Anda di halaman 1dari 13

Blok XVII : Neuropsikiatri

TUGAS JURNAL

Cerebral Palsy

OLEH :
AINUN FAHIRA
NIM : H1A012005

Fakultas Kedokteran Universitas Mataram


Nusa Tenggara Barat
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun
waktu dalam perkembangan anak, di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak
progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya.
Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda
neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral.
Cerebral palsy pertama kali diperkenalkan oleh William John Little (1843), yang
menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia
neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah Cerebral
palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis.
Pada negara maju, secara keseluruhan prevalensi diperkirakan sekitar 2 hingga 2,5
kasus per 1000 kelahiran hidup. Prevalensi ini diantara bayi yang prematur dan yang sangat
prematur diketahui cukup tinggi. Pada negara berkembang, diperkirakan prevalensi serebral
palsi adalah 1,5-5,6 kasus per 1000 kelahiran hidup. Perkiraan ini dapat dikatakan dapat tidak
sesuai dengan kenyataan dikarenakan kurangnya data, kurangnya akses kesehatan, hanya
merupakan perwakilan dari kasus yang parah, dan karena kriteria diagnostic yang tidak
konsisten (Hamid, 2013).

BAB II
ISI
DEFINISI
Serebral palsy adalah suatu gangguan perkembangan yang bersifat permanen nonprogresif yang menyebabkan adanya pembatasan aktifitas yang dikaitkan dengan adanya
gangguan non-progresif pada otak janin atau bayi yang sedang berkembang (Glinac A, et al.,
2013). Gangguan motorik serbral palsy sering disertai dengan gangguan sensasi, persepsi,
kognitif, komunikasi dan prilaku, epilepsy, dan masalah musculoskeletal ( Novak , 2014 ).
EPIDEMIOLOGI
Pada negara maju, secara keseluruhan prevalensi diperkirakan sekitar 2 hingga 2,5
kasus per 1000 kelahiran hidup. Prevalensi ini diantara bayi yang prematur dan yang sangat
prematur diketahui cukup tinggi. Pada negara berkembang, diperkirakan prevalensi serebral
palsi adalah 1,5-5,6 kasus per 1000 kelahiran hidup. Perkiraan ini dapat dikatakan dapat tidak
sesuai dengan kenyataan dikarenakan kurangnya data, kurangnya akses kesehatan, hanya
merupakan perwakilan dari kasus yang parah, dan karena kriteria diagnostic yang tidak
konsisten (Hamid, 2013).
ETIOLOGI
Beberapa penyebab yang telah diketahui menyebabkan serebral palsy adalah genetik,
inflamasi, infeksi, anorexic, trauma, dan metabolism. Prematuritas dan berat badan bayi
rendah dimana serebral palsy terlihat pada 10-18% bayi dengan berat 500-999 gram pada saat
lahir. Selain itu, korioamnionitis prenatal juga merupakan faktor resiko yang signifikan untuk
serebral palsy. Faktor resiko prenatal termasuk infeksi intrauterine, komplikasi plasenta,
kejang saat kehamilan, dan hipertiroidisme. Faktor resiko perinatal ialah infeksi, perdarahan
intracranial, kejang, hipoglikemia, hiperbilirubinemia, dan asfiksia saat lahir. Etiologi
serebral palsy pada postnatal meliputi terpapar toksik, meningitis, ensefalitis, proses
traumatik (Awwaad Y, et al., 2014)
Penyebabnya dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu prenatal, perinatal, dan pascanatal.
a) Prenatal

Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin, misalnya
oleh toksoplasmosis, rubela dan penyakit inklusi sitomegalik. Kelainan yang
menyolok biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental. Anoksia dalam
kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali
pusat yang abnormal), terkena radiasi sinar-X dan keracunan kehamilan dapat
menimbulkan Cerebral palsy
b) Perinatal
- Anoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah brain injury.
Keadaan inillah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini terdapat pada
kedaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama, plasenta
previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir
dengan seksio caesaria.
-

