Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH IRIGASI DAN DRAINASE

RANCANGAN IRIGASI PADA DESA TAWANGARGO

Disusun Oleh :
Karina Ayu Larasmita (145040200111083)
Esti Dwi Rahayu
(145040200111084)
Novia Thea Rahmani (145040200111085)
Eritria Ulina Absari (145040200111086)
Maulida Silvia Tara (145040200111088)
Aisyah Ariij Zain
(145040200111093)
Ahmad Riyadlus S (145040200111094)
Risma Dwi P
(145040200111096)
Haniffudin
(145040200111098)
Yufita Septilia
(145040200111099)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem irigasi merupakan satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen yang
menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam
rangka meningkatkan produksi pertanian (Sudjarwadi,
1990). Setiap tanaman
membutuhkan air yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut.
Fungsi air bagi tanaman yaitu sebagai senyawa utama pembentuk
protoplasma, senyawa pelarut bagi masuknya mineral-mineral dari larutan tanah ke
tanaman, pelarut mineral nutrisi yang akan diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel
lain, media terjadinya reaksi-reaksi metabolik, rektan pada sejumlah reaksi metabolisme
seperti siklus asam trikarboksilat, penghasil hidrogen pada proses fotosintesis, menjaga
turgiditas sel dan berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran sel, mengatur
mekanisme gerakan tanaman seperti membuka dan menutupnya stomata, membuka dan
menutupnya bunga serta melipatnya daun -daun tanaman tertentu, berperan dalam
perpanjangan sel, bahan metabolisme dan produk akhir respirasi, serta digunakan dalam
proses respirasi.
Air memiliki peranan yang sangat penting dalam proses fotosintesis karena air
merupakan salah satu bahan untuk proses fotosintesis. Keberadaan air juga berpengaruh
pada kinerja stomata. Bila tanaman kekurangan air, stomata akan menutup sehingga CO
tidak dapat masuk. Bila HO dan CO tidak ada, maka proses fotosintesis tidak dapat
dilakukan.
Kehilangan air pada jaringan tanaman akan menurunkan turgor sel, meningkatkan
konsentrasi makro molekul serta senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah,
mempengaruhi membran sel dan potensi aktivitas kimia air dalam tanaman (Mubiyanto,
1997). Kekurangan air baik secara langsung atau tidak langsung pada tanaman akan
mempengaruhi semua proses metaboliknya sehingga dapat menurunkan pertumbuhan
tanaman.
Maka dari itu, diperlukan pengaturan penggunaan air pada suatu lahan yang
dibutuhkan oleh tanaman sehingga dapat efektif dan efisien dalam pengguaannya dengan
cara memilih sistem irigasi yang sesuai untuk digunakan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemilihan sistem irigasi yang tepat pada suatu lahan tertentu ?
2.Bagaimana rancangan dari sistem irigasi agar dapat digunakan secara efektif dan
efisien
1.3 Manfaat
Dari perbedaan penggunaan air oleh tanaman pada lahan tertentu maka diharapkan
agar dapat menentukan sistem irigasi mana yang sesuai unuk diaplikasikan pada lahan
tersebut agar dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pemilihan Sistem Irigasi
Wilayah Desa Tawangargo secara umum mempunyai ciri geologis berupa lahan tanah
hitam yang sangat cocok sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Secara prosentase
kesuburan tanah Desa Tawangargo terpetakan sebagai berikut: sangat subur 105 Ha, subur
95,7 Ha, sedang 3.3 Ha, hal ini memungkinkan tanaman Hortikultura terutama sayur mayur
dan padi sangat cocok ditanam di sini. Berdasarkan hasil survey tanaman Hortikultura
terutama sayuran seperti Jagung Manis, Tomat, Cabe, Bawang merah, Boncis, Sawi dan
sayuran lainya. Tanaman tersebut tumbuh subur dengan baik.
Pada lahan tersebut menggunakan sistem irigasi furrow. Air yang digunakan untuk
irigasi itu berasal dari sungai Bumiaji yang disalurkan ke parit disekitar lahan. Tanaman
mendapatkan air secara terjadwal setiap hari selasa dan jumat. Irigasi furrow ini dinilai
kurang baik bagi lahan tersebut, karena di lahan tersebut memiliki tingkat drainase yang tidak
terlalu baik. Air irigasi selalu menggenangi setiap saluran kecil dan guludan sehingga
menyebabkan tanah menjadi masam. Terlihat pada suatu petak lahan terdapat taburan dolomit
dan pupuk kandang yang diberikan diatas permukaan guludan. Hal ini yang meyebabkan
produktivitas tanaman tidak menentu. Petani bahkan pernah mengalami kerugian hingga
50%.
Untuk membenahi sistem irigasi pada lahan tersebut agar produktivitas tanaman dapat
selalu berproduksi dengan baik maka perlunya sistem irigasi yang sesuai dengan lahan.
Rekomendasi yang baik untuk lahan tersebut adalah irigasi drip. Dimana irigasi ini memiliki
kelemahan dan kelebihan tersendiri. Irigasi ini cocok digunakan pada lahan hortikultura
terutama pada sayur sayuran. Irigasi ini dinilai lebih efisien karena dengan irigasi ini air
masuk ke dalam tanah secara tepat dan merata. Menurut Haman (2004) Efisiensi penggunaan
irigasi tetes dapat mencapai 90-95%. Hal ini disebabkan karena pemberian air yang berupa
tetesan akan meminimumkan kehilangan air karena evaporasi (Prabowo 2012). Selain itu laju
dan waktu pemberian air dapat diatur untuk meniadakan run-off dan meminimumkan
kehilangan air karena perkolasi. Agar penggunaan air akan lebih efektif kembali apabila
penggunaaan irigasi tetes disertai dengan penggunaan mulsa.

