Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rongga mulut dan gigi merupakan bagian tubuh yang memiliki fungsi
yang penting dalam kaitannya dengan kesehatan tubuh. Dengan menjaga
kesehatan mulut dan gigi kita secara tidak langsung telah mengurangi resiko
terkena penyakit yang menjangkut kesehatan tubuh khususnya kesehatan
rongga mulut dan gigi. Beberapa penyakit yang biasa ditimbulkan akibat
kurangnya menjaga kebersihan rongga mulut dan gigi antara lain seperti
karies, gingivitis dan beberapa infeksi diakibatkan oleh bakteri yang tidak
sempat dibersihkan pada saat kita menggosok gigi.
Bakteri flora normal merupakan mikroorganisme yang menghuni
tubuh manusia tanpa menimbulkan penyakit pada kondisi normal dan
biasanya merupakan kelompok bakteri aerobs namun ada juga yang
anaerobs (Vasanthakumari,2007). Bakteri flora normal itu sendiri
merupakan populasi bakteri normal yang biasa menghuni bagian-bagian
tertentu dari tubuh, seperti kulit, mulut, mata, organ kelamin, telinga, dan
hidung (Ochei Et Al,2000). Pada rongga mulut terdapat kelompok bakteri
flora normal seperti Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus,
Neisseria sp, Corynebacterium,dan banyak lagi.
Selain bakteri flora normal, di rongga mulut juga terdapat bakteri
pathogen. Bakteri pathogen adalah bakteri yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan penyakit (Irianto,2014). Bakteri patogen bisa berupa bakteri
yang asalnya dari luar tubuh bisa juga merupakan bakteri flora normal yang
karena kondisi tertentu berubah menjadi bakteri patogen. Bakteri yang ada
di rongga mulut manusia sebenarnya tidaklah berbahaya jika masih dalam
batas normal. Kondisi mulut sangat mempengaruhi jenis bakteri yang hidup
di rongga mulut.Kondisi mulut yang sehat dapat memperkecil keberadaan
bakteri patogen yang menyebabkan penyakit pada rongga mulut.
(Natadisastra,2009).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1
1.2.2
1.2.3

Apa yang dimaksud dengan bakteri flora normal ?


Bagaimana bakteri flora normal bisa menjadi sumber penyakit
(patogen) ?
Bagaimana upaya pencegahan patogenitas bakteri flora normal pada
rongga mulut ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari bakteri flora normal.
1

1.3.2 Untuk mengetahui mekanisme perubahan bakteri flora normal


menjadi pathogen.
1.3.3 Untuk mengetahui cara pencegahan patogenitas bakteri flora normal
pada rongga mulut.

1.4 Manfaat
1.4.1 Memberikan infomasi mengenai definisi dari bakteri flora normal.
1.4.2 Memberikan informasi mengenai mekanisme perubahan bakteri flora
normal menjadi bakteri patogen.
1.4.3 Memberikan informasi mengenai cara pencegahan patogenitas
bakteri flora normal pada rongga mulut.

