Disusun Oleh :
Mutmainah Amd. Kep
PENDAHULUAN ...........................................................................
A. Latar Belakang ..........................................................................
B. Tujuan Penulisan .......................................................................
BAB II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan professional yang
merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang berdasarkan pada ilmu dan etika
keperawatan.Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan,ikut menentukan
mutu dari pelayanan kesehatan.Tenaga keperawatan secara keseluruhan jumlahnya
mendominasi tenaga kesehatan yang ada,dimana keperawatan memberikan kontribusi yang
unik
terhadap
bentuk
pelayanan
relative,berkelanjutan,koordinatif
dan
kesehatan
sebagai
advokatif.Keperawatan
satu
sebagai
kesatuan
suatu
yang
profesi
menekankan kepada bentuk pelayanan professional yang sesuai dengan standar dengan
memperhatikan kaidah etik dan moral sehingga pelayanan yang diberikan dapat diterima oleh
masyarakat dengan baik dan berkelanjutan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
bagaimana ilmu keperawatan dapat berkembang dengan peralatan yang sangat terbatas
pada zaman dahulu hingga dengan peralatan yang sangat lengkap pada zaman sekarang.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui, memahami, dan menjelaskan tentang sejarah keperawatan
nasional dan internasional.
b. Mahasiswa mampu menjabarkan perkembangan ilmu keperawatan, mulai dari zaman
dahulu hingga zaman sekarang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
abad keabad
terus
berkembang,berikut adalah
3. Permulaan Masehi
Pada permulaan masehi, agama Kristen mulai berkembang. Pada masa ini
keperawatan mengalami kemajuan yang berarti seiring dengan kepesatan perkembangan
agama Kristen. Organisasi wanita pertama yang dibentuk pada saat itu dinamakan
Deaconesses, mengunjungi orang-orang sakit dan anggota keagamaan laki-laki
memberikan perawatan serta mengubur orang mati. Pada perang salib perawat laki-laki
dan perempuan bertugas merawat orang-orang yang luka dalam peperangan tersebut.
Kemajuan profesi keperawatan pada masa ini juga terlihat jelas dengan berdirinya
rumah sakit terkenal di Roma yang bernama Monastik hospital. Rumah sakit ini
dilengkapi dengan fasilitas bangsal-bangsal perawatan untuk merawat orang sakit serta
bangsal-bangsal lain sebagai tempat merawat orang cacat, miskin dan yatim piatu.
Seperti halnya di Eropa, pada pertengahan abad VI masehi keperawatan juga
berkembang di benua Asia. Tepatnya di timur tengah seiring dengan perkembangan
agama Islam. Tokoh keperawatan yang terkenal di dunia Arab pada masa ini adalah
Rafidah.
4. Permulaan Abad XVI
Struktur dan orientasi masyarakat berubah dari orientasi keagamaan menjadi
orientasi pada kekuasaan, yaitu perang, eksplorasi kekayaan alam, serta perkembangan
pengetahuan. Akibatnya banyak gereja dan tempat ibadah ditutup, padahal tempat ini
digunakan oleh ordo-ordo keagamaan untuk merawat orang sakit. Kondisi ini sangat
berpengaruh terhadap perkembangan keperawatan. Untuk memenuhi kebutuhan perawat,
wanita yang pernah melakukan kejahatan dan telah berobat dapat diterima bekerja
sebagai perawat. Akibat reputasi yang jelek ini, perawat menerima gaji yang rendah
dengan jam kerja lama pada kondisi yang buruk (Taylor C.,dkk, 1989)
5. Masa Sebelum Perang Dunia II
Florence Nightingale (1820-1910) merupakan tokoh pembaharu perawatan pada
saat itu dan bahkan sering disebut Ibu Perawatan. Pada waktu itu, Florence Nightingale
sudah menyadari pentingnya suatu sekolah untuk mendidik para calon perawat, agar
dapat diberikan pengetahuan, keterampilan dan pembinaan mental sehingga dihasilkan
tenaga perawatan yang berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil dalam
melaksanakan perawatan. Beliau menetapkan struktur dasar sebagai prasyarat dalam
pendidikan perawat :
a. Mendirikan sekolah perawat
b. Menentukan tujuan pendidikan perawat
c. Menetapkan pengetahuan yang harus dimiliki para calon sebagai dasar perawatan
Di samping itu, Florence Nightingale telah berpendapat bahwa.
a. Perlu persiapan pendidikan yang berlainan bagi perawat pelaksana dan perawat
administrator atau supervisor.
b. Perlu diperhatikan bahwa harus ada perubahan tentang jam kerja perawat yang waktu
itu berlangsung 12 jam/hari dan 7 hari/minggu.
profesi, baru terjadi tahun 1950, inipun baru pengakuan saja, belum memnuhi
karakteristik profesi.
