri dan thecal sac, tampak hipertrofi lig. Flavum
H. RESUME
Pasien datang ke IGD RSDM dengan keluhan kesemutan sejak 6
bulan yang lalu, berawal dari kaki kanan. Dua minggu kemudian menjalar ke
kaki kiri dirasakan hingga ke dada. Pasien juga mengeluhkan kedua kakinya
terasa berat. Pasien mengaku sebelum muncul kesemutan pasien demam
selama 1 minggu. BAB dan BAK dalam batas normal.
Pemeriksaan secara umum dalam batas normal. Pemeriksaan
neurologis didapatkan paraparese spastik tungkai bawah. Pada pemeriksaan
fungsi sensorik didapatkan hipoestesi setinggi VTh 9-10, pada pemeriksaan
uji kekuatan terdapat kekuatan yang menurun pada kedua ekstremitas inferior,
serta ditemukan reflek fisiologis yang meningkat dan reflek patologis positif
pada kedua ekstremitas inferior. Hasil MRI thoracolumbal dengan kontras
didapatkan stenosis parsial aliran liquor cerebrospinalis setinggi VL 4-5 dan
spondylosis toracholumbalis dengan degenerative disc disease.
I. PROGNOSIS
Ad vitam

:dubia ad bonam

Ad sanatioam

:dubia ad bonam

Ad fungsionam

:dubia ad bonam

10

J. PROGRESS REPORT
Tanggal
Subjective

24 12 2015 (DPH 1)
Kesemutan (+)
GCS E4V5M6
Tensi: 140/90 mmHg
Nadi: 73 kali/menit
Respirasi: 18 kali/menit, regular
Suhu: 36,20C (per axilla)
Fungsi luhur: dbn
Meningeal sign:Nn. craniales:
N.II, III pupil isokhor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+

Objective

N.III, IV, VI gerak bola mata dbn


N.VII, XII dbn
Motorik:
K

RF +2

+2

RP -

+4

+4

Sensorik: hipoestesia setinggi VTh 9-10


Otonom: dbn
Koordinasi: sde
K : parestesia inferior, paraparesis inferior UMN, hipoestesi
Assessmen

setinggi Vth 9-10.

T : IDEM
E : suspek tumor medula spinalis (IDEM) dd HNP
Terapi:
1. Inf Nacl 0.9% 20 tpm

Planning

2. Inj Vit B12 500 mg/12 jam


3. Inj ranitidin 50 mg/12 jam

Tanggal

4. Inj Ketorolac 30 mg/12 jam


25 12 2015

11

Subjective

Kesemutan (+)
GCS E4V5M6
Tensi: 140/90 mmHg
Nadi: 73 kali/menit
Respirasi: 18 kali/menit, regular
Suhu: 36,20C (per axilla)
Fungsi luhur: dbn
Meningeal sign:Nn. craniales:
N.II, III pupil isokhor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+

Objective

N.III, IV, VI gerak bola mata dbn


N.VII, XII dbn
Motorik:
K

RF +2

+2

RP -

+3

+3

Sensorik: hipoestesia setinggi VTh 9-10


Otonom: dbn
Koordinasi: sde
K : parestesia inferior, paraparesis inferior UMN, hipoestesi
Assessmen

setinggi Vth 9-10.

T: myelum Th 4-5
E: susp. tumor medula spinalis dd HNP
Terapi:
1. Inf Nacl 0.9% 20 tpm

Planning

2. Inj Vit B12 500 mg/12 jam


3. Inj ranitidin 50 mg/12 jam

Tanggal
Subjective
Objective

4. Inj Ketorolac 30 mg/12 jam


26 12 2015
kesemutan (+)
GCS E4V5M6
Tensi: 150/90 mmHg
Nadi: 84 kali/menit
12

Respirasi: 18 kali/menit, regular


Suhu: 36,80C (per axilla)
Fungsi luhur: dbn
Meningeal sign:Nn. craniales:
N.II, III pupil isokhor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+
N.III, IV, VI gerak bola mata dbn
N.VII, XII dbn
Motorik:
K

RF +2

+2

RP -

+3

+3

Sensorik: hipoestesia setinggi VTh 4-5


Otonom: dbn
Koordinasi: sde
K : parestesia inferior, paraparesis inferior UMN, hipoestesi
Assessmen

setinggi Vth 9-10.

T: myelum Th 4-5
E: susp. tumor medula spinalis dd HNP
Terapi:
1. Inf Nacl 0.9% 20 tpm

Planning

2. Inj Vit B12 500 mg/12 jam


3. Inj Ranitidin 50 mg/12 jam
4. Paracetamol 2 x 1000 mg

Tanggal
Subjective
Objective

5. Amitriptilin 1 x 25 mg
27 12 2015
kesemutan (+)
GCS E4V5M6
Tensi: 150/90 mmHg
Nadi: 80 kali/menit
Respirasi: 20 kali/menit, regular
Suhu: 36,50C (per axilla)

13

Fungsi luhur: dbn


Meningeal sign:Nn. craniales:
N.II, III pupil isokhor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+
N.III, IV, VI gerak bola mata dbn
N.VII, XII dbn
Motorik:
K

RF +2

+2

RP -

+3

+3

Sensorik: hipoestesia setinggi VTh 4-5


Otonom: dbn
Koordinasi: sde
K : parestesia inferior, paraparesis inferior UMN, hipoestesi
Assessmen

setinggi Vth 9-10.