Kondisi Irigasi Aktual Lahan

Kondisi Irigasi Aktual Lahan

Kondisi Irigasi Aktual Laha

2.2 Rancangan Sistem Irigasi


Pada lahan yang telah disurvei, ada beberapa masalah yang dijumpai pada lahan
tersebut, yaitu seperti kurangnya ketersediaan air ketika musim kemarau, adanya pemadatan
tanah pada lahan, dan topografi lahan. Masalah kurangnya air pada lahan menjadi sangat
serius karena berdasarkan narasumber, hasil panen mereka cenderungmenurun drastis ketika
memasuki musim kemaru. Hal ini dapat terjadi dikarenakan saluran air yang mengalirkan air
dari sungai Bumiaji, sebagai saluran sungai utama penyedia air irigasi akan kering ketika
musim kemarau. Sehingga hal ini sangat mempengaruhi hasil produksi karena saluran
tersebut merupakan sumber air bagi irigasi yang diterapkan. Berdasarkan masalah ini, solusi
pemecahan yang dapat dilakukan adalah membangun saluran penampungan air di dekat lahan
untuk mengantisipasi adanya kemungkinan untuk kekeringan. Selain itu, lahan ini juga
membutuhkan sedikit pengolahan karena ada beberapa bagian lahan yang memiliki tanah
yang cukup padat dikarenakan minimnya pengolah tanah yang dilakukan. Padatnya lapisan
tanah akan menghambat air untuk dapat masuk ke dalam permukaan tanah. Sehingga
pemberian air irigasi akan mudah lolos pada lahan tersebut jika tidka dilakukan tindakan
lebih lanjut, yang mana hal ini sangat merugikan karena jumlah air yang dibuthkan menjadi
semakin tinggi sedangkan keefsienan penggunaan air berkurang.
Berdasarkan beberapa masalah yang ada, rancangan sistem irigasi yang cocok pada
daerah ini adalah sistem drip. Dimana sistem ini memang cocok pada tanah pada lahan ini
dikarenakan irigasi drip langsung menuju ke perakaran tanaman. Selain itu, efisiensi
penggunaan airnya lebih tinggi, dimana dengan topografi pada lahan tersebut jika
mengaplikasikan irigasi lain sangat kurang efisien. Irigasi jenis ini menggunakan debit air
yang kecil dan konstan dengan tekanan air yang rendah. Air yang diberikan akan langsung
menyebar ke tanah baik dengan sistem kapilaritas, sehingga air dapat langsung dimanfaatkan
oleh tanaman.