BAB II
PEMBAHASAN
2

2.1 Gambaran Umum Bakteri


Di dalam klasifikasi sistem lima kingdom, semua organisme yang tidak
memiliki membrane inti atau yang disebut sebagai organism prokariotik
digolongkan ke dalam kelompok Monera contohnya bakteri. Bakteri pertama
kali ditemukan oleh ilmuan asal Belanda bernama Anthony van
Leeuwenhoek.Bakteri (Yunani, bakterion = batang kecil) merupakan
mikroorganisme yang paling banyak jumlahnya diantara mikroorganisme
lainnya dengan ciri-ciri uniseluler, umumnya tidak memiliki klorofil,
memiliki ukuran tubuh 1-5 mikron. Bentuk dasar sel bakteriya itu coccus
(bulat), basil (batang), dan spirila (spiral). Struktur bakteri terdiri dari dinding
sel yang tersusun dari peptidoglikan, membrane plasma yang menyelubungi
sitoplasma, sitoplasma, ribosom sebagai tempat sintesis protein, materi
genetic pada nucleus, granula penyimpan, kapsul yang berfungsi membantu
sel bakteri melekat pada suatu permukaan, flagella sebagai alat gerak, dan
pili yang mirip flagella namun lebih pendek (Kee,2001).
Bakteri yang memiliki bentuk sel tubuh coccus (bulat) terbagi lagi ke
dalam beberapa sub klasifikasi bakteri coccus yang terdiri dari monococcus
(sel bakteri coccus tunggal, contohnya : Chlamydia trachomatis), diplococcus
(dua sel bakteri coccus berdempetan, contohnya : Diplococcus pneumonia
dan Neisseria gonorrhoeae), tetracoccus (empat sel bakteri coccus yang
berdempetan membentuk segiempat, contohnya Pediococcu scerevisiae),
sarcina (delapan sel bakteri coccus yang berdempetan membentuk kubus,
contohnya : Thiosarcinarosea), streptococcus (lebih dari empat sel bakteri
coccus yang berdempetan membentuk rantai, contohnya : Streptococcus
mutans), staphylococcus ( lebih dari empat sel bakteri yang berdempetan
secara bergerombol seperti buah anggur, contohnya : Staphylococcus aureus).
Sedangkan sub klasifikasi pada bakteri basil yaitu :monobasil (sel bakteri
yang
berbentuk batang tunggal, contohnya : Escherichia coli dan
Propionibacterium acne), diplobasil (dua sel bakteri berbentuk batang
berdempetan), dan streptobasil (beberapa sel bakteri basil membentuk rantai,
contohnya Bacillus anthracisdan Azotobacter). Pada bakteri-bakteri spirila
memiliki bentuk-bentuk yaitu : spiral (bentuk sel bergelombang, contohnya :
Thiospirillopsis floridana), spiroseta (bentuk sel sekrup, contohnya :
Treponemapallidum), dan vibrio (bentuk sel seperti tanda koma, contohnya
Vibrio cholera) (Williamson, 2000).
2.2 Bakteri Flora Normal Pada Rongga Mulut
Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang berukuran sangat
kecil (mikroskopik) dan masyarakat umumnya erat mengaitkan keberadaan
mikroorganisme sebagai agen penyebab penyakit. Salah satu jenis
mikroorganisme yaitu bakteri. Mikroorganisme dapat dijumpai di berbagai
tempat di dalam tubuh makhluk hidup salah satunya pada rongga mulut.
3

Terdapat 700 spesies bakteri yang hidup di dalam rongga mulut. Rongga
mulut merupakan tempat keluar masuknya ataupun dapat disebut sebagai
pintu gerbang berbagai jenis mikroorganisme termasuk bakteri masuk
bersamaan dengan makanan ataupun minuman, baik mikroorganisme yang
bersifat patogen maupun yang tidak bersifat patogen. Pada rongga mulut
mikroorganisme yang masuk bersama dengan makanan maupun minuman
akan dinetralisir oleh zat yang dihasilkan oleh kelenjar ludah dan bakteri flora
normal pada rongga mulut (Ferdinand, 2007).
Kolonisasi flora normal yang terdapat pada rongga mulut umumnya
tidak bersifat patogen serta memiliki peranan penting dalam mkeanisme
sistem imun tubuh. Hal ini dikarenakan flora normal dapat mengahasilkan zat
yang dapat menghambat pertumbahan mikroorganisme lainnya dan bakteribakteri patogen cenderung tidak dapat mengakses daerah-daerah yang dihuni
oleh bakteri flora normal. Namun apabila kondisi dimana sistem imun tubuh
rendah, flora normal tersebut dapat berubah sifat menjadi patogen dan dapat
menimbulkan suatu penyakit, misalnya karies, gingivitis, stomatitis, glossitis,
dan periodontitis (Aslim, 2014).
Pertumbuhan flora normal khususnya pada rongga mulut dipengaruhi
beberapa faktor, seperti suhu serta kelembaban yang tinggi pada rongga
mulut, ada tidaknya zat penghambat pertumbuhan flora normal, sisa-sisa
makanan yang diuraikan oleh bakteri menjadi asam yang akan menempel
pada email sehingga menyebabkan demineralisasi, serta beberapa faktor
lainnya yang menjadikan rongga mulut sebagai lingkungan yang ideal bagi
pertumbuhan bakteri. Secara umum bakteri flora normal yang terdapat pada
rongga mulut, yaitu :
2.2.1 Streptococcus mutans
Streptococcus mutans adalah bakteri gram positif dan anaerob
fakultatif yang berbentuk bulat (coccus) dengan diameter 0,5-0,75 m
dan tumbuh optimal pada suhu 18-40C. Bakteri yang berasal dari filum
firmicutes ini umumnya membentuk pasangan atau rantai selama masa
pertumbuhannya, tidak berkapsul dan cenderung bersifat tidak bergerak
(nonmotil) karena tidak berflagel. Pada lingkungan yangasam bakteri
ini cenderung membentuk rantai mirip batang pendek dengan panjang
1,5-3,0 m (Jawetz, 2008).