Pendidikan perawat pada tingkat Bachelor dimulai tahun 1919. Pada tahun
1977 telah terdapat 3830 orang lulusan master di bidang keperawatan dan pada tahun
1972 terdapat 9 institusi yang melaksanakan program Doktor di bidang keperawatan. Di
Thailand pendidikan keperawatan pada tingkat Bachelor dimulai tahun 1966, dan pada
tingkat Master dimulai tahun 1986.
Proses keperawatan yang dimulai tahun 1950 dianggap sebagai stadium embrio.
Pada saat itu proses keperawatan belum dipahami dan juga belum bisa diterima, tetapi
sudah dilakukan sehari-hari. Baru pada tahun 1955 Lydia Hall memberikan presentasinya
tentang Perawatan adalah suatu proses. Pada hakikatnya keperawatan menyangkut
empat hal pokok yaitu :
a. Nursing at the patient
b. Nursing to the patient
c. Nursing for the patient
d. Nursing with the patient
Fase dalam proses keperawatn diidentifikasi oleh para dosen keperawatan
Universitas Katolik Amerika pada tahun 1967 meliputi : pengkajian, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi.
Pengertian keperawatan menurut International Council of Nurses (ICN) pada
tahun 1973 adalah, Fungsi yang unik dari perawat adalah menolong sesorang yang sakit
atau sehat dalam usaha-usaha menjaga kesehatan atau penyembuhan atau untuk
menghadapi sakaratul maut dengan tenang, yaitu usaha yang dapat dilakukan oleh pasien
sendiri apabila dia cukup kuat, berkemampuan atau sadar dan melakukannya sedemikian
rupa sehingga si pasien dalam waktu singkat dapat mandiri.
Untuk memperoleh pengakuan sebagai suatu profesi, menurut Taylor C, et al. (1997)
keperawatan harus memiliki:
a. Perumusan body of knowledge yang baik
b. Berorientasi pada pelayanan yang kuat
c. Pengakuan keahlian oleh sebuah kelompok profesional
d. Kode etik
e. Organisasi profesi yang menetapkan standar
f. Pengembangan diri secara terus menerus
g. Otonomi
B. Sejarah Keperawatan di Indonesia
1. Masa Sebelum Kemerdekaan
umum,
membenahi
cara
perawatan
pasien
gangguan
jiwa
serta
menyelenggarakan
pendidikan
juru
rawat,
RSCM
tahun
1912
ikut
menyelenggarakan pendidikan juru rawat. Itulah sekolah perawat pertama yang berdiri di
Indonesia meskipun baru pendidikan okupasional.
Kekalahan tentara sekutu dan kedatangan tentara Jepang tahun 1942-1945
menyebabkan perkembangan keperawatan mengalami kemunduran karena pekerja
perawat pada masa Belanda dan Inggris sudah dikerjakan oleh perawat yang telah
dididik, maka pada masa Jepang tugas perawat dilakukan oleh mereka yang tidak dididik
untuk menjadi perawat.
2. Masa Setelah Kemerdekaan
a. Periode tahun 1945-1962
yang disebut Tri Dharma Perguruan Tinggi, di samping itu Akademi Keperawatan
tidak berada dalam sistem pendidikan tinggi nasional namun, berada dalam struktur
organisasi institusi pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit. Demikian juga penerapan
kurikulumnya yang masih berorientasi pada keterampilan tindakan dan belum
dikenalkannya konsep-konsep keperawatan.
keperawatan yang dahulu hanya merupakan pendidikan dasar atau menengah, kini telah
ditingkatkan pada jenjang pendidikan tinggi. Variasi jenjang pendidikan keperawatan yang
ada saat ini seringkali membingungkan masyarakat, perawat, maupun para pejabat. Jenjang
utama pendidikan keperawatan di Indonesia saat ini adalah Sekolah Perawat Kesehatan,
Akademi atau Pendidikan Ahli Madya Keperawatan/Politeknik Kesehatan dengan tiga tahun
program diploma keperawatan, dan Program strata satu keperawatan dan program S2 yang
terkait dengan keperawatan.
Pendidikan tenaga keperawatan di Indonesia secara umum bertujuan untuk menyediakan
tenaga kesehatan dalam jumlah dan jenis yang sesuai, yang memiliki cirri-ciri berbudi luhur,
tangguh, serdas, terampil, mandiri, memiliki rasa kesetiakawanan, bekerja keras, produktif,
kreatif, inovatif, disiplin, serta berorientasi ke masa depan sesuai dengan asas
profesionalismenya masing-masing (Pusdiknakes, 2001).
Walaupun jumlah perawat dari pendidikan tinggi telah meningkat, namun kita perlu
mencatat bahwa sebagian besar perawat berlatar belakang pendidikan menengah. Jumlah
perawat di Indonesia menurut data dari Depkes RI (Republika, 2004) adalah sekitar 180 ribu
orang dengan latar belakang pendidikan: 76,65 persen lulusan Sekolah Perawat Kesehatan
(SPK), 22 persen perawat lulusan D3 Keperawatan, dan 2,35 persen lulusan S-1. Jumlah
bidan adalah sekitar 70.600 orang dan 98 persen di antaranya adalah lulusan Program
Pendidikan Bidan.
Perkembangan pendidikan keperawatan pada saat ini dipengaruhi berbagai faktor nasional
maupun internasional. Dari kaca mata nasional, situasi politik di tanah air dan kesadaran
masyarakat terhadap hak-haknya telah memicu reformasi di berbagai bidang termasuk
pendidikan. Maraknya ide desentralisasi/otonomi daerah juga telah memengaruhi bagaimana
pengelolaan pendidikan keperawatan dan penempatan kerja lulusan harus diselenggarakan.
Sementara tantangan dari kaca mat internasional telah mendorong kesadaran kita dalam
upaya menyiapkan tenaga keperawatan yang handal dengan kompetisi global. Untuk ini
undang-undang harus disesuaikan di antaranya undang-undang tentang registrasi dan praktik
keperawatan dan penyesuaian pendidikan sesuai dengan sistem pendidikan nasional yang
baru (Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003).
Bagian berikut akan membahas jenis pendidikan keperawatan yang ada di Indonesia, yaitu:
Sekolah Perawat Kesehatan, Pendidikan Ahli Madya Keperawatan (Politeknik Kesehatan),
Program Sarjana, dan Pasca- Sarjana Keperawatan.
1. Sekolah Perawat Kesehatan
Dari beberapa jenis jenjang pendidikan keperawatan, Sekolah Perawat Kesehatan (SPK)
merupakan institusi yang telah menyumbang tenaga keperawatan dalam jumlah paling
besar. Ini karena mayoritas pendidikan keperawatan di Indonesia pada saat didirikan
adalah SPK. SPK sebelumnya bernama SPR (Sekolah Pengatur Rawat) yang mulai
dirintis pada tahun 1960. Pada tahun yang sama juga mulai didirikan pendidikan dengan
jenjang lebih tinggi, yaitu akademi perawatan yang saat ini menawarkan program
diploma tiga keperawatan.
Dasar pendidikan keperawatan pada awal kemerdekaan adalah sekolah dasar ditambah
keperawatan yang lamanya bervariasi. Kemudian pada tahun 1960 mulai dikembangkan
Sekolah Perawat Kesehatan (SPR) dengan latar belakang pendidikan SMP yang
sekarang ini bernama SPK (Jahmono, 1993). Tujuan pendidikan SPK adalah meluluskan
perawat kesehatan yng mampu sebagai pelaksana maupun pengelola keperawatan. Lama
pendidikan dirancang tiga tahun. Pada masa tersebut pendirian SPK merupakan jawaban
tepat bagi pemerintah untuk mencukupi kebutuhan jumlah tenaga keperawatan. Karena
kebutuhan tenaga keperawatan masih sangat dibutuhkan, lulusan SPK rata-rata tidak
mengalami kesulitan untuk mendapat pekerjaan. Hal ini yang menyebabkan salah satu
animo untuk mendaftarkan diri ke SPK cukup besar pada masa itu.
Permasalahan kesehatan lain kemudian muncul, tidak saja upaya untuk memenuhi
tenaga keperawatan, tetapi juga penyediaan tenaga bidan. Untuk mencukupi tenaga
bidan, pemerintah menyelenggarakan program pendidikan bidan satu tahun yang
pesertanya diambil dari lulusan SPK. Penyelenggaraan ini diharapkan dapat
menghasilkan tenaga bidan untuk ditempatkan di desa-desa (bidan desa).
Sistem Kesehatan Nasional (2004) menyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan
vokasi, sarjana, dan profesi tingkat pertama adalah institusi pendidikan tenaga kesehatan
yang telah diakreditasi oleh asosiasi institusi pendidikan kesehatan yang bersangkutan.
Penyelenggaraan pendidikan profesi tingkat lanjutan adalah institusi pendidikan
(university based) dan institusi pelayanan kesehatan (hospital based) yang diakreditasi
oleh kolegium profesi yang bersangkutan.
Dalam Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003)
dijelaskan apa yang dimaksud dengan pendidikan akademik, profesi dan vokasi yang
semuanya diselenggarakan melalui pendidikan tinggi. Bila dilihat dari pernyataan dalam
berbagai institusi pendidikan dalam dalam lingkungan atau lokasi yang sama dipadukan
menjadi pendidikan satu atap. Untuk mengadakan pengkajian/pendataan secara lebih
mendalam, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan P4D Departemen Pendidikan
Nasional pada tahun 1999-2000. Hasil dari pendataan ini dijadikan landasan untuk
mengembangkan sistem pengelolaan akademi-akademi kesehatan menjadi politeknik
kesehatan. Pembentukan politeknik kesehatan dikukuhkan dengan diterbitkannya
Keputusan dari Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Nomor 298/MenkesKesos/SK/IV/2001 (Pusdiknakes, 2004).
Dalam keputusan Menkes Dan Kesejahteraan Sosial RI di atas dijelaskan bahwa
pelaksanaan teknis institusi pendidikan ini tetap di bawah Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial dan pimpinan institusi adalah direktur yang secara administratif
bertanggung jawab kepada Kepala Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial. Program yang dapat diselenggarakan adalah program diploma I, II,
III dan IV.
3. Program S1 dan Pendidikan Keperawatan Lebih Tinggi
Pendidikan pada tahap ini bersifat pendidikan akademik profesional (pendidikan
keprofesian), menekankan pada penguasaan landasan keilmuan, yaitu ilmu keperawatan
dan ilmu-ilmu penunjang, penumbuhan serta pembinaan sikap dan keterampilan
profesional dalam keperawatan. Pada jenjang pendidikan ini, menghasilkan perawat
generalis, terdapat dua tahap program, yaitu tahap program akademik yang pada akhir
pendidikan mendapat gelar akademik Sarjana Keperawatan (S.Kp.) dan tahap program
keprofesian yang pada akhir pendidikan mendapat sebutan profesi Ners (Ns).
Penyelenggaraan program sarjana keperawatan pada awalnya merupakan perwujudan
dari Peraturan Pemerintah No. 27/1991, SK Mendikbud No. 0211/V/1982 dan
0212/U/1982 serta Direktorat Pendidikan Tinggi No. 048/DJ/Kep/1982, yang menyatakan
tentang Pendidikan Tinggi. Penyelenggaraan ini juga sesuai dengan hasil salah satu
lokakarya nasional, yaitu di bulan Januari 1983 yang menghasilkan consensus nasional
tentang perawat sebagai profesi, sehingga tenaga keperawatan harus disiapkan melalui
pendidikan tinggi.
Program Strata 1 atau Sarjana Keperawatan mulai diselenggarakan pada tahun 1985 oleh
Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang
sejak tahun 1995 menjadi Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK UI) berdasarkan SK
Mendikbud RI No. 0332/0/1995 (FIK-UI, 2005). Karena kebutuhan tenaga keperawatan
dari lulusan pendidikan tinggi yang mendesak, kemudian program S1 Keperawatan juga
diselenggarakan oleh berbagai universitas yang lain, misalnya Universitas Gadjah Mada
pada tahun 1998 mendirikan Program Studi Ilmu keperawatan. Salah satu kelebihan dari
PSIK UGM adalah digunakannya
klinis. Dalam pengembangan jenjang pendidikan ini dicegah terjadinya fragmentasi yang
berlebihan yang dapat merugikan masyarakat dan perkembangan profesi keperawatan.
Penetapan jenis spesialisasi seyogyanya dilakukan secara bersama-sama oleh pihak yang
bertanggung jawab terhadap pengembangan pendidikan tinggi keperawatan, pelayanan
keperawatan dan kesehatan, serta organisasi profesi keperawatan.
Program Pendidikan Spesialis bidang keperawatan yang ada saat ini adalah program
pendidikan spesialis maternitas dan kedepan akan dikembangkan program spesialis lain
sesuai dengan kebutuhan.
5. Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan
Perawat diwajibkan mempertahankan kemampuannya dalam menjalankan asuhan
keperawatan yang bermutu tinggi sesuai dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan
terbaru, menyesuaikan dengan perubahan peran dan fungsi sesuai dengan kewenangan
keperawatan, mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru dan memodifikasi
perilaku dan pemahaman profesionalismenya. Untuk itu, setiap perawat yang masih aktif
menjalankan
tugasnya
harus
senantiasa
mempertahankan
dan
meningkatkan
(the Nursing and Midwifery Council), perawat tidak dapat memperpanjang surat izin
praktiknya bila tidak ada bukti bahwa mereka telah cukup mengikuti pendidikan
keperawatan berkelanjutan. Perawat juga dapat mengikuti pendidikan berkelanjutan
dengan cara belajar mandiri dari paket-paket yang terakreditasi yang ditawarkan oleh
RCN (The Royal College of Nurses). Banyak perawat yang mengambil modul ini dalam
rangka untuk mendapatkan ijazah S1-nya melalui degree pathways tetapi banyak juga
yang hanya mengambil modul tanpa ingin memperoleh ijazah S1. Tentu saja hal-hal
seperti ini membutuhkan kebijakan dan perangkat yang memadai. Barangkali gagasan
seperti ini dapat kita terapkan di Indonesia, sehingga perawat kita dapat meningkatkan
ilmunya sementara mereka masih tetap dapat bekerja, sehingga institusi pelayanan tidak
dirugikan dan kesejahteraan keluarga bagi perawat juga dapat dipertahankan karena
mereka tidak perlu meninggalkan keluarga mereka.
Terlepas dari jenjang pendidikan yang ditawarkan, sepertinya ada beberapa hal umum
yang dihadapi oleh semua pendidikan keperawatan baik menengah atau tinggi. Hal ini
antara lain disebabkan oleh berbagai perubahan sosial dan politik yang sama di tanah air
kita. Berbagai persoalan yang kiranya dapat kita pakai sebagai bahan kajian kita bersama
adalah:
a. Upaya dalam mempertahankan mutu pendidikan keperawatan. Dalam 15 tahun
terakhir, jumlah institusi pendidikan keperawatan di Indonesia meningkat dengan
cepat dan sering kali hal ini menyulitkan kita untuk mengendalikan dan
mempertahankan mutu pendidikan. Walaupun sudah ada sistem akreditasi bagi
institusi pendidikan kesehatan, namun upaya ini dirasa masih jauh dari yang kita
harapkan.
b. Arah dan kurikulum pendidikan keperawatan. Dalam situasi global saat ini, kita
berharap dapat mencetak tenaga keperawatan yang berkompetensi tinggi. Namun
dampaknya, arah pendidikan sering kali menjadi kabur dan muatan kurikulum
menjadi tidak jelas. Kurikulum seharusnya disusun dengan mendasarkan isi program
pendidikan secara seimbang untuk memenuhi kebutuhan setempat (provinsi/daerah),
nasional dan nternasional.
c. Kesempatan untuk mengikuti pelatihan/pendidikan semakin meningkat secara umum,
namun tidak semua perawat dapat mengakses kesempatan ini karena berbagai faktor
antara lain persyaratan administratif, cara pengusulan, batasan usia dan pembatasan
jumlah peserta yang dapat diterima serta keterbatasan dana dan komitmen dengan
keluarga.
d. Keterbatasan tenaga pengajar dan fasilitas klinik. Jumlah doktor dan master
keperawatan masih sangat terbatas untuk kebutuhan pengajaran program sarjana
keperawatan. Di pengajaran jenjang diploma, penyediaan jumlah tenaga pengajar
dengan kualifikasi master (S2) dan sarjana keperawatan belum memadai. Hal ini juga
terjadi di jenjang pendidikan SPK. Selain keterbatasan tenaga pengajar, sumber
fasilitas pendidikan belum juga memadai
keperawatan,
menunjukkan/mengisyaratkan
kebutuhan.
Kegiatan
atau
tindakan
Selain itu masih beraktivitasnya poltekes-poltekes yang ada di Indonesia sekarang ini
yang sebetulnya melanggar hukum Sistem Pendidikan Nasional yang ada tentang pendirian
Poltekes, yakni Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Kedinasan, di mana
pendirian Poltekes yang langsung berada dalam wewenang Depkes bertujuan dalam rangka
mendidik pegawai negeri atau calon pegawai negeri di bidang kesehatan, sehingga setelah
lulus, lulusan-lulusan Poltekes tersebut akan langsung diangkat menjadi pegawai negeri.
Sedangkan saat ini, Poltekes bukan lagi merupakan Lembaga Pendidikan Kedinasan,
sehingga para lulusannya tidak lagi mendapat ikatan dinas menjadi pegawai negeri. Oleh
karena itu seharusnya Poltekes-poltekes yang sekarang ada ini tidak dapat lagi melakukan
aktivitasnya memberikan pendidikan keperawatan.
Selain itu akhir-akhir ini Depkes telah membuat kebijakan yang mengghentikan utilisasi
S1 Keperawatan, dan walaupun masih ada, mereka dijadikan perawat-perawat S1 yang siap
dikirim ke luar negeri. Hal ini bertujuan untuk menggoalkan DIV Keperawatan. Profesi
Keperawatan secara sedikit demi sedikit melalui cara-cara yang sistematis dibawa pada
jurang kehancuran. Tentunya kita sebagai calon-calon perawat profesional di masa depan
tidak akan membiarkan profesi kita tidak dihargai di masa depan dan pelayanan kesehatan
yang diterapkan sangat jauh dari pelayanan kesehatan standar yang seharusnya didapat oleh
bangsa ini.
Kini bangsa Indonesia diantara derasnya Reformasi, profesi perawat masih harus segera
membeli seperangkat alat material untuk membenahi tatanan kehidupan baru dengan
suara yang satu semangat solidaritas. Profesi kita sedang diuji dari zaman kezaman terus
saja menimpa profesi kita, kini puncak akumulasi permasalahan telah tiba mari kita rubah,
tengoklah beberapa fakta yang terjadi dulu hingga kini :
Pertama, Perawat masih dijadikan warga kelas dua dinegeri sendiri dengan bukti masih
banyaknya tenaga perawat yang menjalani tenaga Honorer atau tenaga kontrak
(PKWT).cobalah anda Check sendiri fakta ini di rumah-rumah sakit, poliklinik, tambangtambang, pengeboran minyak, puskesmas dan sarana-sarana Agency penyedia jasa tenaga
kerja ( outsourching ) yang nota bene penyalur perawat di berbagai kota besar di
Indonesia.masih saja menjalani praktek praktek tak senonoh berbentuk perbudakan moden
( modern slavery ) ini jelas melanggar konstitusi kita, amanat UU No.13 tahun 2003 dan
KepMenakerTrans No.100 tahun 2004 melarang untuk melakukan tindakan kontrak/honor
atau bahkan PHL ( Pekerja Harian Lepas ). Tenaga kontrak sesungguhnya hanya
diperuntukkan bagi buruh yang melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk
baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan itu
pun hanya berlaku 2 tahun plus satu tahun sedangkan tenaga harian lepas untuk pekerjaan
tertentu yang berubah-ubah dalam waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada
kehadiran. Praktek-praktek ini masih banyak menimpa para perawat Indonesia karena
lemahnya posisi tawar (bargaining position ) perlu diketahui bahwa perawat haram
hukumnya untuk dikontrak terlebih menggunakan pihak ketiga, perawat secara tupoksi
mengerjakan pekerjaan tetap dengan frekwensi terus-menerus dan bukan mengerjakan
barang yang sedang diuji cobakan.perawat adalah seorang yang telah menempuh serta lulus
pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disyahkan
oleh pemerintah. (AD/ART PPNI/INNA Munas VII manado) ia adalah tenaga professional
dibidang perawatan kesehatan, ia bertanggung jawab atas perawatan, perlindungan dan
pemulihan, ia berperan dalam pemeliharaan pasien gawat darurat yang mengancam nyawa,
dan ia terlibat dalam riset medis dan perawatan sementara keperawatan adalah bentuk
pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan. Ini adalah bentuk bantuan karena adanya kelemahan
fisik dan atau mental dan bantuan atas ketidakmampuan melakukan kegiatan sehari-hari.
Kedua, Harga diri perawat kian hari kian diinjak-injak tanpa pengakuan sama sekali,
perawat bekerja secara terus-menerus 24 Jam dengan 2-3 Shift dengan segala resiko yang
mengancam, norma-norma kesehatan dan keselamatan kerja ( UU 13/2003 pasal 85/86 )
tidak dijalankan oleh pemerintah melalui instansi-instansi yang mempekerjakan perawat hal
ini diperparah lagi dengan sistem jaminan sosial yang tidak pernah merata, antara resiko dan
pendapatan tidak berimbang, penghasilan/financial perawat dari dahulu hingga kini tak
banyak mengalami suatu perubahan yang signifikan. Ini artinya professi perawat Indonesia
lagi-lagi termarginalkan. Jika kita ingat kembali memori lama kita tentang peristiwa
bencana alam / korban masal yang silih berganti menimpa bangsa kita justru tenaga
Perawatlah yang dijadikan ujung tombak dalam garda medis bencana alam, berapa juta
kasus yang sudah perawat tangani hinggi kini tak pernah dilihat oleh pemerintah namun
mereka rasakan, mereka merasakan ketika keluarga mereka sedang dirawat, mereka rasakan
ketika suatu beban pekerjaan mereka dapat terselesaikan oleh perawat sehingga tak jarang
karir dan jabatan mereka meroket karena jasa perawat. Berapa banyak pula kasus-kasus
yang diangkat dipermukaan menyangkut kesejahteraan perawat di Rumah-rumah sakit, di
Jakarta sudah terjadi Di RSU UKI, RS HAJI, RS Mata, AGD 118, RS DUREN SAWIT dan
masih banyak lagi ibarat fenomena gunung es, yang menyoalkan masalah kesejahteraan,
kejadian ini akan terus berlanjut sampai kapanpun sebelum nasib perawat dan keluarganya
diperhatikan dan dibuatkan suatu aturan secara definitive untuk kesejahteraan para
perawat.suatu perbandingan perawat Indonesia dengan perawat Kuwait yang mendapat gaji
berkisar antara Rp.10 juta s/d 14 juta perbulan, sedangkan rekan sejawat yang bekerja di
Indonesia maksimum hanya Rp.800.000 s/d 1,5 jt perbulan ( data ketua PPNI yang bekerja
dikuwait ),sekarang marilah kita tengok perbandingan gaji DPR disenayan, mereka sudah
seringkali meneriakkan persetaraan gaji / study dengan DPR di jepang dan korea padahal
gaji mereka sudah melebihi dari kebutuhan hidup, mengapa kita para perawat Indonesia
tidak meneriakkan hal yang serupa?? Mungkin ini salah satu penyebab mengapa profesi lain
memandang sebelah mata profesi perawat, selayaknya sesama tenaga kesehatan dengan
standart pendidikan yang setara harus bersanding berdiri sejajar dengan profesi lain, kalau
mereka bisa kenapa perawat tidak? ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut harus ada upaya
kuat dan sama-sama kita perjuangkan dengan beberapa cara diantaranya dengan
menggulirkan Upah Minimum sector Provinsi ( UMSP ) dibidang keperawatan, UU
Ketenangakerjaan nomor 13 tahun 2003 telah mengamanatkan bahwa upah minimum harus
didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Justru pemerintah telah melanggar
ketentuan ini. Melalui Peraturan Menteri Nomor 17, tahun 2005 PER-17/MEN/VIII/2005,
komponen KHL hampir tidak pernah diterapkan di keperawatan,bahkan masih banyak
perawat dengan gaji dibawah rata-rata UMP/R/S Akhirnya Kepmen 17/2005 menjadikan
UPAH LAYAK bagi perawat, hanyalah omong kosong belaka. Perawat Indonesia harus
mendapatkan kesejahteraan yang sama Seperti halnya upah PNS, TNI dan Polri, Upah
Layak ini berlaku secara nasional. Pengabdian perawat sama dengan mereka bahkan lebih
berat dari mereka. Upah Layak perawat selain memenuhi kebutuhan sandang dan pangan,
Apakah tuntutan ini berlebihan? TIDAK!!. Kemudian segera bentuk unit-unit organisasi
yang efektif untuk melakukan perlawanan yang serius.selain dari pada itu standart
kompetensi melalui pengesahan UU praktik keperawatan.kemudian dibuka pintu eksodus
selebar-lebarnya keluar negeri bagi perawat, dengan eksodus maka profesi perawat akan
dipandang unggul dan dibutuhkan Negara , sebagaimana yang telah terjadi di Philipine
dimana seorang dokter spesialis, pengacara, arsitek, profesi lainya berbondong-bondong
kuliah keperawatan karena profesi ini pandang unggul dan terhormat (data PPNI) maka dari
itu ayo bangkit dan lawan ketidak adilan ini.
Ketiga, Lemahnya perlindungan Hukum dan persamaan pengakuan profesi dimata Publik.
UU No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan menegaskan bahwa ada pengakuan profesi
keperawatan, ada suatu perbedaan kewenangan profesi antara dokter dan perawat. Hal ini
seyogyanya menjadi acuan dalam penguatan Legal aspek profesi perawat dimata publik,
namun rasanya UU dan keputusan menteri kesehatan tersebut belum lah cukup menjawab
semua tantangan global yang saat ini mengancam sendi kehidupan segenap anak bangsa,
perawat memberikan kontribusi yang begitu besar terhadap bangsa ini,tokoh keperawatan
Dunia Florence nightingle dan Siti Rufaidah telah merubah dunia dengan konsep kasih
sayangnya secara holistic ditengah-tengah kecamuk perang dunia ke II waktu itu. Lemahnya
perlindungan Hukum terhadap perawat Indonesia sangat jelas terlihat ketika para tenaga
peawat yang sedang mengalami gugatan Hukum tak terbela, misalnya perawat AGD Dinkes
DKI Jakarta yang sedang menjalankan tugas kemanusiaan dini hari ( 1-6-08 ) di tabrak oleh
oknum artis ibukota dan hingga kini kasusnya gantung di Pengadilan tinggi negeri jaksel
tanpa ada advokasi dari pemerintah, itu adalah contoh kecil yang terjadi dan barangkali
masih banyak kasus baik di dalam maupun diluar negri yang tak terungkap akibat sikap
kelalaian pemerintah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keperawatan merupakan sebuah ilmu dan profesi yang memberikan pelayanan
kesehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat.Keperawatan ternyata sudah ada sejak
manusia ada dan hingga saat ini profesi keperawatan berkembang dengan pesat.Sejarah
perkembangan keperawatan di Indonesia tidak hanya berlangsung di tatanan praktik,dalam
hal ini layanan keperawatan,tetapi juga di dunia pendidikan keperawatan.Tidak asing lagi
pendidikan keperawatan memberi pengaruh yang besar terhadap kualitas layanan
keperawatan.Karenanya,perawat harus terus meningkatkan kompetensi dirinya,salah satunya
melalui pendidikan keperawatan yang berkelanjutan.
B. Saran
Dari kesimpulan yang ada maka kita sebagai calon perawat atau perawat harus terus
meningkatkan kompetensi dirinya.Salah satunya melalui pendidikan keperawatan yang
berkelanjutan,sehingga kita tidak mengalami ketertinggalan dari keperawatan internasional.
DAFTAR PUSTAKA