Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Asisten
: Bu Beatrice
(2443013098)
(2443013109)
(2443013118)
(2443013119)
(2443013302)
(2443014264)
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
SURABAYA
2016
a.
Judul
Efek obat pada sistem kardiovaskulari (simulasi komputer).
b.
Tujuan Praktikum
c.
2007).
Analgesik opioid ( Morfin )
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat diabsorbsi melalui
kulit luka. Morfin juga dapat menembus mukosa, sehingga menyebabkan
sebagian kecil morfin yang diabsorbsi. Setelah pemberian tunggal, morfin
mengalami konyugasi dengan asam glukoronat di hepar, sebagian
Eksresi morfin terutama melalui ginjal, sebagian kecil melalui tinja dan
keringat sedangkan yang terkonyugasi ditemukan dalam empedu, dan
15-30
menitdenganmaksimal
1-2
jam.
yang
transport
dalamseldimetabolisirolehenzim
singkathanyabeberapadetiksaja.
aktifkedalamsemuaseldan
deaminase
menjadimetabolit
Di
di
yang
iii.
StrukturObat
iv.
FarmakodinamikaObat
Atropine
Pengaruh atropine terhadap jantung bersifat bifasik, dengan pemberian
dosis 0,25 0,5mg yang lazim digunakan.Bradikardi biasanya tidak nyata
dan tidak disertai perubahan tekanan darah atau curah jantung. Atropin
tidak mempengaruhui tekanan darah atau pembuluh darah secara
langsung, tetapi menghamba tvasodilatasi oleh asetilkoline atau ester kolin
yang lain. Atropin tidak berefek pada sirkulasi darah bila diberikan sendiri,
2007 ).
Analgesik opioid ( Morphin )
Pemberian morfin pada dosis terapi tidak mempengaruhi tekanan darah,
frekuensi maupun irama denyut jantung. Perubahan yang terjadi akibat
efek depresi pada pusat vagus dan pusat vasomotor yang baru terjadi pada
dosis toksik. Tekanan darah turun akibat hipoksia pada stadium akhir
intoksikasi morfin. Morfin dan opioid lain menurunkan kemampuan
sistem kardiovaskular untuk bereaksi terhadap perubahan sikap. Efek
pada curah jantung tidak konstan dan pada miokard tidak berarti karena
frekuensi jantung dipengaruhi atau hanya menurun sedikit ( Salistia, 2007
).
Antagonis Histamin
Menghambat efek histamine pada pembuluh darah, bronkus dan
bermacam macam otot polos. Dalam dosis terapi tidak memperlihatkan
efek yang berarti pada sistem kardiovaskular. Selain itu AH1 bermanfaat
Asistol, pada dosis 6-12mg pasien merasakan dadanya sesak. Dan sesekali
vi.
pada bradikardia.
Kolinergik ( Asetilkolin )
Tidak berguna secara klinis, hanya digunakan dalam penelitian
dikarenakan efek sangat luas di berbagai organ dan memiliki efek kerja
yang terlalu singkat karena segara dihancurkan oleh butir kolinesterase
( Sulistia, 2007 ).
Analgesik Opioid ( Morfin )
Meredakan dan menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati
dengan analgesic non-opioid, mengurangi sesak nafas akibat edema
depolarzation ( DAD ).
Sulfonilurea
Pengobatan DM tipe II
Antihipertensi ( Verapamil )
Pengobatan pilihan utama pada serangan akut takikardia supra ventrikel
paroksismal yang disebabkan oleh arus balik nodus AV, penurunan segera
vii.
d.
No
Nama generik
Nama Dagang
Pabrik
Morfin
MSTcontinous
Mahakam
Metformin
Benofamin
Bernofarma
Nor epineprin
Levosol
Fahrenheit
Atropin
Cendotropine
Cendo
Neostigmin
Prostigmin
Combiphar
Verapamil
Cardiover
Landson
e.