Perdarahan otak

Perdarahan ortak dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar


membedakannya,
mengganggu

misalnya

pusat

perdarahan

pernapasan

dan

yang

mengelilingi

peredaran

darah

batang
hingga

otak,
terjadi

anoksia.Perdarahan dapat terjadi di ruang subarachnoid akan menyebabkan


pennyumbatan CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus. Perdarahan spatium
subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumuhan spaatis.
-

Prematuritas

Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdaraha otak yang


lebih banyak dari pada bayi cukup bulan, karena pembuluh darah enzim, faktor
pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
-

Ikterus

Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang
permanen akibat msuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan
inkompatibilitas golongan darah.
-

Meningitis Purulenta

Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakiatkan gejala sisa berupa Cerebral palsy.

c) Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat
menyebabkan cerbral palsy.
1. Trauma kapitis dan luka parut pada otak pasca-operasi.
2. Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri.
3. Kern icterus
Seperti kasus pada gejala sekuele neurogik dari eritroblastosis fetal atau
devisiensi enzim hati
FAKTOR RESIKO CEREBRAL PALSY

PATOFISIOLOGI
Terdapat beberapa mekanisme patofisiologi dari serebral palsy, yaitu (Awwaad Y, et
al., 2014):
Prematuritas dan pembuluh darah serebral

Stres fisik pada bayi prematur dan ketidakmatangan pembuluh darah otak dan otak
mungkin menjelaskan mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang signifikan untuk
serebral palsy. Sebelum matur, distribusi sirkulasi janin dengan hasil otak pada
kecenderungan hipoperfusi ke white matter periventricular. Hipoperfusi dapat mengakibatkan
perdarahan matriks germinal atau leukomalacia periventricular. Antara minggu 26 dan 34 usia
kehamilan, daerah white matter periventricular dekat ventrikel lateral yang paling rentan
terhadap cedera. Karena daerah-daerah membawa serat bertanggung jawab atas kontrol motor
dan tonus otot kaki, cedera dapat terjadi dalam diplegia spastik (yaitu, kelenturan dominan
dan kelemahan kaki, dengan atau tanpa keterlibatan lengan tingkat yang lebih rendah).
Periventricular leukomalacia
Ketika lesi lebih besar menjangkau daerah saraf descenden dari korteks motor untuk
melibatkan centrum semiovale dan korona radiata, baik ekstremitas bawah dan atas mungkin
terlibat. Leukomalacia periventricular umumnya simetris dan dianggap karena cedera iskemik
white matter pada bayi prematur. Cedera asimetris untuk white matter periventricular dapat
menghasilkan satu sisi tubuh yang lebih terpengaruh dari yang lain. Hasilnya meniru
hemiplegia spastik tetapi lebih baik dicirikan sebagai kejang diplegia asimetris. Matriks
germinal kapiler di daerah periventricular sangat rentan terhadap cedera hipoksia-iskemik
karena lokasi mereka di sebuah zona perbatasan vaskular antara zona akhir arteri striate dan
thalamic. Selain itu, karena mereka adalah otak kapiler, mereka memiliki kebutuhan tinggi
untuk metabolisme oksidatif.
Cedera serebral vaskuler dan hipoperfusi
Saat matur, ketika sirkulasi ke otak paling menyerupai sirkulasi serebral dewasa,
cedera pembuluh darah pada saat ini cenderung terjadi paling sering pada distribusi arteri
serebral tengah, mengakibatkan serebral palsy spastik hemiplegia. Namun, otak matur juga
rentan terhadap hipoperfusi, yang sebagian besar menargetkan daerah aliran dari korteks
(misalnya, akhir zona arteri serebral utama), mengakibatkan serebral palsy spastik
quadriplegik. Ganglia basal juga dapat dipengaruhi, sehingga serebral palsy ekstrapiramidal
atau dyskinetic.
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron, dan degenerasi
laminar akan menimbulkan narrow gyrus, sulcus dan berat otak rendah. Cerebral palsi
digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oeh cacat
nonprogresif atau trauma otak. Suatu presentasi serebral palsi dapat diakibatkan oleh suatu

