Anda di halaman 1dari 86

UNIVERSITAS INDONESIA

DISCHARGE PLANNING PADA KLIEN DENGAN UROLITIASIS


POST URETERORENOSCOPY (URS) DI RUANG ANGGREK TENGAH
KANAN RSUP PERSAHABATAN

KARYA AKHIR ILMIAH NERS

PUSPA UTAMI PUTRI


0806334262

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM NERS
DEPOK
JULI 2013

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

DISCHARGE PLANNING PADA KLIEN DENGAN UROLITIASIS


POST URETERORENOSCOPY (URS) DI RUANG ANGGREK TENGAH
KANAN RSUP PERSAHABATAN

KARYA AKHIR ILMIAH NERS


Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir

PUSPA UTAMI PUTRI


0806334262

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM NERS
DEPOK
JULI 2013

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

IIATA}IAN PERI{YATAANT ORISINALITAS

Ikryo llmfuh{*hlrners ini ada}rh hmilkrryn saye sendiri,


dan semua sumbr hikyang fuip maupun dirujuk
telah sryr nyatrkrn dmgm ben*r.

Nana
: Pupe [ttrei Putri
NPM
:0sQ633426fu!
Tanda Tangen ,
{*,9
Tmggal
:8&lil$I3
F,,

t'
!

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

HALAMAN PENGESAHAN
Karya ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini diajukan oleh:
Nama
PuspaUtamiPufi, S.Kep
0806334161
NPM
Program Studi
Ilmu Keperawatan
Judul
Discharge Planning Pada Klien dengan Urolitiasis Post
Weterorenosalry filRs) Di Ruang Anggrek Tengah Kanan
RSUP Persalrabatan

di

hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gel* Nen
(Pmfesi Keperawahn) pada Progran Studi Frofesi hlers Ihu Kqrerawatan,
Fakultas Ilmu Keper?mtan, Univcrsitas Indonsia.

Telah berhasil dipertahankan

DEWANPENGUJI

Pembimbing : Tuti Herawati, S.Kp., MN (...........

Penguji

Ditetapkan di
Tanggal

............)

, W!*::

Ns. Nuraini, S.Kep

: Depok

:08 Juli 2013

111

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulisan karya ilmiah
ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk lulus Ners dari
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada
penyusunan karya ilmiah ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya
ilmiah ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Ibu Dewi Irawaty, MA., Ph.D., selaku dekan dari Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia;
(2) Ibu Kuntarti, SKp., M.Biomed, selaku koordinator program profesi Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, yang telah telah banyak
membantu dari awal hingga akhir profesi;
(3) Ibu Riri Maria. SKp., MN, selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah
Akhir, yang telah memberikan arahan mengenai penyusunan karya ilmiah
akhir ini;
(4) Ibu Tuti Herawati, SKp.,MN, selaku dosen pembimbing profesi
Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan-Keperawatan Medikal Bedah
(KKMP-KMB) dan Karya Ilmiah Akhir- Ners (KIA-N), yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dalam
penyusunan karya ilmiah akhir ini;
(5) Ibu Ns. Nuraini, Skep., selaku Clinical Instructor (CI) lapangan, yang
banyak memberikan bimbingan dan arahan selama mahasiswa melakukan
program profesi KKMP-KMB di ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah
Kelas) RSUP Persahabatan;
(6) Kakak Perawat Bedah Kelas, yang tidak bisa penyusun sebutkan namanya
satu per satu, yang telah banyak memberikan kesempatan kepada penyusun
untuk meningkatkan kemampuan melakukan direct care kepada pasien;
(7) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral;

iv

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

(8) Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan karya
ilmiah ini;
(9) Sahabat Omoesta, Herlia, Esti, Fitri, MJ, Nicky, dan Kak Monik, yang
selalu saling menyemangati dan berjuang bersama-sama, baik suka dan
duka dalam selama menyelesaikan profesi KKMP-KMB dan karya ilmiah
akhir ners ini; dan
(10) Teman-teman angkatan profesi FIK UI periode 2012-2013 yang telah
berjuang bersama dan saling mendukung selama proses profesi
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Depok, 8 Juli 2013

Penulis

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

HALAMAN PER}TYATAAI\I PERSETUJUA}I PT}BLIKASI


KARYA ILMIAH UNTT'K KEPENTINGAII AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan
bawatr

di

ini:

Nama

PuspaUtami Putri

NPM

4846334262

Program Studi

Profesi

Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Jenis Karya

Karya Ilmiah Akhir Ners

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksekutif (Non-exclusive Royalty-

Free Right) atas karya ilniah saya yang berjudul:

Dischar ge planning pada klien dengan urolitiasis po st ureteroreno s cory (URS)


di ruang anggrek tengah kanan RSUP Persahabatan

Beserta perangkat yang ada (iika diperlukan). Dengan

Nonekslusif

ini,

Hak Bebas Royalti

Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih medial

formatkan" mengelola dalam bentuk pangkalan kata (database), merawat, dan


mempublikasikan karya iltniah saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap
mencanturnkan ftlma saya sebagai penelitilpenulis dan sebagai pemilik Hak Cipta

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat

di

Padatanggal

: Depok

8 Juli 2013

Yangpenyatakan

4Non

(Puspautami Putri)

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

ABSTRAK

Nama
: Puspa Utami Putri
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul
: Discharge Planning pada Klien dengan Urolitiasis Post
Ureterorenoscopy (URS) di Ruang Anggrek Tengah Kanan
RSUP Persahabatan
Urolitiasis merupakan masalah kesehatan yang cukup bermakna di dunia ataupun
di indonesia. Penyakit ini terjadi pada 5-10% populasi di seluruh dunia dengan
angka kejadian dan prevalency terkecil terjadi di wilayah Asia khususnya jepang.
Di indonesia, batu saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang memiliki
jumlah pasien terbesar di klinik urologi dan besarnya angka kejadian ini terjadi
karena 50% dari penderita batu saluran kemih mengalami kekambuhan dalam 5
tahun dan 70% dalam 10 tahun. Karya ilmiah ini dibuat untuk mengetahui asuhan
keperawatan serta discharge planning pada klien dengan urolitiasis. Karya ilmiah
ini menggunakan metode studi literatur yang kemudian membandingkannya
dengan hasil praktik di lapangan. Hasil dari penelitian ini adalah Ny T mengalami
3 dari 6 tanda dan gejala klien dengan urolitiasis, memiliki 6 dari 10 faktor resiko
penyebab urolitiasis, mengalami nyeri pada pre operatif, resiko jatuh pada intra
operatif dan mengalami nyeri, hipertermi dan resiko kekurangan cairan pada saat
post operasi. Klien menjalani 4 pemeriksaan penunjang, menjalani tidakan medis
URS dan pemasangan DJ Stent serta telah diberikan discharge planning. Hasil ini
diperoleh karena Ny T telah menjalani proses pengkajian serta intervensi medis
dan keperawatan. Akan tetapi, agar asuhan keperawatan dan discharge palnning
pada klien dengan urolitiasis dapat dilakukan dengan baik, disarankan agar pihak
RS memberikan pelatihan kepada perawat mengenai asuhan keperawatan dan
discharge planning, melakukan supervisi dan pengawasan dalam proses
pemberian asuhan keperawatan dan discharge planning serta diharapkan adanya
kesadaran dari tenaga kesehatan khususnya perawat untuk meningkatkan
pengetahuannya mengenai asuhan keperawatan dan discharge planning klien
dengan urolitiasis.

Kata kunci: urolitiasis, ureterorenoscopy (URS), discharge planning.

vii

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

ABSTRACT

Name
Study Program
Title

: Puspa Utami Putri


: Nursing Science
:Discharge planning in the client with urolithiasis post
ureterorenoscopy (URS) at the orchid room the center right
RSUP Persahabatan.

Urolithiasis is a considerable health problem in the world as well as in Indonesia.


This disease occurs in 5-10% of the population around the world with incidence
and smallest prevalency occurred in areas of Asia, especially Japan. In Indonesia,
a urinary stone is one of the disease which has the largest number of patients at
the urology clinic and this is occurred because 50% of patients experience a
recurrence of urinary tract stones in 5 years and 70% within 10 years. This paper
was made to determine nursing care and discharge planning on the client with
urolithiasis. This paper used a literature study methods and comparetion with the
results of field practice. Results of this study was Mrs T had 3 over 6 signs and
symptoms of urolithiasis, has 6 over 10 of risk factors cause urolithiasis,
experiencing pain in pre-operative, had risk of fall and experienced pain in intraoperative, hyperthermia and risk for defecient fluid volume in post operative. The
client also endured 4 examination, URS procedure and DJ Stents treatement, and
has been given the discharge planning. However, in order to give nursing care
and discharge planning on the client with urolithiasis well, training for nurses
regarding nursing care and discharge planning and supervision in the process of
providing nursing care and discharge planning on the client with urolithiasis
should be addressed by hospitals. Besides, awareness of health practitioners
especially nurses to improve their knowledge about nursing care and discharge
planning on clients with urolithiasis need to be enhanced.

Key word: urolithiasis, ureterorenoscopy (URS), discharge planning

viii

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...............................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ iii


KATA PENGANTAR........................................................................................

iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.........................

vi

ABSTRAK.......................................................................................................... vii
ABSTRACT........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI......................................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR.........................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xii


1. PENDAHULUAN.........................................................................................

1.1

Latar Belakang..................................................................................

1.2

Rumusan Masalah.............................................................................

1.3

Tujuan Karya Ilmiah.........................................................................

1.4

Manfaat Penelitian............................................................................

2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................

2.1

Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan.................................... 6

2.2

Gaya Hidup......................................................................................

2.3

Sistem Perkemihan............................................................................ 7

2.4

Batu Saluran Kemih..........................................................................

2.5

Predisposisi Batu Saluran Kemih..................................................... 11

2.6

Tanda dan Gejala Batu Saluran Kemih............................................ 15

2.7

Jenis-Jenis Batu Saluran Kemih...................................................... 16

2.8

Pemeriksaan...................................................................................... 17

2.9

Penatalaksanaan Medis..................................................................... 21

2.10 Discharge planning........................................................................... 24


3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA............................................... 28
3.1

Pengkajian Keperawatan................................................................... 28

3.2

Pemeriksaan Penunjang..................................................................... 34

3.3

Masalah Keperawatan Peri-Operatif dan Tindakan Keperawatan.... 36


ix
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

4. ANALISIS SITUASI...................................................................................... 41
4.1

Profil Lahan Praktik.......................................................................... 41

4.2

Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait KKMP Dan


Konsep Kasus Terkait....................................................................... 42

4.3

Analisis Salah Satu Intervensi Dengan Konsep Dan Penelitian


Terkait............................................................................................... 45

4.4

Analisis Salah Satu Intervensi Dengan Konsep Dan Penelitian


Terkait............................................................................................... 47

5. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 47


5.1

Kesimpulan....................................................................................... 48

5.2

Saran................................................................................................. 49

DAFTAR REFERENSI.................................................................................... 50

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3.4 Sistem perkemihan........................................................................ 9


Gambar 2.4.4 Batu saluran kemih........................................................................ 11
Gambar 2.8.1 CT Scan Urologi........................................................................... 20
Gambar 2.9.3 Ureterorenoscopy........................................................................... 24

xi

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1:

Rencana keperawatan

Lampiran 2:

Catatan keperawatan

Lampiran 3:

Discharge planning

Lampiran 4:

Biodata penulis

xii

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Urolitiasis atau penyakit batu merupakan salah satu penyakit yang mungkin
terjadi dalam saluran kemih. Menurut, Sjamsuhidajat (2005), urolitiasis diduga
sudah ada sejak zaman dahulu. Hal ini karena pernah ditemukan batu di dalam
tulang panggul kerangka mumi yang diperkirakan sudah ada sejak 700 tahun yang
lalu.

Urolitiasis, menurut penelitian epidemiologik diperkirakan memiliki hubungan


dengan tingkat kesejahteraan seseorang dan berubah sesuai dengan perkembangan
keadaan suatu bangsa. Penelitian ini mengatakan, negara yang baru saja mulai
berkembang memiliki banyak insiden batu saluran kemih bagian bawah. Berbeda
dengan negara yang baru mulai berkembang, negara yang sedang berkembang
memiliki insiden batu saluran kemih yang rendah. Sedangkan untuk negara maju,
berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa insiden batu saluran kemih
bagian atas banyak terjadi khususnya dikalangan orang dewasa (Sjamsuhidajat,
2005). Sjamsuhidajat (2005) juga mengatakan angka kejadian penyakit batu
tertinggi terdapat pada abat ke 16 hingga abad 18 dan penyakit ini masih terus ada
hingga saat ini.

Saat ini, penyakit batu masih menjadi masalah kesehatan yang cukup bermakna di
dunia ataupun di indonesia. Hal ini sesuai dengan pernyataan U.S Departement of
Health and Human Service (2013) yang mengatakan bahwa batu ginjal merupakan
salah satu penyakit yang paling sering terjadi dalam saluran urinaria. Selain itu,
hal ini juga terlihat dari review yang dilakukan oleh Bartoletti R dan Tommaso C
(2008) yang menyatakan bahwa pembentukan batu pada saluran kemih, terjadi
pada 5-10% populasi di seluruh dunia dengan angka kejadian dan prevalency
terkecil terjadi di wilayah Asia khususnya jepang.

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

Selain di negara-negara maju, insiden batu saluran kemih juga terjadi indonesia.
Di indonesia, batu saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang memiliki
jumlah pasien terbesar di klinik urologi (IAUI, 2006). Pada tahun 1977 sampai
1979 di makasar terjadi sekitar 269 kasus batu saluran kemih. Tahun 1987-1992
terjadi 122 kasus dan pada tahun 1997 sampai dengan tahun 1998 terjadi sekitar
50 kasus (Dewi, D dan Anak Agung, N S, 2007). Di Indonesia, pada tahun 2002
diketahui bahwa terdapat 37.636 kasus baru batu ginjal dengan jumlah kunjungan
sebesar 58.959 orang (HTA Indonesia, 2005). Sedangkan di RSP berdasarkan
hasil observasi diketahui bahwa setidaknya terdapat 3 orang tiap minggunya yang
menjalani proses pembedahan akibat batu saluran kemih.

Batu saluran kemih, dapat terjadi pada siapa saja, pria ataupun wanita. Lotan, Y.P
(2005) mengatakan bahwa pravalensi penyakit batu pada pria dewasa sekitar 13%,
sedangkan pada perempuan dewasa 7%. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan
Dewi, D dan Anak Agung, N S (2007) yang menyatakan bahwa pravalensi
urolitiasis pada pria lebih banyak empat kali lipat bila dibandingkan dengan
perempuan.

Besarnya pravalensi urolitiasis tidak terlepas dari angka kekambuhan yang tinggi
pada pasien dengan penyakit ini. Dewi, D dan Anak Agung, N S (2007)
mengatakan bahwa sekitar 50% dari penderita batu saluran kemih mengalami
kekambuhan dalam 5 tahun dan 70% dalam 10 tahun. Sedangkan menurut EAU
Guidelines dalam IAUI (2006) resiko pembentukan batu terjadi sepanjang
kehidupan pada 5-10%.

Besarnya angka kejadian dan kekambuhan penyaikit batu saluran kemih terjadi
akibat beberapa faktor, antara lain perubahan gaya hidup. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Colella J, Eileen K, Bernadette G dan Ravi M (2005) yang
menyatakan bahwa penyakit urolitiasis disebabkan oleh banyak faktor dan yang
paling kuat mempengaruhi adalah kebiasaan gaya hidup dan praktiknya.
Berdasarkan hal tersebut maka disimpulkan bahwa urolitiasis merupakan masalah
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

serius yang harus ditangani, baik untuk mencegah terjadinya, perawatan ataupun
untuk pencegahan kekambuhan.

1.2 Rumusan Masalah


Urolitiasis atau penyakit batu merupakan salah satu penyakit yang mungkin
terjadi dalam saluran kemih. Saat ini, penyakit batu masih menjadi masalah
kesehatan yang cukup bermakna di dunia ataupun di indonesia. Hal ini sesuai
dengan pernyataan U.S Departement of Health and Human Service (2013) yang
mengatakan bahwa batu ginjal merupakan salah satu penyakit yang paling sering
terjadi dalam saluran urinaria. Bartoletti R dan Tommaso C (2008) menyatakan
bahwa pembentukan batu pada saluran kemih, terjadi pada 5-10% populasi di
seluruh dunia dengan angka kejadian dan prevalensi terkecil terjadi di wilayah
Asia khususnya jepang.

Indonesia, merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah pasien terbesar di
klinik urologi dengan penyakit batu saluran kemih (IAUI, 2006). Sedangkan
Dewi, D dan Anak Agung, N S., (2007) menurut makasar pada tahun 1977
sampai 1979 terjadi sekitar 269 kasus batu saluran kemih. Sedangkan pada tahun
1987-1992 terjadi 122 kasus dan pada tahun 1997 sampai dengan tahun 1998
terjadi sekitar 50 kasus. Besarnya pravalensi urolitiasis ini terjadi karena sekitar
50% dari penderita batu saluran kemi mengalami kekambuhan dalam 5 tahun dan
70% dalam 10 tahun (Dewi, D dan Anak Agung, N S., 2007). Sehingga
berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya dirasakan perlu untuk mengetahui
asuhan keperawatan serta discharge planning pada klien dengan urolitiasis.

1.3 Tujuan Penulisan Ilmiah


1.3.1 Tujuan Umum Penulisan Ilmiah
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan urolitiasis dan
discharge planning pada klien dengan urolitiasis.

1.3.2 Tujuan Khusus Penulisan Ilmiah

Diketahuinya tanda dan gejala pada klien kelolaan dengan urolitiasis


Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Diketahuinya faktor resiko penyebab batu saluran kemih pada klien kelolaan

Diketahuinya diagnosa keperawatan pada klien kelolaan dengan urolitiasis

Diketahuinya pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien kelolaan


dengan urolitiasis serta interpretasinya

Diketahuinya tata laksana medis yang dilakukan pada klien kelolaan dengan
urolitiasis

Diketahuinya discharge planning yang tepat untuk mencgah kekambuhan


pada klien kelolaan dengan urolitiasis.