Sistem ini sangat cocok pada lahan yang susah dalam penggunaan air, karena irigasi
jenis ini merupakan irigasi yang membutuhkan debit air yang kecil, sehingga air lebih efisien.
Pada lahan yang telah disurvei, ketika musim kemarau, air akan sangat langka pada lahan ini
sehingga dengan sistem irigasi drip ini lahan tetap akan bisa dialiri air meskipun ketika
musim kemarau. Sumber air bisa didapatan dengan sistem penandonan, dimana pada sebelah
lahan tersebut dapat dibangun suatu tendon air untuk mengantisipasi kurangnya air saat
musim kemarau. Pembangunan tendon ini dapat dilakukan pada beberapa sudut lahan, tidak
hanya terfokus pada satu bagian atau sudut lahan saja. Tendon air ini nantilah yang akan
digunakan sebagai sumber air ketika musim kemarau. Jumlah air untuk masing-masing
tanaman dapat dikontrol dengan tepat untuk pertumbuhan maksimum. Sistem irigasi tetes
menghilangkan sebagian besar kehilangan air untuk penguapan, limpasan, overspray, erosi
dan angin. Sistem irigasi tetes memiliki efisiensi hingga 95% dengan sistem ini kita akan
menghemat penggunaan air untuk menyiram tanaman (Ndrou, 2010).
Sistem irigasi drip memang sangat efisien, selain penggunaan airnya yang sedikit dan
langsung menuju perakaran tanaman, sistem ini juga dapat dilakukan dengan sistem lain,
seperti melakukan pemupukan bersamaan dengan irigasi. Kelebihan sistem fertigasi ini
adalah pupuk yang diberikan dapat langsung terfokuskan kepada tanaman, sehingga jumlah
pupuk yang hilang karena penguapan air lebih sedikit bila dibandingkan ketika diberikan
dengan sistem secara langsung. Selain itu, dengan air merupakan komponen penting dalam
penyerapan ion oleh tanaman, dan hara hanya terjadi bila dalam larutan. Dalam kondisi padat
ion-ion hara berada dalam bentuk garam (Nurdianza, 2011)). Bila tidak ada air ion hara yang
bermuatan berlawanan akan bergabung membentuk garam yang padat yang stabil.
Contohnya, anion nitrate (NO3 - ) pada umumnya bergabung dengan calsium kation (Ca+2)
atau potassium (K+ ) membentuk garam calsium nitrat Ca(NO3)2 dan potassium nitrat
(KNO3). Ketika garamgaram ditambahkan ke dalam air ia akan larut dan berdisosiasi
menjadi kation dan anion. Dalam keadaan terlarut inilah hara akan tersedia bagi tanaman.
Ketika air dan pupuk diberikan secara bersamaan sebagai larutan hara. Hara yang terkandung
dalam pupuk akan langsung berkonsentrasi dengan air sehingga garam garamnya akan
langsung dapat digunakan oleh tanaman. Jumlah air dan hara akan selalu berubah sesuai
dengan umur dan pertumbuhan tanaman. Kebutuhan tananaman terhadap hara dan terus
meningkat sejak persemaian sampai tanaman menghasilkan . Secara umum pengaruh
frekuensi penyiraman berpengaruh terhadap hasil tanaman, sehingga debit air sistem ini juga
harus disesuikan dnegan umur tanaman saat itu agar penggunaan airnya menjadi lebih efisien.
Dengan keadaan topografi lahan yang memiliki slop, sistem ini menjadi pilihan bijak,
karena pada lahan yang cenderung memiliki sebaran angin yang tinggi ketika sistem irigasi di
aplikasikan, air yang terbawa oleh angin akan sangat banyak sehingga mengrangi debit air
yang tersedia. Selain itu, pemberian irigasi dapa siang hari dengan kondisi yang terik juga
dapat mengurangi keefisienan penggunaan air, dengan adanya sistem ini irigasi tetap bisa
dilakukan walaupun ketika malam hari. Sistem ini dapat diatur sedemikian rupa sehingga air
dapat diberikan kapan saja dan berapun jumlahnya. Pemberian air irigasi pada malam hari
dapat meningkatkan pengisian buah oleh tanaman, karena air akan terfokus langsung oleh
tanaman tidak ada bagian yang hilang karena penguapan (Nurdianza, 2011)

Irigasi drip, merupakan rancangan sistem irigasi yang cukup mahal jika diterapkan
karena peralatan peralatan yang digunakan memang banyak dan membutuhkan perawatan
yang ekstra. Emitter pada sistem ini akan sering tersumbat dengan kotoran air, karena
memang lubangnya sangat kecil. Berdasarkan hal tersebut, petani harus dapat melakukan
perawatan sebijak mungkin untuk mengatasi masalah ini. Sistem ini terbilang mahal untuk
biaya awal perancangan sistem irigasi, karena memang alat-alatnya tergolong malah dan
sedikit rumit. Tetapi ketika diperhitungkan keuntungan kedepannya, irigasi ini akan lebih
menguntungkan dibandingkan irigasi yang lain karena dapat meminimalisir penggunaan air.
Sistem ini bisa sangat menguntungkan ketika dijalankan dengan prosedur yang benar, artinya
petani harus bisa melakukan perhitungan jumlah kebutuhan air per tanaman agar air lebih
efisien penggunaannya yang dapat menyokong pertumbuhan tanaman. Selain itu, petani juga
harus lebih telaten dalam perwatan peralatan. Peralatan-peralatan yang digunakan cukup
kompleks dan semuanya butuh perhitugan yang tepat agar sistem dapat berjalan seperti yang
diharapkan. Dengan rumitnya sistem, sehingga sebelum pengaplikasian sistem ini, petani
harus dibekali pengetahuan dahulu untuk meminimalisir kesalahan penggunaan sistem.