Gambar e.1
Tampilan program
Stratchclyde
Pharmacology
Simulations:
Gambar e.2
Tampilan program
Stratchclyde
Pharmacology
Simulations:
Gambar e.3 Tampilan program Stratchclyde Pharmacology Simulations: The Virtual Cat.
f.
No.
Hasil Praktikum
Obat
Golongan
Dosis
1.
Tobocurarine
Muscle
Relaxane
0,1mg/kg
100 mg/kg
2.
Noradrenaline
3.
Acetylcholine
Anti
Kolinergik
Kolinergik
4.
Neostigmine
Kolinergik
5.
Carbachol
Kolinergik
6.
Atropine
Anti
0,1 mg/kg
100 mg/kg
0,1 mg/kg
100 mg/kg
0,1 mg/kg
100 mg/kg
0,1 mg/kg
100 mg/kg
0,1 mg/kg
Blood
Pressure
Heart
Rate
Skeletal
Muscle
Relaksasi
Relaksasi
Kontraksi
Kontraksi
Kontraksi
Kontraksi
Mekanisme Kerja
Antagonis kompetitif
Ach pada reseptor
nikotinik
Merangsang adeno
reseptor
Merangsang reseptor
muskarinik dan nikotinik
Agonis dengan Ach pada
reseptor muskarinik
Antagonis kompetitif
Kolinergik
100 mg/kg
7.
Histamine
Histamin
0,1 mg/kg
100 mg/kg
Kontraksi
8.
Mepyramine
Relaksasi
Hexamethonium
Relaksasi
10.
Gallamine
0,1 mg/kg
100 mg/kg
0,1 mg/kg
100 mg/kg
0,1 mg/kg
100 mg/kg
9.
Antagonis
H1
Bloker
Ganglionik
Anti
kolinergik
Relaksasi
11.
Verapamil
0,1 mg/kg
100 mg/kg
Relaksasi
Menghambat kanal
kalsium
12.
Morphine
Relaksasi
Naloxone
0,1 mg/kg
100 mg/kg
0,1 mg/kg
100 mg/kg
13.
CCB Non
Dihidropyri
din
Analgesik
Opioid
Analgesik
Opioid
Relaksasi
14.
Adenosine
Relaksasi
8-SPT
Tetap
Relaksasi
16.
Glibenclamide
0,1 mg/kg
100 mg/kg
0,1 mg/kg
100 mg/kg
0,1 mg/kg
100 mg/kg
15.
Anti
Aritmia
Antagonis
Adenosine
Sulfonilurea
Relaksasi
Keterangan :
( ) = Meningkat ; ( ) = Menurun
G. Foto hasil pengamatan
1. Tobocurarine
Tetap
2. Noradrenalin
3. Acetylcholine
4. Neostigmine
5. Carbachol
6. Atropine
7. Histamine
8. Mepyramine
9. Hexamethonium
10. Gallamine
11. Verapamil
12. Morphine
13. Naloxone
14. Adenosine
15. 8-SPT
g.
Dilakukan percobaan pada jantung kelinci. Praktikum ini menggunakan enam belas
macam obat yaitu Tobocucarine, Noradrenaline, Atropine, Gallamine, Acetylcholine,
Neostigmin, carbachol, Histamine, Mepyramine, Hexamethonium, Verapamil, Morphine,
Naloxone, Adenosine, 8-SPT, Glibenclamide. Pada percobaan ini dilakukan dengan
metode simulasi ExPharm.Hewan yang digunakan adalah kucing. Langkah pertama yang
di lakukan adalah melakukan kontrol dengan cara menekan start sampai 2 kotak
kemudian dihentikan. Kemudian memilih obat yang dipakai dan dosis yang diinginkan.
Setelah dosis dipilih kemudian obat di injeksikan. Setiap dosis yang dipilih untuk 2 kotak,
kemudian catat hasil pengukuran tekanan darah, nadi dan otot skeletal.
h1 dengan
mekanisme kerja menghambat interaksi histamin dengan reseptor. Pada dosis terapi
antagonis H1 pada sistem kardiovaskular tidak memiliki efek yang berarti. Secara umum
antagonis H1 efektif mengkambat kerja histamin pada otot polos ( usus , bronkus).