Gambar 2.2.1 Streptococcus mutans


Bakteri ini sangat mudah dijumpai dalam tubuh manusia. Habitat
utama bakteri ini yaitu pada rongga mulut, faring dan
usus.Streptococcus mutans merupakan bakteri yang bersifat acidogenik
dan acidodurik. Bakteri ini dikatakan bersifat acidogenik karena
kemampuannya dalam menghasilkan asam sedangkan dikatakan
bersifat acidodurik karena mampu hidup pada lingkungan yang bersifat
asam (Jawetz, 2008).
Streptococcus mutans merupakan salah satu jenis bakteri flora
normal yang dominan terdapat pada rongga mulut manusia. Bakteri ini
dapat berubah menjadi patogen bila jumlah koloni yang ada dalam
tubuh berlebihan. Dalam dunia kedokteran gigi bakteri ini memberikan
kontribusi yang besar terhadap pembentukan karies pada gigi dan
berperan dalam pembentukan plak pada gigi (Filippis, 2012).
2.2.2 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang
menghasilkan enzim koagulase. Bakteri yang berasal dari famili
Staphylococcaceae ini berbentuk bulat dengan diameter berkisar 1m
yang hidup secara berkoloni. Pada umumnya bakteri ini dapat dijumpai
di rongga mulut, hidung, tenggorokan, ketiak, dan sela jari kaki.
Beberapa laporan menyatakan bahwa bakteri ini menetap pada rongga
mulut umumnya pada anak-anak. Staphylococcus aureus merupakan
bakteri yang tidak berspora dan tidak dapat bergerak. Bakteri ini dapat
tumbuh dengan cepat pada lingkungan yang aerobik dan suhu optimum
37C. Staphylococcus aureus tertanam dalam biofilm dan sangat sulit
untuk di musnahkan dengan regimen antibiotik standar. Infeksi bakteri
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan timbulnya kantung yang
berisi nanah, seperti abses dan bisul (Honeyman, 2002).

Gambar 2.2.2 Staphylococcus aureus


2.2.3 Neisseria sp
Neisseria sp. merupakan bakteri yang menghuni di permukaan
gigi. Bakteri yang berasal famili Neisseriaceae merupakan bakteri gram
negatif yang berbentuk bulat(Coccus). Pada umumnya bakteri ini hidup
secara berkoloni, namun terdapat pula yang hidunya secara
soliter.Neisseriapaling baik tumbuh pada lingkungan aerob, namun
beberapa spesies bakteri ini yang tumbuh di lingkungan anaerob.
Diameter koloni bakteri ini berkisar antara 0,1-3m. Koloni bakteri
Neisseria umumnya berwarna merah kekuningan. Bakteri ini mampu
tumbuh subur pada rentang suhu 35-37C (Genco, 2010).