1.4 Manfaat Penulisan Ilmiah


1.4.1 Pengembangan Ilmu
Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi salah satu landasan dalam menetapkan
pendidikan kesehatan bagi masyarakat untuk mencegah terjadinya penyakit
urolitiasis

dan

mencegah

kekambuhan

pada

masyarakat

yang

pernah

mengalaminya.

1.4.2 Pelayanan Kesehatan


Penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberikan gambaran mengenai asuhan
keperawatan serta discharge planning bagi klien dengan urolitiasis, dapat
memberikan gambaran pentingnya penerapan hal tersebut.

1.4.3 Tenaga Kesehatan


Peneliti berharap dengan karya ilmiah ini dapat memberikan gambaran kepada
tenaga kesehatan khususnya perawat mengenai penyakit urolitiasis serta pentingya
penerapan asuhan keperawatan dan discharge planning yang sesuai untuk klien.

1.4.4 Karya Ilmiah atau Penelitian Lain


Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan dan data rujukan bagi
karya ilmiah ataupun penelitian lain mengenai masalah urolitiasi atau batu saluran
kemih.

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

1.4.5 Masyarakat
Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada
masyarakat mengenai penyakit urolitiasis, pengobatan dan perawatannya serta
hal-hal yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ini.

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
Kesehatan merupakan hal yang penting bagi semua orang. Oleh karena itu
pembangunan kesehatan merupakan hal yang harus dilaksanakan guna
tercapainya

kesehatan

masyarakat.

Depkes

(2004)

mengatakan

bahwa

pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilakukan oleh semua komponen


bangsa yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi seluruh orang sehingga kesehatan masyarakat yang optimal dapat
terpenuhi. Pembangunan kesahatan ini kemudian direalisasikan melalui perawatan
kesehatan masyarat. Dimana menurut Depkes (1996) perawatan kesehatan
masyarakat adalah sebuah upaya pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh
perawat dengan mengikutsertakan tim kesehatan lainnya dan masyarakat guna
memperoleh tingkat kesehatan yang lebih baik pada individu, keluarga ataupun
masyarakat.

Masyarakat perkotaan, bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan memiliki


masalah kesehatan yang lebih banyak. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Fitriwati, L (2004) yang menyatakan orang yang tinggal di kota
memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami penyakit akut namun
memiliki kemungkinan sakit kronis lebih kecil bila dibandingkan dengan orang
yang tinggal di desa. Hal ini mungkin terjadi karena kota memiliki kepadatan
yang lebih tinggi, rentang usia yang lebih beragam dan pengaruh lingkungan yang
lebih banyak. Sehingga kemungkinan untuk mengalami penyakit lebih besar. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Prof. Drs. R. Bintarto yang menyatakan kota adalah
suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang
tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak kehidupan yang
materialistik. Oleh karena itu, perawatan kesehatan sangat diperlukan untuk
menjaga kesehatan masyarakat khususnya pada masyarakat perkotaan.

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

Kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut H. L. Blum


dalam Aaa (2010), terdapat empat faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan
masyarakat, yaitu kesehatan lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan
genetik. Oleh karena itu demi memperbaiki kesehatan masyarakat khusunya
masyarakat perkotaan, perlu adanya peningkatan pelayanan kesehatan serta kerja
sama dengan masyarakat untuk memperbaiki lingkungan dan perilaku.

2.2 Gaya Hidup


Gaya hidup merupakan hal yang penting dan membedakan seseorang dengan yang
lainnya. Menurut Sutisna (2002), gaya hidup merupakan cara bagaimana
seseorang menghabiskan waktu mereka atau beraktivitas, apa yang mereka
anggap penting atau yang mereka anggap menarik, serta apa yang mereka fikirkan
mengenai diri mereka sendiri dan disekitarnya. Sedangkan menurut Joseph T. P
dalam Nindyasari D (2008) gaya hidup terbagi menjadi aktivitas, minat, opini
serta demografi seseorang. Dimana di dalam aktivitas mencakup bekerja, hobi,
kegiatan sosial, hiburan, dan olahraga. Minat mencakup keluarga, rumah,
pekerjaan, komunitas, fesyen, makanan dan media. Opini mencakup diri sendiri,
politik, sosial, ekonomi, budaya, dll. Sedangkan demografi mencakup usia,
pendidikan, pekerjaan, geografi, dll. Sehingga dapat disimpulkan bahwa gaya
hidup merupakan seluruh tindakan yang dilakukan seseorang, kebiasaan
seseorang, serta apa yang mereka fikirkan.

2.3 Sistem Perkemihan


Sistem perkemihan merupakan pusat penyaringan di dalam tubuh (AUA
Foundation, 2005). Sedangkan menurut U.S Departement of Health and Human
Service (2013), sistem perkemihan adalah suatu sistem pembuangan pada tubuh
untuk membuang limbag dan kelebihan cairan. Sistem perkemihan ini menurut
U.S Departement of Health and Human Service (2013), terdiri atas dua buah
ginjal, dua buah ureter, satu buah kandung kemih dan satu buah uretra.
2.3.1 Ginjal
Ginjal adalah salah satu organ tubuh terpenting bagi manusia. Ginjal terbagi
menjadi dua yaitu ginjal kanan dan ginjal kiri. Ginjal berbentuk seperti kacang
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

yang masing-masing berukuran sekepal tangan. Ginjal terletak dengan bagian


tengah belakang tubuh, berada tepat dibawah tulang rusuk dan terletak masingmasing satu di sisi tulang belakang (U.S Departement of Health and Human
Service, 2013). Ginjal kanan teletak lebih rendah bila dibandingkan dengan ginjal
sebelah kiri karena di atas ginjal sebelah kanan terdapat organ hepar (Sloane, E,
2005). Setiap harinya, ke dua ginjal ini akan menyaring darah dan menghasilkan
urin sebegai zat sisa dan pembuangan cairan berlebih dalam tubuh yang kemudian
akan dialirkan ke ureter, kandung kemih, uretra dan keluar dari dalam tubuh (U.S
Departement of Health and Human Service, 2013).

2.3.2 Ureter
Ureter merupakan perpanjangan tubular berpasangan yang memiliki perpanjangan
otot dari pelvis ginjal yang terbentang hingga kandung kemih. Ureter memiliki
panjang sekitar 25-30 cm dan diameter sekitar 4-6 mm. Pada saluran ini terdapat
tiga buah tempat yang lebih sempit dari saluran lainnya yaitu di titik awal ureter
pada pelvis ginjal, titik saat melewati pinggiran pelvis ginjal dan di titik
pertemuan ureter dengan kandung kemih. Di ketiga titik inilah, batu ureter
seringkali tersangkut yang kemudian menimbulkan nyeri dan gejala lainnya. Pada
ureter juga terdapat gerakan peristaltik yang membantu masuknya urin kedalam
kandung kemih untuk kemudian dikeluarkan (Sloane, E, 2005).

2.3.3 Kandung kemih


Kandung kemih merupakan organ muskular berongga yang berfungsi sebagai
kantong untuk menampung urin yang dihasilkan oleh ginjal untuk kemudian
dikeluarkan dari dalam tubuh. Pada laki-laki, kandung kemih terletak di belakang
simfisi pubis dan didepan rektum. Sedangkankan pada perempuan, organ ini
terletak di bawah uterus didepan vagina (Sloane, E, 2005).

2.3.4 Uretra
Uretra merupakan saluran penghubung dari kandung kemih ke bagian luar tubuh.
Uretra pria dan wanita berbeda, baik panjang ataupun fungsinya. Pada wanita,
uretra berukuran 3,75 cm dan berfungsi mengalirkan urin dari kandung kemih
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

keluar tubuh. Sedangkan uretra pria berukuran 20 cm dan berfungsi mengalirkan


urin dan semen meskipun tidak dalam waktu bersamaan (Sloane, E, 2005).

Gambar 2.3.4 Sistem perkemihan

2.4 Batu Saluran Kemih


Batu saluran kemih atau urolithiasis adalah suatu kondisi dimana terdapat kalkuli
atau batu di traktus urinarius (Brunner dan Suddarth, 2005). Sedangkan menurut
Dewi, D dan Anak Agung, N S (2007) batu saluran kemih adalah keadaan
patologis yang terjadi karena terdapatnya masa keras seperti batu yang terdapat
dalam saluran perkemihan yang menyebabkan nyeri, pendarahan, atau infeksi
dalam saluran kemih. Batu saluran kemih terbentuk karena keseimbangan antara
cairan dan zat sisa di dalam urin terganggu, terciptanya konsentrasi tinggi
terutama dari garam mineral pembentuk batu (misal kalsium oksalat, kalsium
fosfat dan struvit) yang tidak larut (AUA Foundation, 2005). Selain itu AUA
Foundation (2005) juga mengatakan bahwa batu juga dapat terbentuk ketika
terjadi ketidakseimbangan dalam keasaman urin atau tidak cukupnya zat kimia
seperti sitrat, magnesium, dan pirofosfat yang diperlukan untuk memecah zat sisa.

Batu saluran kemih menurut tempat terjadinya dibagi menjadi empat, yaitu
(Sjamsuhidajat, 2005):

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

10

2.4.1 Batu ginjal


Batu ginjal merupakan batu yang terbentuk pada ginjal. Batu ini dapat tumbuh
mengikuti bentuk susunan pelviokaliks sehingga berbentuk seperti tanduk rusa
ataupun berada hanya pada sebuah kaliks. Batu yang dapat terbentuk dalam ginjal
dapat kecil ataupun besar. Jika partikelnya kecil, batu-batu ini dapat keluar dari
saluran kemih tanpa perlu tindakan akan tetapi partikel ini dapat pula menetap dan
mengeras membentuk batu yang lebih besar. Batu ginjal ini dapat terbentuk
selama beberapa bulan bahkan tahun tanpa menimbulkan gejala (AUA
Foundation, 2005).

2.4.2 Batu ureter


Batu ureter adalah batu yang berada di ureter. Batu ureter ini dapat terjadi apabila
ukuran batu lebih besar dari ureter. Selain itu, hal ini mungkin juga terjadi karena
terdapat beberapa tempat di ureter yang lebih sempit bila dibandingkan dengan
tempat atau bagian ureter tersebut. Apabila terdapat batu pada ureter, peristaltik
ureter akan menyebabkan nyeri yang akan terus berulang hingga ureter yang
tersumbat terbebas dari sumbatan. Batu ureter memiliki kemungkinan keluar dari
tubuh melalui kandung kemih dan uretra. Namun mungkin juga bertahan dan
membentuk batu kandung kemih di dalam kandung kemih (Sjamsuhidajat, 2005).

2.4.3 Batu kandung kemih


Batu kandung kemih adalah batu yang berada pada kandung kemih. Batu kandung
kemih biasanya berbentuk tunggal dan besar. Batu ini dapat menutupi leher
kandung kemih sehingga aliran urin yang semula lancar dapat tersendat atau
bahkan hanya menetes dengan disertai nyeri. Salah satu tanda dari klien yang
mengalami penyakit batu ini selain gejala yang diatas adalah dapat buang air kecil
(BAK) setelah klien merubah posisi. Perubahan posisi ini dapat mempantu proses
BAK karena perubahan posisi BAK klien juga merubah letak batu (Sjamsuhidajat,
2005).

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

11

2.4.4 Batu uretra


Batu uretra umumnya merupakan batu ureter ataupun batu saluran kemih yang
terbawa saat BAK. Batu ini kemudian tersangkut pada uretra. Salah satu ciri dari
terdapatnya batu uretra adalah BAK yang tiba-tiba berhenti, tiba-tiba menjadi
menetes saja dan nyeri (Sjamsuhidajat, 2005).

Gambar 2.4.4 Batu saluran kemih

2.5 Predisposisi Batu Saluran Kemih


Predisposisi atau faktor yang mempengaruhi terjadinya batu saluran kemih terbagi
menjadi faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (Khan and Canales, 2009 dalam
Krisna Dwi, N. P, 2011; Yusuf A dan Evo, E, 2013).
2.5.1 Faktor instrinsik
Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu itu sendiri. Faktor
yang termasuk dalam faktor intrinsik menurut Khan and Canales (2009) dalam
Krisna Dwi, N. P (2011) serta Yusuf A dan Evo, E (2013), yaitu umur, jenis
kelamin, genetik dan kelainan anatomis tubuh.

Semua kelompok usia mungkin mengalami penyakit ini. Akan tetapi menurut
Yusuf A dan Evo, E (2013) penyakit ini lebih banyak ditemukan pada kelompok
usia produktif. Hal ini mungkin terjadi karena gaya hidup sangat mempengaruhi
kelompok usia pada masa ini. Hal ini serupa dengan pernyaraan Thomas B and
James H, (2005) yang menyatakan bahwa penyakit ini menyerang 1-5% populasi
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

12

di negara berkembang dengan kejadian tertinggi terjadi pada klien berusia 20- 50
tahun. Sedangkan AUA Foundation (2005) menyatakan bahwa batu saluran kemih
lebih banyak terbentuk pada laki-laki, dengan usia sekitar 20-70 tahun dengan
seseorang dan keluarga yang memiliki penyakit batu.

Jenis kelamin yang lebih sering mengalami batu saluran kemih adalah laki-laki.
Menurut Dewi, D dan Anak Agung, N S (2007) batu saluran kemih empat kali
lebih banyak dialami oleh laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan kecuali
pada batu struvit, lebih sering dialami oleh perempuan. Hal ini juga sesuai dengan
pernyataan AUA Foundation (2005) yang menyatakan bahwa batu saluran kemih
lebih banyak terbentuk pada laki-laki, dengan usia sekitar 20-70 tahun dengan
seseorang dan keluarga yang memiliki penyakit batu.

Genetik atau keturunan dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Hal ini terlihat berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Krisna Dwi, N. P, (2011) yang menyatakan
terdapat hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian penyakit batu ginjal di
desa karangdawa kecamatan margasari kabupaten tegal. Berdasarkan penelitian
Krisna Dwi, N. P, (2011) juga diketahui bahwa seseorang yang memiliki riwayat
keluarga dengan batu ginjal, memiliki resiko 5,346 kali mengalami penyakit yang
sama bila dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki keluarga dengan
penyakit batu. Sedangkan kelainan anatomis dapat menyebabkan penyakit batu
saluran kemih karena dapat mempengaruhi proses eliminasi dan pembuatan urin.

2.5.2 Faktor ekstrinsik


Faktor ekstrinsik adalah faktor diluar tubuh atau diri yang mempengaruhi
terjadinya batu saluran kemih. Faktor-faktor yang termasuk dalam faktor
ekstrinsik antara lain kondisi geografis, iklim dan temperatur tempat tinggal,
asupan air, diet tinggi protein, purin, kalsium, dan oksalat, obat-obatan, pekerjaan,
dan infeksi (Khan and Canales, 2009 dalam Krisna Dwi, N. P, 2011; Yusuf A dan
Evo, E, 2013).

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

13

Kondisi geografis, iklim dan cuaca mempengaruhi terbentuknya batu saluran


kemih dengan berbagai macam cara. Yusuf A dan Evo, E, (2013) menyatakan
bahwa ilkim dan cuaca yang panas menyebabkan tubuh lebih banyak
mengeluarkan keringat bila dibandingkan dengan urin. Hal ini kemudian
menyebabkan peningkatan kepekatan dalam urin sehingga meningkatkan
kemungkinan terjadinya batu saluran kemih. AUA Foundation (2005) juga
mengatakan bahwa jika seseorang berkeringat berat, terutama dalam kondisi
cuaca yang panas dan tidak mengkonsumsi cairan yang cukup maka ia
meningkatkan resiko mengalami penyakit batu.

Faktor kedua dalam faktor ekstrinsik adalah asupan air. Asupan air menjadi salah
satu yang penting karena mempengaruhi kekentalan urin serta pelarutan zat-zat
dalam tubuh. Menurut Yusuf A dan Evo, E, (2013) dan Brunner dan Suddarth
(2005), kurang minum merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terbentuknya batu saluran kemih. Hal ini karena kurangnya minum yang
dikonsumsi menyebabkan zat terlarut yang berada didalam tubuh lebih banyak
bila dibandingkan cairan di dalam tubuh dan hal ini berimbas pada proses
penghasilan urin, dimana urin yang dihasilkan menjadi pekat (Yusuf A dan Evo,
E, 2013). AUA Foundation (2005) mengatakan, agar dapat terhidar dari penyakit
batu saluran kemih seseorang disarankan untuk minum minimal 10-12 gelas air
per hari dan membatasi minuman seperti kopi dan cola sebanyak maksimal 2
gelas per hari.

Selain jumlah air yang dikonsumsi, jenis air yang dikonsumsi juga mempengaruhi
terbentuknya batu saluran kemih. Krisna Dwi, N. P (2011) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa meminum air tanah merupakan salah satu faktor penyebab
dari terjadinya batu saluran kemih. Hal ini terjadi karena air tanah mengandung
lebih banyak mineral terlarut bila dibandingkan dengan air permukaan (Dainur
tahun 1993 dalam Krisna Dwi, N. P, 2011). Pernyataan ini juga diperkuat oleh
Sastrawijaya tahun 2002 dalam Krisna Dwi, N. P (2011) yang menyatakan bahwa
penggunaan air yang memiliki kesadahan yang tinggi dalam waktu yang lama

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

14

dapat menimbulkan gangguan ginjal akibat akumulasi endapan CaCO3 dan


MgCO3.
Faktor ketiga yanng mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih adalah diet.
Diet mempengaruhi terjadinya batu saluran kemih karena kelebihan zat dalam
tubuh akan dibuang dalam urin sehingga mempengaruhi kekentalan urin. Diet
yang dapat menyebabkan pembentukan batu saluran kemih yaitu diet tinggi
protein, tinggi kalsium, tinggi purin, dan tinggi oksalat (Khan and Canales, 2009
dalam Krisna Dwi, N. P, 2011). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Krisna Dwi, N. P (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan konsumsi
tinggi protein, tinggi kalsium dan phospor, purin dan tinggi oksalat dengan
terjadinya batu ginjal. Selain itu mengkonsumsi tinggi vitamin A, D atau purin
dan konsumsi makanan yang merupakan protein seperti daging merah dapat
meningkatkan kadar kalsium. Sedangkan mengkonsumsi vitamin C tinggat tinggi
(lebih dari 1000mg per hari) dapat meningkatkan kadar oksalat dalam urin (AUA
Foundation., 2005).