Pada pemberian obat hexamethonium dengan berbagai dosis didapatkan hasil
tekanan darah dan nadi yang menurun, dan otot skeletal yang mengalami relaksasi. Hal
ini disebabkan karena hexamethonium adalah obat golongan ganglion blocker yang
bekerja pada reseptor di pra-ganglionic baik dalam sistem saraf simpatis dan
parasimpatis, yang keduanya diatur oleh ligan-gated ionotropic reseptor nicotinic
acetylcholine. Efek perangsangan simpastis dan parasimpastis terhadap tekanan darah
arteri ditentukan oleh dua faktor, yaitu daya dorong darah dari jantung dan tahanan
terhadap aliran darah ini yang melewati pembuluh darah. Perangsangan simpatis
meningkatkan daya dorong oleh jantung dan tahanan terhadap aliran darah, yang
biasanya menyebabkan tekanan menjadi sangat meningkat. Sebaliknya, perangsangan
parasimpatis menurunkan daya pompa jantung tetapi sama sekali tidak mempengaruhi
tahanan perifer. Efek yang umum adalah terjadi sedikit penurunan tekanan.
Pada pemberian obat verapamil dengan berbagai dosis didapatkan hasil tekanan
darah dan nadi yang menurun, dan otot skeletal yang mengalami relaksasi. Hal ini
dikarenakan verapamil adalah termasuk dalam obat antihipertensi golongan calcium
channel blockers yang melebarkan pembuluh darah sehingga dapat menurunkan tekanan
darah.
Pada pemberian obat Morphine dan Naloxone dengan berbagai dosis didapatkan
hasil tekanan darah dan nadi yang menurun, dan otot skeletal yang mengalami relaksasi.
Obat-obat tersebut termasuk golongan obat analgesik opioid yang dapat memberikan efek
relaksasi sehingga tekanan darah menurun.
Pada pemberian obat Adenosin dengan berbagai dosis didapatkan hasil tekanan darah
dan nadi yang meningkat, dan otot skeletal yang mengalami relaksasi.Adenosine bekerja
meningkatkan adenylil cyclase yang mempunyai efek miningkatkan tekanan darah.
Pada pemberian obat 8-SPT dengan berbagai dosis didapatkan hasil tekanan darah
dan nadi yang normal dan otot skeletal yang mengalami relaksasi. Obat ini tidak
mempengaruhi efek terhadap jantung akan tetapi dapat membuat efek relaksasi terhadap
otot.
Pada pemberian obat Glibenclamide didapatkan hasil tekanan darah dan nadi yang
menurun, dan otot skeletal yang mengalami relaksasi. Hal ini dikarenakan obat golongan
sulfonyl urea contohnya glibenclamid dapat mempunyai efek terhadap menurunnnya
tekanan darah pada pengujian jantung kucing.
Muscle relaxan
: Tobocucarine
Anti kolinergik
Kolinergik
Histamin
: Histamine
Antagonis H1
: Mepyramine
Bloker ganglionik
: Hexamethonium
: Morphine, Naloxone
: Adenosine
Antagonis adenosin
Sulfonil urea
: 8-SPT
: Glibenclamide
Kesimpulan
Pembahasan obat yang berpengaruh terhadap suatu alat tubuh akan lebih mudah di
pahami bila fisiologi dan patofisiologi alat tubuh tersebut di mengerti, karena reaksi alat
tubuh yang sakit terhadap obat mungkin berbeda dari reaksi alat tubuh yang sehat.
Sistem kardiovaskuler adalah suatu sistem yang sangat dinamik,yang harus mampu
berdaptasi cepat terhadap perubahan mendadak. Perubahan terkanan darah, kerja dan
frekuensi jantung serta komponen kardiovaskuler lain merupakan resultante dari berbagai
faktor pengatur yang bekerja secara serentak.
Obat obat yang kardiovaskuler adalah obat yang digunakan untuk kelainan jantung
dan pembuluh darah. Dalam hal ini mencakup sistem sirkulasi darah yang terdiri dari
jantung komponen darah dan pembuluh darah. Pusat peredaran darah atau sirkulasi darah
ini berawal dijantung, yaitu sebuah pompa berotot yang berdenyut secara ritmis dan
berulang 60-100x/menit. Setiap denyut menyebabkan darah mengalir dari jantung, ke
seluruh tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang terdiri atas arteri, arteriol, dan kapiler
kemudian kembali ke jantung melalui venula dan vena
Review Jurnal
Judul : Effects of Combination Lipid Therapy in Type 2 Diabetes Mellitus
The ACCORD Study Group*
Pendahuluan
Pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 memiliki peningkatan insiden penyakit
kardiovaskular aterosklerotik. Peningkatan ini disebabkan berbagai faktor risiko yang
terkait termasuk hipertensi dan dislipidemia. ditandai dengan peningkatan kadar plasma
trigliserida, rendahnya tingkat kolesterol high-density lipoprotein (HDL) , dan partikel
padat low-density lipoprotein (LDL). Tindakan untuk penelitian pengontrolan Risiko
Kardiovaskular pada Diabetes (ACCORD) dirancang untuk menguji efek dari perawatan
intensif glukosa darah dan juga tekanan darah atau lipid plasma pada efek kardiovaskular
yang timbul pada pasien dengan diabetes tipe 2 yang berisiko tinggi untuk penyakit
kardiovaskular. Meskipun statin mempunyai khasiat yang efektif pada pasien dengan
diabetes tipe 2, tingkat kejadian kardiovaskular tetap tinggi pada pasien tersebut
bahkansetelah pemberian statin. terapi fibrat pada pasien dengan diabetes tipe 2
mengurangi tingkat kejadian penyakit jantung koroner di pada percobaan intervensi HDL
Veterans , tapi tidak pada intervensi Fenofibrate.Namun, analisis post hoc data dari studi
FIELD menduga manfaat bagi pasien dengan tingkat kolesterol trigliserida tinggi dan
HDL rendah .penelitian fibrat Sebelumnya pada subyek dengan diabetes1 atau mereka
yang tidak diabetes tidak membahas peranan obat tersebut pada pasien yang menerima
terapi statin. Hipotesis yang kami uji di ACCORD Lipid adalah bahwa pada pasien
berisiko tinggi dengan diabetes tipe 2, pengobatan kombinasi dengan fibrat (baik untuk
meningkatkan kadar kolesterol HDL dan menurunkan kadar trigliserida) dan statin (untuk
mengurangi kadar kolesterol LDL) akan mengurangi tingkat kejadian kardiovaskular,
dibandingkan dengan pengobatan dengan statin saja.
sementara dihentikan; jika nilai-nilai creatine kinase yang meningkat, obat lipid secara
permanen dihentikan.
HASIL sudah ditentukan
Hasil utama yang sudah ditentukan adalah terjadinya kasus kardiovaskular utama ,
termasuk infark miokard nonfatal, stroke nonfatal, atau kematian akibat kardiovaskuler.
Hasil sekunder termasuk kombinasi dari hasil primer ditambah revaskularisasi atau rawat
inap untuk gagal jantung kongestif kombinasi dari peristiwa koroner yang fatal , infark
miokard nonfatal, atau angina pectoris tidak stabil (disebut "kejadian penyakit koroner
utama"); infark miokard nonfatal;fatal atau stroke yang tidak fatal; kematian dari setiap
penyebab; kematian akibat kardiovaskuler; dan rawat inap atau kematian akibat gagal
jantung.