Gambar 2.3.3 Neisseria


2.2.4 Corynebacterium
Corynebacterium merupakan kelompok bakteri gram positif yang
berbentuk batang dan tidak dapat bergerak. Bakteri ini tidak
membentuk spora dan tumbuh subur pada suhu 37C dan ada yang
hidup secara aerob, fakultatif anaerob, dan saprofit. Bakteri yang
berasal dari filum Actinobacteria, famili Corynebacteriaceae
6

merupakan flora normal yang dominan terdapat pada kulit dan rongga
mulut. Bakteri ini tidak berkapsul dengan ukuran yang bervariasi
dengan lebar 0,5-1 m (Lestari,2010).

Gambar 2.2.4 Corynebacterium


2.2.5 Lactobacillus sp
Lactobacillus sp merupakan bakteri anaerob fakultatif, berukuran
1 m dan dapat tumbuh dengan subur pada suhu 30-37C. Bakteri ini
umumnya hidup secara berkoloni dengan warna koloni putih susu atau
agak krem. Bakteri ini berbentuk batang namun beberapa spesies
bakteri ini nampak bulat yang membentuk rantai pendek. Bakteri yang
berasal dari famili Lactobacillaceae ini umum dijumpai pada organ
pencernaan salah satunya rongga mulut. (Aryulina,2010).

Gambar 2.2.5 Lactobacillus


Lactobacillus dapat memproduksi asam laktat dari laktosa dan
beberapa jenis gula lainnya sehingga menjadikan lingkungannya
bersifat asam maka dari itu bakteri flora normal ini dapat mencegah
pertumbuhan bakteri-bakteri merugikan . Meskipun demikian, bakteri
Lactobacillus ini dapat juga merugikan dan bersifat patogen. Penelitian
menunjukan beberapa spesies Lactobacillus dapat menyebabkan karies
pada gigi(Aslim,2014).
2.3 Bakteri Flora Normal Penyebab Kelainan pada Rongga Mulut
7

Rongga mulut merupakan cermin dari tubuh kita sehingga setiap


perubahan didalamnya dapat dipakai sebagai indikator akan kesehatan
tubuh kita. Rongga mulut dan isinya sangat mudah terpengaruh oleh
tekanan mekanis, chemis dan mikrobakterium beserta produknya sehingga
kelainan yang timbul didalam mulut mungkin dapat berasal dari gangguan
di dalam mulut sendiri ataupun akibat manifestasi metastatik dari
gangguan organ didalam tubuh. Rongga mulut yang selalu basah oleh
saliva merupakan media yang cukup layak untuk perkembangbiakan
mikroba didalamnya. Semenjak manusia lahir, mikroba telah terdapat
didalam mulut seseorang dan pada umumnya merupakan flora mulut yang
apatogen (Radji, M. 2010).
Meskipun sebagai flora normal dalam keadaan tertentu bakteribakteri flora normal bisa berubah menjadi patogen karena adanya faktor
predisposisi yaitu kebersihan rongga mulut. Sisa-sisa makanan dalam
rongga mulut akan diuraikan oleh bakteri menghasilkan asam, asam yang
terbentuk menempel pada email menyebabkan demineralisasi akibatnya
terjadi karies gigi. Bakteri flora normal mulut bisa masuk aliran darah
melalui gigi yang berlubang atau karies gigi dan gusi yang berdarah
sehingga terjadi bakterimia (Jawetz, 2005).
Proses pembentukan penyakit gigi dan mulut tersebut diawali
dengan terbentuknya biofilm dalam rongga mulut atau yang dikenal
dengan istilah biofilm oral. Biofilm merupakan kumpulan mikroorganisme
yang berikatan satu sama lain atau pada permukaan solid dan diselimuti
oleh matriks lipopolisakarida. Perkembangan biofilm oral menjadi masalah
serius karena mengarah pada kerusakan gigi. Selain itu, oral biofilm
menyimpan bakteri patogen yang merupakan kontributor utama faktor
virulensi terkait dengan peyakit sistemik seperti pneumonia dan
kardiovaskular (Gurenlian, J. A. R. 2007).
Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi ke-6 yang
dikeluhkan masyarakat Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT, 2001) dan menempati peringkat ke-4 penyakit termahal
dalam pengobatan menurut The World Oral Health Report tahun 2003.
Karies merupakan salah satu contoh kelainan pada rongga mulut
khususnya pada gigi yang memiliki tingkat prevalensi yang cukup tinggi di
Indonesia.
2.3.1 Karies Gigi
Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu
proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan
gigi oleh asam organis yang berasal dari makanan yang mengandung
gula. Karies gigi merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai
8