2.3 Pembahasan Umum


Rekomendasi irigasi yang baik untuk lahan pada Desa Tawangargo adalah irigasi drip.
Menurut Haman (2004), menyatakan bahwa efisiensi penggunaan irigasi tetes dapat
mencapai 90-95%. Hal ini disebabkan karena pemberian air yang berupa tetesan akan
meminimumkan kehilangan air karena evaporasi. Selain itu laju dan waktu pemberian air
dapat diatur untuk meniadakan run-off dan meminimumkan kehilangan air karena perkolasi.
Penggunaan air akan lebih efektif apabila penggunaaan irigasi tetes disertai dengan
penggunaan mulsa (Prabowo 2012). Pada budidaya tanaman holtikultura, menggunakan
mulsa diperlukan karena dapat menjaga kelembaban tanah sehingga memaksimalkan kualitas
pertumbuhan tanaman itu sendiri.
Dengan penggunaan irigasi tetes, gulma akan lebih mudah dikendalikan terutama
pada lahan yang tidak diari. Bakteri, hama dan penyakit lain yang tergantung pada kondisi
lingkungan lembab dapat dikurangi. Kualitas tanaman juga bisa ditingkatkan, beberapa pupuk
dan pestisida dapat diberikan melalui sistem ini dalam jumlah yang sesuai bersama aliran air
(Schwab, 1992). Maka dari itu, kami merekomendasikan penggunaan irigasi drip pada lahan
ini. Walaupun biaya mahal tetapi penggunaan irigasi ini dapat lebih efisien dan mengurangi
kehilangan air karena evaporasi.
Berdasarkan masalah kekurangan air pada musim kemarau, dan adanya pemadatan
tanah, maka kami merekomendasikan untuk membangun saluran penampungan air berupa
tendon didekat lahan serta melakukan pengolahan tanah secara lebih intensif. Menurut
Dephut (1994), tandon air merupakan rekayasa teknik konservasi air berupa bangunan yang
dibuat sedemikian rupa dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat
menampung air dalam memenuhi kebutuhan air. Pada permasalahan ini, irigasi drip pula yang
kami rekomendasikan karena system irigasi drip dapat langsung ke perakaran sehingga

penggunaan air dapat lebih efisien. Menurut Samadi (1997), Irigasi Tetes juga dikenal dengan
irigasi Trickle, adalah aplikasi air melalui emitter yang menetes langsung di zone perakaran.
Dengan berbagai kelebihan system irigasi drip ini pada lahan yang kami survey, maka kami
merekomendasikan system irigasi drip ini pada lahan tersebut. Walaupun biaya awal yang
dikeluarkan lebih banyak, namun dapat memecahkan solusi dari berbagai permasalahan gagal
panen pada wilayah tersebut. Perancangan irigasi ini juga tidak harus digunakan dengan
memakai emitter modern, untuk pemula dan meminimalisir biaya, dapat juga digunakan
emitter sederhana dengan pipa atau yang lainnya. Dilihat dari segi topografinya yang
memiliki slop, lahan ini memang cocok pula dengan system irigasi drip karena pada lahan
yang cenderung memiliki sebaran angin yang tinggi ketika sistem irigasi di aplikasikan, air
yang terbawa oleh angin akan sangat banyak sehingga mengrangi debit air yang tersedia.

BAB 3
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Lahan di desa tawangargo yang menggunakan irigasi furrow saat ini dirasa akan memberikan
pengaruh yang kurang baik kedepannya dikarenakan beberapa alasan yaitu masalah topografi,
drainase dan bebrapa alasan lainnya. Untuk menjaga keberlanjutan lahan tersebut aspek irigasi perlu
dibenahi salah satunya dengan penggunaan irigasi drip dimana pada irigasi ini sangat efisien dan tidak
banyak membuang air dan cocok bagi lahan berdrainase kurang baik.

DAFTAR PUSTAKA
Ndrou, 2010. Efisiensi Sistem Irigasi, http://agricultureguide.org. 4 mei 2016
Nurdianza, A., 2011. Pengujian Sistem Irigasi Tetes (Drip Irrigation) Untuk Tanaman Strawberri
(Fragaria vesca L). Universitas Hasanuddin, Makassar.
Sudjarwadi, 1990. Teori dan Praktek Irigasi, Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik,. UGM. Yogyakarta
Mubiyanto, B. M.. 1997. Tanggapan Tanaman Kopi Terhadap Cekaman Air. Warta Puslit Kopi dan
Kakao 13(2): 83-95.

Departemen Kehutanan. 1994. Eksekutif, Data Strategi Kehutanan Indonesia 1994.


Departemen Kehutanan. Jakarta.
Samadi, B. 1997. Budidaya Cabai Secara Komersial. Yayasan Pustaka Nusatam, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai