Anda di halaman 1dari 7

Albert Stefianus Hartoto ( 373327 )

Business Ethics Journal : Organizational justice and turnover in public


accounting firms.
INTRODUCTION
Sudah banyak studi yang mengemukakan tentang keadilan organisasi
mempunyai konsekuensi penting terhadap organisasi dan anggotanya. Folger dan
Cropanzano (1998), mendefinisikan organizational justice sebagai sebuah kondisi
pekerja dimana individu percaya apakah mereka diperlakukan secara adil atau
tidak oleh organisasi mereka. Studi literatur lebih lanjut menjelaskan keadilan
sebagai motivasi terpenting pada orang yang bekerja. Saat individu merasakan
ketidakadilan, moral mereka akan menurun, mereka cenderung akan berhenti dari
pekerjaan mereka, dan mereka mungkin akan membalas terhadap organisasi.
Tidak jarang studi tentang keadilan organisasi muncul di dalam literatur
akuntansi, pengecualian terhadap Libby (1999) dan Lindquist (1995) yang
meneliti keadilan organisasional dalam konteks partisipasi penganggaran
(participation budget). Siegel, Reinstein dan Miller (2001) menelusuri hubungan
antara keadilan organisasional dan mentoring di kantor akuntan publik, sedangkan
Ehlen dan Welker (1996) memeriksa hubungan antara keadilan organisasional dan
penerimaan terhadap kewajiban review berjenjang dalam kantor akuntan publik.
Isu Ketidakadilan yang diteliti dalam makalah ini melibatkan alokasi rewards dari
organisasi seperti upah dan promosi. Studi sebelumnya menyarankan, dalam
menentukan siapa yang mendapat rewards, sebuah isu keadilan menjadi suatu hal
yang konsisten pada setiap keputusan tiap individu. Menurut kerangka teoritis
dalam makalah ini, saat karyawan dalam suatu kantor akuntan merasa bahwa
kantornya melakukan sesuatu yang bias, konsekuensi negatif yang mungkin
timbul adalah dapat menurunkan komitmen dalam organisasi, penurunan
kepuasan bekerja, dan turnover yang tinggi.
THEORITICAL DEVELOPMENT
Keadilan organisasi merupakan persepsi dari anggota organisasi mengenai
keadilan didalam kondisi tempat bekerjanya (Folger & Cropanzano, 1998). Setiap
individu mendefinisikan keadilan dari ratio pemasukan/ pengeluaran dengan

membandingkan antara ratio teman pekerjanya. Terdapat 2 jenis keadilan yang


terkait, procedural dan distribituve justice. Mengenai procesudal justice,
Leventhal (1980) meniliti bahwa justice rule digunakan individu dalam
mengevaluasi keadilan dalam prosedur alokasi didalam kelompok sosial dan
prosedur alokasi tersebut harus konsisten setiap waktu. Salah satu penjelasan
mengapa keadilan prosedural penting untuk individu dalam organisasi adalah
kelompok model nilai (value model) yang pertama diusulkan oleh Tyler dan Lind
(Lind & Tyler, 1988; Tyler & Lind, 1992).
Dasar model ini adalah keyakinan bahwa manusia adalah makhluk sosial
bawaan; berkelanjutan, keanggotaan dalam kelompok sosial yang relevan dan
menawarkan imbalan psikologis yang penting. Individu dalam kelompok berusaha
untuk dihargai dan diterima oleh kelompok karena ini meningkatkan harga diri
individu dan nilai diri. Penolakan oleh kelompok menunjukkan bahwa orang
tersebut mempuyai nilai kurang dari anggota kelompok lainnya. Pengambilan
keputusan yang adil menunjukkan bahwa seorang individu dinilai sebagai anggota
organisasi yang berhak atas pengakuan dan perlindungan. Menurut Tyler (1989),
pekerja menilai keadilan prosedural dari organisasi dengan menilai hubungan
mereka dengan organisasi yang bersangkutan.
HYPOTHESES
H1

Diskriminasi yang dirasakan dalam alokasi keputusan berhubungan negatif dengan

H2

kepuasan kerja
Diskriminasi yang dirasakan dalam alokasi keputusan berhubungan negatif dengan

H3

komitmen organisasional.
Diskriminasi yang dirasakan dalam alokasi keputusan berhubungan dengan
turnover intentions.

