Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2015
kemampuan siswa yang dapat diamati atau karakteristik produk yang dihasilkan, serta
kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur harus jelas sehingga mudah
diinterpretasikan oleh observer. Dengan demikian, memang terasa sulit untuk
melakukan pengukuran ranah psikomotor, terlebih lagi bagi mereka yang belum
terbiasa.
Meskipun ada beberapa kesulitan, bukan berarti penilaian psikomotor tidak
diadakan. Apalagi pada mata pelajaran fisika yang banyak menerapkan proses IPA,
justru lebih banyak mengarah pada pengukuran psikomotor. Apalagi jika guru
mengacu pada kurikulum yang berlaku saat ini maka aspek psikomotor juga harus
dinilai.
Kenyataan yang terjadi, pengukuran hasil belajar fisika yang dilakukan guru
di sekolah banyak yang diarahkan ke ranah kognitif. Memang, pengukuran ranah
kognitif perlu dilakukan, akan tetapi hendaknya jangan mengukur psikomotor dengan
model kognitif. Untuk mengukur penguasaan ranah psikomotor, guru memberikan
pertanyaan yang sebenarnya mengarah pada sisi kognitif. Misalnya, guru hendak
menilai tentang keterampilan siswa dalam merangkai komponen secara seri dan
paralel, akan tetapi pertanyaan yang muncul adalah, apa yang dimaksud dengan
rangkaian seri dan paralel? Jika ditelaah dengan saksama, maka sebenarnya
pertanyaan tersebut lebih condong menanyakan tentang bagaimana teori rangkaian
seri dan paralel, dan bukan respon psikomotor ataupun nilai sebagaimana diharapkan
dalam model psikomotor. Dengan begitu meski anak yang tidak terbiasa merangkai
komponenpun dapat dengan mudah menjawabnya.
Untuk dapat mengoptimalkan kemampuan psikomotor siswa, maka kondisi
tersebut haruslah diubah. Selain dapat merugikan siswa, dapat dinyatakan pula guru
tidak menggunakan alat ukur yang valid. Selain itu, siswa juga hanya pandai dari segi
kognitif saja, tapi kemampuan keterampilannya tergolong kurang.
Penilaian Kinerja Melalui Eksperimen
Menurut Ebel (1972), ada kaitan erat antara tujuan yang akan dicapai, metode
pembelajaran, dan evaluasi yang akan dilaksanakan [x]. Penilaian kinerja sangatlah
cocok untuk diterapkan di mata pelajaran yang memang membutuhkan banyak gerak,
misalnya olah raga, seni, ataupun sains seperti kimia, fisika, dan biologi yang banyak
melakukan eksperimen di laboratorium. Selain itu, melalui kegiatan eksperimen guru
dapat mengoptimalkan kemampuan psikomotor siswa.
Model eksperimen dipandang sebgai salah satu model yang terbaik dalam
mendukung proses belajar siswa. Dengan metode ini, siswa dituntut untuk melakukan
percobaan sebagai pembuktian, pengecekan, bahwa teori yang sudah dibicarakan itu
memang benar [3]. Metode eksperimen juga dikatakan sebagai cara penyajian
pelajaran,
di
mana
siswa
melakukan percobaan
dengan
mengalami
dan
komprehensif. Akan tetapi, ranah kognitif kerap kali kurang diperhatikan ataupun
yang ada justru psikomotor dengan kemasan kognitif.
Untuk melihat aspek psikomotor, diperlukan pendekatan khusus yaitu dengan
menggunakan penilaian kinerja pada pembelajaran model eksperimen. Cara ini dapat
diterapkan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah sehingga kemampuan psikomotor
siswa dapat berkembang secara optimal. Meskipun demikian, perlu pemahaman dari
guru bahwa kemajuan kemampuan psikomotor seseorang relatif berbeda dengan
orang lain.
Daftar Pustaka
[1] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005. (2005).
Diunduh 14 Juni 2015, dari http://kemenag.go.id/file/dokumen/PP1905.pdf
[2] Suharsimi Arikunto. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumu
Aksara
[3] Suparno, Paul. (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik dan
Menyenangkan. Yogyakarta : Sanata Dharma
[4] Djamarah, Syaiful B. (1995). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta
[5] Suwandi , Sarwiji. (2011). Model-model Asesmen dalam Pembelajaran.
Surakarta: Yuma Pustaka.
[6] Subali, Bambang. (2010). Buku Evaluasi Remidiasi. Yogyakarta : FMIPA UNY