di rongga mulut bersama-sama dengan penyakit periodontal,


sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut
(Panjaitan, M, 2002).

Gambar 2.3.3 Karies gigi


Kerusakan gigi ini disebabkan oleh mikroorganisme yang
bersifat patogen pada rongga mulut yaitu bakteri Streptococcus
mutans. Ciri-ciri bakteri ini adalah berbentuk coccus, tersusun
berderet, tidak memiliki flagel dan tidak berspora, tidak berkapsul,
dan merupakan bakteri gram positif yaitu bakteri yang
mempertahankan warna zat kristal violet sewaktu proses pewarnaan.
Bentuk koloni dari bakteri ini pada media agar darah adalah koloni
bulat, dengan ukuran 1-2 mm, tidak berwarna atu jernih, dan
memiliki permukaan cembung dengan tepi rata (Brooks, G.F., J.S.
Butel dan S.A. Morse. 2005).
Sebenarnya bakteri Streptococcus Mutans adalah bakteri flora
normal penghuni rongga mulut namun flora normal ini dapat
bertukar sifat menjadi pathogen karena adanya faktor predisposisi
yaitu kebersihan rongga mulut. Gejala khas dari penyakit karies gigi
ini adalah demineralisasi atau dekalsifikasi substansi gigi yang
dimulai pada permukaan gigi dan berkembang kearah dalam
(Sulistiyani, 2000).
Bakteri Streptococcus mutans memiliki faktor virulensi yaitu
kemampuan bakteri untuk menimbulkan suatu infeksi berupa antigen
I/II, glukosiltransferase, dan glucan binding protein yang berperan
penting dalam patogenesis karies gigi. Faktor virulensi ini akan
berkolonisasi, membentuk plak gigi dan memetabolisme
monosakarida menjadi asam laktat. Asam laktat akan mengakibatkan
penurunan pH yang menyebabkan kristal hidroksiapatit mengalami
demineralisasi, menimbulkan karies gigi (Nugraha, A. W. 2010).
9

2.3.1.1 Mekanisme Karies Gigi


Mekanisme terjadinya karies gigi dimulai dengan
adanya plak di permukaan email gigi. Sukrosa (gula) dari
sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu
tertentu berubah menjadi asam laktat yang akan
menurunkan pH mulut menjadi kritis yaitu pada pH 5,5.
Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu
akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang
rentan dan proses karies pun dimulai dari permukaan gigi
yaitu pada pits, fissur dan daerah interproksimal,
selanjutnya meluas ke arah pulpa (Situmorang, Nurmala,
2005).
2.3.1.2 Teori Multifaktorial Keyes
Teori Multifaktorial Keyes menyatakan penyebab
karies gigi mempunyai banyak faktor seperti: host atau tuan
rumah yang rentan, agen atau mikroorganisme yang
kariogenik, substratat/ diet/ lingkungan yang cocok, dan
waktu yang cukup lama. Untuk dapat terjadi karies.
Keempat faktor tersebut harus saling mendukung.

Gambar 2.3.1.2 Menunjukkan karies sebagai penyakit


multifaktorial yang disebabkan faktor host, agen, substrat
dan waktu
2.3.1.2.1 Faktor host/ tuan rumah

10

Faktor host meliputi faktor morfologi gigi


(ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor
kimia dan kristalografis (S Shapiro, 2002).