Faktor selanjutnya yang berpengaruh adalah penggunaan obat-obatan. Obatobatan yang dapat mempengaruhi batu saluran kemih adalah obat-obatan yang
mengandung tinggi kalsium, tinggi oksalat dan lain-lain. Salah satu contoh obatobatan yang dapat menyebabkan batu saluran kemih antara lain antasida dosis
tinggi dan susu atau suplemen tinggi kalsium (Yusuf A dan Evo, E, 2013).

Faktor yang kelima yaitu faktor pekerjaan dan aktivitas. Pekerjaan dan aktivitas
dapat mempengaruhi pembentukan batu saluran kemih karena sedikitnya
pergerakanan seseorang dapat menyebabkan statisnya urin sehingga zat-zat di
dalam urin memiliki kemungkingan untuk mengendap. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Yusuf A dan Evo, E, (2013) yang mengatakan bahwa kurang aktivitas
dapat menyebabkan batu saluran kemih. Selain itu, Brunner dan Suddarth (2005)
juga mengatakan banyak duduk dapat menyebabkan batu saluran kemih.

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

15

Faktor terakhir yang dapat menyebabkan batu saluran kemih adalah infeksi
saluran kemih. Berbeda dengan faktor-faktor yang lain, infeksi ini biasanya
menghasilkan batu struvit. Selain itu, faktor ini lebih banyak terjadi pada wanita
bila dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini sesuai dengan pernyataan AUA
Foundation (2005) yang mengatakan bahwa seseorang menjadi rentan mengalami
batu saluran kemih jika sering mengalami infeksi saluran kemih, gangguan
metabolisme tubuh tertentu atau penyakit usus yang lama.

2.6 Tanda dan Gejala Batu Saluran Kemih


Tanda dan gejala yang mungkin dialami oleh seseorang yang mengalami batu
saluran kemih menurut Brunner dan Suddarth (2005), yaitu:
2.6.1 Nyeri
Lokasi nyeri tergantung dari letak batu. Rasa nyeri biasanya datang berulang
(kolik). Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan diseluruh area
kostovertebratal dan tidak menyebar ke sekitar kandung kemih pada wanita dan
menyebar ke sekitar testis pada pria, kadang disertai mual dan muntah, maka batu
berada di ginjal. Namum apabila nyeri berada di kostovertebrata dan menyebar ke
perut dan kandung kemih pada perempuan atau testis pada pria, maka batu berada
di ureter (Brunner dan Suddarth, 2005). Nyeri pada klien dengan batu ureter
terjadi karena batu yang terbentuk menghambat saluran urinaria (Thomas B and
James H., 2005). Nyeri yang menyebar ke paha dan genitalia serta kondisi klien
sering ingin merasa berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan
biasanya air kemih disertai dengan darah menandakan batu berada di urether.
Sedangkan jika klien mengalami gejala iritasi, hematuria dan terkadang urin tidak
lancar namum setelah berubah posisi urin menjadi lancar maka posisi ginjal
berada di kandung kemih (Brunner dan Suddarth, 2005).

2.6.2 Demam atau mengigil


Demam atau menggil pada klien dengan batu saluran kemih terjadi karena proses
infeksi yang terjadi di dalam tubuh baik karena iritasi saluran kemih oleh batu
ataupun karena tertimbunnya urin di dalam tubuh.

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

16

2.6.3 Sulit atau tidak dapat BAK


Sulit atau tidak dapat BAK pada klien dengan batu saluran kemih terjadi karena
batu menutupi ataupun menghambat aliran urin untuk dapat keluar dari tubuh
sehingga jumlah urin yang keluar lebih sedikit.

2.6.4 Mual dan muntah


Mual dan muntah dapat terjadi pada beberapa klien dengan batu ginjal akibat
terdapatnya refleks renointestinal yang mengakibatkan peningkatan kinerja organ
di dalam abdomen.

2.6.5 Diare
Diare ini dapat terjadi karena refleks renointestinal yang mengakibatkan
peningkatan mortilitas usus sehingga menurunkan waktu absorbsi sisa makanan
sehingga feses yang keluar cair.

2.6.6 BAK berdarah


Gejala ini terjadi akibat trauma ataupun gesekan yang terjadi antara mukosa
saluran kemih dengan batu. Sehingga terdapat darah didalam urin.

2.7 Jenis-Jenis Batu Saluran Kemih


Jenis-jenis batu yang dapat terbentuk pada saluran kemih banyak macamnya.
Menurut U.S Departement of Health and Human Service (2013), terdapat empat
jenis batu saluran kemih, yaitu:
2.7.1 Batu kalsium
Batu kalsium yang dapat terbentuk dalam saluran kemih ada dua macam, yaitu
batu kalsium oksalat dan batu kalsium phospat. Batu kalsium oksalat lenih banyak
ditemukan pada pasien bila dibandingkan dengan batu kalsium phospat. Batu
kalsium oksalat terbentuk akibat tingginya kadar kalsium dan oksalat yang
diekskresikan didalam urin. Sedangkan batu kalsium phospat terbentuk karena
kombinasi dari tingginya kadar kalsium dal alkali atau asam dalam urin sehingga
menyebabkan pH urin meningkat (U.S Departement of Health and Human
Service., 2013). Menurut AUA Foundation (2005), 75% dari penyakit batu
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

17

saluran kemih merupakan batu kalsium, baik itu batu kalsium oksalat ataupun
batu kalsium phospat.

2.7.2 Batu asam urat


Batu jenis ini, terjadi pada seseorang dengan kadar asam uratnya tinggi (U.S
Departement of Health and Human Service., 2013). Batu ini terbentuk pada 10%
dari klien dengan batu ginjal (AUA Foundation,. 2005). Diet tinggi purin dan
protein hewan adalah salah satu penyebab terjadinya batu jenis ini. Batu ini dapat
membuat batu asam urat sendiri ataupun bergabung dengan calsium (U.S
Departement of Health and Human Service., 2013).

2.7.3 Batu struvit


Batu struvit adalah jenis batu yang terbentuk akibat infeksi dalam saluran kemih.
Batu struvit menurut Dewi, D dan Anak Agung, N S (2007) lebih banyak terjadi
pada wanita bila dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini mungkin terjadi karena
uretra wanita lebih pendek bila dibandingkan dengan pria sehingga wanita lebih
rentan mengalami infeksi saluran kemih (Sloane, E, 2005).

2.7.4 Batu cystine


Batu cystine adalah batu yang terbentuk akibat penyakit genetik. Penyakit genetik
ini menyebabkan ginjal menghasilkan cystine di dalam urin. Terdapatnya cystin di
dalam urin memungkinkan terjadinya batu jenis ini terutama jika cystin yang
terbentuk terakumulasi (U.S Departement of Health and Human Service., 2013).

2.8 Pemeriksaan
2.8.1 Pengkajian
1.

Riwayat penyakit saat ini


Pada pengkajian ini, hal yang perlu ditanyakan adalah keluhan klien seperti
nyeri (lokasi, waktu, penyebaran, intensitas, durasi), pengeluaran batu dalam
urin, pola BAK, terdapat darah dalam urin dan lain-lain.

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

18

2.

Riwayat penyakit terdahulu


Penyakit terdahulu yang perlu ditanyakan pada klien yaitu apakah klien
pernah mengalami penyakit batu sebelumnya, pernah mengalami penyakit
infeksi saluran kemih, ataupun penyakit saluran kemih yang lainnya.

3.

Riwayat penyakit keluarga


Pada pemeriksaan ini klien ditanyakan adakah keluarga yang mengalami
penyakit atau gejala serupa sebelumnya

4.

Riwayat klien (kecenderungan mengalami batu saluran kemih)


Lokasi nyeri, karakteristik nyeri, tingkat nyeri, lama nyeri, pola penyebaran
nyeri dan faktor resiko yang mungkin menyebabkan.

5.

Aktifitas/istirahat
Keterbatasan aktifitas/ imobilisasi sehubungan dengan kondisi.

6.

Sirkulasi
Peningkatan TD, nadi, kulit hangat dan kemerahan.

7.

Eliminasi
Penurunan haluaran urine, BAK kadang tersendat, perubahan pola
berkemih, oliguria, hematuria, ada batu atau kerikil saat berkemih.

8.

Abdomen
Mual, muntah, diare dan distensi abdomen

9.

Kebiasaan dan gaya hidup


Pada pemeriksaan ini perawat menanyakan kebiasan klien sehari-hari,
aktivitas yang biasa dilakukan klien sebelumnya, serta makanan dan
minuman yang biasa di konsumsi klien.

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

19

10.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
memastikan apakah seseorang mengalami penyakit batu (U.S Departement
of Health and Human Service, 2013). Sedangkan menurut

Portis, A.J.

(2001), pemeriksaan diagnostik adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk


mengetahui ukuran dan lokasi batu saluran kemih. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pemeriksaan diagnostik adalah pemeriksaan yang
dilakukan untuk memastikan penyakit klien serta letak dan ukuran batu
saluran kemih yang terbentuk. Pemeriksaan diagnostik yang biasa dilakukan
pada klien yang dicurigai mengalami batu saluran kemih antara lain (U.S
Departement of Health and Human Service, 2013):
a. BNO
BNO atau Buik Nier Overzich atau foto abdomen polos adalah
pemeriksaan radioligi pada bagian abdomen yang dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya kelainan konginatal, tumor ginjal atau tumor
abdimen, bati saluran kemih dan tumor kandungan. BNO polos dapat
dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja karena tidak memerlukan
persiapan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi supine dengan
memiliki batas atas prosesus xyphoideus, batas bawah simphisis phubis
dan batas lateral terlihat seluruh perut (IAUI, 2006; Yusuf A dan Evo, E,
2013).

b. BNO IVP
BNO IVP atau BNO intravenous pyelography excertion urography
adalah pemeriksaan BNO dengan menggunakan obat kontras yang
dimasukan via intravena (Yusuf A dan Evo, E, 2013). Pemeriksaan ini
menurut Thomas B and James H (2005) menggunakan iodine kontras
medium. Indikasi pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan BNO akan
tetapi pemeriksaan ini memberikan pemeriksaan anatomikal yang lebih
baik. Berbeda dengan pemeriksaan BNO polos, BNO IVP tidak dapat
dilakukan pada semua orang karena pemeriksaan ini hanya boleh
dilakukan jika kadar ureum < 60mg, creatinin < 2 mg, telah menjalani
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

20

pemeriksaan BNO dan skin test terhadap obat kontras. Kontra indikasi
dari pemeriksaan ini adalah alergi obat kontras, penurunan fungsi ginjal,
infeksi saluran kemih akut dan retensi cairan berlebihan. Persiapan yang
dilakukan untuk melakukan pemeriksaan ini antara lain makan-makanan
rendah sisa yaitu bubur kecap dan mengurangi minum 24 jam sebelum
pemeriksaan, puasa 8 jam sebelum pemeriksaan, dan makan garam
inggris 30 gram malam sebelum pemeriksaan (Yusuf A dan Evo, E,
2013).

c. Retrograde pyelograph
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang dilakukan jika pemeriksaan
menggunakan BNO IVP tidak baik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui letak, panjang tinggi dan etiologi dari obstruksi yang terjadi.
Pemeriksaan ini, tidak boleh dilakukan pada klien dengan infeksi saluran
kemih akut. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan kontras
melalui kateter ureter (Yusuf A dan Evo, E, 2013).

d. CT Scan Urologi
CT Scan adalah pemeriksaan yang menggunakan kombinasi X- Ray dan
komputer 3D sehingga dapat menghasilkan gambar yang lebih jelas. CT
Scan melibatkan obat khusus yang disebut dengan medium kontras.
Posisi yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah terlentang.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menunjukkan posisi batu dan kondisi
yang mungkin diakibatkan oleh keberadaan batu tersebut seperti
hidrouretra ataupun hidronefrosis (U.S Departement of Health and
Human Service, 2013).

Gambar 2.8.1 CT Scan Urologi


Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

21

e. Urinalisis
Urinalisi atau tes urin adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui apakan ada ketidaknormalan dalam urin. Pemeriksaan ini,
dilakukan kepada selur klien yang diduga mengalami batu saluran kemih
(Portis, A.J., 2001). Pemeriksaan yang dilakukan dalam pemeriksaan ini
yaitu jumlah urin, warna, kejernihan urin, ada tidaknya batu dalam urin,
ada tidaknya darah dalam urin, kadar kalsium, protein, asam urat, pH
urin, bakteri dan lain-lain. Pemeriksaan ini juga selain dapat
menunjukkan ketidaknormalan urin juga dapat menentukan apakah klien
mengalami infeksi, atau supstansi pembentuk batu dalam urin (U.S
Departement of Health and Human Service, 2013). Pada pasien dengan
batu asam urat, kadar asam urat di dalam urinnya akan tinggi (Portis,
A.J., 2001).

f. Cek darah
Cek darah atau pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui masalah
biokimia yang mungkin terjadi didalam tubuh. Salah satu masalah
biokimia yang mungkin terlihat dalam pemeriksaan ini adalah tingginya
kadar asam urat, kalsium, dll.

2.9 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan medis yang dilakukan pada klien berbeda-beda, sesuai dengan
ukuran serta letak batu berada. Berikut adalah penatalaksanaan medis yang dapat
dilakukan untuk klien dengan batu saluran kemih, antara lain:
2.9.1 Terapi konservasi
Terapi ini merupakan terapi yang dilakukan apabila ukuran batu < 5 mm, dapat
keluar dengan sendirinya, keluhan klien yang tidak terlalu berat, tidak adanya
infeksi serta tidak adanya obstruksi. Terapi ini, dilakukan dengan meningkatkan
minum minimal 2 liter per hari, pemberian alfa bloker dan NSAID. Terapi ini
dilakukan selama 6 minggu berturut-turut dan diobservasi apakah ada perbaikan
atau tidak. Akan tetapi apabila terdapat koli berulang, ISK dan obstruksi, tindakan
atau intervensi lain perlu dilakukan (IAUI, 2006). Pada saat terapi ini dilakukan
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

22

klien juga harus membatasi asupan oksalat dan natrium serta membatasi asupan
protein hewani (HTA Indonesia, 2005).

2.9.2 ESWL
ESWL atau extracorporeal shock wave lithotripsy adalah salah satu cara untuk
menghancurkan batu dengan menggunakan gelombang kejut bertekanan tinggi
yang akan melepaskan energi ketika melewati area-area yang mempunyai
kepadatan akustik yang berbeda (HTA Indonesia, 2005). ESWL, dalam
pelaksanaannya menggunakan alat yang disebut dengan lithotripter (U.S
Departement of Health and Human Service, 2013). Tindakan ini merupakan
tindakan non invasif karena menghancurkan batu dari luar tubuh. Tindakan ini
dilakukan dengan tujuan menghancurkan batu menjadi partikel-partikel terkecil
sehingga dapat melewati ureter tanpa menyebabkan nyeri yang mengganggu
(HTA Indonesia, 2005). Pada tindakan ini anestesi mungkin digunakan karena
batu yang pecah akibat gelombang kejut yang dihantarkan dapat menyebabkan
nyeri. Tindakan ini, dilakukan dengan posisi klien berbaring di meja dan
lithotripter di dekatkan ke bagian yang terdapat batunya (U.S Departement of
Health and Human Service, 2013). Tindakan ini dapat menghilangkan > 90% batu
pada orang dewasa. Akan tetapi keberhasilan ini bergantung pada ukuran, lokasi,
gaya hidup klien dan kemampuan alat ESWL yang digunakan. Tindakan ini
memiliki kelemahan yaitu tidak dapat digunakanan pada wanita hamil, perdarahan
abdomen, infeksi saluran kemih tidak terkontrol dan klien yang mengalami
malnutrisi ataupun kegemukan. Sedangkan komplikasi dari tindakan ini yaini
pengeluaran batu dalam urin, infeksi, trauma saluran kemih (Turk, C and at all,
2011).

2.9.3 URS
URS atau ureterorenoskopi adalah tindakan yang menggunakan gelombang kejut
dan endoskopi untuk menghancurkan batu (IAUI, 2006). Tindakan ini dilakukan
dengan memasukkan alat melalui uretra ke dalam kandung kemih untuk
menghancurkan batu buli atau ke dalam ureter untuk menghancurkan batu ureter
(Departemen Urology RSCM, 2008). Alat yang digunakan dalam penanganan
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

23

medis ini antara lain rigid scopes, flexibel scope, ataupun digital scope. Tindakan
ini dilakukan pada batu yang berukuran kurang dari 1 cm yang berada di ureter,
batu yang menyangkut di tengah ataupun dibagian bawah ureter (Min, C.C, 2013).
Sedangkan komplikasi dari tindakan ini antara lain trauma pada mukosa saluran
kemih, perdarahan, perforasi ureter, nyeri ataupun demam (Turk, C and at all,
2011). Selain itu, menurut Min, C.C, (2013) URS mungkin juga memerlukan DJ
stant yang tindakannya membuka serta melebarkan ureter untuk mempermudah
keluarnya pecahan batu.

DJ stant atau double J stent adalah tabung halus yang dimasukan kedalam tempat
operasi. DJ stant digunakan untuk mencegah terjadinya sumbatan di dalam ureter
akibat pecahan batu dan mengeluarkan pecahan batu ke kandung kemih (Ko,
Raymond., 2009). Menurut Metro urology, (2008) DJ stent memungkinkan
pecahan batu dapat lewat karena alat ini memungkinkan ureter berdilatasi. Selain
itu, menurut Metro urology, (2008), DJ stant juga digunakan dalam perbaikan
bekas luka dalam ureter, menghilangkan tumor dari dalam ureter ataupun ginjal
dan menghilangkan tumor dari sekitar ureter.

DJ stant memiliki ikal di kedua ujungnya yang berfungsi untuk mencegah


turunnya DJ stant ke dalam kandung kemih atau naik ke ginjal (Metro urology,
2008). Oleh karena itu, terkadang klien sering merasa ingin BAK, merasa tidak
nyaman di daerah ginjal saat BAK dan terdapat darah di dalam urinnya apabila ke
dua ikal ini mengiritasi saluran kemih (Ko, Raymond., 2009). Sedangkan menurut
Metro urology, (2008), selain terdapat rasa tidak nyaman, terdapatnya darah
dalam urin, klien dengan DJ stent juga akan mengalami peningkatan frekuensi
berkemih dan rasa terbakar saat BAK. Akan tetapi menurut Ko, Raymond.,
(2009), gejala ini akan berkurang seiring dengan waktu dan hilang setelah DJ
stent di lepas. Oleh karena itu, klien dengan terpasang DJ stant dianjurkan untuk
mengkonsumsi banyak minum untuk mengurangi efek yang terjadi (Metro
urology, 2008).

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

24

Lamanya DJ stant dipasang, bergantung dengan alasan alat tersebut digunakan.


Metro urology., (2008) mengatakan bahwa DJ stent biasanya dipasang tidak lebih
dari tiga bulan. Sedangkan menurut Ko, Raymond., (2009) DJ stent harus sudah
dihapus atau dikeluarkan dalam waktu enam bulan setelah pemasangan.

Gambar 2.9.3 Ureterorenoscopy

2.9.4 PNCL
PNCL atau percutaneous nephrolithotomy adalah prosedure minimal infasif yang
dilakukan untuk menghilangkan batu yang berukuran > 2 cm yang berada di ginjal
atau ureter bagian atas. Tindakan ini dilakukan dengan membuat lubang kedalam
ginjal untuk kemudian menghancurkan batu dengan menggunakan nephroscope
(Min, C.C, 2013). Tindakan ini, tidak boleh dilakukan pada klien yang mengalami
infeksi saluran kemih yang tidak terkontrol, tumor pada daerah yang akan dituju
atau dilewati, kemungkinan kangker pada ginjal dan kehamilan. Tindakan ini
menggunakan posisi tengkurap dan menggunakan DJ stent sebagai terapi
penyertanya agar sisa-sisa batu yang hancur dapat keluar dengan lancar.
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat prosedure ini atara lain hematuria,
kebocoran urin, terdapat batu dalam urin, dan demam (Turk, C and at all, 2011).

2.10 Discharge Planning


Discharge planning adalah kegiatan yang memfasilitasi pemindahan klien dari
satu unit perawatan lainnya ke unit perawatan lainnya atau ke rumah (Mosby,
2009). Sedangkan menurut Brunner dan Suddarth (2005), discharge planning
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

25

adalah suatu kebutuhan interdisiplin yang meliputi proses pengkajian kebutuhan


klien mengenai perawatan di luar rumah sakit, yang dilakukan dengan kerja sama
klien dan keluarga dalam mengembangkan rencana-rencana perawatan setelah
pulang dari rumah sakit. Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa
discharge planning adalah suatu kegiatan mempersiapkan klien untuk perawatan
di unit perawatan lainnya ataupun di rumah dengan melibatkan klien dan
keluarga.

Discharge planning memiliki beberapa tujuan dalam pelaksanaannya. Menurut


Pemila, U (2013) discharge planning dilakukan dengan tujuan meningkatkan
kebersinambungan

perawatan,

peningkatan

kualitas

perawatan

dan

memaksimalkan sumber daya pelayanan kesehatan yang ada. Sedangkan Mamon,


et al (1992); Leimnetzer et al (1993); Hester (1996) dalam Pemila, U (2013)
menyatakan bahwa tindakan ini dilakukan untuk meningkatkan kemajuan klien,
membantu klien mencapai kualitas hidup yang optimal sebelum pulang dari RS,
menurunkan komplikasi yang mungkin terjadi, mencegah kekambuhan serta
menurunkan angka mortalitas dan morbilitas.

Penyusunan discharge planning, dilakukan dengan berbagai tahap. Tahap-tahap


yang dilakukan dalam penyusunan discharge planning yaitu pengkajian klien,
membuat perencanaan, implementasi, evaluasi dan monitoring serta pelepasan
pasien pulang (Guidelines, 2013). Penyusunan discharge planning ini, dilakukan
oleh tim yang disebut dengan discharge planners. Tim ini terdiri dari berbagai tim
kesehatan profesional yang salah satunya adalah perawat (Guidelines, 2013).

Hal-hal yang diinformasikan oleh perawat dalam melakukan discharge planning


ini yaitu pemberian informasi mengenai intervensi medis dan non medis yang
telah diberikan, jadwal kontrol, gizi yang harus dipenuhi, mendiskusikan dengan
keluarga mengenai faktor resiko yang dapat menyebabkan kekambuhan penyakit
klien, penanganan yang harus dilakukan jika kegawatdarutan akibat penyakitnya
terjadi, serta penjelasan mengenai pengaturan konsumsi obat dan penginformasian

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

26

mengenai layanan kesehatan yang dapat digunakan pada klien jika penyakitnya
kambuh (Guidelines, 2013; Pemila, U., 2013).

Perawat, selain menjelaskan mengenai faktor resiko penyakit klien biasanya


diikuti dengan penjelasan cara mencegah timbulnya faktor-faktor tersebut. U.S
Departement of Health and Human Service, (2013) menyatakan terdapat berbagai
macam cara untuk mencegah terjadinya batu saluran kemih yaitu merubah
makanan, diet, dan obat-obatan. Perubahan makanan, diet dan obat-obatan lebih
spesifik sebagai perubahan dalam konsumsi air, sodium, protein hewani, kalsium,
dan oksalat (U.S Departement of Health and Human Service., 2013).

Asupan cairan merupakan salah satu hal yang penting bagi tubuh. U.S
Departement of Health and Human Service, (2013) menyatakan bahwa untuk
menjaga kesehatan, seseorang disarankan untuk minum 2-3 liter cairan per hari.
Sedangkan menurut AUA Foundation (2005), cara mencegah erbentuknya batu
saluran kemih yaitu dengan meminum minimal 10-12 gelas air per hari dan
membatasi minuman seperti kopi dan cola sebanyak maksimal 2 gelas per hari.

Selain asupan cairan, hal selanjutnya yang memegang peranan penting dalam
menjaga kesehatan tubuh adalah diet. U.S Departement of Health and Human
Service, (2013), menyatakan bahwa diet untuk menjagaterulangnya terbentuknya
batu saluran kemih dapat dilakukan berdasarkan jenis batu yang terbentuk
sebelumnya. Pada klien dengan batu kalsium oxalat, diet yang harus dilakukan
adalah membatasi jumlah sodium, membatasi protein hewani seperti daging, ikan
dan telur, makan-makanan yang mengandung kalsium sesuai dengan kebutuhan,
batasi makan makanan tinggi oxalat seperti bayam, kacang-kacangan, gandum,
terigu, teh hitam, kelapa, coklat, dll. Pada klien dengan batu kalsium phospat, diet
yang dianjurkan yaitu membatasi sodium, protein hewani, dan hanya boleh makan
kalsium sesuai dengan kebutuhan tubuh. Klien dengan batu asam urat, disarankan
membatasi makan-makanan protein hewani (U.S Departement of Health and
Human Service., 2013). Sedangkan menurut RN Adult Mrdical Surgical Nursing
(2013) pencegahan kekambuhan penyakit batu pada klien dengan batu asam urat
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

27

adalah mengurangi makanan yang mengandung purin seperti organ dalam atau
jeroan, unggas, ikan, makanan kaleng, sayuran hijau , wine merah, dll. Pada klien
dengan batu struvite, menurut RN Adult Mrdical Surgical Nursing (2013),
makanan yang harus dihindari adalah makanan yang mengandung tinggi phosfat
seperti organ dalam, daging merah, kacang-kacangan, dll. Sedangkan untuk klien
dengan batu cystine, diet sesuai yaitu membatasi intake protein hewani (RN Adult
Mrdical Surgical Nursing., 2013).

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
3.1 Pengkajian Keperawatan
3.1.1

Data Umum Klien

Pengkajian keperawatan dialkukan pada tanggal 27 Mei 2013 terhadap Ny T. Ny


T beragama islam, berusia 38 tahun dan beliau sudah menikah. Beliau bersuku
bangsa jawa dan masuk ke RS Persahabatan dengan diagnosa medis batu ureter
sinistra.

3.1.2

Anemnesa

1.

Keluhan utama ketika klien datang


Klien masuk di ruang rawat bedah kelas RS Persahabatan pada tanggal 27
Mei 2013 dengan keluhan nyeri pada pinggang sebelah kiri menjalar
sampai perut bagian bawah sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri yang dirasakan klien hilang timbul dan semakin meningkat beberapa
bulan terakhir. Klien mengatakan saat ini ia sudah tidak mual dan ingin
muntah. Klien mengatakan ia sulit buang air kecil atau BAK, terkadang
nyeri saat BAK dan terkadang beliau merasakan BAK tidak tuntas.

2.

Riwayat penyakit saat ini


Klien mengeluh nyeri pada pinggang sebelah kiri yang menjalar sampai
perut bagian kiri bawah sejak 1 tahun yang lalu. Nyeri yang dirasakan
klien hilang timbul dan semakin meningkat beberapa bulan terakhir. Nyeri
yang dirasakan klien saat ini 5-6. Klien mengatakan sebelumnya
mengalami mual dan ingin muntah namun saat ini sudah tidak. Klien
mengatakan sulit BAK dan terkadang nyeri pada saat BAK.

3.1.3

Riwayat Penyakit Sebelumnya

Klien mengatakan bahwa ia tidak memiliki penyakit hipertensi dan penyakit


diabetes melitus. Klien juga mengatakan belum pernah di diagnosa penyakit batu
saluran kemih sebelumnya. Klien mengatakan bahwa tidak ada anggota
keluarganya yang mengalami penyakit hipertensi dan diabetes melitus. Beliau
28

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

29

juga mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang mengalami penyakit batu
saluran kemih dan penyakit ginjal lainnya.

3.1.4

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum klien saat ini adalah sedang dengan kesadaran kompus mentis.
Klien memiliki berat badan 65 kg dengan tinggi badan 150cm. Indeks masa tubuh
klien berdasarkan tinggi badan dan berat badan klien adalah 28,89. Berdasarkan
hasil pemeriksaan tanda-tanda vital yang dilakukan kepada klien, diketahui bahwa
tekanan darah klien 110/70 mmHg, nadi 72 kali per menit, pernafasan 18 kali per
menit dan suhu klien adalah 36,2o celcius.

3.1.5

Pengkajian Berdasarkan Sistem Tubuh

1.

Aktivitas atau istirahat


Klien mengatakan bahwa selama ini ia bekerja sebagai pengasuh bayi.
Klien mengatakan bahwa aktivitasnya sering kali terganggung karena
nyeri yang ia rasakan di bagian pinggang kiri dan perut bawahnya. Klien
mengatakan bahwa selama ini ia tidak pernah berolahraga karena tidak
memiliki waktu dan malas. Selain itu klien mengatakan jika ia terlalu lama
duduk, nyeri yang ia rasakan akan meningkat dan semakin menganggu
aktivitasnya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada klien diketahui


bahwa kondisi umum dalam keadaan sedang dan kesadaran klien kompus
mentis. Klien tidak sesak saat beraktivitas. Klien terlihat tidak memiliki
masalah dalam menggerakkan tubuhnya dan tidak terdapat deformitas
pada tubuhnya. Klien saat ini tidak memiliki gangguan dalam beraktivitas.
Hal ini terlihat dari klien dapat berjalan-jalan, merubah posisi dan dapat
melakukan berbagai aktivitas tanpa halangan.

2.

Sirkulasi
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi, begitu pula dengan
anggota keluarganya yang lain. Klien tidak mengalami pembengkakan
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

30

atan edema pada tubuhnya. Klien juga mengatakan tidak merasa kebas
ataupun kesemutan pada ekstremitasnya. Selain itu, klien juga mengatakan
bahwa ia tidak merasakan pusing ataupun merasakan lemas.

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada klien diketahui


bahwa tidak terdapat edema dan flebitis pada klien. Akral klien hangat,
tidak pucat dan CRT kurang dari 2 detik. Selain itu, diketahui pula bahwa
tidak ada varises pada klien, membran mukosa berwarna pink, bibir tidak
pucat, konjungtiva tidak anemis dan sklera ikterik. Hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital

dan

jantung pada klien

yaitu tekanan darah

110/70mmHg, nadi 72x/menit dengan pulsasi yang kuat dan teratur, serta
bunyi jantung normal (S1 dan S2 +, murmur -, gallops -).

3.

Integritas ego
Klien mengatakan ia sudah menikah dan memiliki tiga orang anak. Klien
mengatakan, beberapa bulan belakangan ini, ia memiliki masalah dengan
suaminya dan hal tersebut memaksa beliau untuk mencari pekerjaan untuk
dapat bertahan hidup dengan anak-anaknya. Klien juga mengatakan bahwa
ia sejak muda memang sulit untuk minum. Selain itu, beliau juga
mengataka bahwa dirinya sering menahan buang air kecil dan beliau
cukup sering minum teh manis meskipun tidak setiap hari. Klien
mengatakan bahwa ia sudah pernah menjalani operasi cecar dua kali
sehingga menurut beliau ia tidak terlalu khawatir dalam menjalani operasi
ini.

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan diketahui bahwa klien terlihat


tenang dan santai saat membicarakan masalah keluarganya. Selain itu,
klien juga terlihat tenang dan santai saat membicarakan mengenai operasi
yang akan dilakukannya. Akan tetapi klien terlihat agak diam beberapa
saat setelah klien mendengarkan penjelasan prosedure operasi yang
mungkin dialaminya.

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

31

4.

Eliminasi
Klien mengatakan bahwa ia buang air besar (BAB) tidak tentu, terkadang
2-3 hari sekali, terkadang tiap hari. Klien mengatakan, ia terakhir BAB 2
sebelum masuk rumah sakit. Klien juga mengatakan ia tidak pernah
menggunakan laksatif dan konsistensi BABnya normal atau biasa, tidak
cair, tidak keras.

Klien mengatakan bahwa ia terkadang mengalami kesulitan pada saat


BAK dan harus sampai mengedan untuk dapat mengeluarkan urin. Akan
tetapi meskipun ia mengedan, terkadang urin yang keluar hanya satu tetes
meskipun ia memiliki keinginan BAK. Klien mengatakan BAK nya
terkadang lancar, terkadang tersendat dan sangat sulit untuk dikeluarkan.
Klien juga mengatakan ia tidak punya riwayat penyakit ginjal ataupun
kandung kemih akan tetapi ia pernah mengeluarkan batu pada saat BAK.
Pola BAK klien sebelum sakit 2-3x perhari, tuntas dan tidak nyeri.
Sedangkan pola BAK klien saat ini 2-3x perhari, nyeri, sulit BAK dan
merasa tidak tuntas.

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terdapat nyeri ketuk pada


pinggang bagian kiri. Nyeri tekan pada kuadran kiri bawah abdomen ada.
Abdomen supel, dan tidak terdapat masa. Bising usus (+), distensi
kandung kemih (-). Serta terdapat bekas luka operasi cesar (+) dibagian
bawah perut.

5.

Makanan atau cairan


Klien mengatakan ia tidak memiliki pantangan makanan dan suka makan
apa saja. Ia makan sehari 3 kali. Semenjak sakit, terkadang ia mengalami
mual hingga muntah terutama jika rasa sakit di pinggang dan perutnya
sedang bertambah. Klien tidak memiliki alergi baik makanan ataupun
obat. Klien mengatakan ia tidak memiliki gigi palsu dan masalah dalam
menelan. Beliau terakhir makan beberapa menit yang lalu dan habis. Klien
mengatakan ia minum dalam sehari sekitar 2-4 gelas. Klien mengatakan
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

32

bahwa ia sejak dahulu memang jarang minum. Klien juga mengatakan ia


terkadang minum teh. Akan tetapi ia tidak suka mengkonsumsi kopi.

Klien terlihat agak gemuk dan berisi. Berdasarkan pemeriksaan diketahui


bahwa klien memiliki berat badan (BB) 65 kg dan tinggi badan (TB)
150cm. Tugor kulit klien elastis. Membran mukosa klien tidak kering dan
ia juga tidak memiliki edema. Klien tidak mengalami distensi vena
jugularis dan tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Kondisi gigi dan lidah
klien bersih. Bising usus (+), suara nafas vesikuler (+), ronkhi (-),
wheezing (-).

6.

Hygine
Klien mengatakan ia dapat melakukan semua kegiatannya sendiri.
Meskipun terkadang, ia suka terganggu dan terhambat dalam melakukan
aktivitasnya dikarenakan nyeri pada pinggang dan perut yan meningkat.
Klien mengatakan ia mandi dua kali sehri pagi dan sore hari.

Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa klien terlihat rapi, bersih,


berpakaian sesuai. Klien tidak mengalami bau badan. Selain itu, kondisi
kulit kepala dan rambut beliau bersih.

7.

Neurosensori
Klien mengatakan bahwa ia tidak merasakan pusing saat ini. Serta klien
juga mengatakan bahwa ia tidak memiliki rasa seperti ingin pingsan. Klien
mengatakan bahwa ia tidak memiliki riwayat stroke. Selain itu, klien juga
mengatakan tidak memiliki gangguan dalam menggerakkan anggota
tubuhnya. Klien mengatakan bahwa ia menggunakan kacamata minus 5
yang sudah digunakannya sejak lama. Selain itu klien mengatakan bahwa
ia tidak memiliki masalah pendengaran.