T: myelum Th 4-5
E: susp. tumor medula spinalis dd HNP
Terapi:
1. Inf Nacl 0.9% 20 tpm

Planning

2. Inj Vit B12 500 mg/12 jam


3. Inj Ranitidin 50 mg/12 jam
4. Paracetamol 2 x 1000 mg

Tanggal
Subjective
Objective

5. Amitriptilin 1 x 25 mg
28 12 2015
kesemutan (+)
GCS E4V5M6
Tensi: 140/90 mmHg
Nadi: 86 kali/menit
Respirasi: 20 kali/menit, regular
Suhu: 36,30C (per axilla)
Fungsi luhur: dbn
Meningeal sign:-

14

Nn. craniales:
N.II, III pupil isokhor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+
N.III, IV, VI gerak bola mata dbn
N.VII, XII dbn
Motorik:
K

RF +2

+2

RP -

+3

+3

Sensorik: hipoestesia setinggi VTh 4-5


Otonom: dbn
Koordinasi: sde
K : parestesia inferior, paraparesis inferior UMN, hipoestesi
Assessmen

setinggi Vth 9-10.

T: myelum Th 4-5
E: susp. tumor medula spinalis dd HNP
Terapi:
1. Inf Nacl 0.9% 20 tpm
2. Inj Vit B12 500 mg/12 jam
3. Inj Ranitidin 50 mg/12 jam

Planning

4. Paracetamol 2 x 1000 mg
5. Amitriptilin 1 x 25 mg
Plan:
MRI Thoracolumbal dengan kontras tanggal 31 Desember

Tanggal
Subjective
Objective

2015
29 12 2015
kesemutan (+)
GCS E4V5M6
Tensi: 140/90 mmHg
Nadi: 84 kali/menit
Respirasi: 19 kali/menit, regular
Suhu: 36,3oC (per axilla)
Fungsi luhur: dbn
Meningeal sign:Nn. craniales:
N.II, III pupil isokhor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+
15

N.III, IV, VI gerak bola mata dbn


N.VII, XII dbn
Motorik:
K

RF

+2

+2

+3

+3

RP

Sensorik: hipoestesia setinggi VTh 4-5


Otonom: dbn
Koordinasi: sde
K : parestesia inferior, paraparesis inferior UMN, hipoestesi
Assessmen

setinggi Vth 9-10.

T: myelum Th 4-5
E: susp. tumor medula spinalis dd HNP
Terapi:
1. Inf Nacl 0.9% 20 tpm
2. Inj Vit B12 500 mg/12 jam
3. Inj Ranitidin 50 mg/12 jam

Planning

4. Paracetamol 2 x 1000 mg
5. Amitriptilin 1 x 25 mg
Plan:
MRI Thoracolumbal dengan kontras tanggal 31 Desember

Tanggal
Subjective
Objective

2015
30 12 2015
kesemutan (+)
GCS E4V5M6
Tensi: 130/80 mmHg
Nadi: 64 kali/menit
Respirasi: 12 kali/menit, regular
Suhu: 36,3oC (per axilla)
Fungsi luhur: dbn
Meningeal sign:Nn. craniales:
N.II, III pupil isokhor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+
N.III, IV, VI gerak bola mata dbn
N.VII, XII dbn
Motorik:
K

16

RF

+2

+2

+3

+3

RP

Sensorik: hipoestesia setinggi VTh 4-5


Otonom: dbn
Koordinasi: sde
K : parestesia inferior, paraparesis inferior UMN, hipoestesi
Assessmen

setinggi Vth 9-10.

T: myelum Th 4-5
E: susp. tumor medula spinalis dd HNP
Terapi:
1. Inf Nacl 0.9% 20 tpm
2. Inj Vit B12 500 mg/12 jam
3. Inj Ranitidin 50 mg/12 jam

Planning

4. Paracetamol 2 x 1000 mg
5. Amitriptilin 1 x 25 mg
Plan:
MRI Thoracolumbal dengan kontras tanggal 31 Desember

Tanggal
Subjective
Objective

2015
31 12 2015
Kesemutan (+)
GCS E4V5M6
Tensi: 150/90 mmHg
Nadi: 78 kali/menit
Respirasi: 20 kali/menit, regular
Suhu: 37,2oC (per axilla)
Fungsi luhur: dbn
Meningeal sign:Nn. craniales:
N.II, III pupil isokhor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+
N.III, IV, VI gerak bola mata dbn
N.VII, XII dbn
Motorik:
K
RF

+2

+2

+3

+3

T
RP

Sensorik: hipoestesia setinggi VTh 4-5


Otonom: dbn

17

Koordinasi: sde
K : parestesia inferior, paraparesis inferior UMN, hipoestesi
Assessmen

setinggi Vth 9-10.

T: myelum Th 4-5
E: susp. tumor medula spinalis dd HNP
Terapi:
1. Inf Nacl 0.9% 20 tpm
2. Inj Vit B12 500 mg/12 jam

Planning

3. Inj Ranitidin 50 mg/12 jam


4. Paracetamol 2 x 1000 mg
5. Amitriptilin 1 x 25 mg
Plan:

Tanggal
Subjective

Objective

MRI Thoracolumbal dengan kontras tanggal 31 Desember 2015


01 01 2016
Kesemutan (+)
GCS E4V5M6
Tensi: 140/90 mmHg
Nadi: 76 kali/menit
Respirasi: 22 kali/menit, regular
Suhu: 36,8oC (per axilla)
Fungsi luhur: dbn
Meningeal sign:Nn. craniales:
N.II, III pupil isokhor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+
N.III, IV, VI gerak bola mata dbn
N.VII, XII dbn
Motorik:
K
RF

+2

+2

+3

+3

T
RP

Sensorik: hipoestesia setinggi VTh 4-5


Otonom: dbn
Koordinasi: sde
K : parestesia inferior, paraparesis inferior UMN, hipoestesi
Assessmen

setinggi Vth 9-10.