2.3.1.2.2 Faktor agen/ mikroorganisme


Faktor mikroorganisme memegang peran
penting dalam terjadinya karies. kumpulan
mikroorganisme yang berkembang biak di atas
suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat
pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan
disebut plak gigi. Komposisi mikroorganisme
dalam plak yang berbeda-beda. Pada awal
pembentukan plak, kokus gram positif merupakan
jenis yang paling banyak dijumpai seperti
Streptococcus Mutans, Streptococcus sanguis,
Streptococcus mitis, dan Streptococcus salivarius
serta beberapa strain lainnya (Jawetz, 2008).
2.3.1.2.3 Faktor substrat/ lingkungan/ diet
Faktor substrat atau lingkungan dapat
mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi
mikroorganisme yang ada pada permukaan
enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi
metabolisme bakteri dalam plak dengan
menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk
memproduksi asam serta bahan lain yang aktif
yang menyebabkan timbulnya karies. Karbohidrat
merupakan sumber energi utama bagi bakteri
mulut dan secara langsung terlibat dalam
penurunan pH (Situmorang, Nurmala, 2005).

2.3.1.2.4 Faktor waktu


Secara umum, karies dianggap sebagai
penyakit kronis pada manusia yang berkembang
dalam beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu
11

yang dibutuhkan karies untuk berkembang


menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
diperkirakan 6-48 bulan karena dibutuhkan waktu
tertentu bagi plak dan karbohidrat yang
menempel pada gigi untuk membentuk asam dan
mampu mengakibatkan demineralisasi email,
tidak
semua
karbohidrat
sama
derajat
kariogeniknya (Shapiro,2012).

Gambar 2.3.1.2 Mekanisme terjadinya karies gigi


Kebiasaan memakai obat sintetis untuk
membersihkan rongga dalam bentuk pasta gigi
diduga menjadi penyebab negatif pada
pertumbuhan flora normal rongga mulut sehingga
terjadinya resistensi mikroorganisme (Panjaitan,
M, 2002).
2.4

Upaya Pencegahan Penyakit Rongga Mulut akibat Patogen


Menurut Data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) Depkes RI 2007
angka penyakit gigi dan mulut pada masyarakat Indonesia tergolong tinggi.
Tercatat 72,1 % penduduk menderita karies, 60-90 % penduduk bermasalah
dengan gigi berlubang, dan 80 % penduduk mengalami masalah gusi.
Kebiasaan menyikat gigi juga belum maksimal, masih 61 % saja, dan
perilaku berobat gigi baru mencapai 5,5 %. Hasil riset ini juga menunjukan
hanya 13,3 % masyarakat Indonesia yang rutin memeriksakan gigi setiap
enam bulan sekali ke dokter gigi .Berdasarkan hasil riset dapat disimpulkan
bahwa tindakan preventif yang dilakukan masyarakat masih kurang. Padahal