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan diketahui bahwa klien memiliki


status mental yang baik. Orientasi klien terhadap tempat, orang dan waktu
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

33

baik. Kesadaran klien CM. Klien menjawab pertanyaan yang diajukan


perawat dan kooperatif. Memori saat ini dan memori masa lalu klien baik.
Klien terlihat menggunakan kaca mata, tidak menggunakan kontak lens
dan tidak menggunakan alat bantu dengar. Reaksi pupil klien (+) dan
isokor 2/2. Klien dapat menelan dengan baik. Klien dapat menggerakkan
semua bagian tubuhnya serta postur tubuh klien normal dan tidak ada
paralisis.

8.

Nyeri atau ketidaknyamanan


Klien mengatakan nyeri dibagian pinggang kiri dan perut bagian kiri
bawah. Intensitas nyeri klien saat ini sedang (5-6). Klien mengatakan nyeri
yang ia rasakan hilang timbul dan meningkat jika ia terlalu banyak duduk.
Frekuensi nyeri tidak dihitung, durasi tidak tentu dan terkadang klien
menghilangkan nyeri dengan mengompres menggunakan air hangat. Klien
juga mengatakan terkadang nyeri pada daerah kemaluannya apabila BAK
nya sedang sulit.

Berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa klien meringis sesekali. Klien


tidak mengerutkan muka dan klien terlihat tenang. Klien juga tidak
terganggu dengan nyerinya karena ia masih dapat beraktivitas. Klien tidak
mengalami penyempitan lapang pandang. Hal ini karena klien masih dapat
berkonsentrasi untuk menjawab pertanyaan yang perawat ajukan.

9.

Pernafasan
Klien mengatakan ia tidak mengalami batuk dan sesak saat ini. Ny T
mengatakan bahwa ia tidak memiliki riwayat penyakit TB, asma, ataupun
penyakit paru-paru yang lainnya. Beliau juga mengatakan bahwa ia tidak
pernah merokok.

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan kepada Ny T, di ketahui bahwa


pernafasan klien 18 kali per menit, pernafasan klien kedalamannya biasa
dan teratur. Pergerakan dada klien simetris. Klien tidak menggunakan otot
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

34

bantu pernafasan dan cuping hidung. Bunyi nafas klien vesikuler. Klien
tidak mengalami sianosis dan fungsi mentalnya baik.

10.

Keamanan
Ny T mengatakan bahwa ia tidak memiliki alergi, baik makanan ataupun
obat. Klien mengatakan bahwa klien tidak pernah mengalami cidera
atupun patah tulang dan dislokasi. Klien mengatakan ia memiliki mata
minus dan menggunakan kaca mata minus 5. Klien juga mengatakan
bahwa ia tidak memiliki masalah dalam hal pendengaran.
Berdasarkan pemeriksaan diketahui bahwa suhu badan klien 36,2 oC.
Integritas kulitnya baik. Keadan umum klien sedang. Klien dapat berjalan
normal, tonus otot normal dan tidak ada paralisis.

3.2 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan kepada klien adalah pemeriksaan
radiologi dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
kepada klien sebelum menjalani tindakan operasi adalah tiga pemeriksaan
radiologi dan satu pemeriksaan darah lengkap. Sedangkan pemeriksaan penunjang
yang dilakukan setelah operasi adalah satu buah pemeriksaan radiologi dan
beberapa pemeriksaan darah. Tiga buah pemeriksaan radiologi yang dilakukan
kepada klien sebelum operasi, yaitu pemeriksaan BNO polos, pemeriksaan foto
thoraks dan pemeriksaan CT Scan Urologi atau urografi tanpa kontras.

Pemeriksaan radiologi pertama adalah pemeriksaan BNO polos. Klien menjalani


foto BNO polos pada tanggal 3 mei 2013. Berdasarkan pemeriksaan diketahui
bahwa tulang-tulang rusuk klien tidak mengalami masalah, saluran pencernaan
klien tidak berdilatasi dengan distributsi udara sampai ke rektum. Selain itu
berdasarkan pemeriksaan ini juga diketahui bahwa terdapat bayangan opak pada
projeksi pole bawah ginjal kiri dan di inferior processus transversum lumbal 4
yang diperkirakan nefrolitiasis atau ureterolitiasis.

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

35

Pemeriksaan kedua yang dilakukan klien adalah pemeriksaan CT Scan tanpa


kontras. Pemeriksaan ini dilakukan pada tanggal 10 mei 2013. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk membandingkan dan memverifikasi kondisi klien. Berdasarkan
hasil pemeriksaan ini, diketahui bahwa klien mengalami hidronefrosis dan
hidroureter kiri. Hasil hidroureter muncul karena ukuran ureter sebelah kiri klien
lebih besar bila dibandingkan dengan ureter yang berada di sebelah kanan.
Sedangkan klien dikatakan mengalami hidronefrosis karena terdapat pembesaran
ukuran dari kalik dan pelvis ginjal. Selain kedua hasil tersebut, klien juga
dikatakan mengalami nefrolitiasis bilateral multipel dengan ureterolitiasis kiri.
Hal ini karena terdapat bayangan putih pada ginjal dan ureter kiri klien yang
mengindikasikan terdapat batu pada ginjal dan ureter.

Pemeriksaan terakhir yang dilakukan oleh klien adalah pemeriksaan thoraks.


Pemeriksaan ini dilakukan pada tanggal 17 mei 2013. Berdasarkan hasil
pemeriksaan ini diperoleh hasil bahwa klien dicurigai mengalami bronkhitis dan
cardiomegali atau pembesaran jantung.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh klien sebelum operasi adalah


pemeriksaan darah lengkap yaitu pemeriksaan hematologi dan kimia klinik.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan diketahui bahwa seluruh hasil
pemeriksaan darah klien berada pada batas yang normal, yaitu leukosit 9,04
ribu/mm3, eritrosit 4,65 juta/uL, hemoglobin 13,6 g/dl, hematokrit 40%, trombosit
250 ribu/mm3, gula darah sewaktu 90mg/dl, ureum 29 mg/dl, kreatinin1,1 mg/dl
dan asam urat 3,4 mg/dl.

Ketiga pemeriksaan radiologi diatas, perlu dilakukan untuk berbagai macam


tujuan. Pemeriksaan pertama dan kedua dilakukan untuk menegakkan diagnosa
dan memastikan penyakit yang dialami klien. Sedangkan pemeriksaan ketiga dan
pemeriksaan laboratorium darah lengkap dilakukan untuk mengetahui kondisi
sistem pernafasan, kardiovaskular dan kondisi klien secara umum untuk keperluan
operasi

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

36

3.3 Masalah Keperawatan Peri-Operatif dan Tindakan Keperawatan


3.3.1

Pre Operatif

Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan diketahui bahwa pada saat ini,
yaitu pada masa pre operasi klien memiliki satu buah diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang dialami klien yaitu nyeri akut berhubungan dengan
obstruksi batu saluran kemih.

Diagnosa

ini muncul karena klien mengatakan bahwa ia merasa nyeri pada

pinggang kiri yang menjalar sampai ke perut kiri bagian bawah, skala nyerinya 56, nyeri hilang timbul dan meningkat jika terlalu lama duduk, lama nyeri
dirasakan tidak tentu dan frekuensi nyeri tidak tahu; Klien mengatakan terkadang
nyeri pada daerah kemaluannya jika BAK nya sedang sulit dan klien mengatakan
pernah mengeluarkan batu saat BAK. Selain itu, diagnosa ini juga muncul akibat
hasil pemeriksaan oleh perawat yaitu klien terlihat sesekali meringis, nyeri ketuk
pada bagian pinggang kiri dan hasil CT urografi yang menunjukkan nefrolithiasis
bilateral multiple dan ureterolotiasis kiri.

Diagnosa keperawatan ini berusaha diatasi dengan cara memberikan klien posisi
dan lingkungan yang tenang dan nyaman, mengajarkan tehnik relaksasi nafas
dalam, dan distraksi, menganjurkan klien untuk mengompres bagian yang nyeri
dengan air hangat serta melakukan pemantauan terhadap tanda-tanda vital,
intensitas, frekuensi, lokasi, lama dan penjalaran nyeri serta memantau ekspresi
wajah klien, ada tidaknya keringat dingin dan kemampuan klien beristirahat.
Evaluasi dari tindakan yang dilakukan diatas adalah klien mengatakan nyeri
dibagian pinggang sebelah kiri dan perut kiri bawah masih dirasakan, tingkat
nyeri 4-5, nyeri hampir selalu ada, nyeri mernyebar dari pinggang ke perut kiri
bawah serta saat ini klien mengatakan lebih nyaman. Sedangkan hasil dari
pemeriksaan yang dilakukan perawat yaitu TD 100/70 mmHg, N 72x/menit, RR
18x/menit dan T klien 36,2oC serta klien melakukan tarik nafas dalam yang
diajarkan.

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

37

Selain melakukan tindakan diatas, mahasiswa juga menjelaskan mengenai


prosedur operasi yang akan dilakukan kepada klien. Penjelasan yang diberikan
mahasiswa kepada klien mencakup prosedure operasi URS, jenis anastesi yang
digunakan, efek setelah operasi, dan hal-hal yang perlu diperhatiakan setelah
prosedur operasi. Mahasiswa memberikan penjelasan kepada klien dengan
menggunakan bahasa yang sederhana sehingga klien dapat memahami informasi
yang diberikan mahasiswa. Mahasiswa menjelaskan bahwa nanti malam klien
akan berpuasa sebagai salah satu cara untuk mencegah terjadinya aspirasi atau
tersedak pada klien. Selain itu, mahasiswa juga menjelaskan bahwa besok klien
akan dianastesi spinal yang kemudian akan menyebabkan kaki menjadi kebas dan
lama-lama tidak dapat digerakkan. Kemudian setelah itu dari alat kelamin klien
akan dimasukkan alat untuk menghancurkan batu yang berada di ureter. Setelah
operasi, klien akan merasa baal pada tubuh bagian bawah yang nantinya akan
perlahan-lahan kembali seperti semula. Setelah operasi klien juga harus
memperhatikan hal-hal yang harus dilakukan setelah operasi, yakni klien harus
meningkatkan intake cairan minimal 2 liter per hari, selain itu, pada 6-8 jam
pertama klien belum diperbolehkan untuk bangun dari tempat tidur. Evaluasi dari
tindakan yang dilakukan antara lain klien mengatakan lebih memahami prosedure
operasi yang akan dilakukan serta tanda-tanda vitalnya berada dalam batas
normal.

3.3.2

Intra Operatif

Perawatan intra operatif adalah perawatan yang dimulai sejak klien masuk ke ruang
untuk operasi hingga klien keluar dari ruang pemulihan. Pada saat berada di dalam
ruang operasi, klien terlebih dahulu di letakkan di ruang tunggu operasai sampai
ruang operasi klien siap digunakan. Setelah itu, klien dimasukkan ke dalam ruang
operasi dan dibius dengan menggunakan anastesi spinal. Klien di tanya dan
diobservasi mengenai kemajuan pembiusan. Selanjutnya ketika dokter sudah yakin
bahwa obat biusnya sudah bekerja yaitu ketika kaki klien sudah sangat berat untuk
digerakkan, klien dilakukan disinfektan menggunakan betadin dan kemudian
dilakukan dressing. Setelah itu, alat ureteroskopi dimasukkan untuk melihat dan
mencari posisi batu saluran kemih klien kemudian setelah batu ditemukan dokter
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

38

menghancurkannya dengan alat yang menggunakan gelombang kejut. Setelah


menghancurkan batu, dokter mengeluarkan alat ureteroskopi untuk mempermudah
batu-batu yang telah dihancurkan sebelumnya keluar. Kemudian dokter
mengulangi prosedure ini beberapa kali. Ketika dirasa serpihan-serpihan batu
sudah sangat kecil, kemudian dokter memasang DJ Stent pada Ny T dan memasang
kateter pada akhirnya. Setelah klien selesai di operasi, klien selanjutnya dibawa ke
ruang pemulihan untuk di pantau kondisi dan dibawa kembali keruangan jika
kondisinya stabil.

Pada tahap ini, diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny T adalah resiko jatuh
berhubungan dengan penggunaan obat buis pada klien. Diagnosa ini muncul karena
dilakukan pembiusan spinal kepada klien yang mengakibatkan tidak dapat
bergeraknya tubuh bagian bawah klien. Diagnosa ini kemudian dilakukan
implementasi guna mencegah terjadinya diagnosa keperawatan ini. Implementasi
untuk diagnosa ini yang dilakukan oleh mahasiswa antara lain memasang restrain
pada klien, memastikan posisi tempat tidur klien terkunci dan meningkatkan
pengawasan pada klien. Sedangkan hasil evaluasi dari tindakan ini yaitu klien tidak
terjatuh.

3.3.3

Post Operatif

Perawatan post operatif adalah perawatan yang dimulai semenjak klien keluar dari
ruang pemulihan hingga klien pulang. Pada Ny T, diagnosa keperawatan yang
muncul pada masa ini adalah nyeri akut berhubungan dengan post operasi URS
dan pemasangan DJ Stant kiri, hipertermi berhubungan dengan tauma pasca
operasi URS dan resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
peningkatan suhu tubuh.

Diagnosa keperawatan utama pada masa ini adalah nyeri akut berhubungan
dengan post operasi URS dan pemasangan DJ Stant kiri. Diagnosa ini muncul
karena klien mengatakan nyeri pada bagian perut kiri bawah dengan skala nyeri 5,
nyeri hilang timbul dan tidak nyeri saat BAK. Selain itu, berdasarkan hasil
pemeriksaan oleh mahasiswa diketahui bahwa klien post operasi URS dan
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

39

pemasangan DJ Stant kiri H+1, klien terlihat meringis dan membatasi gerak.
Mahasiswa untuk mengatasi masalah tersebut kemudian melakukan beberapa
implementasi keperawatan yaitu mengkaji intensitas, lokasi, lama dan tempat/area
serta penjalaran dari nyeri, mengkaji ada tidaknya keringat dingin, tidak dapat
istirahat dan ekspresi wajah klien, mengkaji TTV, memberikan posisi dan
lingkungan yang tenang dan nyaman, memotivasi klien untuk melakukan teknik
relaksasi nafas dalam, distraksi serta guide imagine dan berkolaborasi dengan
dokter untuk pemberian obat penghilang rasa sakit, yaitu keterolak 30mg.
Evaluasi akhir dari diagnosa keperawatan ini adalah rasa nyeri yang dirasakan
klien berkurang menjadi 1-2, nyeri dirasakan ada di perut bagian bawah dan tidak
menyebar, nyeri hilang timbul, frekuensi jarang dan durasi tak menentu. Selain itu
klien juga mengatakan bahwa nyeri tidak terasa apabila ia berjalan. Selain iti,
berdasarkan hasil pemeriksaan klien di dapatkan bahwa TTV klien dalam batas
normal (TD 120/70 mmHg, N 68x/menit, dan suhu 36,6oC), klien tidak meringis,
klien tidak mengalami keringat dingin dan klien sudah berjalan-jalan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa masalah nyeri klien teratasi.

Diagnosa keperawatan selanjutnya adalah hipertermi berhubungan dengan tauma


pasca operasi URS. Diagnosa ini muncul ditandai dengan keluhan demam dari
klien, klien teraba panas, suhu badan klien 37,8oC dan post op URS dan
pemasangan DJ Stant. Oleh karena itu, mahasiswa untuk mengatasi masalah ini
melakukan pengkaji penyebab demam, memantau TTV, menganjurkan klien
banyak minum minimal 2 liter, menganjurkan keluarga unuk mengkompres klien
dengan kompres air hangat, memberikan pakaian yang tipis untuk klien,
memantau status hidrasi klien (tugor kulit, membran mukosa), memantau ada
tidaknya kejang, memantau perubahan warna kulit serta melakukan kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian PCT 500mg. Hasil evaluasi dari implementasi
yang dilakukan kepada Ny T adalah suhu badan klien kembali normal 36,7oC, TD
dan nadi normal (110/70 mmHg, 75x/menit), klien tidak mengalami kejang, klien
tidak mengalami dehidrasi dan kesadaran klien CM.

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

40

Diagnosa keperawatan klien yang terakhir adalah resiko kekurangan volume


cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh. Diagnosa ini muncul karena
klien mengalami demam, suhu badan klien 37,8oC, selain itu klien terlihat lemas
dan lemah. Implementasi yang dilakukan mahasiswa untuk mangatasi masalah
klien antara lain mengobservasi TTV klien, mengukur intake dan output,
mengobservasi warna urine, menganjurkan klien banyak minum, memantau
tanda-tanda dehidrasi (kesadaran, tugor kulit, akral), memantau keadaan umum
klien dan melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan intravena
NaCl: D5% = 2:1. Hasil dari implementasi ini adalah masalah tidak terjadi yang
ditandai dengan TTV klien normal ( TD 110/70 mmHg, N 75x/menit, T 36,7oC),
kesadaran klien CM, klien tidak mengalami dehidrasi, keseimbangan cairan klien
+ dan jumlah urin klien normal.

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

BAB 4
ANALISIS SITUASI
4.1 Profil Lahan Praktek
Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan atau yang biasa disingkat RSUP
Persahabatan merupakan rumah sakit umum pemerintah kelas A yang terdapat di
daerah Jakarta Timur. RSUP Persahabatan merupakan rumah sakit pusat rujukan
nasional untuk masalah kesehatan respirasi. Rumah sakit ini dibangun sejak tahun
1960an dan terbentuk berdasarkan hubungan bilateral pemerintahan Negara
Indonesia dan Rusia. RSUP Persahabatan memiliki visi menjadi rumah sakit
terdepan dalam menyehatkan masyarakat dengan unggilan kesehatan respirasi
kelas dunia dan misi sebagai penyelenggara pelayanan, pendidikan dan penelitian
dalam bidang kesehatan secara profesional dan berorientasi kepada pasien. Moto
dari rumah sakit ini adalah melayani secara bersahabat (RSUP Persahabatan,
2013).

RSUP Persahabatan memiliki kapasitas enam ratus tempat tidur yang terbagia
kedalam enam instalasi yang salah satunya adalah IRIN A, tempat dimana ruang
Anggrek Tengah A atau yang biasa dikenal dengan Bedah Kelas berada. Ruang
Bedah Kelas merupakan ruang rawat kelas tiga. Ruangan ini terdiri atas tiga
puluh dua tempat tidur yang terbagi dalam sebelas kamar rawat, sepuluh kamar
rawat biasa dan satu kamar rawat isolasi. Kamar rawat biasa terdiri dari tiga buah
tempat tidur. Sedangkan kamar rawat isolasi berisi dua buah tempat tidur.

Ruang bedah kelas memiliki satu orang kepala ruangan dan dua orang katim serta
tiga belas perawat pelaksana. Jumlah tenaga keperawatan yang berpendidikan
Ners di bedah kelas ada dua orang, berpendidikan sarjana keperawatan tiga orang,
dan berpendidikan D3 ada sebelas orang. Selain perawat, di bedah kelas juga
terdapat tenaga kerja non keperawatan yaitu pekarya yang berjumlah dua orang
dan cleaning service berjumlah tiga orang.

41

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

42

Peta Ruang Bedah Kelas

4.2 Analisis Masalah Keperawatan Dengan Konsep Terkait KKMP Dan


Konsep Kasus Terkait
Urolitiasis merupakan masalah kesehatan yang cukup bermakna di dunia ataupun
di indonesia. U.S Departement of Health and Human Service (2013) mengatakan
bahwa batu ginjal merupakan salah satu penyakit yang paling sering terjadi dalam
saluran urinaria. Sedangkan IAUI (2006) menyatakan di indonesia, batu saluran
kemih merupakan salah satu penyakit yang memiliki jumlah pasien terbesar di
klinik urologi.

Batu saluran kemih atau urolithiasis adalah suatu kondisi dimana terdapat kalkuli
atau batu di traktus urinarius (Brunner dan Suddarth, 2005). Urolitiasis dapat
terjadi karena pengaruh faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, genetik dan
kelainan anatomis tubuh serta faktor ekstrinsik antara lain kondisi geografis, iklim
dan temperatur tempat tinggal, asupan air, diet tinggi protein, purin, kalsium, dan
oksalat, obat-obatan, pekerjaan, dan infeksi (Khan and Canales, 2009 dalam
Krisna Dwi, N. P, 2011; Yusuf A dan Evo, E, 2013).

Pada kasus Ny T, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya batu


ureter pada dirinya. Faktor yang pertama adalah usia. Ny T berusia 38 tahun.
Berdasarkan usia, Ny T tergolong kedalam kelompok usia produktif. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Yusuf A dan Evo, E (2013) yang menyatakan bahwa
penyakit ini lebih banyak ditemukan pada kelompok usia produktif. Selain itu, hal
ini juga sesuai dengan pernyataan Thomas B and James H, (2005) yang
menyatakan bahwa penyakit ini menyerang 1-5% populasi di negara berkembang
dengan kejadian tertinggi terjadi pada klien berusia 20- 50 tahun.
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

43

Faktor kedua yang mempengaruhi terjadi penyakit batu ureter pada klien adalah
faktor geografis, cuaca dan iklim. Ny T tinggal di Indonesia khususnya di jakarta
yang cuaca dan iklimnya cenderung panas. Sehingga lebih banyak memiliki
kemungkinan untuk mengalami batu saluran kemih. Sebab jumlah air yang
dikonsumsi lebih sedikit yang dikeluarkan melalui urin. Hal ini serupa dengan
pernyataan Yusuf A dan Evo, E, (2013) yang menyatakan bahwa ilkim dan cuaca
yang panas menyebabkan tubuh lebih banyak mengeluarkan keringat bila
dibandingkan dengan urin.

Faktor ketiga yang mempengaruhi terjadinya urolotiasis pada klien adalah asupan
air. Ny T mengatakan, dalam sehari ia hanya minum 2-4 gelas sehari. Selain itu,
beliau juga terkadang mengkonsumsi teh. Kurangnya konsumsi minum dan
konsumsi teh dapat menyebabkan sedikitnya zat pelarut dan meningkatkan zat
terlarut dalam urin sehingga urin menjadi kental dan pekat. Hal ini serupa dengan
pernyataan Yusuf A dan Evo, E, (2013) dan Brunner dan Suddarth (2005), yang
menyatakan kurang minum merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terbentuknya batu saluran kemih karena kurangnya minum menyebabkan zat
terlarut yang berada didalam tubuh lebih banyak bila dibandingkan cairan di
dalam tubuh dan hal ini berimbas pada proses penghasilan urin, dimana urin yang
dihasilkan menjadi pekat.

Faktor selanjutnya yang berperan dalam proses pembentukan batu saluran kemih
pada Ny T adalah diet. Ny T mengatakan bahwa ia makan apa saja. Beliau juga
mengatakan ia tidak memiliki pantangan makan terhadap apapun. Hal ini berarti
bahwa klien tidak membatasi asupan protein, kalsium, purin ataupun oksalat.
Padahal menurut Khan and Canales, 2009 dalam Krisna Dwi, N. P, (2011) diet
tinggi protein, tinggi kalsium, tinggi purin, dan tinggi oksalat dapat menyebabkan
pembentukan batu saluran kemih. Oleh karena itu mungkin saja diet menjadi salah
satu penyebab dari terbentuknya batu saluran kemih pada Ny T.

Faktor kelima yang mungkin menyebabkan batu saluran kemih pada klien adalah
aktivitas. Ny T mengatakan bahwa sehari-hari ia bekerja sebagai pengasuh bayi.
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

44

Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa ia jarang berolah raga baik karena sibuk
ataupun karena malas. Kurangnya aktivitas inilah yang kemudian dapat
menyebabkan batu saluran kemih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yusuf A dan
Evo, E, (2013) yang mengatakan bahwa kurang aktivitas dapat menyebabkan batu
saluran kemih.

Faktor terakhir yang mungkin menyebabkan terbentuknya batu pada saluran


kemih Ny T adalah infeksi. Pada wanita, infeksi saluran kemih merupakan hal
yang lebih sering terjadi bila dibandingkan pada laki-laki. Hal ini karena menurut
Sloane, E, (2005), ukuran uretra wanita lebih pendek bila dibandingkan dengan
uretra laki-laki, dimana pada perempuan berukuran 3,75cm sedangkan pada pria
20cm. Lebih banyaknya terjadinya infeksi pada saluran kemih wanita juga sesuai
dengan pernyataan Dewi, D dan Anak Agung, N S (2007) yang menyatakan
bahwa batu struvit lebih banyak terjadi pada wanita bila dibandingkan dengan
laki-laki. Oleh karena itu, infeksi mungkin saja menjadi salah satu faktor
terjadinya batu saluran kemih pada Ny T.

Tanda dan gejala yang mungkin dialami oleh klien batu saluran kemih adalah
nyeri, demam atau menggigil, sulit atau tidak dapat BAK, mual dan muntah,
diare, dan BAK berdarah (Brunner dan Suddarth, 2005). Pada Ny T, tidak semua
tanda dan gejala ini muncul. Tanda gejala yang terjadi pada Ny T antara lain nyeri
pada pinggang kiri belakang yang menjalar sampai dengan perut kiri depan bagian
bawah, sulit BAK serta mual dan muntah.

Sulit BAK pada klien dengan batu saluran kemih menurut Brunner dan Suddarth,
(2005) terjadi karena batu menutupi ataupun menghambat aliran urin untuk dapat
keluar dari tubuh sehingga jumlah urin yang keluar lebih sedikit. Sedangkan nyeri
pada kostovertebrata dan menyebar ke perut dan kandung kemih pada perempuan
menandakan batu berada di ureter. Sedangkan mual dan muntah pada klien terjadi
karena terdapat batu pada ginjal klien yang memicu refleks renointestinal
(Brunner dan Suddarth, 2005). Hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan BNO
polos dan CT Scan Urologi yang dilakukan kepada klien yang menyatakan bahwa
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

45

klien mengalami nefrolitiasis atau batu ginjal dan ureterolitiasis atau batu pada
ureter.

Pada Ny T, intervensi medis yang dilakukan untuk mengatasi penyakit yang ia


alami adalah URS. Menurut Turk, C and at all, (2011) metode ini merupakan
metode minimal invasif yang memiliki komplikasi trauma pada mukosa saluran
kemih, perdarahan, perforasi ureter, nyeri ataupun demam. Dimana pada klien,
komplikasi yang muncul adalah trauma pada membran mukosa dan demam.
Selain itu Min, C.C, (2013) menyatakan bahwa pada metode ini mungkin
diperlukan pemasangan DJ stant untuk mempermudah keluarnya pecahan batu.
Hal ini pun ditemukan dalam hasil BNO polos post operasi yang menunjukkan
terdapat DJ stand pada ureter kiri klien

4.3 Analisis Salah Satu Intervensi Dengan Konsep Dan Penelitian Terkait
Pada klien dengan batu saluran kemih, intervensi yang wajib dilakukan oleh
perawat adalah discharge planning. Hal ini karena menurut Dewi, D dan Anak
Agung, N S (2007) sekitar 50% dari penderita batu saluran kemih mengalami
kekambuhan dalam 5 tahun dan 70% dalam 10 tahun. Oleh karena itu, discharge
planning menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan pada klien dengan
masalah batu saluran kemih.

Discharge planning adalah kegiatan yang memfasilitasi pemindahan klien dari


satu unit perawatan lainnya ke unit perawatan lainnya atau ke rumah (Mosby,
2009). Discharge planning memiliki berbagai tujuan dalam pelaksanaannya.
Menurut Mamon, et al (1992); Leimnetzer et al (1993); Hester (1996) dalam
Pemila, U (2013) tujuan dilakukannya discharge planning adalah untuk
meningkatkan kemajuan klien, membantu klien mencapai kualitas hidup yang
optimal sebelum pulang dari RS, menurunkan komplikasi yang mungkin terjadi,
mencegah kekambuhan serta menurunkan angka mortalitas dan morbilitas.

Perawat, dalam melakukan discharge planning harus melakukan beberapa tahap


penyusunan discharge planning yaitu pengkajian klien, membuat perencanaan,
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

46

implementasi, evaluasi dan monitoring serta pelepasan pasien pulang (Guidelines,


2013). Setelah itu, perawat mengimplementasikannya dengan memberikan
informasi mengenai intervensi medis dan non medis yang telah diberikan kepada
klien, jadwal kontrol, gizi yang harus dipenuhi, mendiskusikan dengan keluarga
mengenai faktor resiko yang dapat menyebabkan kekambuhan penyakit klien,
penanganan yang harus dilakukan jika kegawatdarutan akibat penyakitnya terjadi,
serta penjelasan mengenai pengaturan konsumsi obat dan penginformasian
mengenai layanan kesehatan yang dapat digunakan pada klien jika penyakitnya
kambuh (Guidelines, 2013; Pemila, U., 2013).

Pada kasus Ny T, discharge planning mulai dilakukan sejak klien masuk ke ruang
rawat bedah. Discharge planning yang pertama kali diberikan kepada klien adalah
mendiskusikan kepada keluarga dan klien mengenai penyebab dari terjadinya batu
saluran kemih pada klien. Setelah mendiskusikan mengenai penyebab dari
terjadinya batu saluran kemih yang menurut klien dan keluarga adalah kurang
minum dan kurangnya aktivitas, mahasiswa menjelaskan mengenai prosedure
operasi yang akan klien jalani. Kemudian discharge planning kembali diberikan
setelah klien keluar dari ruang operasi yaitu menganjurkan klien untuk minum
minimal 10-12 gelas air per hari dan membatasi minuman seperti kopi dan cola
sebanyak maksimal 2 gelas per hari (AUA Foundation, 2005). Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya pemekatan urin yang merupakan salah satu
penyebab dari terjadi batu saluran kemih dan mempermudah keluarnya serpihanserpihan batu yang mungkin masih terdapat di dalam saluran kemih klien.

Satu hari sebelum klien pulang, klien dan keluarga kembali diberikan penjelasan
mengenai faktor resiko yang dapat menyebabkan kekambuhan penyakit klien,
yaitu kurang minum, kurang aktivitas, konsumsi tinggi kalsium, purin, protein,
dan tinggi oksalat, penggunaan obat-obatan seperti obat tinggi kalsium dan
lainnya serta infeksi pada saluran kemih (Khan and Canales, 2009 dalam Krisna
Dwi, N. P, 2011; Yusuf A dan Evo, E, 2013). Mahasiswa juga menjelaskan
kepada klien dan keluarga mengenai tanda-tanda kekambuhan dari penyakitnya
yaitu nyeri pada pinggang atau perut bagian bawah dengan mual dan muntah
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

47

ataupun tidak, demam atau mengigil, sulit BAK atau bahkan tidak dapat BAK
sama sekali, diare, dan atau BAK berdarah (Brunner dan Suddarth., 2005). Selain
itu, mahasiswa juga menjelaskan klien harus segera pergi ke rumah sakit jika
nyeri yang sangat terjadi dan atau tidak dapat BAK. Sedangkan pada hari saat
pasien pulang, mahasiswa memberikan resume keperawatan klien, memberi tahu
waktu kontrol klien, menjelaskan mengenai pengaturan konsumsi obat,
mengingatkan kembali faktor resiko penyakit klien dan cara pencegahannya serta
mengingatkan kembali kapan harus segera kembali kerumah sakit.

Evaluasi dari tindakan yang dilakukan ini adalah klien mengatakan lebih
mengetahui mengenai kondisinya. Klien juga mengatakan senang karena
diberikan penjelasan. Klien dan juga mengatakan akan minum minimal 2 liter
perhari, tidak akan menahan BAK, akan mencoba berolahraga tiap minggunya
dan akan mengurangi makanan yang mengandung tinggi kalsium, tinggi purin,
tinggi protein dan tinggi oksalat. Klien juga mengatakan akan minum obat sesuai
dengan aturan dan melakukan kontrol sesuai dengan jadwal yang telah di
tetapkan.

4.4 Alternatif Pemecahan Yang Dapat Dilakukan


Peningkatan pengetahuan perawat mengenai pentingnya discharge planning perlu
dilakukan oleh perawat dan pihak rumah sakit. Hal ini karena discharge planning
merupakan hal yang penting untuk mempertahankan kondisi klien di kondisi
kesehatan yang optimal. Sampai saat ini, pelaksanaan discharge planning di
rumah sakit belum optimal. Hal ini karena discharge planning yang berada di
rumah sakit, hanya tertulis di kertas tanpa menjelaskan lebih detail mengenai
kondisi klien dan informasi-informasi yang dibutuhkan klien untuk tetap sehat.
Oleh karena itu, dirasakan perlu untuk mengadakan pelatihan mengenai cara
menyusun dan melakukan discharge planning yang baik dan benar. Sehingga
angka kekambuhan penyakit batu saluran kemih klien dapat berkurang

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari karya ilmiah ini adalah:
1. Tanda dan gejala yang mucul pada Ny T adalah nyeri pada pinggang kiri
belakang yang menjalar sampai dengan perut kiri depan bagian bawah, sulit
BAK serta mual dan muntah
2. Faktor resiko penyebab batu saluran kemih pada Ny T adalah usia, geografis,
cuaca dan iklim, kurang minum, diet tinggi protein, tinggi kalsium, tinggi
purin, dan tinggi oksalat, kurangnya aktivitas, dan infeksi.
3. Diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny T adalah pre operatif: nyeri
akut berhubungan dengan obstruksi batu saluran kemih; Intra operatif:
resiko jatuh berhubungan dengan penggunaan obat buis pada klien; Post
operatif: nyeri akut berhubungan dengan post operasi URS dan pemasangan
DJ Stant kiri, hipertermi berhubungan dengan tauma pasca operasi URS dan
resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu
tubuh.
4.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan kepada Ny T yaitu pemeriksaan


radiologi berupa pemeriksaan BNO polos, pemeriksaan foto thoraks dan
pemeriksaan CT Scan Urologi atau urografi tanpa kontras, dan pemeriksaan
laboratorium yaitu pemeriksaan darah lengkap.

5. Tindakan medis yang dilakukan kepada klien adalah operasi minimal invasif
yaitu URS atau ureterorenoskopi dengan pemasangan DJ Stant.
6. Discharge planning Ny T yaitu intervensi medis yang dilakukan adalah URS;
jadwal kontrol tanggal 3 Juni 2013; faktor resiko yang dapat menyebabkan
kekambuhan penyakit klien, yaitu minum kurang dari 2 liter per hari, kurang
aktivitas, kebiasaan menahan BAK, konsumsi tinggi kalsium, purin, protein,
dan tinggi oksalat, penggunaan obat-obatan seperti obat tinggi kalsium dan
lainnya serta infeksi pada saluran kemih; tanda-tanda kekambuhan dari
penyakitnya yaitu nyeri pada pinggang atau perut bagian bawah dengan mual
dan muntah ataupun tidak, demam atau mengigil, sulit BAK atau bahkan
48

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

49

tidak dapat BAK sama sekali, diare, dan atau BAK berdarah; serta kembali
segera jika nyeri sangat dan tidak dapat BAK.

5.2. Saran
Berikut adalah beberapa saran yang direkomendasikan oleh penulis, yaitu:
1.

Membuat buku ataupun acuan discharge planning untuk memudahkan


perawat melakukan discharge planning

2.

Mengadakan pelatihan mengenai penyusunan dan pelaksanaan discharge


planning

3.

Melakukan pengawasan dan supervisi terhadap pelaksaan discharge planning


pada klien

4.

Membuat asuhan keperawatan sesuai dengan masalah yang dimiliki klien

5.

Membuat

acuan

atau

buku sederhana untuk

memudahkan

asuhan

keperawatan pada klien


6.

Dapat menjadi masukan bagi rumah sakit dalam memberikan pelayanan


kesehatan bagi klien dengan urolitiasi

7.

Dapat dijadikan data dasar dan pengembangan ide untuk penelitian yang
selanjutnya yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pada klien urolitiasis

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

DAFTAR REFERENSI

Aaa. (2010). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Retrieved from http://med.unhas.ac.id


/fkuhanatomi/index.php?option=com_content&view=article&id=52:ilmukesehatan-masyarakat&catid =1:latest-news. Diunduh tanggal 27 Juni 2008,
pukul 18.00.
AUA Foundation. (2005). Kidney Stones. Retrieved from www.UrologyHealth.
org. Diunduh tanggal 28 Juni 2013, pukul 18.00.
Bartoletti R dan Tommaso C. Surgical Approach To Urolithiasis: The State Of
Art. Clinical Cases in Mineral and Bone Metabolism 2008; 5(2): 142-144.
Brunner dan Suddarth. (2005). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Colella J, Eileen K, Bernadette G dan Ravi M. (2005). Urolithiasis/
Nephrolithiasis:What's It All About?. Retrieved from http://www.medscape.
com/viewarticle/521366. Diunduh tanggal 25 Juni 2013, pukul 19.00.
Departemen Urology RSCM (2008). Klinik Batu. Retrieved from http://urologirscm.com/? page=content.view&alias=klinik_unggulan_klinik_batu. Diunduh
tanggal 26 Juni 2013, pukul 16.00.
Depkes. (1996). Pedoman Pemantauan Penilaian Program Perawatan Kesehatan
Masyarakat. Depkes: Jakarta.
Depkes. (2004). Sistem Kesehatan Nasional. Retrieved from http://dinkes.
bantulkab.go.id/documents/20090721100343-skn-2004.pdf. Diunduh tanggl
26 Juni 2013, pukul 18.00.
Dewi, D dan Anak Agung, N S. Profil Analisis Batu Saluran Kencing Di Instalasi
Laboratorium Klinik Rsup Sanglah Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam,
Volume 8 Nomor 3 September 2007.
Fitriwati, L (2004). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan
Individu: Analisis Data Susenas 1995 dan 2001. Retrieved from
http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes /libri2/detail.jsp?id=80516. Diunduh
tanggal 27 Juli 2013, pukul 22.00.

50

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Universitas Indonesia

51

Guidelines. (2013). 29.Guidelines On Discharge Planning. Retrieved from


http://uzweb.uz.ac.zw/medicine/epidemiology/pdfs/guidelines/29.pdf.
Diunduh tanggal 28 Juni 2008, pukul 18.00.
HTA Indonesia. (2005). Penggunaan Extracorporeal Shockwave Lithotripsy pada
Batu Saluran Kemih. Retrieved from http://buk.depkes.go.id. Diunduh
tangaal 25 Juni 2013, pukul 19.00.
IAUI. (2006). Batu Saluran Kemih. Retrieved from www.iaui.or.id/ast/file/batu
saluran _kemih.doc. Diunduh tanggal 28 Juni 2008, pukul 20.00.
Ko, Raymond. (2009). Kidney Stone Clinic. Retrieved from http://www.kidney
stoneclinic.com.au/pdf/urinary-tract-double-j-stent.pdf. Diunduh 8 Juli 2013,
pukul 22.00.
Krisna Dwi, N. P. Faktor Resiko Kejadian Penyakit Batu Ginjal Di Wilayah Kerja
Puskesmas Margasari Tegal. Jurnal Kesehatan Masyarakat. KESMAS 7(1)
(2011) 57-68.
Lotan Y, P. Economics of Stone Management. EAU Update Series 2005; 3(1):5160.
Metro urology. (2008). Double J Stent Instructions. Retrieved from http://www.
Metro-urology.com/wpcontent/uploads/pdf/Procedures/Double%20J%
20Stent%20 Instructions.pdf. Diunduh 8 Juli 2013, pukul 22.00.
Min, C.C. (2013). Urinary Stone. Retrieved from http://ccmurology.com/disease
/urinary_stones.php. Diunduh tanggal 24 Juni 2013, pukul 21.00.
Mosby. (2009). Discharge Planning. Retrieved from http://medical-dictionary.
thefreedictionary.com/discharge+planning+1. Diunduh 4 Juli 2013, pukul
15.00.
Nindyasari D. (2008). Gaya Hidup Remaja yang Melakukan Clubbing. Fakultas
Psikologi Universitas Gunadarma.
Pemila, U (2013). Konsep Discharge Planning. Retrieved from www.fik.ui.ac.id
%2Fpkko%2Ffiles%2FKONSEP%2520DISCHARGE%2520PLANNING.
doc. Diunduh 2 Juli 2013, pukul 19.00.
Portis, A.J and Chandru P.S. Diagnosis And Initial Management Of Kidney
Stones. American Family Physician, 2001, volume 63 number 7.
Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

52

RN Adult Mrdical Surgical Nursing. (2013). Nursing care of cliens with renal
disoder,

chapter

70.

Diunduh

di

http://www.atitesting.com/ati

nextgen/FocusedReview/data/datacontext/RM%20AMS%20RN%208.0%20
Chp%2070.pdf. Diunduh 2 Juli 2013, pukul 15.00.
RSUP Persahabatan (2013). Profil RSUP Persahabatan. Retrieved from http:/
/rsuppersahabatan.co.id/index.php/page/profil-rsup-persahabatan.

Diunduh

tanggal 28 Juni 2008, pukul 20.00.


Sjamsuhidajat, R dan Wim De Jong. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC
Sloane, E. (2005). Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Sutisna. (2005). Perilaku Konsumen Dan Komunikasi Pemasaran. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Thomas B and James H. Urolithiasis. Journal Surgery (2005) 23: 4.
Turk, C and at all. (2011). Guidelines on Urolithiasis. Retrieved from
http://www.uroweb.org/guidelines/online-guidelines. Diunduh tanggal 26
Juni 2013, pukul 16.00.
U.S Departement of Health and Human Service (2013). Kidney Stone Adults.
Retrieved from www.kidney.niddk.nih.gov. Diunduh tanggl 28 Juni 2013,
pukul 18.00.
Yusuf A dan Evo, E. (2013). Blik Genoitourinary System. Retrieved from
http://ocw.usu.ac.id/course/download/1110000119-genitourinary-system/gus
156_slide_blok_genitourinary_system.pdf. Diunduh tanggal 28 Juni 2013,
pukul 16.00.

Universitas Indonesia

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Rencana Asuhan Keperawatan Ny T dengan Dx Medis Batu Ureter Sinistra

Lampiran 1

Pre Operasi
Diagnosa Keperawatan

Tujuan/Kriteria

Rencana Tindakan

Nyeri akut bd obstruksi batu saluran

Tujuan:

Mandiri:

kemih

Mengurangi nyeri

Ditandai dengan:

Kaji intensitas, lokasi, lama dan

Rasional

Peningkatan nyeri adalah

tempat/area serta penjalaran dari nyeri.

indikatif dari infeksi saluran

DO:

Kriteria evaluasi:

kemih atau obstruksi yang

Klien terlihat sesekali meringis

Setelah dialkukan intervensi

terjadi

Nyeri pukul pada bagian pinggang kiri

keperawatan selama 2x24 jam:

Hasil CT urografi nefrolithiasis bilateral

Kaji adanya keringat dingin, tidak dapat


istirahat dan ekspresi wajah.

Tingkat nyeri berkurang

Kemungkinan salah satu tanda


shock

menjadi 2-3

multiple dengan ureterolotiasis kiri


DS:

Klien tampak rileks,

Klien mengatakan ia merasa nyeri pada

TTV dalam batas normal

Kaji TTV
-

TTV menggambarkan kondisi


kenyamanan klien

pinggang kiri yang menjalar sampai ke


purut kiri bagian bawah, skala nyeri 5-

Berikan posisi dan lingkungan yang


tenang dan nyaman.

6, nyeri hilang timbul dan meningkat

Posisi dan lingkungan yang

jika terlalu lama duduk, lama nyeri

nyaman dapat memberikan

dirasakan tidak tentu dan frekuensi

kenyamanan bagi klien

nyeri tidak tahu.

Ajarkan teknik relaksasi, teknik


distraksi serta guide imagine

Klien mengatakan terkadang nyeri pada

Membatu merelakskan klien


sehingga nyeri berkurang

daerah kemaluannya jika BAK nya


sedang sulit
Klien mengatakan pernah
mengeluarkan batu saat BAK

Lakukan atau anjurkan klien untuk

Pijatan pada punggung dan

memijat bagian punggung dan pinggang

pinggang dapat merelakskan

untuk meningkatkan kenyamanan

otot yang tegang sehingga

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Rencana Asuhan Keperawatan Ny T dengan Dx Medis Batu Ureter Sinistra

Lampiran 1
nyeri dapat berkurang.

Lakukan kompres air hangat atau

Kompres air hangat dapat

berendam air hangat pada bagian

melemaskan otot yang tegang

panggul

akibat nyeri

Kolaborasi:
-

Pemberian obat-obatan Analgetic,

Analgetik memblok lintasan

Narkotic atau Anti Spasmodic.

nyeri sehingga mengurangi


nyeri/kolik yang berlebihan

Intra Operatif
Diagnosa Keperawatan
Resiko jatuh berhubungan dengan
penggunaan obat buis pada klien

Tujuan/Kriteria
Tujuan:

Rencana Tindakan

Rasional

Mandiri:

Klien tidak terjatuh

- Memasang restrain pada klien

Restrain dapat menahan posisi


klien

Ditandai dengan:

Setelah dilakukan tindakan

DO:

Klien dibius spinal

dapat digerakkan

Mencegah pergerakan tempat


tidur saat proses pemindahan

Posisi klien tetap diatas


meja operasi

Klien mengatakan kakinya tidak

- Pastikan posisi tempat tidur klien terkunci

keperawatan 1x45 menit:


-

DS:

Kriteria Hasil:

klien dilakukan
- Tingkatkan pengawasan pada klien

Tidak terdapat luka akibat


terjatuh

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Memantau kondisi klien

Rencana Asuhan Keperawatan Ny T dengan Dx Medis Batu Ureter Sinistra

Lampiran 1

Post operatif
Diagnosa Keperawatan

Tujuan/Kriteria

Rencana Tindakan

Nyeri akut berhubungan dengan post

Tujuan:

Mandiri:

operasi URS dan pemasangan DJ Stant

Mengurangi nyeri

kiri

Kaji intensitas, lokasi, lama dan

Rasional

tempat/area serta penjalaran dari nyeri.

indikatif dari infeksi saluran

Kriteria evaluasi:
Ditandai dengan:

Setelah dialkukan intervensi

DO:

keperawatan selama 2x24 jam:

Klien terlihat meringis

Klien terlihat membatasi gerak

Post operasi URS dan

Klien tampak rileks,

pemasangan DJ Stant kiri

TTV dalam batas normal

kemih
-

Kaji adanya keringat dingin, tidak dapat


istirahat dan ekspresi wajah.

Kaji TTV
-

TTV menggambarkan kondisi


kenyamanan klien

Berikan posisi dan lingkungan yang


tenang dan nyaman.

DS:

Posisi dan lingkungan yang

Klien mengatakan nyeri pada

nyaman dapat memberikan

bagian perut kiri bawah dengan

kenyamanan bagi klien

skala nyeri 5, nyeri hilang timbul.

Kemungkinan salah satu tanda


shock

Tingkat nyeri berkurang


menjadi 2-3

Peningkatan nyeri adalah

Ajarkan teknik relaksasi, teknik


distraksi serta guide imagine

Klien mengatakan tidak nyeri

Membatu merelakskan klien


sehingga nyeri berkurang

saat BAK
Kolaborasi:
-

Pemberian obat-obatan Analgetic,


Narkotic atau Anti Spasmodic.

Analgetik memblok lintasan


nyeri sehingga mengurangi
nyeri/kolik yang berlebihan

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Rencana Asuhan Keperawatan Ny T dengan Dx Medis Batu Ureter Sinistra


Hipertermi berhubungan dengan tauma

Tujuan:

Mandiri:

pasca operasi URS

Suhu badan kembali normal

Kaji penyebab demam

Lampiran 1

Mengetahui penyebab demam


dapat membantu mencari

Ditandai dengan:

Kriteria evaluasi:

DO:

Setelah dialkukan intervensi

Klien teraba panas

Suhu badan klien 37,8oC

keperawatan selama 3x24 jam:


-

Suhu badan klien 36,5-

Klien mengatakan demam

Pantau TTV

Memantau ststus
hemodinamik klien

37,5 C
-

Badan klien tidak teraba


panas

DS:

Post op URS dan pemasangan DJ


Stant

penanganan yang sesuai

RR 16-20x/menit

N 50-100x/menit

Tidak terjadi kejang

Warna kulit tidak

Anjurkan klien banyak minum minimal

mengganti cairan tubuh yang

2 liter

hilang

Minum 2 liter/ hari membantu

Lakukan kompres air hangat

Kompres air hangat


merangsang hipotalamus

memerah

untuk menurunkan suhu

Berikan pakaian yang tipis untuk klien

Pakaian yang tipis


memudahkan pertukaran
panas tubuh dengan udara

Atur suhu ruangan menjadi nyaman

Suhu ruangan yang nyaman


menudahkan pertukaran panas
tubuh dengan lingkungan

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Rencana Asuhan Keperawatan Ny T dengan Dx Medis Batu Ureter Sinistra

Lampiran 1

Memantau status hidrasi klien

Panas tinggi dapat

Pantau status hidrasi klien (tugor kulit,


membran mukosa)

menghambat atau
-

Pantau ada tidaknya kejang

mengganggu kerja saraf


sehingga menyebabkan kejang

Panas merangsang pelebaran


pembuluh darah dikulit
sehingga dapat merubah

Pantau perubahan warna kulit

warna kulit

Membantu menurunkan panas


secara farmakologis

Kolaborasi:
-

Berikan PCT

Resiko kekurangan volume cairan

Tujuan:

Mandiri:

berhubungan dengan peningkatan suhu

Tidak terjadi kekurangan volume

tubuh

cairan

Berhubungan dengan:

Kriteria Hasil:

DO:

Setelah dilakukan intervensi

Observasi tanda tanda vital

Kekurangan cairan mengubah


TTV klien

Ukur intake dan output

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Mengetahui apakah klien


kekurangan volume cairan

Rencana Asuhan Keperawatan Ny T dengan Dx Medis Batu Ureter Sinistra

Suhu badan klien 37,8oC

Klien tampak lemas

- TTV normal

Klien terlihat pucat

- Tidak ada tanda-tanda

Lampiran 1

keperawatan selama 3x24jam:

atau tidak

Observasi warna urine

dehidrasi (CM, tugor kulit

DS:

Warna urin akan memekat jika


kekurangan cairan

elastis, akral hangat)

Klien mengatakan demam

- Klien tidak lemas

Anjurkan klien banyak minum

Kekurangan volume cairan


mempengaruhi kesadaran dan

rod urin 0,5-1cc x kg BB/jam

kondisi kulit seseorang

Pantau tanda-tanda dehidrasi

(kesadaran, tugor kulit, akral)

Pantau keadaan umum klien

Memenuhi kebutuhan cairan


klien

Kekurangan volume cairan


menyebabkan keletihan

Kolaborasi:
-

Berikan infus NaCl: D5% = 2:1

Menambah pemasukan cairan


klien

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Lampiran 2
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

Nama klien / Usia

: Ny T / 38 tahun

Ruangan

: Bedah kelas

Diagnosa medis

: Batu ureter sinistra

Tanggal

: 27 Mei 2013

Diagnosa Keperawatan

Waktu

Nyeri akut bd obstruksi batu


saluran kemih

17.00

Tujuan dan Kriteria Hasil

Implementasi

Evaluasi (SOAP)

Tujuan:

Mandiri:

S:

Mengurangi nyeri

- Memeriksa TTV

- Klien mengatakan nyeri dibagian

Ditandai dengan:

pinggang sebelah kiri dan perut kiri


18.00;

Kriteria evaluasi:

- Mengevaluasi dan mencatat

Klien terlihat sesekali meringis 19.30

Setelah dilakukan

lokasi, lama, tingkat dan

nyeri 4-5, nyeri hampir selalu ada,

Nyeri pukul pada bagian

intervensi keperawatan

penyebaran nyeri

nyeri mrnyebar dari pinggang ke

DO:

selama 2x24 jam:

pinggang kiri
Hasil CT urografi

18.00

Tingkat nyeri

nefrolithiasis bilateral multiple

berkurang menjadi 2-

dengan ureterolotiasis kiri

3 dan klien

DS:
Klien mengatakan ia merasa
nyeri pada pinggang kiri yang

18.00

Klien tampak rileks


TTV dalam batas
normal

bawah masih dirasakan, tingkat

perut kiri bawah


- Mengajarkan klien tehnik
relaksasi nafas dalam

- Menganjurkan klien
mengompres pinggang dan
perut yang nyeri

- Klien mengatakan lebih nyaman


setelah melakukan tarik nafas dalam

O:
- TD 100/70 mmHg; N 72x/menit;
RR 18x/menit; T 36,2oC
- Klien melakukan tarik nafas dalam

menjalar sampai ke purut kiri


bagian bawah, skala nyeri 5-6,

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Paraf

Lampiran 2
nyeri hilang timbul dan

A:

meningkat jika terlalu lama

Masalah teratasi sebagian

duduk, lama nyeri dirasakan


tidak tentu dan frekuensi nyeri

P:

tidak tahu.