T: myelum Th 4-5
E: HNP
Terapi:

Planning

1. Inf Nacl 0.9% 20 tpm


18

2. Inj Vit B12 500 mg/12 jam


3. Inj Ranitidin 50 mg/12 jam
4. Paracetamol 2 x 1000 mg
5. Amitriptilin 1 x 25 mg

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
1. Vertebra
Tulang punggung manusia terdiri dari beberapa segmen yang
disebut columna vertebralis. Vertebra terdiri dari 33 tulang yang
dibagi menjadi 7 tulang cervical, 12 tulang thorax, 5 tulang lumbal, 5
tulang bergabung membentuk bagian sacral, dan 4 tulang membentuk
tulang ekor (coccyx) (Martini, 2009).
Setiap ruas dari vertebra memiliki beberapa struktur yang dapat
diidentifikasi

dari

superior

yaitu

corpus

vertebra,

processus

spinosus, processus transversus, formen vertebralis, arcus vertebra


(pediculus dan lamina). Struktur yang dapat diidentifikasi pada
potongan

median

yaitu

ligamentum

longitudinalis

anterior,

ligamentum longitudinalis posterior, ligamnetum supraspinalis (di atas


processus spinosus), articulatio zygagophysialis (Martini, 2009).
Struktur yang terdapat diantara dua corpus vertebra yaitu discus
intervertebralis yang terdiri dari nucleus pulposus dan anulus fibrosus.
Nucleus pulposus yang terletak pada bagian sentral semigelatinosa
diskus dapat diibaratkan sebagai bantalan peluru yang berfungsi
sebagai peredam kejut (shock absorber). Struktur ini mengandung
berkas-berkas serat kolagenosa, sel jaringan ikat, dan sel tulang rawan.

19

Struktur yang mengelilingi nucleus pulposus yaitu anulus fibrosus


yang terdiri dari cincin-cincin fibrosa konsentrik. Struktur ini bisa
diibaratkan sebagai pegas yang berfungsi sebagai peredam kejut,
menahan nucleus pulposus dan agar dapat terjadi gerakan antar corpus
vertebra (Price, 2005).
Discus intervertebralis, baik nucleus pulposus maupun anulus
fibrosus adalah struktur yang tidak peka nyeri. Bagian yang peka nyeri
adalah ligamentum longitudinalis anterior, ligamentum longitudinalis
posterior,

corpus

vertebra

dan

periosteumnya,

articulatio

zygoaphophyseal, ligamentum supraspinosum, fascia, dan otot


(Nugraheni, 2010).

Gambar 1. Anatomi tulang vertebre anterior, posterior, dan lateral

Gambar 2. Ligamen-ligamen yang terdapat pada vertebrae

20

2. Medulla Spinalis
Medula spinalis bentuknya mirip dengan bagian ujung lembing
atau tombak dan mempunyai diameter antero-posterior lebih kecil
daripada diameter lateral sehingga bentuknya agak pipih. Pada
beberapa tempat organ ini tampak melebar karena adanya konsentrasi
sel saraf yang lebih banyak di tempat itu dan ujungnya lancip
membentuk conus medullaris. Pelebaran tersebut ditemukan pada
daerah segmenta cervicalia (intumescentia cervicalis) dan daerah
segmenta lumbalia (intumescentia lumbosacralis) karena di kedua
daerah itu berturut-turut berlokasi badan sel motoris yang mengurus
membrum superius (plexus brachialis) dan mebrum inferius (plexus
lumbosacralis). Bagian depan dan belakang pada garis tengah tampak
adanya lekukan yang dinamakan fissure mediana anterior dan sulcus
mediana posterior. Bantuk fissure mediana anterior yang dalam tidak
sama dengan sulcus medianus posterior yang dangkal. Di kiri kanan
sulcus medianus posterior terlihat sulcus intermedius posterior dan di
lateralnya lagi dapat dijumpai sulcus posterolateralis tempat masuknya
serabut saraf sensoris ke dalam medulla spinalis. Tempat keluar
serabut efferent motoris dinamakan sulcus anterolateralis. (Wibowo,
2008).
B.

TUMOR MEDULA SPINALIS


Definisi
Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang
belakang dan biasanya menimbulkan gejala akibat terlibatnya medula spinalis
atau radix saraf (Price dan Wilson, 2006).
Epidemiologi
Jumlah tumor medula spinalis mencakup kira-kira 15 % dari seluruh
neoplasma susunan saraf. Sebagian besar tumor-tumor intradural tumbuh dari
konstituen seluler medula spinalis dan filum terminal, akar saraf atau
meningens. Metastasis ke dalam kompartemen intradural kanalis spinalis

21

jarang terjadi (paraganglioma, neoplasma melanositik) (Ginsberg dan Lionel,


2008).
Insiden 10 per 100.000 penduduk per tahun . Usia muda dan
pertengahan dewasa mendominasi. Tumor intrameduler lebih sering pada
anak-anak. Tumor extrameduler lebih sering pada dewasa (Price dan Wilson,
2006). Pada laki-laki dan wanita sama-sama sering terjadi. Sebagian besar
tumor primer medula spinalis tumbuh pada intradural. Lokasi tumor medula
spinalis : Thorak (50%), lumbal (30%), servikal (20%). Tumor medula
spinalis yang paling sering pada intrameduler adalah glioma. Tipe lainnya
yang sering adalah astrositoma, ependimoma, dan ganglioglioma, lebih jarang
hemangioblastoma dan tumor neuroektodermal primitif (Price dan Wilson,
2006; Ginsberg dan Lionel, 2008).
Klasifikasi
Klasifikasi tumor medula spinalis yang paling sering dijumpai berdasarkan
lokasi adalah:
1. Tumor ekstradural: tumor metastasis
Tumor ekstradural dapat berupa tumor primer maupun metastasis dari
lesi primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal, dan lambung. Tumor
ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis atau dari dalam
ruangan ekstradural. Neoplasma ekstradural dalam ruangan ekstradural
biasanya karsinoma dan limfoma metastase. Keterlibatan korpus vertebra atau
ruang ekstradural oleh karena neoplasma seperti karsinoma, sarkoma, dan
mieloma multipel dengan penekanan pada medulla spinalis (Ginsberg dan
Lionel, 2008).
2. Tumor intradural:

Tumor ekstraduler

: neurofibroma, meningioma

Tumor intradular ekstrameduler terletak di antara duramater dan


medula spinalis. Biasanya tumbuh dari mening, radiks syaraf, jaringan
penyokong dan pembuluh darah. Termasuk dalam tumor ini adalah
meningioma, neurofibroma, lipoma, dermoid, hemangioma. Tumor
intradular intrameduler biasanya dari sel glia dan ependimoma. Tumor-

22

tumor ini seringkali bermula dalam substansia grisea medula spinalis di


sekitar kanalis spinalis dan meluas ke substansia alba medulla spinalis.

Tumor intrameduler : ependimoma, astrositoma


Berbeda dengan tumor ekstradural, tumor intradural pada
umumnya jinak (Ginsberg dan Lionel, 2008).

Tabel 1 Gejala-Gejala Tumor Intramedulal dan Ekstramedular


No
GEJALA
INTRAMEDULER
EKSTRAMEDULER
1 Defisit sensorik
- Mulai pada tingkat
- Gangguan nyeri dan
lesi, menyebar ke
bawah
- Batas atas ada
disosiasi sensibilitas

suhu sisi
kontralateral
- Gangguan
propioseptif sisi

Nyeri lokal vertebra


Perubahan trofik
Gangguan nyeri dan

- Lokasi tidak jelas


- Rasa seperti terbakar
- Timbul lambat
- Minimal
- Jelas dan meluas
- Ada atropi
Jarang
Jelas dan sering
Tidak sering

kolateral
- Timbul dini
- Tanda yang penting
- Timbul dini
- Jelas
- Tidak jelas
- Sifat segmental
Sering dan umum
Tidak jelas
Jelas

8
9

suhu di saddle area


Gangguan vegetatif
Mioklonik &

Terjadi dini
Jarang

Terjadi akhir
Sering

10

fasikulasi
Blok LCS dan

- Lambat
- Sedikit diatas stadium

- Jelas
- Meningkat stadium

Nyeri radikuler

Tanda UMN

Tanda LMN

5
6
7

peningkatan protein

dini

dini

Etiologi
Penyebab tumor medula spinalis sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih
dalam tahap penelitian adalah virus, faktor genetik, dan bahan-bahan kimia
yang bersifat karsinogenik (Ginsberg dan Lionel, 2008). Adapun tumor
sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker yang menyebar dari

23

bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian menembus dinding
pembuluh darah, melekat pada jaringan medula spinalis yang normal dan
membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut (Malhotra, et al., 2010).
Faktor Resiko
Faktor risiko tumor dapat terjadi pada setiap kelompok ras, insiden
meningkat seiring dengan pertambahan usia, faktor resiko akan meningkat
pada orang yang terpajan zat kimia tertentu (okrionitil, tinta, pelarut, minyak
pelumas). Namun hal tersebut belum bisa dipastikan. Pengaruh genetik
berperan serta dalam tibulnya tumor, penyakit sklerosis TB dan penyakit
neurofibomatosis (Ginsberg dan Lionel, 2008).
Patogenesis
Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi
kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut.
Riwayat genetik kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan
insiden

pada

anggota

keluarga

(syndromic

group)

misal

pada

neurofibromatosis. Astrositoma dan neuroependimoma merupakan jenis yang


tersering pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien
dengan NF2 memiliki kelainan pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma
dapat terjadi pada 30% pasien dengan Von Hippel-Lindou Syndrome
sebelumnya, yang merupakan abnormalitas dari kromosom 3 (NINDS, 2005).
Manifestasi Klinis
Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi
dalam tiga tahapan, yaitu:
1. Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang
lama
2. Sindroma Brown Sequard
3. Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral
(ACS, 2009)

24

Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri


radikuler, nyeri vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri
radikuler merupakan indikasi pertama adanya space occupying lesion pada
kanalis spinalis dan disebut pseudo neuralgia pre-phase. Dilaporkan 68%
kasus tumor spinal sifat nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60%
berupa nyeri radikuler, 24% nyeri funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas
(ACS, 2009). Nyeri radikuler dicurigai disebabkan oleh tumor medula
spinalis bila:
1. Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktus
piramidalis
2. Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP seperti C5-7, L3-4,
L5 dan S1
Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler
adalah

tumor

yang

terletak

intradural-ekstramedular, sedang

tumor

intramedular jarang menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural


sifat nyeri radikulernya biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks (ACS,
2009).
Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga
diawali dengan gejala TIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan
muntah, papiledema, gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan.
Tumor-tumor neurinoma dan ependimoma mensekresi sejumlah besar protein
ke dalam likuor, yang dapat menghambat aliran likuor di dalam kompartemen
subarakhnoid spinal, dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu hipotesa
yang menerangkan kejadian hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma
intraspinal primer (Harrop dan Sharan, 2009). Gejala umum akibat adanya
kompresi, antara lain:
Nyeri
Kompresi dari suatu tumor dapat merangsang jaras-jaras saraf yang terdapat
dalam medula spinalis dan menimbulkan nyeri yang seakan-akan berasal dari
berbagai bagian tubuh (nyeri difus). Nyeri ini biasanya menetap, kadang
bertambah berat dan terasa seperti terbakar.
Perubahan sensori

25

Kebanyakan pasien dengan tumor medula spinalis mengalami kehilangan


sensasi. Biasanya mati rasa dan hilangnya sensitivitas kulit terhadap suhu.
Problem Motorik
Gejala

awalnya

dapat

berupa

kelemahan

otot,

spastisitas,

dan

ketidakmampuan untuk menahan kencing atau buang air besar. Jika tidak
diterapi gejala dapat memburuk termasuk diantaranya atrofi otot dan
kelumpuhan. Bahkan, pada beberapa orang dapat berkembang menjadi
ataksia.
Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak
tumor di sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada
bagian tubuh yang selevel dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor.
Contohnya, pada tumor di tengah medula spinalis (pada segmen thorakal)
dapat menyebabkan nyeri yang menyebar ke dada depan (girdleshape
pattern) dan bertambah nyeri saat batuk, bersin, atau membungkuk. Tumor
yang tumbuh pada segmen cervical dapat menyebabkan nyeri yang dapat
dirasakan hingga ke lengan, sedangkan tumor yang tumbuh pada segmen
lumbosacral dapat memicu terjadinya nyeri punggung atau nyeri pada tungkai
(NINDS, 2005)
Berdasarkan lokasi tumor, gejala yang muncul adalah seperti yang
terihat dalam Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2 Tanda dan Gejala Tumor Medula Spinalis
Lokasi
Foramen

Tanda dan Gejala


Gejalanya aneh, tidak lazim, membingungkan, dan tumbuh lambat

Magnum

sehingga sulit menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering


adalah nyeri servikalis posterior yang disertai dengan hiperestesia
dalam dermatom vertebra servikalis kedua (C2). Setiap aktivitas
yang meningkatkan TIK (misal ; batuk, mengedan, mengangkat
barang, atau bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan
adalah gangguan sensorik dan motorik pada tangan dengan pasien
yang melaporkan kesulitan menulis atau memasang kancing.
Perluasan tumor menyebabkan kuadriplegia spastik dan hilangnya

26

sensasi secara bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing,


disartria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah,
serta atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Temuan
neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia,
rigiditas nuchal, gaya berjalan spastik, palsi N.IX hingga N.XI, dan
Servikal

kelemahan ekstremitas.
Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi radikular
yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga menyerang
tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas (misal,
diatas C4) diduga disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu
anterior melalui arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat
kelemahan dan atrofi gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis yang
lebih rendah (C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks
tendon ekstremitas atas (biseps, brakioradialis, triseps). Defisit
sensorik membentang sepanjang tepi radial lengan bawah dan ibu
jari pada kompresi C6, melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada
lesi C7, dan lesi C7 menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk

Torakal

dan jari tengah.


Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada
ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia.
Pasien dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan pada
dada dan abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri akibat
gangguan intratorakal dan intraabdominal. Pada lesi torakal bagian
bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda Beevor (umbilikus
menonjol apabila penderita pada posisi telentang mengangkat kepala

melawan suatu tahanan) dapat menghilang.


Lumbosakral Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang
melibatkan daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak segmen
lumbal bagian bawah, segmen sakral, dan radiks saraf desendens
dari tingkat medula spinalis yang lebih tinggi. Kompresi medula
spinalis lumbal bagian atas tidak mempengaruhi refleks perut,
namun menghilangkan refleks kremaster dan mungkin menyebabkan
kelemahan fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah. Juga terjadi
27

kehilangan refleks lutut dan refleks pergelangan kaki dan tanda


Babinski bilateral. Nyeri umumnya dialihkan keselangkangan. Lesi
yang melibatkan lumbal bagian bawah dan segmen-segmen sakral
bagian atas menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot perineum,
betis dan kaki, serta kehilangan refleks pergelangan kaki. Hilangnya
sensasi daerah perianal dan genitalia yang disertai gangguan kontrol
usus dan kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai
Kauda

daerah sakral bagian bawah.


Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tnda-tanda

Ekuina

khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang
kadang-kadang menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai
dengan radiks saraf yang terkena dan terkadang asimetris.

Pemeriksaan Penunjang
Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor
medula spinalis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang
seperti di bawah ini.
1.

Laboratorium
Cairan spinal dapat menunjukkan peningkatan protein dan
xantokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam
mengambil dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor
medula spinalis harus berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah
menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis yang
komplit.

2.

Foto Polos Vertebrae


Foto

polos

seluruh

tulang

belakang

67-85%

abnormal.

Kemungkinan ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai mata burung


hantu pada tulang belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur
kompresi patologis, scalloping badan vertebra, sklerosis, perubahan
osteoblastik (mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, Hodgkin, dan
biasanya Ca payudara).
3.

CT-scan
28

CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor,


bahkan terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor.
Pemeriksaan ini juga dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema,
perdarahan dan keadaan lain yang berhubungan. CT-scan juga dapat
membantu dokter mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas
tumor.
4.

MRI
Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan
yang mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan
gambar tumor yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas
dibandingkan dengan CT-scan.

Diagnosis Banding
1. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
2. Lumbar (Intervertebral) Disk Disorders
3. Mechanical Back Pain
4. Brown-Sequard Syndrome
5. Infeksi Medula Spinalis
6. Cauda Equina Syndrome
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tumor medulla spinalis dapat dilakukan dengan terapi
medikamentosa, radioterapi, dan pembedahan (Malhotra, 2010). Pada tumor
ekstramedular dapat diberikan: (1) analgetik; (2) kortikosteroid; (3) terapi
radiasi; (4) kemoterapi; dan (5) terapi hormonal, sedangkan pada tumor
intramedular dapat dilakukan: (1) pembedahan; (2) pengangkatan tumor
intramedular terutama pada ependimoma dan hemangioblastoma (Price dan
Wilson, 2006).

1.

Medikamentosa

29

Pemberian analgetik dan kortikosteroid diberikan untuk


mengurangi nyeri pada pasien yang telah mengalami penekanan di spinal
(Leppert et al., 2012; Shinde et al., 2014).
2.

Radioterapi
Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular
yang tidak dapat diangkat dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54
Gy.

Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya

dengan sistemik kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi bertulang;


analgesik untuk nyeri. Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi
(biasanya 3000-4000 cGy pada 10 kali perawatan dengan perluasan dua
level di atas dan di bawah lesi); radiasi biasanya seefektif seperti
laminektomi dengan komplikasi yang lebih sedikit (Kaloostian et al.,
2014).
3.

Pembedahan
Pembedahan merupakan sebagian besar penatalaksanaan tumor
medulla

spinalis

intramedular

maupun

ekstramedular.

Tujuan

pembedahan untuk menghilangkan tumor secara total sehingga fungsi


neurologis dapat diselamatkan secara maksimal. Pasca tindakan
pembedahan biasanya hanya didapatkan gangguan neurologis minimal
atau bahkan tidak didapatkan sama sekali karena sebagian besar tumor
intra-ekstramedular dapat direseksi secara total (Price dan Wilson, 2006).
Namun, pada tumor yang pola pertumbuhannya cepat dan agresif secara
histologis dan tidak dapat direseksi total, maka dapat dilakukan
penatalaksanaan dengan terapi radiasi pasca pembedahan (Engelhard et
al., 2010).
Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya
dengan teknik myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop
digunakan pada pembedahan tumor medula spinalis (Lee et al., 2012;
Serban et al., 2012).

Indikasi pembedahan:

30

Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi


bila lesi dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat
terjadi pada pasien dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan
sebagai metastase.
Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal).
Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam, kecuali
signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya terjadi
dengan tumor yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal atau
melanoma.
Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal.
(Putz et al., 2010; Tokuhashi et al., 2014)

C.

HERNIA NUCLEUS PULPOSUS (HNP)


Definisi
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah keadaan ketika nucleus
pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan ke arah kanalis
spinalis melalui annulus fibrosus yang robek. HNP merupakan suatu nyeri
yang disebabkan oleh proses patologik di kolumna vertebralis pada diskus
intervertebralis/ diskogenik. Protusio atau rupture nucleus biasanya
didahului dengan perubahan degenerative yang terjadi pada proses
penuaan.

Kehilangan

protein

dalam

polisakarida

dalam

diskus

menurunkan kandungan air di nucleus pulposus. Perkembangan pecahan


yang menyebar di annulus fibrosus melemahkan pertahanan pada herniasi
nucleus. HNP terjadi kebanyakan karena adanya suatu trauma derajat
sedang yang berulang mengenai diskus intervertebralis sehingga
menimbulkan robeknya annulus fibrosus. (Muttaqin, 2008).
Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP: 1. aliran darah ke
discus berkurang; 2. beban berat; 3. ligamentum longitudinalis posterior
menyempit. Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal
berikut: 1. degenerasi diskus intervertebralis; 2. trauma minor pada pasien
tua dengan degenerasi; 3. trauma berat atau terjatuh; 4. mengangkat atau
menarik benda berat. Faktor risiko HNP terdiri dari faktor risiko yang

31

tidak dapat dirubah yakni umur, jenis kelamin, dan riwayat trauma
sebelumnya. Faktor resiko yang dapat diubah diantaranya pekerjaan dan
aktivitas, olahraga tidak teratur, latihan berat dalam jangka waktu yang
lama, merokok, berat badan berlebih, batuk lama dan berulang (Martini,
2009).
Jika beban pada discus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat
menahan nucleus pulposus (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh
karena gel yang berada di canalis vertebralis menekan radiks. Columna
vertebralis adalah pilar utama tubuh. Merupakan struktur fleksibel yang
dibentuk oleh tulang-tulang tak beraturan, disebut vertebrae. Vertebrae
dikelompokkan sebagai berikut : cervicales (7); thoracicae (12); lumbales
(5); sacroles (5, menyatu membentuk sacrum); coccygeae (4, 3 yang
bawah biasanya menyatu) (Martini, 2009).
Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh
ligamentum dan tulang rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri
dari corpus vertebrae yang dihubungkan satu sama lain oleh diskus
fibrokartilago yang disebut discus invertebralis dan diperkuat oleh
ligamentum longitudinalis

anterior

dan ligamentum longitudinalis

posterior (Martini, 2009).


Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna
vertebralis. Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat
dimana banyak terjadi gerakan columna vertebralis, dan berfungsi sebagai
sendi dan shock absorber agar kolumna vertebralis tidak cedera bila terjadi
trauma. Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin
Cartilage Plate), nucleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat
setengah cair dari nukleus pulposus, memungkinkannya berubah bentuk
dan vertebrae dapat mengjungkit kedepan dan kebelakang diatas yang lain,
seperti pada flexi dan ekstensi columna vertebralis. Dengan bertambahnya
usia, kadar air nucleus pulposus menurun dan diganti oleh fibrokartilago.
Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang lentur, dan sukar
dibedakan dari anulus. Ligamen longitudinalis posterior di bagian L5-S1
sangat lemah, sehingga HNP sering terjadi di bagian postero lateral
(Mutaqqin, 2008).

32

Patogenesis
Herniasi diskus intervertebralis, yang sering pula disebut sebagai
Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral radiculopathies adalah
penyebab tersering nyeri pugggung bawah akut, kronik atau berulang.
Penonjolan, ruptur dan pergeseran adalah istilah yang digunakan pada
nucleus yang terdorong keluar diskus. Apabila nucleus mendapat tekanan,
sedangkan nucleus berada diantara dua end plate darikorpus vertebra yang
berahadapan dan dikelilingi oleh annulus fibrosus maka tekanantersebut
menyebabkan nucleus terdesak keluar, yang disebut Hernia Nucleus
Pulposus. Herniasi diskus dapat terjadi pada midline, tetapi lebih sering
Trauma
Perubahan degeneratif
terjadi pada satu sisi. Keluhan nyeri dapat unilateral, bilateral atau bilateral
(proses penuaan)
tetapi lebih berat ke satusisi. Penyebabnya sering oleh karena trauma
fleksi, dan terutama trauma berulangdapat mengenai ligamentum
Kompresi
longitudinal
posterior dan annulus fibrosus yang telahmengalami
proses
protein polisakarida
berat
dalam diskus
degenarasi.
Sciatica, yang ditandai dengan nyeri yang menjalar ke arah
kaki sesuai dengan distribusi dermatom saraf yang terkena, adalah gejala
yang pada umumnya terjadi dan ditemukan pada Nukleus
40% daripulposus
pasien dengan
kadar cairan
tertekan
HNP (Merdjono, 2009; PPBNI, 2009).
Dehidrasi dan kolaps
Mencari jalan
keluar
Menyebar ke annulus fibrosus