kelainan dasar (Struktur otak : awal sebelum dilahirkan, perinatal atau luka-luka/ kerugian
setelah melahirkan dalam kaitan dengan ketidak cukupan vaskuler, toksin dan infeksi).
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi
dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada
minggu ke 5-6 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya
kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya.
Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 2-4.
Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali.
Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan 3-5.
Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sd berdiferensiasi dan daerah
periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan
migrasi secara tangensial sd berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan korteks
serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti
polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.
Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun
pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi genetik, gangguan
metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal.
Pada stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan pembentukan selubung mialin.
Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan
Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai
korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventkuler ganglia basalis, batang otak dan
serebelum.
Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan
subependim Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan
nekrosis. Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan
menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak; bisa menyebabkan
Serebral palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat
mengakibatkan perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan
timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan
dengan ventrikel.

Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder. Trauma
lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi ireversibel lainnya akibat trauma adalah
terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa
mengakibatkan bangkitan epilepsi

MANIFESTASI KLINIS
Cerebral Palsy gejalanya biasanya akan tampak < 3 tahun. Bayi dengan cerebral
palsy akan mengalami kelambatan dalam perkembangan, misalnya tengkurap, duduk,
merangkak, tersenyum atau berjalan ( Perdossi, 2011 ).
a. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek
Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun
penderita dalam keadaan tidur. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan
besarnya kerusakan yaitu monoplegia / monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak,
tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah
kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/ diparesis adalah kelumpuhan
keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis
adalah kelimpuhan keempat anggota gerak, lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan
dengan tungkai (Shamsoddini, 2014 ).
b. Tonus otot yang berubah.
Pada usia bulan pertama bayi tampak flaksid (lemas) dan berbaring seperti kodok
terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor neuron. Menjelang umur 1
tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring
tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai
diperiksa otot tonusnya berubah menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks
babinski negatif, tetapi yang khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap.
Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus
(Shamsoddini, 2014 ).
c. Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan
menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tampak bila

mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku.
Kerusakan terletak diserebelum.
d. Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen
terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan
koreo-atetosis
e. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi
dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut
sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur (Shamsoddini, 2014
).
DIAGNOSIS
Pemeriksaan Khusus
1. Pemeriksaan Refleks, tonus otot, postur dan koordinasi
2. Pemeriksaan mata dan pendengaran setelah dilakukan diagnosis serebral palsy
ditegakan.
3. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya
suatu proses degeneratif. Pada serebral palsy CSS normal.
4. Pemeriksaan EEG dilakukan pada penderita kejang atau pada golongan hemiparesis
baik yang disertai kejang maupun yang tidak.
5. Foto Rontgen kepala, MRI, CT-Scan, cranial ultrasounds umtuk mendapatkan
gambaran otak.
6. Penilaian psikologi perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
7. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari retardasi mental.
TATALAKSANA
Tujuan terapi pasien Serebral palsy adalah membantu pasien dan keluarganya
memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas serta penyesuaian emosional dan
pendidikan sehingga pendenta sedikit mungkin memerlukan pertolongan orang lain,
diharapkan penderita bisa mandiri (Awwaad Y, et al., 2014).
a) Fisioterapi
Fisioterapi dini dan intensif untuk mencegah kecacatan, juga penanganan psikolog
atau psikiater untuk mengatasi perubahan tingkah laku pada anak yang lebih besar. Tindakan

ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program latihan di rumah.
Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita pada waktu istirahat atau
tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan.
Fisioterapi ini diakukan sepanjang penderita hidup ( Dimitrijevi, 2014 ).
b) Pembedahan
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk melakukn
pembedahan otot, tendon, atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan
stereotaktik dianjurkan pada penderita dengan gerakan koreo-atetosis yang berlebihan. (1)
c) Pendidikan
Penderita serebral palsy dididik sesuai tingkat intelegensinya, di sekolah luar biasa
dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Mereka
sebaiknya diperlakukan sama dengan anak yang normal, yaitu pulang ke rumah dengan
kendaraan bersama-sama, sehingga mereka tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana
normal. Orang tua juga janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk ini pekerja
sosial dapat membantu dirumah dengan nasehat seperlunya.
d). Obat-obatan
Pada penderita dengan kejang diberikan obat antikonvulsan rumat yang sesuai dengan
karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin, dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot
berlebihan, obat dari golongan benzodiazepin dapat menolong, misalnya diazepam,
klordiazepoksid (librium), nitrazepam (mogadon). Pada keadaan koreoatestosis diberikan
artan. Imipramin (tofranil) diberikan pada penderita dengan depresi.
KOMPLIKASI
Serebral palsy mempunyai komplikasi yang dapat mempengaruhi beberapa sistem.
Misalnya komplikasi pada kulit termasuk ulkus dekubitus dan luka, sementara komplikasi
ortopedi adalah kontrakur, dislokasi panggul, dan atau skoliosis (Hamid, 2013).
PROGNOSIS
Prognosisnya sebagian besar tergantung dari jenis kerusakan motoriknya.
Berdasarkan salah satu penelitian terhadap lebih dari 2.014 individu dengan cesebral palsy ,
prediktor terkuat dari kematian adalah cacat intelektual ( Michael, 2008).

BAB III
KESIMPULAN
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun
waktu dalam perkembangan anak, di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak
progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya.
Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda
neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral.

DAFTAR PUSTAKA

Awaad Y, et al., Management of Spasticity and Cerebral Palsy. Intech. 2014.


Dimitrijevi, L. 2014. Assessment and Treatment of Spasticity in Children with Cerebral
Palsy. Scientific Journal of the Faculty of Medicine in Ni 2014;31(3):163-169.
Available at : http://www.medfak.ni.ac.rs/acta%20facultatis/2014/3-2014/3.pdf.
( Acessed at : Kamis, 30 April 2015 ).
Hamid, HZ. Serebral Palsy. Medscape Journal. 2013. Available on: Michael. Diagnosis,
Treatment, And Prevention Of Cerebral Palsy In Nearterm/Term Infants. NIH
Public Access. Wake Forest University School Of Medicine : Clin Obstet Gynecol.
2008

December

51(4):

816828.

Available

on:

Http://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pmc/Articles/PMC3051278/Pdf/Nihms107730.Pdf
Michael. 2008. Diagnosis, Treatment, and Prevention of Cerebral Palsy in NearTerm/Term
Infants. NIH Public Access. Wake Forest University School of Medicine : Clin
Obstet Gynecol. 2008 December ; 51(4): 816828. Available
at :http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3051278/pdf/nihms107730.pdf. ( Acessed at : Kamis, 30 April 2015 ).
Novak I. Evidence-Based Diagnosis, Health Care,And Rehabilitation For Children With
Cerebral Palsy. Topical Review Article. Journal Of Child Neurology. 2014; Vol.
29(8) 1141-1156. Available on: Http://Www.Aacpdm.Org/Userfiles/File/IC172.Pdf.
PERDOSSI. 2011. Buku Pedoman Pelayanan Medis Dan Standar Prosedur Operasional
NEUROLOGI. PERDOSSI : Jakarta.
Sankar C And Mundku N. 2005. Cerebral PalsyDefinition, Classification, Etiology And
Early Diagnosis. Symposium On Developmental And Behavioral Disorders I .
Department Of Developmental Pediatrics, Bangalore Children's Hospital, City
Centre, Bangalore, India. Indian Journal Of Pediatrics 2005; Vol. 72. Available
on: Http://Medind.Nic.In/Icb/T06/I5/Icbt06i5p401.Pdf

Shamsoddini, A. Et al. 2014. Management of Spasticity in Children with Cerebral Palsy.


Iranian Journal of Pediatrics, Volume 24 (Number 4), August 2014, Pages: 345351. Available at : http://www.bioline.org.br/pdf?pe14064. ( Acessed at : Kamis,
30 April 2015 ).

Anda mungkin juga menyukai