12

dengan adanya tindakan preventif ini, penyakit mulut bisa terdeteksi lebih
dini dan tidak akan menimbulkan gangguan pada organ lain.
Karies merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai di rongga
mulut. Namun, penyakit ini sering tidak mendapat perhatian dari masyarakat
karena jarang membahayakan jiwa. Padahal jika dibiarkan penyakit ini akan
berkembang menjadi penyakit kronis yang akan mengganggu kesehatan dan
memerlukan waktu lama dalam penyembuhannya. Oleh karena itu perlu
adanya tindakan preventif untuk mencegah penyakit ini.
2.4.1 Upaya pencegahan secara umum
Secara umum, upaya pencegahan karies dibagi menjadi 2
tahapan yaitu pencegahan primer, dan sekunder.
2.4.1.3.1 Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah segala kegiatan yang
dilakukan dengan harapan untuk menghentikan kejadian
suatu penyakit atau pencegahan sebelum gejala klinis timbul.
Kegiatan yang termasuk pencegahan primer adalah menjaga
kebersihan mulut (hygine oral) dan menjaga agar tubuh
mendapat asupan nutrisi yang baik. Menjaga kebersihan
mulut dapat dilakukan dengan menyikat gigi secara teratur
minimal 2 kali sehari, dan penggunaan benang gigi (floss)
untuk membersihkan sisa makanan yang tidak terangkut saat
menyikat gigi. Menjaga asupan nutrisi merupakan tindakan
sistemik sehingga sistem daya tubuh meningkat yang
tentunya akan memengaruhi kesehatan jaringan periodontal.
2.4.1.3.2 Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder merupakan pencegahan lanjutan
dengan mendeteksi dini untuk menemukan status patogenik
dari suatu penyakit. Hal ini dapat dilakukan dengan cara rutin
memeriksakan kesehatan gigi kepada dokter gigi minimal 6
bulan sekali untuk melakukan kontrol plak dan profilaksis
mulut bila perlu.

2.4.1.3.3 Upaya pencegahan secara khusus


2.4.1.3.1 Penggunaan produk yang mengandung Xylitol.

13

Xylitol mampu menghambat pertumbuhan


Streptococcus mutans saat mengubah gula dan
karbohidrat lain menjadi asam. Dalam kedokteran
gigi, xylitol telah banyak diaplikasikan dalam
berbagai macam produk seperti permen karet,
tablet hisap, serta pasta gigi. Pasta gigi
mengandung xylitol dapat menghambat serta
mempunyai
efek
anti
bakteri
terhadap
pertumbuhan Streptococcus mutans. Semakin
tinggi konsentrasi pasta gigi mengandung xylitol
maka semakin besar zona hambat yang terbentuk
pada pertumbuhan Streptococcus mutans. (Resti,
2008).
2.4.1.3.2 Terapi fluoride
Terapi fluorida dapat menjadi pilihan untuk
mencegah karies. Cara ini telah terbukti
menurunkan kasus karies gigi. Fluorida dapat
membuat enamel resisten terhadap karies. Fluor
bisa diberikan dalam bentuk air minum, cairan
tetes, tablet, obat kumur, dan pasta gigi. Bisa juga
diberikan di tempat praktek dokter berupa
larutan/gel yang diaplikasikan pada gigi, yang
disebut topical fluoridasi. (Herdiyati,2010).

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
14

Bakteri flora normal adalah mikroorganisme yang menghuni tubuh


manusia tanpa menimbulkan penyakit pada kondisi normal dan biasanya
merupakan kelompok bakteri aerobs namun ada juga yang anaerobs. Bakteri flora
normal yang umumnya menghuni rongga mulut adalah Streptococcus mutans
adalah bakteri gram positif dan anaerob fakultatif yang berbentuk bulat (coccus),
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang berbentuk bulat
dengan diameter berkisar 1m yang hidup secara berkoloni, Neisseriaceae
merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk bulat (coccus), Corynebacterium
merupakan bakteri gram positif yang berbentuk batang dan tidak dapat bergerak,
dan Lactobacillus sp merupakan bakteri anaerob fakultatif yang berbentuk batang.
Bakteri flora normal bisa menjadi patogen karena adanya faktor virulensi
yaitu kemampuan bakteri untuk menimbulkan suatu infeksi berupa antigen I/II,
glukosiltransferase, dan glucan binding protein yang berperan penting dalam
patogenesis karies gigi. Salah satu kelainan yang dapat ditimbulkan oleh bakteri
flora normal adalah karies gigi. Karies gigi dapat dicegah dengan 2 tahap, yaitu
secara primer dan secara sekunder.
3.2 Saran
Untuk mencegah bakteri flora normal menjadi bakteri patogen yang
disebabkan oleh beberapa faktor virulensi ada beberapa upaya pencegahan yang
dapat dilakukan yaitu pencegahan primer dan pencegahan sekunder.

15

Anda mungkin juga menyukai