METHODS
Data Collection

3 dari 5 besar kantor akuntasi di Canada setuju untuk turut


berpatisipasi pada studi ini. Kuisioner dibagikan ke 135 akuntan, 81
mengembalikan, 5 tidak selesai, yang tersisa 76. Respon efektif

Measures

56%.
Variabel pengukuran pada studi ini termasuk turnover intention
(adaptasi dari penelitian London dan Howat (1978)), perceived

discrimination, organizational commitment, dan job satisfaction.


RESULT
Dari hasil yang didapat melalui perhitungan statistik dan analisa, didapat hasil
yang signifikan terhadap H1 dan H2 dimana diskriminasi yang dirasakan dalam
alokasi keputusan berhubungan negatif dengan kepuasan kerja dan komitmen
organisasi, dan H3 tidak signifikan dimana diskriminasi yang dirasakan dalam
alokasi keputusan berhubungan dengan turnover intentions.
CONCLUSION
Penelitian ini mengusulkan bahwa, dalam alokasi rewards
organisasi, konsistensi tiap individu adalah masalah keadilan yang penting. Hasil
sampel dari beberapa kantor akuntan yang besar mengungkapkan bahwa persepsi
bias dalam keputusan alokasi berhubungan dengan kepuasan kerja yang rendah,
komitmen organisasi yang rendah, dan keinginan turnover yang tinggi. Hasil ini
melibatkan turnover mungkin sangat penting untuk mengelola kantor akuntan
mengingat biaya perekrutan dan pelatihan staf akuntan sangat tinggi.
Tidak adanya konsistensi pada tiap individu memungkinkan memiliki
konsekuensi negatif yang lain bagi kantor akuntan seperti job performance yang
rendah. Menurut Konovsky dan Cropanzano (1991), beberapa studi melaporkan
bukti yang menunjukkan bahwa keadilan organisasi terkait dengan kinerja.
Dubinsky dan Levy (1989) berpendapat, dengan menggunakan pendekatan teori
harapan (expectancy theory), bahwa ketimpangan organisasi mengurangi motivasi
individu

dengan

mengurangi

''instrumentality'',

probabilitas

bahwa

job

performance yang tinggi membawa kepada rewards yang besar. Memperluas


argumen ini, bias dalam alokasi rewards organisasi dapat melemahkan hubungan
kinerja/reward yang dapat mengakibatkan motivasi menjadi rendah dan job
performance rendah. Dan konsekuensi negatif yang berpotensi lainnya adalah
adanyaa balas dendam dari pekerja kepada organisasi dan menurunnya perilaku
kewarganegaraan organisasi. Dan dari situ persepsi tentang ketidakadilan
organisasi menuntun individu percaya bahwa organisasi layak mendapat hukuman
( Skarlicki, Folger, & Tesluk ,1999).

Albert Stefianus Hartoto ( 373327 )


Business Ethics Journal : Corporate Ethical Values, Group Creativity, Job
Satisfaction and Turnover Intention
INTRODUCTION
Praktek etika dapat menjadi alat yang ampuh untuk meningkatkan suatu
organisasi, terutama ketika pendekatan yang berbeda digunakan untuk
menciptakan budaya kerja yang etis bagi karyawan. Kode etik, pelatihan etika,
manajemen/ pengaruh rekan kerja, dan peningkatan komunikasi dapat
memperkuat komitmen individu dan organisasi untuk praktik bisnis yang etis
(Adams et al, 2001;. Delaney dan Sockell, 1992; Jones dan Kavanagh, 1996;
Kaptein 2009 ; LeClair dan Ferrell, 2000; Minkes et al, 1999;. Schwepker dan
baik, 2007; Valentine dan Barnett, 2002; Valentine dan Fleischman, 2004, 2008).
Ketika komitmen tersebut menjadi jelas, lingkungan kerja dibuat supaya dapat
mendorong karyawan, melalui proses sosial dan norma-norma kerja, untuk
berpikir dan berperilaku secara etis (Ferrell et al, 2007;. Ingram et al, 2007;.
O'Fallon dan Butter lapangan, 2005 ; Sims dan Keon, 1999; Valentine dan
Barnett, 2007).
Studi ini mengkaji sejauh mana dirasakannya fungsi dari nilai-nilai etika
bersamaan dengan kreativitas kelompok dalam mempengaruhi kepuasan kerja dan
turnover intention. Valentine et al. mengusulkan bahwa nilai-nilai etika dan
kreativitas kelompok berkorelasi, dengan nilai-nilai etika membangun rasa yang
lebih kuat dari kreativitas dalam kelompok kerja dengan mendorong karyawan
untuk fokus pada praktik bisnis yang positif, dan kreativitas kelompok
meningkatkan konteks etika dengan membantu karyawan mengembangkan solusi
baru untuk masalah, etika menjadi salah satu tantangan yang penting.
LITERATURE REVIEW and HYPOTHESES
Keuntungan yang paling besar bagi manajer organisasi dalam membentuk
konteks kerja yang positif adalah keuntungan pekerja dan perusahaan secara
bersamaan. Keuntungan ini dihasilkan dari realisasi lingkungan kerja yang positif
yang dapat menghasilkan banyak hasil kerja yang berbeda, pekerjaan yang

diinginkan dan peningkatan kinerja. Dan banyak sekali pendekatan yang dapat
digunakan untuk mengembangkan hal tersebut
Salah satu pendekatan melibatkan pengembangan konteks kerja etis yang
diperkuat dengan serangkaian kode etik, pelatihan, dukungan manajemen puncak,
kepatuhan, dan spesifik program etika lainnya (hotlines, kelompok etika, dan etika
staffing yang resmi) (Andreoli dan Lefkowitz, 2009; Delaney dan Sockell, 1992;
Farrell dan Farrell, 1998; Ferrell et al, 2008;. Trevino dan Nelson, 2007).
Pendefinisian konteks peran etika diakui di seluruh literatur etika bisnis,
dengan berbagai model teoritis menunjukkan bahwa suatu lingkungan dapat
meningkatkan pengambilan keputusan yang etis bagi karyawan dan menyamakan
kode etik (Ferrell dan Gresham, 1985;. Ferrell et al, 2007; Hunt dan Vitell , 1986;
Jones, 1991; Trevino, 1986; Wotruba, 1990).
Dengan memberikan kesadaran spiritual, kebijaksanaan, fokus terhadap
perngertian hubungan antara stakeholder dan organisasi melalui tanggungjawab
bisnis, kreatifitas, inovasi, dan etika organisasi harus terhubung secara konstan
dengan kreativitas,
HYPOTHESES
H1

: Akan ada hubungan positif yang signifikan antara nilai-nilai etika perusahaan dan
kreativitas

kelompok.

Orang

memperhatikan

peningkatan

nilai-nilai

etika

perusahaan yang juga akan melaporkan secara signifikan peningkatan kreativitas


H2

yang lebih tinggi dalam kelompok kerja mereka.


: Akan ada hubungan positif yang signifikan antara nilai-nilai etika perusahaan dan
kepuasan bekerja. Orang memperhatikan peningkatan nilai-nilai etika perusahaan

H3

yang juga akan melaporkan secara signifikan peningkatan kepuasan kerja mereka.
: Akan ada hubungan negatif yang signifikan antara nilai-nilai etika perusahaan dan
turnover intention. Orang memperhatikan peningkatan nilai-nilai etika perusahaan
yang juga akan melaporkan secara signifikan menurunnya tingkat keinginan mereka

H4

meninggalkan pekerjaannya.
: Akan ada hubungan positif yang signifikan antara nilai-nilai etika perusahaan dan
kepuasan bekerja. Orang yang memperhatikan peningkatan kreativitas dalam
kelompok kerja yang juga akan melaporkan secara signifikan kenaikan kepuasan

H5

dengan hasil kerja mereka.


: Akan ada hubungan negatif yang signifikan antara kreativitas kelompok kerja dan
turnover intention. Orang yang memperhatikan peningkatan kreativitas dalam

kelompok kerja juga akan melaporkan secara signifikan menurunnya tingkat


H6

keinginan pekerja untuk meninggalkan pekerjaannya.


: Akan ada hubungan negatif yang signifikan antara kepusaan kerja dan turnover
intention. Orang yang memperhatikan peningkatan kepuasan kerja terhadap
pekerjaannya juga akan melaporkan secara signifikan menurunnya tingkat keinginan
pekerja untuk meninggalkan pekerjaannya.

Study 1 ( Health Science Center Employees)


Data collection

Sampel dari Healthcare and adm. Proffesional yang


bekerja dibidang pendidikan kesehatan. 781 kuisioner,

Measures

tingkat respon 19.4%


Terdapat tingkat 1 sampai 7 pada setiap kategori (corporate
ethical values, group creativity, job satisfaction, turnover

Analysis

intention)
Dengan menggunakan AMOS software dan SPSS

Result

Corporate ethical values berhubungan positif dengan


kreativitas kelompok dan kepuasan kerja dan berhubungan
negatif dengan turnover intention.

Study 2 ( Sales and Marketing Employees)


Data collection

Sales dan profesional bisnis bekerja di wilayah selatan


tengah Amerika serikat. 210 sampel survey, 127 yang
terkumpul dari berbagai kalangan profesi, umur, dan

Measures

gender.
Terdapat tingkat 1 sampai 7 pada setiap kategori (corporate
ethical values, group creativity, job satisfaction, turnover

Analysis

intention)
Dengan menggunakan AMOS software dan SPSS

Result

Corporate ethical values berhubungan positif dengan


kreativitas kelompok dan kepuasan kerja dan berhubungan
negatif dengan turnover intention.

Discussion and Managerial implications

Membandingkan

hasil

studi

ilmu

kesehatan

dengan

studi

penjualan/marketing mengungkapkan sangat sedikit perbedaan antara dua sampel.


Salah satu perbedaan penting tidak ada, mengingat bahwa hubungan negatif
antara nilai-nilai etika perusahaan dan turnover intention adalah signifikan dalam
studi ilmu kesehatan, tapi tidak dalam penjualan/studi pemasaran. Namun,
sebagian besar hubungan statistik lainnya yang sangat mirip. Perbandingan ini
menunjukkan bahwa temuan kami relatif berlaku untuk berbagai organisasi dan
disiplin profesional, terutama mereka yang direpresentasikan dalam dua sampel.
Menurut hasil dari sales and marketing employees ada keuntungan
didalam berelasi dengan profesional lainnya untuk menginstitusionalisasi konteks
etika (Adams et al., 2001; White and Lam, 2000). Dan perwakilan dari seluruh
klasifikasi pekerjaan dalam hirarki organisasi harus turut berpartisipasi (White and
Lam, 2000, p. 40). Ketika pekerja memahami bahwa etika dan paradigma
kreativitas adalah konsisten, mereha seharusnya lebih respon terhadap lingkungan
kerja yang beragam dengan percaya akan adanya rewards dan enriching (Hunt et
al., 1989; Schwepker, 2001; Thompson, 2003).

Anda mungkin juga menyukai