Ruptur pada anulus dengan


Stres relatof kecil

Pertahanan diskus

Nukleus pulposus
mendorong ligamentum
longitudinalis (protusi)

Serabut saraf
mengalami hialinisasi

33
HERNIASI

Mendorong ligamentum
longitudinalis

Herniasi umumnya terjadi pada satu sisi dan jarang bersamaan pada
kedua sisi. Didaerah lumbal, herniasi lebih sering terjadi kearah
posterolateral dan menekan radiks saraf spinalis. Pada herniasi kearah
posterosentral, maka akan menekan medulla spinalis. Pada umumnya HNP
lumbal terjadi setelah cedera fleksi walaupun penderita tidak menyadari
adanya trauma sebelumnya. Trauma yang terjadi dapat berupa trauma
tunggal yang berat maupun akumulasi dari trauma ringan yang berulang.
Derajat HNP dibagi menjadi 4 yaitu :
a. Protruded intervertebral disc, nukleus terlihat menonjol ke satu
arah tanpa kerusakan annulus fibrosus.
b. Prolapsed intervertebral disc, nukleus berpindah tetapi masih
didalam lingkaran annulus fibrosus.
c. Extruded intervertebral disc, nukleus keluar dari annulus fibrosus
dan berada dibawah ligamentum longitudinal posterior.
d. Sequestrated intervertebral disc, nukleus telah menembus
ligamentum longitudinal posterior.

34

(Aminoff MJ et al, 2005).


D. Diagnosis
a. Anamnesa
Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke
bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai bawah
bagian atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N. Ischiadicus yang
mempersarafi kaki bagian belakang. Nyeri mulai dari pantat, menjalar
kebagian belakang lutut, kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri
radikuler). Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk,
mengangkat barang berat. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah
disebelah L5 S1 (garis antara dua krista iliaka). Nyeri Spontan ,
yaitu sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk
nyeri bertambah hebat.Sedangkan bila berbaring nyeri berkurang atau
hilang (Mardjono & Sidharta, 2009).
b. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Motoris
Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi
tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul dan lutut, serta
kaki yang berjingkat. Motilitas tulang belakang lumbal yang
terbatas.
2) Pemeriksaan Sensoris
a) Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
b) Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat
sementara (Mardjono & Sidharta, 2009)
c. Tes-tes Khusus
1) Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut
sampai sudut 90.
2) Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau
bagian medial dari ibu jari kaki (L5).
3) Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu
jari kaki (L5), atau plantarfleksi (S1).
Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit
Tes plantar fleksi : penderita jalan diatas jari kaki
4) Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine,
merupakan indikasi untuk segera operasi.

35

5) Kadang-kadang terdapat anestesia di perincum, juga merupakan


indikasi untuk operasi.
6) Tes kernique
(Mardjono & Sidharta, 2009)
d. Tes Refleks
1) Refleks tendon achilles menurun atau menghilang jika radiks
antara L5 S1 terkena (Mardjono & Sidharta, 2009)
e. Penunjang Laboratorium
1) Darah : Tidak spesifik
2) Urine : Tidak spesifik
3) Liquor Serebrospinalis : Biasanya normal. Jika terjadi blok akan
didapatkan peningkatan kadar protein ringan dengan adanya
penyakit diskus. Kecil manfaatnya untuk diagnosis (Mardjono &
Sidharta, 2009).
f. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto X-ray tulang belakang. Pada penyakit diskus, foto ini normal
atau memperlihatkan perubahan degeneratif dengan penyempitan
sela invertebrata dan pembentukan osteofit.
2) Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan
lokasi dari hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka myelogram
dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi diskus.
3) CT scan untuk melihat lokasi HNP
4) MRI tulang belakang bermanfaat untuk diagnosis kompresi
medula spinalis atau kauda ekuina. Alat ini sedikit kurang teliti
daripada CT scan dalam hal mengevaluasi gangguan radiks saraf.
5) EMG untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer.
(Mansjoer et al., 2001)
g. Penatalaksanaan
1) Farmakologi
a) Analgetik : paracetamol, aspirin, tramadol
b) NSAID : ibuprofen, natrium dilofenak, ethodolak, selekoksib,
dan jangan lupa efek samping yang ditimbulkan yaitu ruam pada
kulit.
c) Obat pelemas otot : tinazidin, esperidone, karisoprodol,
d) Opioid
e) Kortikosteroid oral
f)
Analgetic adjuvant : amitripilin, carbamazepin, gabapentin
2) Terapi fisik

36

a) Traksi pelvis
b) Korset lumbal
c) Latihan dan modifikasi gaya hidup
d) Kompres pana
3) Terapi bedah
Perlu dipertimbangkan bila dalam satu bulan belum ada perbaikan
secara konservatif, ischialgia yang berat, defekasi dan seksual,
tergangguanya radix saraf adanya paresis otot tungkai bawah (Price
& Wilson, 2006).
4) Edukasi
a) Menghindari peregangan yang mendadak pada punggung
b) Jangan sekali-kali mengangkat benda atau sesuatu dengan tubuh
dalam keadaan fleksi atau dalam keadaan membungkuk.
c) Hindari kerja dan aktifitas fisik yang berat untuk mengurangi
kambuhnya gejala setelah episode awal.
d) Saran yang harus dikerjakan
Istirahat mutlak di tempat tidur, kasur harus yang padat. Diantara
kasur dan tempat tidur harus dipasang papan atau plywood
agar kasur jangan melengkung. Sikap berbaring terlentang tidak
membantu lordosis lumbal yang lazim, maka bantal sebaiknya
ditaruh di bawah pinggang. Orang sakit diperbolehkan untuk
tidur miring dengan kedua tungkai sedikit ditekuk pada sendi
lutut. Bilamana orang sakit dirawat di rumah sakit, maka sikap
tubuh waktu istirahat lebih enak, oleh karena lordosis lumbal
tidak mengganggu tidur terlentang jika fleksi lumbal dapat diatur
oleh posisi tempat tidur rumah sakit (Mutaqqin, 2008).
Istirahat mutlak di tempat tidur berarti bahwa orang sakit
tidak boleh bangun untuk mandi dan makan. Namun untuk
keperluan buang air kecil dan besar orang sakit diperbolehkan
meninggalkan tempat tidur. Oleh karena buang air besar dan
kecil di pot sambil berbaring terlentang justru membebani tulang
belakang lumbal lebih berat lagi. Analgetika yang non adiktif
perlu diberikan untuk menghilangkan nyeri.Selama nyeri belum
hilang fisioterapi untuk mencegah atrofi otot dan dekalsifikasi
sebaiknya jangan dimulai setelah nyeri sudah hilang latihan

37

gerakan sambil berbaring terlentang atau miring harus diajurkan


(Mutaqqin, 2008).
Traksi dapat dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas
yang sesuai dapat dilakukan pelvic traction, alat-alat untuk itu
sudah automatik. Cara pelvic traction, sederhana kedua tungkai
bebas untuk bergerak dan karena itu tidak menjemukan
penderita. Maka pelvic traction dapat dilakukan dalam masa
yang cukup lama bahkan terus-menerus. Latihan bisa dengan
melakukan flexion excersise dan abdominal excersise. Masa
istirahat mutlak dapat ditentukan sesuai dengan tercapainya
perbaikan.

Bila

iskhilagia

sudah

banyak

hilang

tanpa

menggunakan analgetika, maka orang sakit diperbolehkan untuk


makan dan mandi seperti biasa. Korset pinggang atau griddle
support sebaiknya dipakai untuk masa peralihan ke mobilisasi
penuh (Mutaqqin, 2008).
Penderita dapat ditolong dengan istirahat dan analegtika
antirheumatika

serta

nasehat

untuk

jangan

sekali-kali

mengangkat benda berat, terutama dalam sikap membungkuk.


Anjuran untuk segera kembali ke dokter bilamana terasa nyeri
radikuler penting artinya. Dengan demikian ia datang kembali
dan sakit pinggang yang lebih jelas mengarah ke lesi
diskogenik (Mutaqqin, 2008).
h. Komplikasi
a. Kelemahan dan atropi otot
b. Trauma serabut syaraf dan jaringan lain
c. Kehilangan kontrol otot sphinter
d. Paralis / ketidakmampuan pergerakan
e. Perdarahan
f. Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal
(Harsono, 2009)
i. Prognosis
Terapi konservatif yang dilakukan dengan traksi merupakan
suatu perawatan yang praktis dengan kesembuhan maksimal.

38

Kelemahan fungsi motorik dapat menyebabkan atrofi otot dan dapat


juga terjadi pergantian kulit (Harsono, 2009).

DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society (2009). Brain and Spinal Cord Tumor in Adults. [serial
online]. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/
Aminoff, MJ et al (2005). Lange medical book : Clinical Neurology. America :
Mcgraw-Hill.
Engelhard H, Villano J, Porter K, et al (2010). Clinical presentasion, histology,
and treatment in 430 patients with primary tumors of the spinal cord,
spinal meninges, or cauda equina. J Neurosurg Spine., Vol 13(1): 67-77.

39

Ginsberg, Lionel (2008). Medula spinalis, hal 134. Jakarta : Erlangga.


Harrop D and Sharan A (2009). Spinal Cord Tumors - Management of Intradural
Intramedullary
Neoplasms.
[serial
online].
http://emedicine.medscape.com/article/249306-print.webcontent/003088pdf. (Diakses 30 Desember 2015).
Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi Edisi 2. Yogyakarta : GMUP
Kaloostian PE, Yurter A, Etame AB, Vrionis FD, Sciubba DM, Gokaslan ZL
(2014). Palliative strategies for the management of primary and metastatic
spinal tumors. Cancer Control., Vol 21(2): 140-143.
Lee CS and Jung CH. Metastatic spinal tumor. Asian Spine Journal. 2012; (1):718.
Leppert W and Buss T (2012). The role of corticosteroids in the treatment of pain
in cancer patients. Curr Pain Headache Rep., Vol 16(1): 307-313.
Malhotra NR, Bhowmick D, Hardesty D, Whitfield P (2010). Intramedullary
spinal cord tumours: diagnosis, treatment, and outcomes. Advances in
Clinical Neuroscience and Rehabilitation., Vol 10(4): 21-26.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta :
Media Aesculapius.
Mardjono, Mahar; Sidharta, Priguna. 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta :
EGC.
Martini, Frederic H; Nath, Judi L. 2009. Fundamentals of Anatomy and
Physiology Eight Edition. San Fransisco : Pearson International Education.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika
National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and Spinal
Cord Tumors - Hope Through Research. [serial online].
http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainands
pinaltumors.htm. (Diakses 30 Desember 2015).
Nugreheni, Kustati. 2010. Presus Saraf HNP (Ischialgia). Available from, URL
:http://www.fkumycase.net/wiki/index.php?page=PRESUS+SARAF+
%22HNP%28Ischialgia%29%22. Diakses pada tanggal 30 Desember
2015.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6 Volume 1 dan 2. Jakarta: EGC.

40

Serban D et al (2012). The upper cervical spine tumor pathology C1-C2therapeutic attitude. Romanian Nurosurgery Journal., Vol 19(4): 251-263.
Shinde S, Gordon P, Sharma P, Gross J, Davis MP (2014). Original article: use of
nonopioid analgesicd as adjuvants to opioid analgesia for cancer pain
management in an inpatient palliative unit: does this improve pain control
and reduce opioid requierments. Suport Care Cancer., Vol 1:1-9.

41

Anda mungkin juga menyukai