UNIVERSITAS INDONESIA
Nana
: Pupe [ttrei Putri
NPM
:0sQ633426fu!
Tanda Tangen ,
{*,9
Tmggal
:8&lil$I3
F,,
t'
!
HALAMAN PENGESAHAN
Karya ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini diajukan oleh:
Nama
PuspaUtamiPufi, S.Kep
0806334161
NPM
Program Studi
Ilmu Keperawatan
Judul
Discharge Planning Pada Klien dengan Urolitiasis Post
Weterorenosalry filRs) Di Ruang Anggrek Tengah Kanan
RSUP Persalrabatan
di
DEWANPENGUJI
Penguji
Ditetapkan di
Tanggal
............)
, W!*::
: Depok
111
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulisan karya ilmiah
ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk lulus Ners dari
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada
penyusunan karya ilmiah ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya
ilmiah ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Ibu Dewi Irawaty, MA., Ph.D., selaku dekan dari Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia;
(2) Ibu Kuntarti, SKp., M.Biomed, selaku koordinator program profesi Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, yang telah telah banyak
membantu dari awal hingga akhir profesi;
(3) Ibu Riri Maria. SKp., MN, selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah
Akhir, yang telah memberikan arahan mengenai penyusunan karya ilmiah
akhir ini;
(4) Ibu Tuti Herawati, SKp.,MN, selaku dosen pembimbing profesi
Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan-Keperawatan Medikal Bedah
(KKMP-KMB) dan Karya Ilmiah Akhir- Ners (KIA-N), yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dalam
penyusunan karya ilmiah akhir ini;
(5) Ibu Ns. Nuraini, Skep., selaku Clinical Instructor (CI) lapangan, yang
banyak memberikan bimbingan dan arahan selama mahasiswa melakukan
program profesi KKMP-KMB di ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah
Kelas) RSUP Persahabatan;
(6) Kakak Perawat Bedah Kelas, yang tidak bisa penyusun sebutkan namanya
satu per satu, yang telah banyak memberikan kesempatan kepada penyusun
untuk meningkatkan kemampuan melakukan direct care kepada pasien;
(7) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral;
iv
(8) Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan karya
ilmiah ini;
(9) Sahabat Omoesta, Herlia, Esti, Fitri, MJ, Nicky, dan Kak Monik, yang
selalu saling menyemangati dan berjuang bersama-sama, baik suka dan
duka dalam selama menyelesaikan profesi KKMP-KMB dan karya ilmiah
akhir ners ini; dan
(10) Teman-teman angkatan profesi FIK UI periode 2012-2013 yang telah
berjuang bersama dan saling mendukung selama proses profesi
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
di
ini:
Nama
PuspaUtami Putri
NPM
4846334262
Program Studi
Profesi
Fakultas
Jenis Karya
Nonekslusif
ini,
Dibuat
di
Padatanggal
: Depok
8 Juli 2013
Yangpenyatakan
4Non
(Puspautami Putri)
ABSTRAK
Nama
: Puspa Utami Putri
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul
: Discharge Planning pada Klien dengan Urolitiasis Post
Ureterorenoscopy (URS) di Ruang Anggrek Tengah Kanan
RSUP Persahabatan
Urolitiasis merupakan masalah kesehatan yang cukup bermakna di dunia ataupun
di indonesia. Penyakit ini terjadi pada 5-10% populasi di seluruh dunia dengan
angka kejadian dan prevalency terkecil terjadi di wilayah Asia khususnya jepang.
Di indonesia, batu saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang memiliki
jumlah pasien terbesar di klinik urologi dan besarnya angka kejadian ini terjadi
karena 50% dari penderita batu saluran kemih mengalami kekambuhan dalam 5
tahun dan 70% dalam 10 tahun. Karya ilmiah ini dibuat untuk mengetahui asuhan
keperawatan serta discharge planning pada klien dengan urolitiasis. Karya ilmiah
ini menggunakan metode studi literatur yang kemudian membandingkannya
dengan hasil praktik di lapangan. Hasil dari penelitian ini adalah Ny T mengalami
3 dari 6 tanda dan gejala klien dengan urolitiasis, memiliki 6 dari 10 faktor resiko
penyebab urolitiasis, mengalami nyeri pada pre operatif, resiko jatuh pada intra
operatif dan mengalami nyeri, hipertermi dan resiko kekurangan cairan pada saat
post operasi. Klien menjalani 4 pemeriksaan penunjang, menjalani tidakan medis
URS dan pemasangan DJ Stent serta telah diberikan discharge planning. Hasil ini
diperoleh karena Ny T telah menjalani proses pengkajian serta intervensi medis
dan keperawatan. Akan tetapi, agar asuhan keperawatan dan discharge palnning
pada klien dengan urolitiasis dapat dilakukan dengan baik, disarankan agar pihak
RS memberikan pelatihan kepada perawat mengenai asuhan keperawatan dan
discharge planning, melakukan supervisi dan pengawasan dalam proses
pemberian asuhan keperawatan dan discharge planning serta diharapkan adanya
kesadaran dari tenaga kesehatan khususnya perawat untuk meningkatkan
pengetahuannya mengenai asuhan keperawatan dan discharge planning klien
dengan urolitiasis.
vii
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name
Study Program
Title
viii
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................
ii
iv
vi
ABSTRAK.......................................................................................................... vii
ABSTRACT........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI......................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................
xi
1.1
Latar Belakang..................................................................................
1.2
Rumusan Masalah.............................................................................
1.3
1.4
Manfaat Penelitian............................................................................
2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
2.1
2.2
Gaya Hidup......................................................................................
2.3
Sistem Perkemihan............................................................................ 7
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
Pemeriksaan...................................................................................... 17
2.9
Penatalaksanaan Medis..................................................................... 21
Pengkajian Keperawatan................................................................... 28
3.2
Pemeriksaan Penunjang..................................................................... 34
3.3
4. ANALISIS SITUASI...................................................................................... 41
4.1
4.2
4.3
4.4
Kesimpulan....................................................................................... 48
5.2
Saran................................................................................................. 49
DAFTAR REFERENSI.................................................................................... 50
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
xi
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1:
Rencana keperawatan
Lampiran 2:
Catatan keperawatan
Lampiran 3:
Discharge planning
Lampiran 4:
Biodata penulis
xii
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Urolitiasis atau penyakit batu merupakan salah satu penyakit yang mungkin
terjadi dalam saluran kemih. Menurut, Sjamsuhidajat (2005), urolitiasis diduga
sudah ada sejak zaman dahulu. Hal ini karena pernah ditemukan batu di dalam
tulang panggul kerangka mumi yang diperkirakan sudah ada sejak 700 tahun yang
lalu.
Saat ini, penyakit batu masih menjadi masalah kesehatan yang cukup bermakna di
dunia ataupun di indonesia. Hal ini sesuai dengan pernyataan U.S Departement of
Health and Human Service (2013) yang mengatakan bahwa batu ginjal merupakan
salah satu penyakit yang paling sering terjadi dalam saluran urinaria. Selain itu,
hal ini juga terlihat dari review yang dilakukan oleh Bartoletti R dan Tommaso C
(2008) yang menyatakan bahwa pembentukan batu pada saluran kemih, terjadi
pada 5-10% populasi di seluruh dunia dengan angka kejadian dan prevalency
terkecil terjadi di wilayah Asia khususnya jepang.
Universitas Indonesia
Selain di negara-negara maju, insiden batu saluran kemih juga terjadi indonesia.
Di indonesia, batu saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang memiliki
jumlah pasien terbesar di klinik urologi (IAUI, 2006). Pada tahun 1977 sampai
1979 di makasar terjadi sekitar 269 kasus batu saluran kemih. Tahun 1987-1992
terjadi 122 kasus dan pada tahun 1997 sampai dengan tahun 1998 terjadi sekitar
50 kasus (Dewi, D dan Anak Agung, N S, 2007). Di Indonesia, pada tahun 2002
diketahui bahwa terdapat 37.636 kasus baru batu ginjal dengan jumlah kunjungan
sebesar 58.959 orang (HTA Indonesia, 2005). Sedangkan di RSP berdasarkan
hasil observasi diketahui bahwa setidaknya terdapat 3 orang tiap minggunya yang
menjalani proses pembedahan akibat batu saluran kemih.
Batu saluran kemih, dapat terjadi pada siapa saja, pria ataupun wanita. Lotan, Y.P
(2005) mengatakan bahwa pravalensi penyakit batu pada pria dewasa sekitar 13%,
sedangkan pada perempuan dewasa 7%. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan
Dewi, D dan Anak Agung, N S (2007) yang menyatakan bahwa pravalensi
urolitiasis pada pria lebih banyak empat kali lipat bila dibandingkan dengan
perempuan.
Besarnya pravalensi urolitiasis tidak terlepas dari angka kekambuhan yang tinggi
pada pasien dengan penyakit ini. Dewi, D dan Anak Agung, N S (2007)
mengatakan bahwa sekitar 50% dari penderita batu saluran kemih mengalami
kekambuhan dalam 5 tahun dan 70% dalam 10 tahun. Sedangkan menurut EAU
Guidelines dalam IAUI (2006) resiko pembentukan batu terjadi sepanjang
kehidupan pada 5-10%.
Besarnya angka kejadian dan kekambuhan penyaikit batu saluran kemih terjadi
akibat beberapa faktor, antara lain perubahan gaya hidup. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Colella J, Eileen K, Bernadette G dan Ravi M (2005) yang
menyatakan bahwa penyakit urolitiasis disebabkan oleh banyak faktor dan yang
paling kuat mempengaruhi adalah kebiasaan gaya hidup dan praktiknya.
Berdasarkan hal tersebut maka disimpulkan bahwa urolitiasis merupakan masalah
Universitas Indonesia
serius yang harus ditangani, baik untuk mencegah terjadinya, perawatan ataupun
untuk pencegahan kekambuhan.
Indonesia, merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah pasien terbesar di
klinik urologi dengan penyakit batu saluran kemih (IAUI, 2006). Sedangkan
Dewi, D dan Anak Agung, N S., (2007) menurut makasar pada tahun 1977
sampai 1979 terjadi sekitar 269 kasus batu saluran kemih. Sedangkan pada tahun
1987-1992 terjadi 122 kasus dan pada tahun 1997 sampai dengan tahun 1998
terjadi sekitar 50 kasus. Besarnya pravalensi urolitiasis ini terjadi karena sekitar
50% dari penderita batu saluran kemi mengalami kekambuhan dalam 5 tahun dan
70% dalam 10 tahun (Dewi, D dan Anak Agung, N S., 2007). Sehingga
berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dirasakan perlu untuk mengetahui
asuhan keperawatan serta discharge planning pada klien dengan urolitiasis.
Diketahuinya faktor resiko penyebab batu saluran kemih pada klien kelolaan
Diketahuinya tata laksana medis yang dilakukan pada klien kelolaan dengan
urolitiasis
dan
mencegah
kekambuhan
pada
masyarakat
yang
pernah
mengalaminya.
Universitas Indonesia
1.4.5 Masyarakat
Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada
masyarakat mengenai penyakit urolitiasis, pengobatan dan perawatannya serta
hal-hal yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ini.
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
Kesehatan merupakan hal yang penting bagi semua orang. Oleh karena itu
pembangunan kesehatan merupakan hal yang harus dilaksanakan guna
tercapainya
kesehatan
masyarakat.
Depkes
(2004)
mengatakan
bahwa
Universitas Indonesia
2.3.2 Ureter
Ureter merupakan perpanjangan tubular berpasangan yang memiliki perpanjangan
otot dari pelvis ginjal yang terbentang hingga kandung kemih. Ureter memiliki
panjang sekitar 25-30 cm dan diameter sekitar 4-6 mm. Pada saluran ini terdapat
tiga buah tempat yang lebih sempit dari saluran lainnya yaitu di titik awal ureter
pada pelvis ginjal, titik saat melewati pinggiran pelvis ginjal dan di titik
pertemuan ureter dengan kandung kemih. Di ketiga titik inilah, batu ureter
seringkali tersangkut yang kemudian menimbulkan nyeri dan gejala lainnya. Pada
ureter juga terdapat gerakan peristaltik yang membantu masuknya urin kedalam
kandung kemih untuk kemudian dikeluarkan (Sloane, E, 2005).
2.3.4 Uretra
Uretra merupakan saluran penghubung dari kandung kemih ke bagian luar tubuh.
Uretra pria dan wanita berbeda, baik panjang ataupun fungsinya. Pada wanita,
uretra berukuran 3,75 cm dan berfungsi mengalirkan urin dari kandung kemih
Universitas Indonesia
Batu saluran kemih menurut tempat terjadinya dibagi menjadi empat, yaitu
(Sjamsuhidajat, 2005):
Universitas Indonesia
10
Universitas Indonesia
11
Semua kelompok usia mungkin mengalami penyakit ini. Akan tetapi menurut
Yusuf A dan Evo, E (2013) penyakit ini lebih banyak ditemukan pada kelompok
usia produktif. Hal ini mungkin terjadi karena gaya hidup sangat mempengaruhi
kelompok usia pada masa ini. Hal ini serupa dengan pernyaraan Thomas B and
James H, (2005) yang menyatakan bahwa penyakit ini menyerang 1-5% populasi
Universitas Indonesia
12
di negara berkembang dengan kejadian tertinggi terjadi pada klien berusia 20- 50
tahun. Sedangkan AUA Foundation (2005) menyatakan bahwa batu saluran kemih
lebih banyak terbentuk pada laki-laki, dengan usia sekitar 20-70 tahun dengan
seseorang dan keluarga yang memiliki penyakit batu.
Jenis kelamin yang lebih sering mengalami batu saluran kemih adalah laki-laki.
Menurut Dewi, D dan Anak Agung, N S (2007) batu saluran kemih empat kali
lebih banyak dialami oleh laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan kecuali
pada batu struvit, lebih sering dialami oleh perempuan. Hal ini juga sesuai dengan
pernyataan AUA Foundation (2005) yang menyatakan bahwa batu saluran kemih
lebih banyak terbentuk pada laki-laki, dengan usia sekitar 20-70 tahun dengan
seseorang dan keluarga yang memiliki penyakit batu.
Genetik atau keturunan dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Hal ini terlihat berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Krisna Dwi, N. P, (2011) yang menyatakan
terdapat hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian penyakit batu ginjal di
desa karangdawa kecamatan margasari kabupaten tegal. Berdasarkan penelitian
Krisna Dwi, N. P, (2011) juga diketahui bahwa seseorang yang memiliki riwayat
keluarga dengan batu ginjal, memiliki resiko 5,346 kali mengalami penyakit yang
sama bila dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki keluarga dengan
penyakit batu. Sedangkan kelainan anatomis dapat menyebabkan penyakit batu
saluran kemih karena dapat mempengaruhi proses eliminasi dan pembuatan urin.
Universitas Indonesia
13
Faktor kedua dalam faktor ekstrinsik adalah asupan air. Asupan air menjadi salah
satu yang penting karena mempengaruhi kekentalan urin serta pelarutan zat-zat
dalam tubuh. Menurut Yusuf A dan Evo, E, (2013) dan Brunner dan Suddarth
(2005), kurang minum merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terbentuknya batu saluran kemih. Hal ini karena kurangnya minum yang
dikonsumsi menyebabkan zat terlarut yang berada didalam tubuh lebih banyak
bila dibandingkan cairan di dalam tubuh dan hal ini berimbas pada proses
penghasilan urin, dimana urin yang dihasilkan menjadi pekat (Yusuf A dan Evo,
E, 2013). AUA Foundation (2005) mengatakan, agar dapat terhidar dari penyakit
batu saluran kemih seseorang disarankan untuk minum minimal 10-12 gelas air
per hari dan membatasi minuman seperti kopi dan cola sebanyak maksimal 2
gelas per hari.
Selain jumlah air yang dikonsumsi, jenis air yang dikonsumsi juga mempengaruhi
terbentuknya batu saluran kemih. Krisna Dwi, N. P (2011) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa meminum air tanah merupakan salah satu faktor penyebab
dari terjadinya batu saluran kemih. Hal ini terjadi karena air tanah mengandung
lebih banyak mineral terlarut bila dibandingkan dengan air permukaan (Dainur
tahun 1993 dalam Krisna Dwi, N. P, 2011). Pernyataan ini juga diperkuat oleh
Sastrawijaya tahun 2002 dalam Krisna Dwi, N. P (2011) yang menyatakan bahwa
penggunaan air yang memiliki kesadahan yang tinggi dalam waktu yang lama
Universitas Indonesia
14
Faktor selanjutnya yang berpengaruh adalah penggunaan obat-obatan. Obatobatan yang dapat mempengaruhi batu saluran kemih adalah obat-obatan yang
mengandung tinggi kalsium, tinggi oksalat dan lain-lain. Salah satu contoh obatobatan yang dapat menyebabkan batu saluran kemih antara lain antasida dosis
tinggi dan susu atau suplemen tinggi kalsium (Yusuf A dan Evo, E, 2013).
Faktor yang kelima yaitu faktor pekerjaan dan aktivitas. Pekerjaan dan aktivitas
dapat mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih karena sedikitnya
pergerakanan seseorang dapat menyebabkan statisnya urin sehingga zat-zat di
dalam urin memiliki kemungkingan untuk mengendap. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Yusuf A dan Evo, E, (2013) yang mengatakan bahwa kurang aktivitas
dapat menyebabkan batu saluran kemih. Selain itu, Brunner dan Suddarth (2005)
juga mengatakan banyak duduk dapat menyebabkan batu saluran kemih.
Universitas Indonesia
15
Faktor terakhir yang dapat menyebabkan batu saluran kemih adalah infeksi
saluran kemih. Berbeda dengan faktor-faktor yang lain, infeksi ini biasanya
menghasilkan batu struvit. Selain itu, faktor ini lebih banyak terjadi pada wanita
bila dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini sesuai dengan pernyataan AUA
Foundation (2005) yang mengatakan bahwa seseorang menjadi rentan mengalami
batu saluran kemih jika sering mengalami infeksi saluran kemih, gangguan
metabolisme tubuh tertentu atau penyakit usus yang lama.
Universitas Indonesia
16
2.6.5 Diare
Diare ini dapat terjadi karena refleks renointestinal yang mengakibatkan
peningkatan mortilitas usus sehingga menurunkan waktu absorbsi sisa makanan
sehingga feses yang keluar cair.
17
saluran kemih merupakan batu kalsium, baik itu batu kalsium oksalat ataupun
batu kalsium phospat.
2.8 Pemeriksaan
2.8.1 Pengkajian
1.
Universitas Indonesia
18
2.
3.
4.
5.
Aktifitas/istirahat
Keterbatasan aktifitas/ imobilisasi sehubungan dengan kondisi.
6.
Sirkulasi
Peningkatan TD, nadi, kulit hangat dan kemerahan.
7.
Eliminasi
Penurunan haluaran urine, BAK kadang tersendat, perubahan pola
berkemih, oliguria, hematuria, ada batu atau kerikil saat berkemih.
8.
Abdomen
Mual, muntah, diare dan distensi abdomen
9.
Universitas Indonesia
19
10.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
memastikan apakah seseorang mengalami penyakit batu (U.S Departement
of Health and Human Service, 2013). Sedangkan menurut
Portis, A.J.
b. BNO IVP
BNO IVP atau BNO intravenous pyelography excertion urography
adalah pemeriksaan BNO dengan menggunakan obat kontras yang
dimasukan via intravena (Yusuf A dan Evo, E, 2013). Pemeriksaan ini
menurut Thomas B and James H (2005) menggunakan iodine kontras
medium. Indikasi pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan BNO akan
tetapi pemeriksaan ini memberikan pemeriksaan anatomikal yang lebih
baik. Berbeda dengan pemeriksaan BNO polos, BNO IVP tidak dapat
dilakukan pada semua orang karena pemeriksaan ini hanya boleh
dilakukan jika kadar ureum < 60mg, creatinin < 2 mg, telah menjalani
Universitas Indonesia
20
pemeriksaan BNO dan skin test terhadap obat kontras. Kontra indikasi
dari pemeriksaan ini adalah alergi obat kontras, penurunan fungsi ginjal,
infeksi saluran kemih akut dan retensi cairan berlebihan. Persiapan yang
dilakukan untuk melakukan pemeriksaan ini antara lain makan-makanan
rendah sisa yaitu bubur kecap dan mengurangi minum 24 jam sebelum
pemeriksaan, puasa 8 jam sebelum pemeriksaan, dan makan garam
inggris 30 gram malam sebelum pemeriksaan (Yusuf A dan Evo, E,
2013).
c. Retrograde pyelograph
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang dilakukan jika pemeriksaan
menggunakan BNO IVP tidak baik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui letak, panjang tinggi dan etiologi dari obstruksi yang terjadi.
Pemeriksaan ini, tidak boleh dilakukan pada klien dengan infeksi saluran
kemih akut. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan kontras
melalui kateter ureter (Yusuf A dan Evo, E, 2013).
d. CT Scan Urologi
CT Scan adalah pemeriksaan yang menggunakan kombinasi X- Ray dan
komputer 3D sehingga dapat menghasilkan gambar yang lebih jelas. CT
Scan melibatkan obat khusus yang disebut dengan medium kontras.
Posisi yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah terlentang.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menunjukkan posisi batu dan kondisi
yang mungkin diakibatkan oleh keberadaan batu tersebut seperti
hidrouretra ataupun hidronefrosis (U.S Departement of Health and
Human Service, 2013).
21
e. Urinalisis
Urinalisi atau tes urin adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui apakan ada ketidaknormalan dalam urin. Pemeriksaan ini,
dilakukan kepada selur klien yang diduga mengalami batu saluran kemih
(Portis, A.J., 2001). Pemeriksaan yang dilakukan dalam pemeriksaan ini
yaitu jumlah urin, warna, kejernihan urin, ada tidaknya batu dalam urin,
ada tidaknya darah dalam urin, kadar kalsium, protein, asam urat, pH
urin, bakteri dan lain-lain. Pemeriksaan ini juga selain dapat
menunjukkan ketidaknormalan urin juga dapat menentukan apakah klien
mengalami infeksi, atau supstansi pembentuk batu dalam urin (U.S
Departement of Health and Human Service, 2013). Pada pasien dengan
batu asam urat, kadar asam urat di dalam urinnya akan tinggi (Portis,
A.J., 2001).
f. Cek darah
Cek darah atau pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui masalah
biokimia yang mungkin terjadi didalam tubuh. Salah satu masalah
biokimia yang mungkin terlihat dalam pemeriksaan ini adalah tingginya
kadar asam urat, kalsium, dll.
22
klien juga harus membatasi asupan oksalat dan natrium serta membatasi asupan
protein hewani (HTA Indonesia, 2005).
2.9.2 ESWL
ESWL atau extracorporeal shock wave lithotripsy adalah salah satu cara untuk
menghancurkan batu dengan menggunakan gelombang kejut bertekanan tinggi
yang akan melepaskan energi ketika melewati area-area yang mempunyai
kepadatan akustik yang berbeda (HTA Indonesia, 2005). ESWL, dalam
pelaksanaannya menggunakan alat yang disebut dengan lithotripter (U.S
Departement of Health and Human Service, 2013). Tindakan ini merupakan
tindakan non invasif karena menghancurkan batu dari luar tubuh. Tindakan ini
dilakukan dengan tujuan menghancurkan batu menjadi partikel-partikel terkecil
sehingga dapat melewati ureter tanpa menyebabkan nyeri yang mengganggu
(HTA Indonesia, 2005). Pada tindakan ini anestesi mungkin digunakan karena
batu yang pecah akibat gelombang kejut yang dihantarkan dapat menyebabkan
nyeri. Tindakan ini, dilakukan dengan posisi klien berbaring di meja dan
lithotripter di dekatkan ke bagian yang terdapat batunya (U.S Departement of
Health and Human Service, 2013). Tindakan ini dapat menghilangkan > 90% batu
pada orang dewasa. Akan tetapi keberhasilan ini bergantung pada ukuran, lokasi,
gaya hidup klien dan kemampuan alat ESWL yang digunakan. Tindakan ini
memiliki kelemahan yaitu tidak dapat digunakanan pada wanita hamil, perdarahan
abdomen, infeksi saluran kemih tidak terkontrol dan klien yang mengalami
malnutrisi ataupun kegemukan. Sedangkan komplikasi dari tindakan ini yaini
pengeluaran batu dalam urin, infeksi, trauma saluran kemih (Turk, C and at all,
2011).
2.9.3 URS
URS atau ureterorenoskopi adalah tindakan yang menggunakan gelombang kejut
dan endoskopi untuk menghancurkan batu (IAUI, 2006). Tindakan ini dilakukan
dengan memasukkan alat melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk
menghancurkan batu buli atau ke dalam ureter untuk menghancurkan batu ureter
(Departemen Urology RSCM, 2008). Alat yang digunakan dalam penanganan
Universitas Indonesia
23
medis ini antara lain rigid scopes, flexibel scope, ataupun digital scope. Tindakan
ini dilakukan pada batu yang berukuran kurang dari 1 cm yang berada di ureter,
batu yang menyangkut di tengah ataupun dibagian bawah ureter (Min, C.C, 2013).
Sedangkan komplikasi dari tindakan ini antara lain trauma pada mukosa saluran
kemih, perdarahan, perforasi ureter, nyeri ataupun demam (Turk, C and at all,
2011). Selain itu, menurut Min, C.C, (2013) URS mungkin juga memerlukan DJ
stant yang tindakannya membuka serta melebarkan ureter untuk mempermudah
keluarnya pecahan batu.
DJ stant atau double J stent adalah tabung halus yang dimasukan kedalam tempat
operasi. DJ stant digunakan untuk mencegah terjadinya sumbatan di dalam ureter
akibat pecahan batu dan mengeluarkan pecahan batu ke kandung kemih (Ko,
Raymond., 2009). Menurut Metro urology, (2008) DJ stent memungkinkan
pecahan batu dapat lewat karena alat ini memungkinkan ureter berdilatasi. Selain
itu, menurut Metro urology, (2008), DJ stant juga digunakan dalam perbaikan
bekas luka dalam ureter, menghilangkan tumor dari dalam ureter ataupun ginjal
dan menghilangkan tumor dari sekitar ureter.
Universitas Indonesia
24
2.9.4 PNCL
PNCL atau percutaneous nephrolithotomy adalah prosedure minimal infasif yang
dilakukan untuk menghilangkan batu yang berukuran > 2 cm yang berada di ginjal
atau ureter bagian atas. Tindakan ini dilakukan dengan membuat lubang kedalam
ginjal untuk kemudian menghancurkan batu dengan menggunakan nephroscope
(Min, C.C, 2013). Tindakan ini, tidak boleh dilakukan pada klien yang mengalami
infeksi saluran kemih yang tidak terkontrol, tumor pada daerah yang akan dituju
atau dilewati, kemungkinan kangker pada ginjal dan kehamilan. Tindakan ini
menggunakan posisi tengkurap dan menggunakan DJ stent sebagai terapi
penyertanya agar sisa-sisa batu yang hancur dapat keluar dengan lancar.
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat prosedure ini atara lain hematuria,
kebocoran urin, terdapat batu dalam urin, dan demam (Turk, C and at all, 2011).
25
perawatan,
peningkatan
kualitas
perawatan
dan
Universitas Indonesia
26
mengenai layanan kesehatan yang dapat digunakan pada klien jika penyakitnya
kambuh (Guidelines, 2013; Pemila, U., 2013).
Asupan cairan merupakan salah satu hal yang penting bagi tubuh. U.S
Departement of Health and Human Service, (2013) menyatakan bahwa untuk
menjaga kesehatan, seseorang disarankan untuk minum 2-3 liter cairan per hari.
Sedangkan menurut AUA Foundation (2005), cara mencegah erbentuknya batu
saluran kemih yaitu dengan meminum minimal 10-12 gelas air per hari dan
membatasi minuman seperti kopi dan cola sebanyak maksimal 2 gelas per hari.
Selain asupan cairan, hal selanjutnya yang memegang peranan penting dalam
menjaga kesehatan tubuh adalah diet. U.S Departement of Health and Human
Service, (2013), menyatakan bahwa diet untuk menjagaterulangnya terbentuknya
batu saluran kemih dapat dilakukan berdasarkan jenis batu yang terbentuk
sebelumnya. Pada klien dengan batu kalsium oxalat, diet yang harus dilakukan
adalah membatasi jumlah sodium, membatasi protein hewani seperti daging, ikan
dan telur, makan-makanan yang mengandung kalsium sesuai dengan kebutuhan,
batasi makan makanan tinggi oxalat seperti bayam, kacang-kacangan, gandum,
terigu, teh hitam, kelapa, coklat, dll. Pada klien dengan batu kalsium phospat, diet
yang dianjurkan yaitu membatasi sodium, protein hewani, dan hanya boleh makan
kalsium sesuai dengan kebutuhan tubuh. Klien dengan batu asam urat, disarankan
membatasi makan-makanan protein hewani (U.S Departement of Health and
Human Service., 2013). Sedangkan menurut RN Adult Mrdical Surgical Nursing
(2013) pencegahan kekambuhan penyakit batu pada klien dengan batu asam urat
Universitas Indonesia
27
adalah mengurangi makanan yang mengandung purin seperti organ dalam atau
jeroan, unggas, ikan, makanan kaleng, sayuran hijau , wine merah, dll. Pada klien
dengan batu struvite, menurut RN Adult Mrdical Surgical Nursing (2013),
makanan yang harus dihindari adalah makanan yang mengandung tinggi phosfat
seperti organ dalam, daging merah, kacang-kacangan, dll. Sedangkan untuk klien
dengan batu cystine, diet sesuai yaitu membatasi intake protein hewani (RN Adult
Mrdical Surgical Nursing., 2013).
Universitas Indonesia
BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
3.1 Pengkajian Keperawatan
3.1.1
3.1.2
Anemnesa
1.
2.
3.1.3
Universitas Indonesia
29
juga mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang mengalami penyakit batu
saluran kemih dan penyakit ginjal lainnya.
3.1.4
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien saat ini adalah sedang dengan kesadaran kompus mentis.
Klien memiliki berat badan 65 kg dengan tinggi badan 150cm. Indeks masa tubuh
klien berdasarkan tinggi badan dan berat badan klien adalah 28,89. Berdasarkan
hasil pemeriksaan tanda-tanda vital yang dilakukan kepada klien, diketahui bahwa
tekanan darah klien 110/70 mmHg, nadi 72 kali per menit, pernafasan 18 kali per
menit dan suhu klien adalah 36,2o celcius.
3.1.5
1.
2.
Sirkulasi
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi, begitu pula dengan
anggota keluarganya yang lain. Klien tidak mengalami pembengkakan
Universitas Indonesia
30
atan edema pada tubuhnya. Klien juga mengatakan tidak merasa kebas
ataupun kesemutan pada ekstremitasnya. Selain itu, klien juga mengatakan
bahwa ia tidak merasakan pusing ataupun merasakan lemas.
dan
110/70mmHg, nadi 72x/menit dengan pulsasi yang kuat dan teratur, serta
bunyi jantung normal (S1 dan S2 +, murmur -, gallops -).
3.
Integritas ego
Klien mengatakan ia sudah menikah dan memiliki tiga orang anak. Klien
mengatakan, beberapa bulan belakangan ini, ia memiliki masalah dengan
suaminya dan hal tersebut memaksa beliau untuk mencari pekerjaan untuk
dapat bertahan hidup dengan anak-anaknya. Klien juga mengatakan bahwa
ia sejak muda memang sulit untuk minum. Selain itu, beliau juga
mengataka bahwa dirinya sering menahan buang air kecil dan beliau
cukup sering minum teh manis meskipun tidak setiap hari. Klien
mengatakan bahwa ia sudah pernah menjalani operasi cecar dua kali
sehingga menurut beliau ia tidak terlalu khawatir dalam menjalani operasi
ini.
Universitas Indonesia
31
4.
Eliminasi
Klien mengatakan bahwa ia buang air besar (BAB) tidak tentu, terkadang
2-3 hari sekali, terkadang tiap hari. Klien mengatakan, ia terakhir BAB 2
sebelum masuk rumah sakit. Klien juga mengatakan ia tidak pernah
menggunakan laksatif dan konsistensi BABnya normal atau biasa, tidak
cair, tidak keras.
5.
32
6.
Hygine
Klien mengatakan ia dapat melakukan semua kegiatannya sendiri.
Meskipun terkadang, ia suka terganggu dan terhambat dalam melakukan
aktivitasnya dikarenakan nyeri pada pinggang dan perut yan meningkat.
Klien mengatakan ia mandi dua kali sehri pagi dan sore hari.
7.
Neurosensori
Klien mengatakan bahwa ia tidak merasakan pusing saat ini. Serta klien
juga mengatakan bahwa ia tidak memiliki rasa seperti ingin pingsan. Klien
mengatakan bahwa ia tidak memiliki riwayat stroke. Selain itu, klien juga
mengatakan tidak memiliki gangguan dalam menggerakkan anggota
tubuhnya. Klien mengatakan bahwa ia menggunakan kacamata minus 5
yang sudah digunakannya sejak lama. Selain itu klien mengatakan bahwa
ia tidak memiliki masalah pendengaran.
33
8.
9.
Pernafasan
Klien mengatakan ia tidak mengalami batuk dan sesak saat ini. Ny T
mengatakan bahwa ia tidak memiliki riwayat penyakit TB, asma, ataupun
penyakit paru-paru yang lainnya. Beliau juga mengatakan bahwa ia tidak
pernah merokok.
34
bantu pernafasan dan cuping hidung. Bunyi nafas klien vesikuler. Klien
tidak mengalami sianosis dan fungsi mentalnya baik.
10.
Keamanan
Ny T mengatakan bahwa ia tidak memiliki alergi, baik makanan ataupun
obat. Klien mengatakan bahwa klien tidak pernah mengalami cidera
atupun patah tulang dan dislokasi. Klien mengatakan ia memiliki mata
minus dan menggunakan kaca mata minus 5. Klien juga mengatakan
bahwa ia tidak memiliki masalah dalam hal pendengaran.
Berdasarkan pemeriksaan diketahui bahwa suhu badan klien 36,2 oC.
Integritas kulitnya baik. Keadan umum klien sedang. Klien dapat berjalan
normal, tonus otot normal dan tidak ada paralisis.
Universitas Indonesia
35
Universitas Indonesia
36
Pre Operatif
Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan diketahui bahwa pada saat ini,
yaitu pada masa pre operasi klien memiliki satu buah diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang dialami klien yaitu nyeri akut berhubungan dengan
obstruksi batu saluran kemih.
Diagnosa
pinggang kiri yang menjalar sampai ke perut kiri bagian bawah, skala nyerinya 56, nyeri hilang timbul dan meningkat jika terlalu lama duduk, lama nyeri
dirasakan tidak tentu dan frekuensi nyeri tidak tahu; Klien mengatakan terkadang
nyeri pada daerah kemaluannya jika BAK nya sedang sulit dan klien mengatakan
pernah mengeluarkan batu saat BAK. Selain itu, diagnosa ini juga muncul akibat
hasil pemeriksaan oleh perawat yaitu klien terlihat sesekali meringis, nyeri ketuk
pada bagian pinggang kiri dan hasil CT urografi yang menunjukkan nefrolithiasis
bilateral multiple dan ureterolotiasis kiri.
Diagnosa keperawatan ini berusaha diatasi dengan cara memberikan klien posisi
dan lingkungan yang tenang dan nyaman, mengajarkan tehnik relaksasi nafas
dalam, dan distraksi, menganjurkan klien untuk mengompres bagian yang nyeri
dengan air hangat serta melakukan pemantauan terhadap tanda-tanda vital,
intensitas, frekuensi, lokasi, lama dan penjalaran nyeri serta memantau ekspresi
wajah klien, ada tidaknya keringat dingin dan kemampuan klien beristirahat.
Evaluasi dari tindakan yang dilakukan diatas adalah klien mengatakan nyeri
dibagian pinggang sebelah kiri dan perut kiri bawah masih dirasakan, tingkat
nyeri 4-5, nyeri hampir selalu ada, nyeri mernyebar dari pinggang ke perut kiri
bawah serta saat ini klien mengatakan lebih nyaman. Sedangkan hasil dari
pemeriksaan yang dilakukan perawat yaitu TD 100/70 mmHg, N 72x/menit, RR
18x/menit dan T klien 36,2oC serta klien melakukan tarik nafas dalam yang
diajarkan.
Universitas Indonesia
37
3.3.2
Intra Operatif
Perawatan intra operatif adalah perawatan yang dimulai sejak klien masuk ke ruang
untuk operasi hingga klien keluar dari ruang pemulihan. Pada saat berada di dalam
ruang operasi, klien terlebih dahulu di letakkan di ruang tunggu operasai sampai
ruang operasi klien siap digunakan. Setelah itu, klien dimasukkan ke dalam ruang
operasi dan dibius dengan menggunakan anastesi spinal. Klien di tanya dan
diobservasi mengenai kemajuan pembiusan. Selanjutnya ketika dokter sudah yakin
bahwa obat biusnya sudah bekerja yaitu ketika kaki klien sudah sangat berat untuk
digerakkan, klien dilakukan disinfektan menggunakan betadin dan kemudian
dilakukan dressing. Setelah itu, alat ureteroskopi dimasukkan untuk melihat dan
mencari posisi batu saluran kemih klien kemudian setelah batu ditemukan dokter
Universitas Indonesia
38
Pada tahap ini, diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny T adalah resiko jatuh
berhubungan dengan penggunaan obat buis pada klien. Diagnosa ini muncul karena
dilakukan pembiusan spinal kepada klien yang mengakibatkan tidak dapat
bergeraknya tubuh bagian bawah klien. Diagnosa ini kemudian dilakukan
implementasi guna mencegah terjadinya diagnosa keperawatan ini. Implementasi
untuk diagnosa ini yang dilakukan oleh mahasiswa antara lain memasang restrain
pada klien, memastikan posisi tempat tidur klien terkunci dan meningkatkan
pengawasan pada klien. Sedangkan hasil evaluasi dari tindakan ini yaitu klien tidak
terjatuh.
3.3.3
Post Operatif
Perawatan post operatif adalah perawatan yang dimulai semenjak klien keluar dari
ruang pemulihan hingga klien pulang. Pada Ny T, diagnosa keperawatan yang
muncul pada masa ini adalah nyeri akut berhubungan dengan post operasi URS
dan pemasangan DJ Stant kiri, hipertermi berhubungan dengan tauma pasca
operasi URS dan resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
peningkatan suhu tubuh.
Diagnosa keperawatan utama pada masa ini adalah nyeri akut berhubungan
dengan post operasi URS dan pemasangan DJ Stant kiri. Diagnosa ini muncul
karena klien mengatakan nyeri pada bagian perut kiri bawah dengan skala nyeri 5,
nyeri hilang timbul dan tidak nyeri saat BAK. Selain itu, berdasarkan hasil
pemeriksaan oleh mahasiswa diketahui bahwa klien post operasi URS dan
Universitas Indonesia
39
pemasangan DJ Stant kiri H+1, klien terlihat meringis dan membatasi gerak.
Mahasiswa untuk mengatasi masalah tersebut kemudian melakukan beberapa
implementasi keperawatan yaitu mengkaji intensitas, lokasi, lama dan tempat/area
serta penjalaran dari nyeri, mengkaji ada tidaknya keringat dingin, tidak dapat
istirahat dan ekspresi wajah klien, mengkaji TTV, memberikan posisi dan
lingkungan yang tenang dan nyaman, memotivasi klien untuk melakukan teknik
relaksasi nafas dalam, distraksi serta guide imagine dan berkolaborasi dengan
dokter untuk pemberian obat penghilang rasa sakit, yaitu keterolak 30mg.
Evaluasi akhir dari diagnosa keperawatan ini adalah rasa nyeri yang dirasakan
klien berkurang menjadi 1-2, nyeri dirasakan ada di perut bagian bawah dan tidak
menyebar, nyeri hilang timbul, frekuensi jarang dan durasi tak menentu. Selain itu
klien juga mengatakan bahwa nyeri tidak terasa apabila ia berjalan. Selain iti,
berdasarkan hasil pemeriksaan klien di dapatkan bahwa TTV klien dalam batas
normal (TD 120/70 mmHg, N 68x/menit, dan suhu 36,6oC), klien tidak meringis,
klien tidak mengalami keringat dingin dan klien sudah berjalan-jalan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa masalah nyeri klien teratasi.
Universitas Indonesia
40
Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS SITUASI
4.1 Profil Lahan Praktek
Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan atau yang biasa disingkat RSUP
Persahabatan merupakan rumah sakit umum pemerintah kelas A yang terdapat di
daerah Jakarta Timur. RSUP Persahabatan merupakan rumah sakit pusat rujukan
nasional untuk masalah kesehatan respirasi. Rumah sakit ini dibangun sejak tahun
1960an dan terbentuk berdasarkan hubungan bilateral pemerintahan Negara
Indonesia dan Rusia. RSUP Persahabatan memiliki visi menjadi rumah sakit
terdepan dalam menyehatkan masyarakat dengan unggilan kesehatan respirasi
kelas dunia dan misi sebagai penyelenggara pelayanan, pendidikan dan penelitian
dalam bidang kesehatan secara profesional dan berorientasi kepada pasien. Moto
dari rumah sakit ini adalah melayani secara bersahabat (RSUP Persahabatan,
2013).
RSUP Persahabatan memiliki kapasitas enam ratus tempat tidur yang terbagia
kedalam enam instalasi yang salah satunya adalah IRIN A, tempat dimana ruang
Anggrek Tengah A atau yang biasa dikenal dengan Bedah Kelas berada. Ruang
Bedah Kelas merupakan ruang rawat kelas tiga. Ruangan ini terdiri atas tiga
puluh dua tempat tidur yang terbagi dalam sebelas kamar rawat, sepuluh kamar
rawat biasa dan satu kamar rawat isolasi. Kamar rawat biasa terdiri dari tiga buah
tempat tidur. Sedangkan kamar rawat isolasi berisi dua buah tempat tidur.
Ruang bedah kelas memiliki satu orang kepala ruangan dan dua orang katim serta
tiga belas perawat pelaksana. Jumlah tenaga keperawatan yang berpendidikan
Ners di bedah kelas ada dua orang, berpendidikan sarjana keperawatan tiga orang,
dan berpendidikan D3 ada sebelas orang. Selain perawat, di bedah kelas juga
terdapat tenaga kerja non keperawatan yaitu pekarya yang berjumlah dua orang
dan cleaning service berjumlah tiga orang.
41
Universitas Indonesia
42
Batu saluran kemih atau urolithiasis adalah suatu kondisi dimana terdapat kalkuli
atau batu di traktus urinarius (Brunner dan Suddarth, 2005). Urolitiasis dapat
terjadi karena pengaruh faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, genetik dan
kelainan anatomis tubuh serta faktor ekstrinsik antara lain kondisi geografis, iklim
dan temperatur tempat tinggal, asupan air, diet tinggi protein, purin, kalsium, dan
oksalat, obat-obatan, pekerjaan, dan infeksi (Khan and Canales, 2009 dalam
Krisna Dwi, N. P, 2011; Yusuf A dan Evo, E, 2013).
43
Faktor kedua yang mempengaruhi terjadi penyakit batu ureter pada klien adalah
faktor geografis, cuaca dan iklim. Ny T tinggal di Indonesia khususnya di jakarta
yang cuaca dan iklimnya cenderung panas. Sehingga lebih banyak memiliki
kemungkinan untuk mengalami batu saluran kemih. Sebab jumlah air yang
dikonsumsi lebih sedikit yang dikeluarkan melalui urin. Hal ini serupa dengan
pernyataan Yusuf A dan Evo, E, (2013) yang menyatakan bahwa ilkim dan cuaca
yang panas menyebabkan tubuh lebih banyak mengeluarkan keringat bila
dibandingkan dengan urin.
Faktor ketiga yang mempengaruhi terjadinya urolotiasis pada klien adalah asupan
air. Ny T mengatakan, dalam sehari ia hanya minum 2-4 gelas sehari. Selain itu,
beliau juga terkadang mengkonsumsi teh. Kurangnya konsumsi minum dan
konsumsi teh dapat menyebabkan sedikitnya zat pelarut dan meningkatkan zat
terlarut dalam urin sehingga urin menjadi kental dan pekat. Hal ini serupa dengan
pernyataan Yusuf A dan Evo, E, (2013) dan Brunner dan Suddarth (2005), yang
menyatakan kurang minum merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terbentuknya batu saluran kemih karena kurangnya minum menyebabkan zat
terlarut yang berada didalam tubuh lebih banyak bila dibandingkan cairan di
dalam tubuh dan hal ini berimbas pada proses penghasilan urin, dimana urin yang
dihasilkan menjadi pekat.
Faktor selanjutnya yang berperan dalam proses pembentukan batu saluran kemih
pada Ny T adalah diet. Ny T mengatakan bahwa ia makan apa saja. Beliau juga
mengatakan ia tidak memiliki pantangan makan terhadap apapun. Hal ini berarti
bahwa klien tidak membatasi asupan protein, kalsium, purin ataupun oksalat.
Padahal menurut Khan and Canales, 2009 dalam Krisna Dwi, N. P, (2011) diet
tinggi protein, tinggi kalsium, tinggi purin, dan tinggi oksalat dapat menyebabkan
pembentukan batu saluran kemih. Oleh karena itu mungkin saja diet menjadi salah
satu penyebab dari terbentuknya batu saluran kemih pada Ny T.
Faktor kelima yang mungkin menyebabkan batu saluran kemih pada klien adalah
aktivitas. Ny T mengatakan bahwa sehari-hari ia bekerja sebagai pengasuh bayi.
Universitas Indonesia
44
Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa ia jarang berolah raga baik karena sibuk
ataupun karena malas. Kurangnya aktivitas inilah yang kemudian dapat
menyebabkan batu saluran kemih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yusuf A dan
Evo, E, (2013) yang mengatakan bahwa kurang aktivitas dapat menyebabkan batu
saluran kemih.
Tanda dan gejala yang mungkin dialami oleh klien batu saluran kemih adalah
nyeri, demam atau menggigil, sulit atau tidak dapat BAK, mual dan muntah,
diare, dan BAK berdarah (Brunner dan Suddarth, 2005). Pada Ny T, tidak semua
tanda dan gejala ini muncul. Tanda gejala yang terjadi pada Ny T antara lain nyeri
pada pinggang kiri belakang yang menjalar sampai dengan perut kiri depan bagian
bawah, sulit BAK serta mual dan muntah.
Sulit BAK pada klien dengan batu saluran kemih menurut Brunner dan Suddarth,
(2005) terjadi karena batu menutupi ataupun menghambat aliran urin untuk dapat
keluar dari tubuh sehingga jumlah urin yang keluar lebih sedikit. Sedangkan nyeri
pada kostovertebrata dan menyebar ke perut dan kandung kemih pada perempuan
menandakan batu berada di ureter. Sedangkan mual dan muntah pada klien terjadi
karena terdapat batu pada ginjal klien yang memicu refleks renointestinal
(Brunner dan Suddarth, 2005). Hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan BNO
polos dan CT Scan Urologi yang dilakukan kepada klien yang menyatakan bahwa
Universitas Indonesia
45
klien mengalami nefrolitiasis atau batu ginjal dan ureterolitiasis atau batu pada
ureter.
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi Dengan Konsep Dan Penelitian Terkait
Pada klien dengan batu saluran kemih, intervensi yang wajib dilakukan oleh
perawat adalah discharge planning. Hal ini karena menurut Dewi, D dan Anak
Agung, N S (2007) sekitar 50% dari penderita batu saluran kemih mengalami
kekambuhan dalam 5 tahun dan 70% dalam 10 tahun. Oleh karena itu, discharge
planning menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan pada klien dengan
masalah batu saluran kemih.
46
Pada kasus Ny T, discharge planning mulai dilakukan sejak klien masuk ke ruang
rawat bedah. Discharge planning yang pertama kali diberikan kepada klien adalah
mendiskusikan kepada keluarga dan klien mengenai penyebab dari terjadinya batu
saluran kemih pada klien. Setelah mendiskusikan mengenai penyebab dari
terjadinya batu saluran kemih yang menurut klien dan keluarga adalah kurang
minum dan kurangnya aktivitas, mahasiswa menjelaskan mengenai prosedure
operasi yang akan klien jalani. Kemudian discharge planning kembali diberikan
setelah klien keluar dari ruang operasi yaitu menganjurkan klien untuk minum
minimal 10-12 gelas air per hari dan membatasi minuman seperti kopi dan cola
sebanyak maksimal 2 gelas per hari (AUA Foundation, 2005). Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya pemekatan urin yang merupakan salah satu
penyebab dari terjadi batu saluran kemih dan mempermudah keluarnya serpihanserpihan batu yang mungkin masih terdapat di dalam saluran kemih klien.
Satu hari sebelum klien pulang, klien dan keluarga kembali diberikan penjelasan
mengenai faktor resiko yang dapat menyebabkan kekambuhan penyakit klien,
yaitu kurang minum, kurang aktivitas, konsumsi tinggi kalsium, purin, protein,
dan tinggi oksalat, penggunaan obat-obatan seperti obat tinggi kalsium dan
lainnya serta infeksi pada saluran kemih (Khan and Canales, 2009 dalam Krisna
Dwi, N. P, 2011; Yusuf A dan Evo, E, 2013). Mahasiswa juga menjelaskan
kepada klien dan keluarga mengenai tanda-tanda kekambuhan dari penyakitnya
yaitu nyeri pada pinggang atau perut bagian bawah dengan mual dan muntah
Universitas Indonesia
47
ataupun tidak, demam atau mengigil, sulit BAK atau bahkan tidak dapat BAK
sama sekali, diare, dan atau BAK berdarah (Brunner dan Suddarth., 2005). Selain
itu, mahasiswa juga menjelaskan klien harus segera pergi ke rumah sakit jika
nyeri yang sangat terjadi dan atau tidak dapat BAK. Sedangkan pada hari saat
pasien pulang, mahasiswa memberikan resume keperawatan klien, memberi tahu
waktu kontrol klien, menjelaskan mengenai pengaturan konsumsi obat,
mengingatkan kembali faktor resiko penyakit klien dan cara pencegahannya serta
mengingatkan kembali kapan harus segera kembali kerumah sakit.
Evaluasi dari tindakan yang dilakukan ini adalah klien mengatakan lebih
mengetahui mengenai kondisinya. Klien juga mengatakan senang karena
diberikan penjelasan. Klien dan juga mengatakan akan minum minimal 2 liter
perhari, tidak akan menahan BAK, akan mencoba berolahraga tiap minggunya
dan akan mengurangi makanan yang mengandung tinggi kalsium, tinggi purin,
tinggi protein dan tinggi oksalat. Klien juga mengatakan akan minum obat sesuai
dengan aturan dan melakukan kontrol sesuai dengan jadwal yang telah di
tetapkan.
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari karya ilmiah ini adalah:
1. Tanda dan gejala yang mucul pada Ny T adalah nyeri pada pinggang kiri
belakang yang menjalar sampai dengan perut kiri depan bagian bawah, sulit
BAK serta mual dan muntah
2. Faktor resiko penyebab batu saluran kemih pada Ny T adalah usia, geografis,
cuaca dan iklim, kurang minum, diet tinggi protein, tinggi kalsium, tinggi
purin, dan tinggi oksalat, kurangnya aktivitas, dan infeksi.
3. Diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny T adalah pre operatif: nyeri
akut berhubungan dengan obstruksi batu saluran kemih; Intra operatif:
resiko jatuh berhubungan dengan penggunaan obat buis pada klien; Post
operatif: nyeri akut berhubungan dengan post operasi URS dan pemasangan
DJ Stant kiri, hipertermi berhubungan dengan tauma pasca operasi URS dan
resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu
tubuh.
4.
5. Tindakan medis yang dilakukan kepada klien adalah operasi minimal invasif
yaitu URS atau ureterorenoskopi dengan pemasangan DJ Stant.
6. Discharge planning Ny T yaitu intervensi medis yang dilakukan adalah URS;
jadwal kontrol tanggal 3 Juni 2013; faktor resiko yang dapat menyebabkan
kekambuhan penyakit klien, yaitu minum kurang dari 2 liter per hari, kurang
aktivitas, kebiasaan menahan BAK, konsumsi tinggi kalsium, purin, protein,
dan tinggi oksalat, penggunaan obat-obatan seperti obat tinggi kalsium dan
lainnya serta infeksi pada saluran kemih; tanda-tanda kekambuhan dari
penyakitnya yaitu nyeri pada pinggang atau perut bagian bawah dengan mual
dan muntah ataupun tidak, demam atau mengigil, sulit BAK atau bahkan
48
Universitas Indonesia
49
tidak dapat BAK sama sekali, diare, dan atau BAK berdarah; serta kembali
segera jika nyeri sangat dan tidak dapat BAK.
5.2. Saran
Berikut adalah beberapa saran yang direkomendasikan oleh penulis, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Membuat
acuan
atau
memudahkan
asuhan
7.
Dapat dijadikan data dasar dan pengembangan ide untuk penelitian yang
selanjutnya yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pada klien urolitiasis
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
50
Universitas Indonesia
51
52
RN Adult Mrdical Surgical Nursing. (2013). Nursing care of cliens with renal
disoder,
chapter
70.
Diunduh
di
http://www.atitesting.com/ati
nextgen/FocusedReview/data/datacontext/RM%20AMS%20RN%208.0%20
Chp%2070.pdf. Diunduh 2 Juli 2013, pukul 15.00.
RSUP Persahabatan (2013). Profil RSUP Persahabatan. Retrieved from http:/
/rsuppersahabatan.co.id/index.php/page/profil-rsup-persahabatan.
Diunduh
Universitas Indonesia
Lampiran 1
Pre Operasi
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria
Rencana Tindakan
Tujuan:
Mandiri:
kemih
Mengurangi nyeri
Ditandai dengan:
Rasional
DO:
Kriteria evaluasi:
terjadi
menjadi 2-3
Kaji TTV
-
Lampiran 1
nyeri dapat berkurang.
panggul
akibat nyeri
Kolaborasi:
-
Intra Operatif
Diagnosa Keperawatan
Resiko jatuh berhubungan dengan
penggunaan obat buis pada klien
Tujuan/Kriteria
Tujuan:
Rencana Tindakan
Rasional
Mandiri:
Ditandai dengan:
DO:
dapat digerakkan
DS:
Kriteria Hasil:
klien dilakukan
- Tingkatkan pengawasan pada klien
Lampiran 1
Post operatif
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria
Rencana Tindakan
Tujuan:
Mandiri:
Mengurangi nyeri
kiri
Rasional
Kriteria evaluasi:
Ditandai dengan:
DO:
kemih
-
Kaji TTV
-
DS:
saat BAK
Kolaborasi:
-
Tujuan:
Mandiri:
Lampiran 1
Ditandai dengan:
Kriteria evaluasi:
DO:
Pantau TTV
Memantau ststus
hemodinamik klien
37,5 C
-
DS:
RR 16-20x/menit
N 50-100x/menit
2 liter
hilang
memerah
Lampiran 1
menghambat atau
-
warna kulit
Kolaborasi:
-
Berikan PCT
Tujuan:
Mandiri:
tubuh
cairan
Berhubungan dengan:
Kriteria Hasil:
DO:
- TTV normal
Lampiran 1
atau tidak
DS:
Kolaborasi:
-
Lampiran 2
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
: Ny T / 38 tahun
Ruangan
: Bedah kelas
Diagnosa medis
Tanggal
: 27 Mei 2013
Diagnosa Keperawatan
Waktu
17.00
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
Tujuan:
Mandiri:
S:
Mengurangi nyeri
- Memeriksa TTV
Ditandai dengan:
Kriteria evaluasi:
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan
penyebaran nyeri
DO:
pinggang kiri
Hasil CT urografi
18.00
Tingkat nyeri
berkurang menjadi 2-
3 dan klien
DS:
Klien mengatakan ia merasa
nyeri pada pinggang kiri yang
18.00
- Menganjurkan klien
mengompres pinggang dan
perut yang nyeri
O:
- TD 100/70 mmHg; N 72x/menit;
RR 18x/menit; T 36,2oC
- Klien melakukan tarik nafas dalam
Paraf
Lampiran 2
nyeri hilang timbul dan
A:
P:
tidak tahu.
Lanjutkan intervensi
: Ny T / 38 tahun
Ruangan
: Bedah kelas
Diagnosa medis
Tanggal
: 28 Mei 2013
Diagnosa Keperawatan
Waktu
13.00
Implementasi
Evaluasi (SOAP)
Tujuan:
Mandiri:
S: -
O:
Paraf
Lampiran 2
klien
Ditandai dengan:
Kriteria Hasil:
DO:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Klien mengatakan
klien terkunci
selesai
- Tingkatkan pengawasan
1x45 menit:
DS:
-
pada klien
: Ny T / 38 tahun
Ruangan
: Bedah kelas
Diagnosa medis
Tanggal
: 29 Mei 2013
Diagnosa Keperawatan
Waktu
10.00
Implementasi
Tujuan:
Mandiri:
Mengurangi nyeri
10.00;
Setelah dialkukan
Evaluasi (SOAP)
S:
-
Paraf
Lampiran 2
13.00
DO:
intervensi keperawatan
wajah
gerak
10.00
berkurang menjadi 2-
Kaji TTV
10.00
O:
dan nyaman.
melakukan teknik
imagine
P: Lanjutkan intervensi
DS:
Tingkat nyeri
normal
timbul.
Kolaborasi:
14.00
Ditandai dengan:
DO:
Klien teraba panas
Mandiri:
10.00
10.00
normal
Memantau TTV
Menganjurkan klien
10.00
Kriteria evaluasi:
Setelah dialkukan
liter
S:
-
O:
Lampiran 2
Suhu badan klien 37,8oC
10.00
intervensi keperawatan
selama 3x24 jam:
pemasangan DJ Stant
DS:
Klien mengatakan
10.00;
demam
14.00
10.00;
10.00
Menganjurkan keluarga
RR 16-20x/menit
N 50-100x/menit
membran mukosa)
Tidak terjadi
kejang
-
Kolaborasi:
-
Memantau perubahan
warna kulit
memerah
11.00
12.00
kali
Kesadaran CM
Memberikan PCT
-
A: Masalah teratasi
P: Pantau suhu tubuh dan kondisi
klien
Resiko kekurangan volume
cairan berhubungan dengan
10.00
Tujuan:
Mandiri:
Observasi TTV
S:
-
Lampiran 2
peningkatan suhu tubuh
11.00;
volume cairan
14.00
Berhubungan dengan:
10.00
Kriteria Hasil:
1,5 liter
O:
minum
Setelah dilakukan
DO:
10.00;
selama 3x24jam:
- TTV normal
14.00
DS:
-
10.00;
Klien mengatakan
intervensi keperawatan
14.00
T 36,8 oC
Pantau tanda-tanda
dehidrasi (kesadaran,
akral hangat)
08.00
kering
klien
demam
Kolaborasi:
-
= 1850cc
-
A: Masalah teratasi
P: Pantau kondisi klien
Lampiran 2
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
: Ny T / 38 tahun
Ruangan
: Bedah kelas
Diagnosa medis
Tanggal
: 30 Mei 2013
Diagnosa Keperawatan
Waktu
10.30
Implementasi
Tujuan:
Mandiri:
Mengurangi nyeri
Evaluasi (SOAP)
S:
-
Ditandai dengan:
10.30;
Setelah dialkukan
DO:
10.30
intervensi keperawatan
wajah
tidak dihitung.
gerak
10.30
berkurang menjadi 2-
Kaji TTV
10.30
DS:
Tingkat nyeri
13.00
dan nyaman.
normal
O:
-
melakukan teknik
(+)
Paraf
Lampiran 2
bawah dengan skala
imagine
P: Lanjutkan intervensi
timbul.
Kolaborasi:
14.00
: Ny T / 38 tahun
Ruangan
: Bedah kelas
Diagnosa medis
Tanggal
: 31 Mei 2013
Diagnosa Keperawatan
Waktu
21.30
Implementasi
Tujuan:
Mandiri:
Mengurangi nyeri
Evaluasi (SOAP)
S:
-
Ditandai dengan:
21.30;
Setelah dialkukan
DO:
21.30
intervensi keperawatan
wajah
gerak
21.30
Tingkat nyeri
berkurang menjadi 2-
Kaji TTV
O:
-
Paraf
Lampiran 2
21.30
normal
T 37,6 oC
melakukan teknik
(+)
imagine
P: Lanjutkan intervensi
timbul.
22.10
Tujuan:
Mandiri:
21.30
Memantau TTV
21.30
normal
Menganjurkan klien
Ditandai dengan:
DO:
Klien teraba panas
22.10
Setelah dialkukan
S:
-
liter
-
Menganjurkan keluarga
O:
intervensi keperawatan
21.30
Menganjurkan klien
menggunakan pakaian
kali
-
Lampiran 2
-
DS:
Klien mengatakan
21.30;
demam
22.10
22.10
yang tipis
-
tipis
-
RR 16-20x/menit
N 50-100x/menit
membran mukosa)
badannya
Tidak terjadi
22.10
kejang
-
kejang
-
memerah
22.30
Memantau perubahan
warna kulit
Kolaborasi:
Kesadaran CM
Memberikan PCT
A: Masalah teratasi
P: Pantau suhu tubuh dan kondisi
klien
Resiko kekurangan volume
Tujuan:
Mandiri:
21.30
Observasi TTV
00.00
volume cairan
21.30
Berhubungan dengan:
21.30
Kriteria Hasil:
S:
-
Lampiran 2
Setelah dilakukan
DO:
22.10;
intervensi keperawatan
22.30;
selama 3x24jam:
00.00
- TTV normal
- Tidak ada tanda-
DS:
-
Klien mengatakan
demam
04.00
minum
O:
Pantau tanda-tanda
dehidrasi (kesadaran,
klien
Kolaborasi:
-
A: Masalah teratasi
P: Pantau kondisi klien
Lampiran 2
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
: Ny T / 38 tahun
Ruangan
: Bedah kelas
Diagnosa medis
Tanggal
: 3 Juni 2013
Diagnosa Keperawatan
Waktu
10.30
Implementasi
Tujuan:
Mandiri:
Mengurangi nyeri
10.30
DO:
intervensi keperawatan
Setelah dialkukan
wajah
Tingkat nyeri
gerak
10.30
berkurang menjadi 2-
Kaji TTV
10.30
DS:
Klien mengatakan nyeri
S:
Ditandai dengan:
Evaluasi (SOAP)
melakukan teknik
normal
jika berjalan
O:
-
Paraf
Lampiran 2
bawah dengan skala
A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi
timbul.
Harus dilakukan
Batasi konsumsi
sodium
Minum minimal
10-12 gelas air putih
per hari
Batasi konsumsi
protein hewani:
daging, ikan dan
telur
Kembali jika....
Makanan
tinggi oksalat:
bayam, tomat, seledri,
kopi, teh, gandum,
kelapa, terigu
Makanan tinggi
kalsium:
Susu
Es krim
kacang-kacangan
Keju
Lampiran 4
BIODATA PENELITI
Nama Peneliti
Jenis Kelamin
: Perempuan
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: cantik_anime@yahoo.co.id atau
puspa.utami@ui.ac.id