kelompok fenofibrate dan 194 (7,0%) pada kelompok plasebo menerima pengurangan
dosis baik fibrat atau plasebo karena GFR diperkirakan menurun. Tidak ada perbedaan
yang signifikan kejadian hemodialisis dan stadium akhir penyakit ginjal pada kedua
kelompok (75 pasien kelompok fenofibrate vs 77 pada kelompok plasebo). insiden lebih
rendah timbulnya mikroalbuminuria dan makroalbuminuria pada kelompok fenofibrate
dibandingkan pada kelompok plasebo
LIPID PLASMA
Pada akhir penelitian, tingkat kolesterol LDL rata-rata turun 100,0-81,1 mg per
desiliter (2,59-2,10 mmol per liter) pada kelompok fenofibrate dan 101,1-80,0 mg per
desiliter (2,61-2,07 mmolper liter) pada kelompok plasebo Berarti kadar kolesterol HDL
meningkat 38,0-41,2 mg per desiliter (0.98 menjadi 1,07 mmol per liter) pada kelompok
fenofibrate dan 38,2-40,5 mg per desiliter (0.99 untuk 1.05 mmol per liter) pada
kelompok plasebo. Kadar trigliserida plasma
Median menurun dari 164-122 mg per desiliter (1,85-1,38 mmol per liter) pada kelompok
fenofibrate dan dari 160 144 mg per desiliter (1,81-1,63 mmol per liter) pada kelompok
plasebo.
HASIL KLINIS
Tingkat hasil primer tahunan adalah 2,2% pada kelompok fenofibrate, dibandingkan
dengan 2,4% pada kelompok plasebo (rasio hazard pada kelompok fenofibrate, 0.92, 95%
confidence interval [CI], 0,79-1,08; P = 0,32 setelah penyesuaian untuk monitoring)
(Tabel 2 dan Gambar. 2). rasio Hazard untuk hasil sekunder, termasuk masing-masing
komponen hasil primer, berkisar 0,82-1,17 (P0.10 untuk semua perbandingan) (Tabel 2).
Angka tahunan kematian akibat semua penyebab 1,5% pada kelompok fenofibrate dan
1,6% dalam rasio kelompok plasebo (hazard, 0.91; 95% CI, 0,75-1,10; P = 0.33 untuk
perbandingan disesuaikan). Efek Studi-kelompok pada hasil primer di seluruh
subkelompok ditampilkan pada Gambar 3 . Hanya jenis kelamin menunjukkan bukti
interaksi menurut studi kelompok: Hasil primer untuk pria adalah 11,2% pada kelompok
fenofibrate dibandingkan 13,3% pada kelompok plasebo, sedangkan tingkat bagi
perempuan adalah 9,1% pada kelompok fenofibrate dibandingkan 6,6%
di kelompok plasebo (P = 0,01 untuk interaksi). Ada saran yang tidak signifikan pada
heterogenitas ketika pasien yang memiliki tingkat trigliserida ketiga tertinggi (204 mg
per desiliter [2.30 mmol per liter]) dan tingkat kolesterol HDL ketiga terendah (34 mg
per desiliter [0.88 mmol per liter]) yang dibandingkan dengan semua pasien lain (P =
0,057 untuk interaksi). dalam hal ini subkelompok pasien dengan kadar trigliserida tinggi
dan kadar kolesterol HDL rendah, hasil primer adalah 12,4% pada kelompok fenofibrate,
dibandingkan 17,3% pada kelompok plasebo, sedangkan tingkat seperti itu 10,1% pada
kedua kelompok studi untuk semua pasien lainnya
Kesimpulan
Kombinasi fenofibrate dan simvastatin tidak mengurangi tingkat kejadian penyakit
kardiovaskular yang fatal, infark miokard nonfatal, atau stroke nonfatal, dibandingkan
dengan simvastatin saja. Hasil ini tidak mendukung penggunaan rutin terapi kombinasi
dengan fenofibrate dan simvastatin untuk mengurangi risiko kardiovaskular pada
sebagian besar pasienberisiko tinggi dengan diabetes tipe 2
Pustaka
https://en.wikipedia.org/wiki/Hexamethonium
https://id.scribd.com/doc/157007479/Refrat-Saraf-Otonom-Simpatis-Dan-Parasimpatis