Lanjutkan intervensi

Klien mengatakan terkadang


nyeri pada daerah
kemaluannya jika BAK nya
sedang sulit
Klien mengatakan pernah
mengeluarkan batu saat BAK

CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

Nama klien / Usia

: Ny T / 38 tahun

Ruangan

: Bedah kelas

Diagnosa medis

: Batu ureter sinistra

Tanggal

: 28 Mei 2013

Diagnosa Keperawatan

Waktu

Resiko jatuh berhubungan dengan


penggunaan obat buis pada klien

13.00

Tujuan dan Kriteria Hasil

Implementasi

Evaluasi (SOAP)

Tujuan:

Mandiri:

S: -

Klien tidak terjatuh

- Memasang restrain pada

O:

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Paraf

Lampiran 2
klien
Ditandai dengan:

Kriteria Hasil:

DO:

Setelah dilakukan

Klien dibius spinal

tindakan keperawatan

Klien mengatakan

kakinya tidak dapat


digerakkan

Klien tidak terjatuh

Restrain terpasang hingga operasi

klien terkunci

selesai

- Tingkatkan pengawasan

1x45 menit:

DS:
-

- Pastikan posisi tempat tidur

pada klien

Tempat tidur terkunci pada saat


proses memindahkan klien

Posisi klien tetap

A: Masalah tidak terjadi

diatas meja operasi

P: Pantau kondisi klien post operasi

Tidak terdapat luka


akibat terjatuh

CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

Nama klien / Usia

: Ny T / 38 tahun

Ruangan

: Bedah kelas

Diagnosa medis

: Batu ureter sinistra

Tanggal

: 29 Mei 2013

Diagnosa Keperawatan

Waktu

Nyeri akut berhubungan dengan


post operasi URS dan

10.00

Tujuan dan Kriteria Hasil

Implementasi

Tujuan:

Mandiri:

Mengurangi nyeri

pemasangan DJ Stant kiri


Kriteria evaluasi:
Ditandai dengan:

10.00;

Setelah dialkukan

Kaji intensitas, lokasi,

Evaluasi (SOAP)
S:
-

Klien mengatakan nyeri pada

lama dan tempat/area serta

perut kiri bagian bawah masih

penjalaran dari nyeri.

ada, nyeri tidak menyebar, tingkat

Kaji adanya keringat

nyeri 4-5, nyeri hilang timbul,

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Paraf

Lampiran 2
13.00

DO:

intervensi keperawatan

dingin, tidak dapat

durasi tidak tentu kadang lama


kadang sebentar, frekuensi 5.

Klien terlihat meringis

selama 2x24 jam:

istirahat dan ekspresi

Klien terlihat membatasi

wajah

gerak

10.00

berkurang menjadi 2-

Kaji TTV

Post operasi URS dan

10.00

Berikan posisi dan

Klien mengatakan tidak dapat


tidur semalam karena nyeri

O:

Klien tampak rileks,

lingkungan yang tenang

TTV dalam batas

dan nyaman.

T 36,8 oC Klien meringis (+),

Memotivasi klien untuk

menbatasi pergerakan (+),

Klien mengatakan nyeri

melakukan teknik

keringat dingin (+)

pada bagian perut kiri

relaksasi nafas dalam,

bawah dengan skala

distraksi serta guide

A: Masalah teratasi sebagian

nyeri 5, nyeri hilang

imagine

P: Lanjutkan intervensi

pemasangan DJ Stant kiri


10.00;
13.00

DS:

Tingkat nyeri

normal

TD 110/80 mmHg, N 78x/menit,

Klien berbaring terlentang

timbul.

Kolaborasi:

Klien mengatakan tidak


nyeri saat BAK

14.00

Hipertermi berhubungan dengan


tauma pasca operasi URS

Ditandai dengan:
DO:
Klien teraba panas

- Memberikan keterolak 30mg


Tujuan:

Mandiri:

10.00

Suhu badan kembali

Kaji penyebab demam

10.00

normal

Memantau TTV

Menganjurkan klien

10.00
Kriteria evaluasi:

banyak minum minimal 2

Setelah dialkukan

liter

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

S:
-

Klien mengatakan akan minum


minimal 2 liter

Keluarga klien mengatakan akan


mengompres klien

O:

Lampiran 2
Suhu badan klien 37,8oC

10.00

intervensi keperawatan
selama 3x24 jam:

Post op URS dan

pemasangan DJ Stant

DS:
Klien mengatakan

10.00;

demam

14.00

10.00;

Suhu badan klien


36,5-37,5oC

10.00

Keluarga mengompres klien

unuk mengkompres klien

Klien terlihat mimum beberapa

dengan kompres air hangat


-

Badan klien tidak


teraba panas

Menganjurkan keluarga

Memberikan pakaian yang

Memantau status hidrasi

RR 16-20x/menit

klien (tugor kulit,

N 50-100x/menit

membran mukosa)

Tidak terjadi

kejang
-

Warna kulit tidak

Kolaborasi:
-

Klien hanya menggunakan


selimut untuk menutupi kaki

Tugor kulit elastis, membran


mukosa tidak kering

Memantau perubahan
warna kulit

Klien menggunakan kaos yang


tipis

Memantau ada tidaknya


kejang

memerah

11.00

tipis untuk klien

12.00

kali

Warna kulit tetap putih kuning


langsat

Tidak terjadi kejang

Kesadaran CM

Suhu jam 11.00: 38,2oC; jam


14.00: 36,8 oC

Memberikan PCT
-

TD 110/80 mmHg, N 78x/menit,

A: Masalah teratasi
P: Pantau suhu tubuh dan kondisi
klien
Resiko kekurangan volume
cairan berhubungan dengan

10.00

Tujuan:

Mandiri:

Tidak terjadi kekurangan

Observasi TTV

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

S:
-

Klien mengatakan dari jam 08.00-

Lampiran 2
peningkatan suhu tubuh

11.00;

volume cairan

14.00

Berhubungan dengan:

10.00

Kriteria Hasil:

Ukur intake dan output

jam 14.00 ia sudah minum hampir

Observasi warna urine

1,5 liter

Anjurkan klien banyak

O:

minum

Setelah dilakukan

DO:
10.00;

Suhu badan klien 37,8oC

Klien tampak lemas

selama 3x24jam:

Klien terlihat pucat

- TTV normal

14.00

DS:
-

10.00;

Klien mengatakan

intervensi keperawatan

- Tidak ada tanda-

tanda dehidrasi (CM,

14.00

T 36,8 oC

Pantau tanda-tanda
dehidrasi (kesadaran,

akral hangat)
08.00

- Klien tidak lemas


-

CM, tugor kulit elastis, akral

tugor kulit, akral)

hangat, membran mukosa tidak

Pantau keadaan umum

kering

klien

tugor kulit elastis,

demam

TD 110/80 mmHg, N 78x/menit,

Urin berwarna kuning jernih total


dari jam 14.00-20.00 1600cc

Kolaborasi:
-

Berikan infus NaCl: D5%


= 2:1

= 1850cc
-

rod urin 0,5-1cc x kg


BB/jam

Intake: oral 1500cc + infus 350 cc

Output: Urin 1600cc + IWL 6


jam 364 (325+39) = 1964

BC: intake output= -114cc

Infus (+) NaCl 20 tpm

A: Masalah teratasi
P: Pantau kondisi klien

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Lampiran 2
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

Nama klien / Usia

: Ny T / 38 tahun

Ruangan

: Bedah kelas

Diagnosa medis

: Batu ureter sinistra

Tanggal

: 30 Mei 2013

Diagnosa Keperawatan

Waktu

Nyeri akut berhubungan dengan


post operasi URS dan

10.30

Tujuan dan Kriteria Hasil

Implementasi

Tujuan:

Mandiri:

Mengurangi nyeri

pemasangan DJ Stant kiri


Kriteria evaluasi:
-

Kaji intensitas, lokasi,

Evaluasi (SOAP)
S:
-

Klien mengatakan masih nyeri

lama dan tempat/area serta

pada perut kiri bagian bawah

penjalaran dari nyeri.

masih ada, nyeri tidak menyebar,

Kaji adanya keringat

tingkat nyeri 4-5, nyeri hilang

Ditandai dengan:

10.30;

Setelah dialkukan

DO:

10.30

intervensi keperawatan

dingin, tidak dapat

timbul, durasi tidak tentu kadang

Klien terlihat meringis

selama 2x24 jam:

istirahat dan ekspresi

lama kadang sebentar, frekuensi

Klien terlihat membatasi

wajah

tidak dihitung.

gerak

10.30

berkurang menjadi 2-

Kaji TTV

Post operasi URS dan

10.30

Berikan posisi dan

pemasangan DJ Stant kiri


10.30;

DS:

Tingkat nyeri

Klien mengatakan nyeri


pada bagian perut kiri

13.00

Klien tampak rileks,

lingkungan yang tenang

TTV dalam batas

dan nyaman.

normal

O:
-

TD 120/70 mmHg, N 72x/menit,


T 36,6 oC

Klien meringis (+), menbatasi

Memotivasi klien untuk

pergerakan (-), keringat dingin

melakukan teknik

(+)

relaksasi nafas dalam,

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Klien jalan-jalan ke kamar mandi

Paraf

Lampiran 2
bawah dengan skala

distraksi serta guide

A: Masalah teratasi sebagian

nyeri 5-6, nyeri hilang

imagine

P: Lanjutkan intervensi

timbul.

Klien mengatakan tidak

Kolaborasi:

14.00

Memberikan keterolak 30mg

nyeri saat BAK

CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

Nama klien / Usia

: Ny T / 38 tahun

Ruangan

: Bedah kelas

Diagnosa medis

: Batu ureter sinistra

Tanggal

: 31 Mei 2013

Diagnosa Keperawatan

Waktu

Nyeri akut berhubungan dengan


post operasi URS dan

21.30

Tujuan dan Kriteria Hasil

Implementasi

Tujuan:

Mandiri:

Mengurangi nyeri

pemasangan DJ Stant kiri


Kriteria evaluasi:
-

Kaji intensitas, lokasi,

Evaluasi (SOAP)
S:
-

Klien mengatakan masih nyeri

lama dan tempat/area serta

pada perut kiri bagian bawah

penjalaran dari nyeri.

masih ada, nyeri tidak menyebar,

Kaji adanya keringat

tingkat nyeri 2-3, nyeri hilang

Ditandai dengan:

21.30;

Setelah dialkukan

DO:

21.30

intervensi keperawatan

dingin, tidak dapat

timbul, durasi tidak tentu,


frekuensi kadang-kadang.

Klien terlihat meringis

selama 2x24 jam:

istirahat dan ekspresi

Klien terlihat membatasi

wajah

gerak

21.30

Tingkat nyeri
berkurang menjadi 2-

Kaji TTV

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

O:
-

TD 110/70 mmHg, N 75x/menit,

Paraf

Lampiran 2

Post operasi URS dan

21.30

pemasangan DJ Stant kiri


21.30
DS:

Klien tampak rileks,

TTV dalam batas

tenang dan nyaman.


-

normal

T 37,6 oC

Berikan lingkungan yang


-

Klien meringis (-), menbatasi

Memotivasi klien untuk

pergerakan (-), keringat dingin

melakukan teknik

(+)

Klien mengatakan nyeri

relaksasi nafas dalam,

Klien duduk atau berbaring

pada bagian perut kiri

distraksi serta guide

A: Masalah teratasi sebagian

bawah dengan skala

imagine

P: Lanjutkan intervensi

nyeri 3-4, nyeri hilang


Kolaborasi:

timbul.

Klien mengatakan tidak

Memberikan keterolak 30mg

22.10

nyeri saat BAK


Hipertermi berhubungan dengan
tauma pasca operasi URS

Tujuan:

Mandiri:

21.30

Suhu badan kembali

Memantau TTV

21.30

normal

Menganjurkan klien

Ditandai dengan:

banyak minum minimal 2


Kriteria evaluasi:

DO:
Klien teraba panas

22.10

Setelah dialkukan

S:
-

lebih dari 2 liter hari ini


-

liter
-

Klien mengatakan sudah minum

Keluarga klien mengatakan akan


mengompres klien

Menganjurkan keluarga

O:

Suhu badan klien 37,6oC

intervensi keperawatan

unuk mengkompres klien

Keluarga mengompres klien

selama 3x24 jam:

dengan kompres air hangat

Klien terlihat mimum beberapa

Post op URS dan


pemasangan DJ Stant

21.30

Suhu badan klien


36,5-37,5oC

Menganjurkan klien
menggunakan pakaian

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

kali
-

Klien menggunakan kaos yang

Lampiran 2
-

DS:

Klien mengatakan

21.30;

demam

22.10

22.10

Badan klien tidak


teraba panas

yang tipis
-

Memantau status hidrasi

tipis
-

Klien hanya menggunakan

RR 16-20x/menit

klien (tugor kulit,

selimut tipis untuk menutupi

N 50-100x/menit

membran mukosa)

badannya

Tidak terjadi

22.10

kejang
-

Warna kulit tidak

kejang
-

memerah

22.30

Memantau ada tidaknya

Memantau perubahan

Tugor kulit elastis, membran


mukosa tidak kering

warna kulit

Warna kulit tetap putih kuning


langsat

Tidak terjadi kejang

Kolaborasi:

Kesadaran CM

Suhu jam 22.10: 37,8oC; jam

Memberikan PCT

22.30: 37,9 oC; jam 00.00 36,7 oC


-

TD 110/70 mmHg, N 75x/menit

A: Masalah teratasi
P: Pantau suhu tubuh dan kondisi
klien
Resiko kekurangan volume

Tujuan:

Mandiri:

cairan berhubungan dengan

21.30

Tidak terjadi kekurangan

Observasi TTV

peningkatan suhu tubuh

00.00

volume cairan

Ukur intake dan output

Observasi warna urine

Anjurkan klien banyak

21.30
Berhubungan dengan:

21.30

Kriteria Hasil:

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

S:
-

Klien mengatakan sudah minum


lebih dari 2 liter hari ini

Klien mengatakan minum 800cc


dari jam 21.30-06.30

Lampiran 2
Setelah dilakukan

DO:

Suhu badan klien 37,6oC

22.10;

intervensi keperawatan

Klien tampak lemas

22.30;

selama 3x24jam:

Klien terlihat pucat

00.00

- TTV normal
- Tidak ada tanda-

DS:
-

Klien mengatakan

tanda dehidrasi (CM,

demam

tugor kulit elastis,


akral hangat)
22.10;

- Klien tidak lemas

04.00

minum

O:

Pantau tanda-tanda

TD 110/70 mmHg, N 75x/menit

dehidrasi (kesadaran,

Suhu jam 22.10: 37,8oC; jam


22.30: 37,9 oC; jam 00.00 36,7 oC

tugor kulit, akral)


-

Pantau keadaan umum

klien

CM, tugor kulit elastis, akral


hangat, membran mukosa tidak
kering

Kolaborasi:
-

Berikan infus NaCl: D5%


= 2:1

dari jam 21.30-06.30 = 800cc


-

rod urin 0,5-1cc x kg


BB/jam

Urin berwarna kuning jernih total

Intake: oral 800 cc + infus 600 cc


= 1400cc

Output: Urin 850cc + IWL 9 jam


546 (487,5+58,5) = 1396cc

BC: intake output= + 4 cc

Infus (+) NaCl 20 tpm

A: Masalah teratasi
P: Pantau kondisi klien

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Lampiran 2
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

Nama klien / Usia

: Ny T / 38 tahun

Ruangan

: Bedah kelas

Diagnosa medis

: Batu ureter sinistra

Tanggal

: 3 Juni 2013

Diagnosa Keperawatan

Waktu

Nyeri akut berhubungan dengan


post operasi URS dan

10.30

Tujuan dan Kriteria Hasil

Implementasi

Tujuan:

Mandiri:

Mengurangi nyeri

pemasangan DJ Stant kiri

10.30

DO:

bawah, nyeri tidak menyebar,

Kaji adanya keringat

tingkat nyeri 1-2, nyeri hilang

intervensi keperawatan

dingin, tidak dapat

timbul, durasi tidak tentu,


frekuensi jarang

Setelah dialkukan

selama 2x24 jam:

istirahat dan ekspresi

Klien terlihat membatasi

wajah

Tingkat nyeri

gerak

10.30

berkurang menjadi 2-

Kaji TTV

Post operasi URS dan

10.30

Memotivasi klien untuk

DS:
Klien mengatakan nyeri

Klien mengatakan masih nyeri

penjalaran dari nyeri.

Klien terlihat meringis

pemasangan DJ Stant kiri

sedikit pada perut kiri bagian

S:

lama dan tempat/area serta


Kriteria evaluasi:

Ditandai dengan:

Kaji intensitas, lokasi,

Evaluasi (SOAP)

Klien tampak rileks,

melakukan teknik

TTV dalam batas

relaksasi nafas dalam,

normal

distraksi serta guide

jika berjalan
O:
-

Klien meringis (-), menbatasi


pergerakan (-), keringat dingin (-)

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

TD 120/70 mmHg, N 68x/menit,


T 36,6 oC

imagine jika nyeri

pada bagian perut kiri

Klien mengatakan nyeri hilang

Klien sudah jalan-jalan

Paraf

Lampiran 2
bawah dengan skala

A: Masalah teratasi

nyeri 2-3, nyeri hilang

P: Lanjutkan intervensi

timbul.

Klien mengatakan tidak


nyeri saat BAK

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

BATU SALURAN KEMIH


Harus dibatasi

Harus dilakukan
Batasi konsumsi
sodium

Minum minimal
10-12 gelas air putih
per hari

Batasi minuman teh,


kopi atau minuman
bersoda maksimal 2
gelas per hari
Olahraga ringan
minimal 2 kali
seminggu
selama 15 menit

Makanan yang bisa menyebabkan asam urat tinggi:


sarden, kerang, sop daging,
jeroan, unggas

Batasi konsumsi
protein hewani:
daging, ikan dan
telur

Kembali jika....

Makanan
tinggi oksalat:
bayam, tomat, seledri,
kopi, teh, gandum,
kelapa, terigu

Makanan tinggi
kalsium:
Susu
Es krim
kacang-kacangan
Keju

Sulit buang air kecil


Rasa nyeri pada bagian pinggang
BAK disertai darah
Nyeri saat BAK kadang disertai demam

Batasi konsumsi tinggi


phosfat seperti organ
dalam, daging merah,
kacang-kacangan
Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Lampiran 4

BIODATA PENELITI

Nama Peneliti

: Puspa Utami Putri

Jenis Kelamin

: Perempuan

Kewarganegaraan

: Indonesia

Tempat Tanggal Lahir

: Jakarta, 15 Maret 1991

Alamat

: Jl. Cipinang Muara Rt 02/004 no 37, Jakarta Timur

Email

: cantik_anime@yahoo.co.id atau
puspa.utami@ui.ac.id

Riwayat Pendidikan Formal: TK Hanik Hikmah


SDN 14 Jakarta Timur
SMPN 148 Jakarta Timur
SMAN 44 Jakarta Timur
S1 Fakultas Ilmu Keperawatan UI
Ners Fakultas Ilmu Keperawatan UI

Discharge planning..., Puspa Utami, FIK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai