Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

DENGAN GANGGUAN MENTAL / PSIKOSOSIAL


BAB II
TINJAUAN TEORI
A.

Pengertian Mental
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas)
pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada
kelompok yang dikategorikan lansi ini akan terjadi suatu proses yang disebut
aging proses.
Mental berasal dari kata latin yaitu mens, mentis yang artinya: jiwa,
nyawa, sukma, roh, semangat (Kartini Kartono, 1987:3). Sedangkan dalam kamus
psikologi Kartini Kartono, (1987:278) mengemukakan: mental adalah yang
berkenaan dengan jiwa, batin ruhaniah. Dalam pengertian aslinya menyinggung
masalah: pikiran, akal atau ingatan. Sedangkan sekarang ini digunakan untuk
menunjukkan penyesuaian organisme terhadap lingkungan dan secara khusus
menunjuk penyesuaian yang mencakup fungsi-fungsi simbolis yang disadari oleh
individu.
Pengertian mental dalam kamus besar bahasa Indonesia, (1991:647)
adalahBerkenaan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan
atau tenaga, Bukan bersifat badan atau tenaga: bukan hanya pembangunan fisik
yang diperhatikan melainkan juga pembangunan batin dan watak.
Mental secara istilah dapat diartikan dengan semangat jiwa yang tegar,
yang aktif, yang mempengaruhi perilaku hidup dan kehidupan manusia
(Mawardi Labay El- Sulthani, 2001:2).
Melihat dari pernyataan diatas, maka mental bisa diartikan sesuatu yang berada
dalam tubuh (fisik) manusia yang dapat mempengaruhi perilaku, watak dan sifat
manusia di dalam kehidupan pribadi dan lingkungannya.

B.

Aspek-aspek Mental

Manusia adalah makhluk yang pada dasarnya baik dan selalu ingin
kembali pada kebenaran yang sejati, karena pada diri manusia mempunyai.
Aspek-aspek jiwa yang bisa mempengaruhi segala sikap dan tingkah laku
manusia. Bertolak dari pernyataan maka aspek-aspek manusia dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1.

Kartini Kartono (2000:6) mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam

diri manusia adalah keinginan, tindakan, tujuan, usaha-usaha, dan perasaan.


Keinginan : perihal yang diinginkan
Tindakan : perbuatan; sesuatu yang dilakukan. Sesuatu yang

dilaksanakan untuk mengatasi sesuatu.


Tujuan : arah yang dituju, maksud atau tuntutan.
Usaha : kegiatan untuk mengarahkan tenaga, pikiran atau badan

untuk mencapai suata maksud.


Perasaan : hasil/ perbuatan merasa dengan panca indera. Rasa/keadaan batin

dalam menghadapi sesuatu.


2.
Zakiah Darajat (1990:32) berpendapat bahwa aspek mental yang ada dalam diri

manusia adalah kehendak, sikap, dan tindakan.


Kehendak : kemauan, keinginan dan harapan yang keras.
Sikap : posisi mental (perasaan terhadap bahasa sendiri/bahasa

orang lain).
Tindakan : perbuatan; sesuatu yang dilakukan. Sesuatu yang

3.

Dilaksanakan untuk mengatasi sesuatu.


Mawardi Labay El-Shuthani (2001:3) memandang bahwa aspek mental yang
ada dalam diri manusia adalah segala sesuatu yang menentukan sifat dan karakter

manusia.
Sifat : rupa/keadaan yang nampak pada suatu benda/lahiriah
Karakter : sifat-sifat kejiwaan, akhlak/budi pekerti yang membedakan

4.

seseorang dari yang lain, tabiat, watak, dan mempunyai kepribadian.


Ibnu Sina (1996:116) berpendapt bahwa aspek mental yang ada dalam diri

manusia adalah kesadaran diri, amarah, dan keinginan.

Kesadaran diri : kesadaran seseorang/keadaan dirinya sendiri.

Amarah : sangat tidak senang.

Keinginan : perihal yang diinginkan.


5. Al Ghazali (1989:7)mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam diri

manusia adalah yang merasa, yang mengetahui dan yang mengenal.


Merasa : mengalami rangsangan yang mengenai (menyentuh) indra
(seperti yang dialamu lidah, kulit/badan).

6.

Hanna Djuhamham Bastaman (2001:64) memandang bahwa aspek mental yang


ada dalam diri manusia adalah berpikir, berkehendak, merasa, dan berangan-

angan.
Berpikir : menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan

dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang.


Berkehendak : kemauan, keinginan dan harapan yang keras.
Merasa : mengalami rangsangan yang mengenai (menyentuh)

indra (seperti yang dialamu lidah, kulit/badan).


Berangan-angan : mempunyai angan-angan (pikiran/ingatan).

C.

Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Mental Pada Lansia


Masalah kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4 aspek yaitu
fisik, psikologik, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa emosi tidak
labil, mudah tersinggung, gampang merasa dilecehkan, kecewa, tidak bahagia,
perasaan kehilangan, dan tidak berguna. Lansia dengan problem tersebut menjadi
rentan mengalami gangguan psikiatrik seperti depresi, ansietas (kecemasan),
psikosis (kegilaan) atau kecanduan obat. Pada umumnya masalah kesehatan
mental lansia adalah masalah penyesuaian. Penyesuaian tersebut karena adanya
perubahan dari keadaan sebelumnya (fisik masih kuat, bekerja dan
berpenghasilan) menjadi kemunduran.
Aspek psikologi merupakan faktor penting dalam kehidupan seseorang dan
menjadi semakin penting dalam kehidupan seorang lansia. Aspek psikologis ini
lebih menonjol daripada aspek materiil dalam kehidupan seorang lansia. Pada
umumnya, lansia mengharapkan: panjang umur, semangat hidup, tetap berperan
sosial, dihormati, mempertahankan hak dan hartanya, tetap berwibawa, kematian
dalam ketenangan dan diterima di sisi-Nya, dan masuk surga. Keinginan untuk
lebih dekat kepada Allah merupakan kebutuhan lansia. Proses menua yang tidak
sesuai dengan harapan tersebut, dirasakan sebagai beban mental yang cukup berat.
Aspek sosial yang terjadi pada individu lanjut usia, meliputi kematian pasangan
hidupnya/teman-temannya, perubahan peran seorang ayah/ibu menjadi seorang
kakek/nenek, perubahan dalam hubungan dengan anak karena sudah harus
memerhitungkan anak sebagai individu dewasa yang dianggap sebagai teman
untuk dimintai pendapat dan pertolongan, perubahan peran dari seorang pekerja

menjadi pensiunan yang sebagian besar waktunya dihabiskan di rumah.


Aspek ekonomi berkaitan dengan status sosial dan prestise. Dalam masyarakat
sebagai seorang pensiunan, perubahan pendapatan karena hidupnya tergantung
dari tunjangan pensiunan. Kondisi-kondisi khas yang berupa penurunan
kemampuan ini akan memunculkan gejala umum pada individu lanjut usia, yaitu
perasaan takut menjadi tua.
Pada umumnya, perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun
tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan
hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun
sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran,
kegiatan, status, dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun
lebih tergantung dari model kepribadiannya dan sangat tergantung pada sikap
mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada yang
menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan
hari tua dan ada juga yang seolah-olah pasrah terhadap pensiun.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa aspek mental yang ada pada diri
manusia adalah aspek-aspek yang dapat menentukan sifat dan karakteristik
manusia itu sendiri. Perbuatan dan tingkah laku manusia sangat ditentukan oleh
keadaan jiwanya yang merupaka motor penggerak suatu perbuatan. Oleh sebab itu
aspek-aspek mental tersebut bisa manusia kendalikan melalui proses pendidikan.
D.

Factor-faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Mental

1.
a.

Perubahan fisik,
Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan

interseluler menurun
b.
Kardiovaskuler: katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah
menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah
menurun, serta meningkatnya retensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan
darah meningkat
c.
Persarafan: saraf pancaindera mengecil sehingga fungsinya menurun serta
lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan

stres. Berkurang atau hilangnya lapisan mielin akson, sehingga menyebabkan


d.

berkurangnya respon motorik dan reflek


Pendengaran: membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran.

Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.


e.
Penglihatan: respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun, katarak
f.
Belajar dan memori: kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun.
g.
2.

Memori menurun karena proses encoding menurun


Intelegensi: secara umum tidak berubah
Kesehatan umum
Keadaan fisik lemah dan tidak berdaya sehingga harus bergantung pada orang
lain. Terjadi banyak perubahan dalam penampilan lansia, seperti pada bagian
kepala dengan rambut yang menipis dan berubah menjadi putih atau abu-abu,
tubuh yang membungkuk dan tampak mengecil, bagian persendian dengan
pangkal tangan menjadi kendur dan terasa berat,
sedangkan ujung tangan tampak mengerut. Selain itu, fungsi pancaindera
terjadi perubahan seperti ada penurunan dalam kemampuan melihat objek,
kehilangan kemampuan mendengar bunyi dengan nada yang sangat tinggi,
penurunan sensitivitas papil-papil pengecap (terutama terhadap rasa manis dan
asin), penciuman menjadi kurang tajam, dan kulit yang semakin kering dan
mengeras menyebabkan indra peraba di kulit semakin peka.
Pada kemampuan motorik, lansia mengalami penurunan kekuatan yang paling
nyata, yaitu pada kelenturan otot-otot tangan bagian depan dan otot-otot yang
menopang tegaknya tubuh, lansia pun cepat merasa lelah. Terdapat juga
penurunan kecepatan dalam bergerak dan lansia cenderung menjadi kaku. Hal ini
menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegangnya tertumpah dan jatuh.

3.

Lingkungan
Berkaitan dengan lingkungan sekitar, seperti keluarga dan teman. Lansia tidak
jarang merasa emptiness (kesendirian, kehampaan) ketika keluarganya tidak ada
yang memperhatikannya. Selain itu, ketika ada lansia lainnya meninggal, maka
muncul perasaan pada lansia kapan ia akan meninggal.

E.

Masalah Di Bidang Psikogeratri

1.
a.

Kecemasan
Pengertian
Gangguan kecemasan pada lansia adalah berupa gangguan panik, fobia,
gangguan obsesif kondlusif, gangguan kecemasan umum, gangguan stress akut,
gangguan stress pasca traumatic

b.

Gejala kecemasan
Perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional terhadap kejadian yang akan
terjadi
Sulit tidur sepanjang malam
Rasa tegang dan cepat marah
Sering mengeluh akan gejala yang ringan atau takut/khawatir terhadap penyakit
yang berat, misalnya kanker dan penyakit jantung yang sebenarnya tidak
dideritanya
Sering membayangkan hal-hal yang menakutkan
Merasa panic terhadap masalah yang ringan

c.

Tindakan untuk mengatasi kecemasan


Cobalah untuk mendapatkan dukungan keluarga dengan rasa kasih saying
Bicaralah tentang rasa khawatir lansia dan cobalah untuk menentukan penyebab
mendasar (dengan memandang lansia secara holistic).
Cobalah untuk mengalihkan penyebab dan berikan rasa aman dengan penuh
empati
Bila penyebabnya tidak jelas dan mendasar, berikan alas an-alasan yang dapat
diterima olehnya
Konsultasikan dengan dokter bila penyebabnya tidak dapat ditentukan atau bila
telah dicoba dengan berbagai cara tetapi gejala menetap.

2.
a.

Depresi
Pengertian
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen
psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan
penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Afda
Wahywlingsih dan Sukamto). Depresi adalah kondisi umum yang terjadi pada

lansia dan alasan terjadinya kondisi ini dapat dilihat pada saat mengkaji kondisi
sosial, kejadian hidup, dan masalah fisik pada lansia. Memang, depresi sering
disalahartikan sebagai demensia. Kemampuan mental klien dengan depresi tetap
utuh, sedangkan pada klien demensia, terjadi peningkatan kerusakan kognitif.
b.

Tipe depresi
Terdapat 2 tipe depresi yaitu eksogen atau depresi reaktif dan deprsesi endogen.
Depresi endogen mungkin akan terjadi pada awitan awal dalam hidupnya.
Individu dengan depresi endogen betul-betul dapat mengalami gangguan mental
bahkan mengalami delusi, dan sering kali mencoba bunuh diri. Bunuh diri adalah
pengalaman yang biasa pada lansia, terutama laki-laki. Oleh karena itu, semua
ancaman ini harus ditangani dengan serius.
Klien dengan depresi eksogen biasanya mendapat dukungan yang cukup pada
stuasi depresi, seperti setelah berduka karena kehilangan atau selama tinggal di
rumah sakit. Kadang-kadang dapat dilakukan sesuatu terhadap penyebab depresi
yang dialami lansia yang ketakutan untuk kembali ke rumah setelah tinggal
dirumah sakit. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan memastikan bahwa

mereka mendapat cukup dukungan di rumah.


c.
Penyebab depresi pada lansia:
Penyakit fisik
Penuaan
Kurangnya perhatian dari pihak keluarga
Gangguan pada otak (penyakit cerebrovaskular)
Faktor psikologis, berupa penyimpangan perilaku oleh karena cukup banyak
lansia yang mengalami peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau cukup
berat.
Serotonin dan norepinephrine
Zat-zat kimia didalam otak (neurotransmitter) tidak seimbang. Neurotransmitter
sendiri adalah zat kimia yang membantu komunikasi antar sel-sel otak.
d.

Factor pencetus depresi pada lansia:


Faktor biologic, misalnya faktor genetik, perubahan struktural otak, faktor risiko
vaskular, kelemahan fisik.

Faktor psikologik yaitu tipe kepribadian, relasi interpersonal, peristiwa


kehidupan seperti berduka, kehilangan orang dicintai, kesulitan ekonomi dan
perubahan situasi, stres kronis dan penggunaan obat-obatan tertentu.
e.

Gejala depresi pada lansia:


Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada,
proyek, hobi, atau rekreasi tidak rnemberikan kesenangan.
Keluhan fisik biasanya terwujud pada perasaan fisik seperti:

Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang
cenderung untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika. kondisinya telah

parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah makan.


Nyeri (nyeri otot dan nyeri kepala).
Berat badan berubah drastic
Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor
penentu, sebagian orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi dilain pihak banyak

orang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur.


Sulit berkonsentrasi. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan jernih dan
untuk mernecahkan masalah secara efektif. Orang yang mengalami depresi
merasa kesulitan untuk memfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah untuk
jangka waktu tertentu. Keluhan umum yang sering terjadi adalah, "saya tidak bisa

berkonsentrasi".
Keluarnya keringat yang berlebihan.
Sesak napas.
Kejang usus atau kolik.
Muntah.
Diare.
Berdebar-debar.
Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami
depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam
setiap usaha untuk mengkomunikasikan idenya. Dilain pihak, seseorang lainnya

yang mengalami depresi mungkin akan gampang letih dan lemah.


Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan
atau merasa, "saya selalu merasah lelah" atau "saya capai".
Secara biologik dipacu dengan perubahan neurotransmitter, penyakit sistemik
dan penyakit degeneratif.
Secara psikologik gejalanya:

Kehilangan harga diri/ martabat.


Kehilangan secara fisik prang dan benda yang disayangi.
Perilaku merusak diri tidak langsung. contohnya: penyalahgunaan alkohol/
narkoba, nikotin, dan obat-obat lainnya, makan berlebihan, terutama kalau
seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti misalnya menjadi gemuk,
diabetes, hypoglycemia, atau diabetes, bisa juga diidentifikasi sebagai salah satu

jenis perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung.


Merasa putus asa dan tidak berarti. Keyakinan bahwa seseorang mempunyai
hidup yang tidak berguna, tidak efektif. orang itu tidak mempunyai rasa percaya
diri. Pemikiran seperti, "saya menyia-nyiakan hidup saya" atau saya tidak bisa

rncncapai banyak kemajuan", seringkali terjadi.

Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri.

Gejala social ditandai oleh kesulitan ekonomi seperti tak punya tempat tinggal.
3.
Insomnia
a.
Pengertian
Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang terkadang dapat
mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain yang tinggal serumah. Perubahan
pola tidur dapat berubah tiak bisa tidur sepanjang malam dan sering terbangun
pada malam hari, sehingga lansia melakukan kegiatannya pada malam hari.
b.

Penyebab insomnia pada lansia


Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga mereka masih
semangat sepanjang malam
Tertidur sebentar-sebentar sepanjang hari
Gangguan cemas dan depresi
Tempat tidur dan suasana kamar kurang nyaman
Sering berkemih pada waktu malam karena banyak minum pada malam hari
Infeksi saluran kemih

4.
a.

Paranoid
Pengertian
Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka,
membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang miliknya

b.

Gejala Paranoid

Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-teman, atau orangorang di sekelilingnya
Lupa akan barang-barang yang disimpannya kemudian menuduh orang-orang di
sekelilingnya mencuri atau menyembunyikan barang miliknya
Paranoid dapat merupakan manifestasi dari masalah lain, seperti depresi dan
rasa marah yang ditahan
Tindakan yang dapat dilakukan pada lansia dengan paranoid adalah memberikan
rasa aman dan mengurangi rasa curiga dengan memberikan alas an yang jelas
dalam setiap kegiatan. Konsultasikan dengan dokter bila gejala bertambah berat.
5.
a.

Demensia
Pengertian
Demensia ialah kemunduran fungi mental umum, terutama intelegensi,
disebabkan oleh kerusakan jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi
(irreversible) (Maramis, 1995). Demensia adalah gangguan progresif kronik yang
dicirikan dengan kerusakan berat pada proses kognitif dan disfungsi kepribadian
serta perilaku (Isaac, 2004). Menurut Roger Watson, demensia adalah suatu
kondisi konfusi kronik dan kehilangan kemampuan kognitif secara global dan

progresif yang dihubungkan dengan masalah fisik.


b.
Jenis demensia:
1.
Demensia jenis Alzheimer
Patofisiologi: Otopsi menunjukkan adanya plak amiloid (plak senil atau
neuritik) di jaringan otak atau adanya kekusutan neurofibriler (akumulasi simpul
filamen saran pada neuron. Adanya plak dan kekusutan tersebut berkaitan dengan
sel saraf, hilangnya sambungan antar neuron dan akhimya atrofi serebral.
Penyebab

Genetika: Adanya gen abnormal saja tidak cukup untuk memprediksi demensia
jenis alzheimer. Penyakit alzheimer familial memiliki awitan sangat dini (usia 3040 th) dan bertanggung jawab atas 20% dari semua kasus demensia jenis ini.
Penyakit ini berkaitan denga gengen abnormal dikromosom 1, 14 dan 21.
Adanya apolipoprotein E 4 (apo, E 4) dikromosom 19 terjadi 2 kali lebih banyak
pada penderita demensia jenis alzheimer dibanding populasi umum.

Modal toksin: Sebagian peneliti meyakini bahwa akumulasi alumunium pada


otak akibat pajanan alat-alat dan produk alumunium dapat menyebabkan demensia

jenis alzheimer. Bukti untuk teori ini masih sedikit.


Abnormalitas neurotransmiter atau reseptor : Kehilangan asetil kolin
(neurotransmiter kolinergik mayor) berkaitan dengan gejala-gejala gangguan
kognitif (demensia). (peningkatan kadar asetin kolin merupakan dasar untuk terapi
obat yang disetujui FDA untuk demensia).
Tahap Perilaku Afek Perubahan Kognitif Ringan

Sulit menyelesaikan tugas


Penurunan aktivitas yang mengarah pada tujuan
Kurang memperhatikan penampilan pribadi dan
aktivitas sehari-hari
Menarik diri dari aktivitas social yang biasa
Sering mencari benda-benda
karena lupa meletakannya;
dapat menuduh orang lain telah mencurinya
Cemas
Depresi
Frustasi
Curiga
Ketakutan
Kehilangan ingatan tentang
peristiwa yang baru saja terjadi (lupa akan janji
temu dan percakapan)
Disorientasi waktu
Berkurangnya kemampuan konsentrasi
Sulit mengambil keputusan
Kemampuan penilaian buruk
Tahap perilaku afek Sedang

Perilakunya tidak pantas secara sosial


Kurang perawatan diri (misal mandi, toileting, berpakaian, berdandan)
Berkeluyuran atau mondar-mandir
Senang menimbun barang-barang
Hiperoralitas
Mengalami
gangguan siklus tidur-bangun
Mood labil Datar
Apatis
Agitasi

Katas tropi Paranoia


Kehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru atau lama (amnesia) Konfabulasi
Disprientasi waktu, tempat dan orang
Sedikit agnosia, apraksia dan afasia
Tahap perilaku afek Berat

Penurunan kemampuan ambulasi dan aktivitas motorik lainnya


Penurunan kemampuan menelan
Sama sekali tidak bisa mengurus diri (misalnya membutuhkan perawatan yang
konstan)
Tidak mengenali lagi keberadaan pemberi asuhan Datar, apatis Reaksi
Katastropik occasional dapat berlanjut. Semua perubahan kognitif berlanjut
sejalan dengan meningkatnya amnesia, agnosia, aprasia dan afasia.

2.

Demensia vaskular (multi-infark) ditandai dengan gejala-gejala demensia pada


tahun pertama terjadinya gejala neurologik fokal. Klien diketahui mengalami
faktor resiko penyakit vaskuler (misalnya hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes).

3.

Jenis demensia yang lain berkaitan dengan kondisi medis umum, seperti
penyakit parkinson, penyakit pick, koreahuntingtown dan penyakit Creutzfeldtjakob. Demensia yang disebabkan kondisi-kondisi tersebut dicatat sesuai
penyakitnya yang spesifik.

c.
1.

Gejala demensia:
Afasia: kehilangan kemampuan berbahasa; kemampuan berbicara memburuk

2.

dan klien sulit "menemukan" kata-kata.


Apraksia: rusaknya kemampuan melakukan aktivitas motorik sekalipun fungsi

3.

sensoriknya tidak mengalami kerusakan.


Agnosia: kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek atau benda urnurn

walaupun fungsi sensoriknya tidak mengalami kerusakan.


4.
Konfabulasi: mengisi celah-celah ingatannya dengan fantasi yang diyakini oleh
5.
6.

individu yang terkena.


Sundown sindrom: memburuknya disorientasi di malam hari.
Reaksi katastrofik: respon takut atau panik dengan potensi kuat inenyakiti diri

7.

sendiri atau orang lain.


Perseveration phenomenon: perilaku berulang, meliputi mengulangi kata-kata
orang lain.

8.

Hiperoralitas: kebutuhan untuk mencicipi dan mengunyah benda-benda yang

9.

cukup kecil untuk dimasukkan ke mulut.


Kehilangan memori: awalnya hanya kehilangan memori tentang hal-hal yang

baru terjadi, dan akhirnya gangguan ingatan masa lalu.


10. Disorientasi waktu, tempat dan orang.
11. Berkurangnya kemampuan berkonsentrasi atau mempelajari materi baru.
12. Sulit mengambil keputusan.
13. Penilaian buruk: individu ini mungkin tidak mempunyai kewaspadaan
lingkungan tentang keamanan dan keselamatan.
d.

Etiologi demensia
Faktor-faktor yang berkaitan dengan demensia adalah:
1.
Kondisi akut yang tidak diobati atau tidak dapat disembuhkan. Bila kondisi akut
yang menyebabkan delirium tidak atau tidak dapat diobati, terdapat kemungkinan
bahwa kondisi ini akan menjadi kronik dan karenanya dapat dianggap sebagai
2.

demensia.
Penyakit vaskuler, seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan aterosklerosis dapat

menyebabkan stroke.
3.
Penyakit parkinson: demensia menyerang 40% dari pasien-pasien ini.
4.
Gangguan genetika: koreahuntington atau penyakit pick.
5.
Penyakit prior (protein yang terdapat dalam proses infeksi penyakit Creutzfeldt6.

jakob).
lnfeksi Human Imunodefisiensi Virus (HIV) dapat menyerang Sistem saraf

7.

pusat (SSP), menyebabkan ensefalopati HIV atau kompleks demensia AIDS


Gangguan struktur jaringan otak, seperti tekanan normal, hidrocephalus dan
cidera akibat trauma kepala.

F.

Pendekatan Perawatan Lanjut Usia


Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat
perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis,
spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan
menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang membutuhkan suatu
pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah yang dalam bidang kesehatan
jiwa (mental health) disebut pendekatan eklektik holistik, yaitu suatu pendekatan
yang tidak tertuju pada pasien semata-mata, akan tetapi juga mencakup aspek
psikososial dan lingkungan yang menyertainya. Pendekatan Holistik adalah

pendekatan yang menggunakan semua upaya untuk meningkatkan derajat


kesehatan lanjut usia, secara utuh dan menyeluruh.
1.

Pendekatan fisik
Perawat mempunyai peranan penting untuk mencegah terjadinya cedera
sehingga diharapkan melakukan pendekatan fisik, seperti berdiri disamping klien,
menghilangkan sumber bahaya dilingkungan, memberikan perhatian dan
sentuhan, bantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya,
memberikan label gambar atau hal yang diinginkan klien.

2.

Pendekatan psikologis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter,
interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang
pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran
dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak
untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip Tripple, yaitu sabar, simpatik dan
service. Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena
bersama dengan semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejalagejala, seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi,
berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan, perubahan
pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang, dan
pergeseran libido. Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau
yang membosankan, jangan menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila
lupa melakukan kesalahan . Harus diingat kemunduran ingatan jangan
dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan
pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bila melakukannya secara
perlahan lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka
kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak
menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas
dan bahagia.

3.

Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam
hubungan lansia dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam keadaan sakit
atau mendeteksi kematian. Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien
lanjut usia yang menghadapi kematian. Seorang dokter mengemukakan bahwa
maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai
macam faktor, seperti ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa
sakit dan kegelisahan kumpul lagi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya.
Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi
yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini.
Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga, perawat
harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun keluarga tadi ditinggalkan ,
masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu
menghantui pikiran lanjut usia.

4.

Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama
dengan sesama klien usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan
social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya
adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Penyakit memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk mengadakan
konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan
lain. Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya, biaya
hidup, keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau
kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Tidak jarang terjadi pertengkaran dan
perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi dengan berbagai cara yaitu
mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap
mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas
yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut
usia.

BAB III
Asuhan Keperawatan
A.

Pengkajian

1.

Riwayat
Pernah mengalami perubahan fungsi mental sebelumnya?
2.
Kaji adanya demensia. Dengan alat-alat yang sudah distandardisasi, meliputi
Mini Mental Status Exam (MMSE)
(Menurut Flostein, MS. Dkk, 1995)
I.

ORIENTASI
tanyakan hari ini tanggal berapa?
Kemudian tanyakan hal-hal terkait, misalnya sekarang ini musim apa?

REGISTRASI
Bila memungkinkan beri pertanyaan untuk menguji daya ingatnya (memori).
Ucapkan dengan jelas dan perlahan kata-kata seperti BOLA, BENDERA,

II.

POHON. Dengan jarak per kata 1 detik. Sesudah itu minta pasien untuk
mengulanginya. Jawaban pertama menentukan skornya, tetapi mintalah pasien
untuk mencoba terus (misalnya hingga 6 kali) bila gagal tes ini kurang bermakna.
III.

PERHATIAN DAN PERHITUNGAN


Minta pasien untuk menghitung mundur dari 100 dengan selisi 7. Berhenti

setelah 5 jawaban. Berilah skor 1 untuk setiap jawaban yang benar.


Bila dia tidak mampu menghintung, mintakan padanya untuk mengeja suatu
kata dari arah belakang (misalnya RUMAH--------H-A-M-U-R), beri skor satu
untuk setiap huruf yang ditempatkan benar. Catatlah jawaban pasien

IV.

DAYA INGAT
Minta pasien unutk mengingat kembali ketiga kata yang ditanyakan kepadanya
diatas tadi.

V.

BAHASA
Menyebutkan : perlihatkan arloji anda sambil menanyakan : apa ini?
Ulangi hal yang sama untuk pensil. Beri skor satu untuk setiap jawaban yang

benar
Pengulangan : minta pasien untuk mengulangi : bukan, itu bukan!,
tetapi itu dan! Beri skor 1 point bila pengulangan benar.

Perintah tiga langkah. Beri pasien secarik kertas kosong dan katakana : ambil
kertas ini dengan tangan kanan, lipat dua, dan letakan dilantai.
Beri skor 1 poin untuk setiap langkah yang benar

3.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

DATA DEMOGRAFI
Ras dan suku apa ?
Jenis kelamin laki perempuan
Pernah sekolah sampai ?
Strata 2
strata 1
Program diploma
SMA/ Sederajat
SMA (tidak tamat)
SMP ke bawah

B.

Diagnosa Keperawatan

1.
2.

Gangguan pola tidur b.d ansietas


Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi

neuron irreversible.
3.
Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan kognitif.
4.
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi
dan atau integrasi sensori ( defisit neurologist).
5.
Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
6.
Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan
pengaruh penyimpangan jangka panjang dari proses penyakit

C.

Intervensi Keperawatan

1.

Gangguan pola tidur b.d ansietas.


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien memiliki pola

a.
b.
c.

tidur yang teratur.


Kriteria Hasil:
Klien mampu memahami factor penyebab gangguan pola tidur.
Klien mampu menentukan penyebab tidur inadekuat.
Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau mengoreksi

d.

penyebab tidur tidak adekuat.


Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap
pikiran yang melayang-layang (melamun).

e.

a.

Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.


Intervensi
Jangan menganjurkan klien untuk tidur siang apabila berakibat efek negative
terhadap tidur pada malam hari.
Rasional: irama sikardian (siklus tidur bangun) yang tersinkronisasi disebabkan

oleh tidur siang yang singkat.


b.
Evaluasi efek obat klien yang mengganggu tidur.
Rasional: derangement psikis terjadi bila terdapat penggunaan kortikosteroid
termasuik perubahan mood, insomnia.
c.
Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan kebiasaan klien
(member susu hangat).
Rasional: mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan makan klien pada
d.

malam hari terbukti mengganggu tidur.


Berikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur.
Rasional: hambatan kortikal pada formasi retikuler akan berkurang selama tidur,
meningkatkan respon otomatik, karenanya respon kardiovaskuler terhadap suara

e.

meningkat selama tidur.


Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih lama.
Rasional: gangguan tidur terjadi dengan seringnya tidur dan mengganggu
pemulihan sehubungan dengan gangguan psikologis dan fisiologis, sehingga
irama sikardian terganggu.

f.

Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan massage punggung.
Rasional: meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk.
g.
Putarkan music yang lembut atau suara yang jernih.
Rasional: menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara lain dari
lingkungan sekitar yang akan menggaggu tidur.
h.
Berikan obat sesuai indikasi seperti amitriptilin.
Rasional: Efektik menangani pseudodemensia atau depresi menigkatkan
kemampuan untuk ttidur, tetapi antikolinergik dapat mencetuskan bingung,
memperburuk kognitif an efek samping hipertensi ortostatik.
2.

Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori,

degenerasi neuron irreversible.


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien dapat berpikir

rasional.
Kriteria hasil :

a.
b.

Klien mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani


konsekuensi kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang diri
Klien mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang

negative
c.
Klien mampu mengenali perubahan dalam berfikir atau tingkah laku dan factor
penyebab
d.
Klien mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan,

a.

ancaman, dan kebingungan.


Intervensi:
Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan klien-perawat yang
terapeutik
Rasional: mengurangi kecemasan dan emosional, seperti kemarahan,
meningkatkan pengembanagan evaluasi diri yang positif dan mengurangi konflik

b.

psikologis.
Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi, rentang perhatian,
kemampuan berfikir. Bicarakan dengan keluarga mengenai perubahan perilaku.
Rasional: memberikan dasar perbandingan yang akan datang dan memengaruhi
rencana intervensi. Catatan: evaluasi orientasi secar berulang dapat meningkatkan

c.

risiko yang negative atau tingkat frustasi.


Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang.
Rasional: kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan gangguan

neuron
d. Tatap wajah klien ketika sedang berbicara dengan klien
Rasional: menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan
perceptual.
e.
Gunakan distraksi. Bicarakan tentang kejadian yang sebenarnya saat klien
mengungkapkan ide yang salah, jika tidak meningkatkan kecemasan.
Rasional: lamunan membantu dalam meningkatkan disorientasi. Orientasi pada
realita meningkatkan perasaan realita klien, penghargaan diri dan kemuliaan
f.

g.

(kebahagiaan personal).
Hormati klien dan evaluasi kebutuhan secara spesifik.
Rasional: klien dengan penurunan kognitif pantas mendapatkan penghormatan,
penghargaan, dan kebahagiaan.
Bantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya. Berikan label
gambar atau hal yang diinginkan klien. Jangan menentang.
Rasional: menurunkan defensive jika klien menyadari kesalahan. Membantah
klien tidak akan mengubah kepercayaan dan menimbulkan kemarahan.

h.
3.

Berikan obat sesuai indikasi seperti, siklandelat.


Rasional ; meningkatkan kesadaran mental.
Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan

kognitif.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien tidak

a.
b.

mengalami cedera.
Kriteria hasil :
Klien mampu meningkatkan tingkat aktivitas.
Klien dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi risiko trauma

atau cedera
c.
Klien tidak mengalami trauma atau cedera
d.
Keluarga mampu mengenali potensial di lingkungan dan mengidentifikasi
tahap-tahap untuk memperbaikinya.

a.

Intervensi:
Kaji derajat gangguan kemampuan, tingkah laku impulsive dan penurunan
persepsi visual. Bantu keluarga mengidentifkasi risiko terjadinya bahaya yang
mungkin timbul.
Rasional: mengidentifikasi risiko di lingkungan dan mempertinggi kesadaran
perawat akan bahaya. Klien dengan tingkah laku impulsive berisiko trauma karena
kurang mampu mengendalikan perilaku. Penurunan persepsi visual berisiko

b.

c.

terjatuh
Hilangkan sumber bahaya lingkungan.
Rasional: klien dengan gangguan kognitif, gangguan persepsi adalah awal terjadi
trauma akibat tidak bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan dasar.
Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi atau berbahaya, seperti memanjat
pagar tempat tidur.
Rasional: mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang

d.

meningkatkan risiko terjadinya trauma.


Gunakan pakaian sesuai dengan lingkungan fisik atau kebutuhan klien.
Rasional: perlambatan proses metabolism mengakibatkan hipotermia.

Hipotalamus dipengaruhi proses penyakit yang menyebabkan rasa kedinginan.


e.
Kaji efek samping obat, tanda keracuna (tanda ekstrapiramidal, hipotensi
ortostatik, gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal).

Rasional: klien yang tidak dapat melaporkan tanda/gejala obat dapat menimbulkan
kadar tolsisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat diperlukan untuk
i.

mengurangi gangguan.
Hindari penggunaan restrain terus-menerus. Berikan kesempatan keluarga
tinggal bersama klien selama periode agitasi akut.
Rasional: membahayakan klien, meningkatkan agitasi dan timbul risiko fraktur
pada klien lansia (berhubungan dengan penurunan kalsium tulang).

4.

Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,


transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit neurologis ).
Tujuan: setelah dilakukan dilakukan keperawatan kunjungan tidak terjadi
penurunan lebih lanjut pada persepsi sensori klien.

a.
b.

Kriteria hasil :
Klien mengalami penurunan halusinasi.
Klien mampu mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress

atau mengatur perilaku.


c.
Klien mampu mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi.

Intervensi:
a.
Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut
mempengaruhi klien termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran.
Rasional : keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris
menyebabkan klien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuh. Klien tidak
b.

c.

dapat mengenali rasa lapar atau haus.


Anjurkan memakai kacamata atau alat bantu dengar sesuai kebutuhan
Rasional : meningkatkan masukan sensori, membatasi atau menurunkan kesalahan
intepretasi stimulasi.
Pertahankan hubungan orientasi realita. Memberikan petunjuk pada orientasi
realita dengan kalender, jam, atau catatan.
Rasional : menurunkan kekacauan mental dan meningkatkan koping terhadap
frustasi karena salah persepsi dan disorientasi. Klien menjadi kehilangan

kemampuan mengenali keadaan sekitar.


d. Ajarkan strategi mengatasi stress.
Rasional : menurunkan kebutuhan akan halusinasi
e.
Libatkan dalam aktivitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, seperti satu ke
satu pengunjung, kelompok sosialisasi pada pusat demensia, terapi okupasi.
Rasional : memberi kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan orang lain.

5.

Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan


dengan ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien mampu

melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan.

Kriteria hasil :
a.
Klien mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber pribadi atau
komunitas yang dapat memberikan bantuan.

a.

b.

Intervensi:
Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri.
Rasional: memahami penyebab yang mempengaruhi intervensi. Masalah dapat
diminimalkan dengan menyesuaikan atau memerlukan konsultasi dari ahli.
Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai
kebutuhan.
Rasional: seiring perkembangan penyakit kebutuhan kebersihan dasar mungkin

dilupakan.
c.
Lakukan pengawasan dan berikan kesempatan untuk melakukan sendiri sesuai
kemampuan.
Rasional: mudah sekali terjadi frustasi jika kehilangan kemandirian.
d.
Beri banyak waktu untuk melakukan tugas
Rasional: pekerjaan yang tadinya mudah sekarang menjadi terhambat karena
penurunan motorik dan perubahan kognitif.
e.
Bantu mengenakan pakaian yang rapi dan indah.
Rasional: meningkatkan kepercayaan hidup.
6.

Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan

pengaruh penyimpngan jangka panjang dari proses penyakit.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x kunjungan koping keluarga

a.

efektif.
Kriteria hasil :
Klien mampu mengidentifikasi atau mengungkapkan sendiri untuk mengatasi

b.

keadaan.
Keluarga mampu menerima kondisi orang yang dicintai dan mendemonstrasikan

c.

a.

tingkah laku koping positif dalam mengatasi keadaan.


Klien mampu menggunakan system pendukung yang ada secara efektif.
Intervensi:
Bantu keluarga mengungkapkan persepsinya tentang mekanisme koping yang
digunakan.

Rasional: keluarga dengan keterbatasan pemahaman tentang strategi koping


memerlukan informasi akibat konflik.
b.

Libatkan keluarga dalam pendidikan dan perencanaan perawatan dirumah.


Rasional: memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi dirumah.
c.
Fokuskan pada masalah spesifik sesuai dengan yang terjadai pada klien.
Rasional: penurunan penyakit mengikuti perkembangan yang tidak menentu
d.
Realistis dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan.
Rasional: menurunkan stress yang menyelimuti harapan yang keliru.
e.
Anjurkan untuk tidak membatasi pengunjung.
Rasional: kontak kekeluargaan merupakan dasar dari realitas, terbebas dari
f.

kesepian.
Rujuk pada sumber pendukung seperti perawatan lansia, pelayanan dirumah,
berhubungan dengan asosiasi penyakit demensia.
Rasional: memberikan tanggung jawab pada tempat perawatan, mengurangi
kejenuhan dan resiko terjadinya isolasi social dan mencegah kemarahan keluarga.

BAB IV
PENUTUP
A.

Simpulan

Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas)
pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Mental
dapat diartikan sesuatu yang berada dalam tubuh (fisik) manusia yang dapat
mempengaruhi perilaku, watak dan sifat manusia di dalam kehidupan pribadi dan
lingkungannya. Pada lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan
kesehatan jasmaniah saja, tapi juga permasalahan gangguan mental dalam
menghadapi usia senja. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental pada
lansia seperti perubahan fisik, kesehatan umum dan lingkungan. Pada lansia
sering muncul masalah-masalah yang berkaitan dengan perubahan fungsi mental
seperti kecemasan, depresi, insomnia, paranoid, dan demensia.
Masalah-masalah tersebut dapat berdampak pada kelangsungan hidup
lansia sehingga penting bagi perawat untuk menanganinya. Berdasarkan masalah
diatas dapat muncul beberapa diagnose keperawatan seperti : gangguan pola tidur
b.d ansietas; gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori,
degenerasi neuron irreversible; risiko cedera berhubungan dengan penurunan
fungsi fisiologis daan kognitif; perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit neurologist);
kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
Berdasarkan diagnosa diatas perlu diberikan intervensi yang tepat seperti
memberikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur; pertahankan
lingkungan yang menyenangkan dan tenang; hilangkan sumber bahaya
lingkungan; kaji derajat sensori atau gangguan persepsi; identifikasi kebutuhan
akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan.
B.

Saran

1.

Untuk pembaca makalah dapat menambah pengetahuan terkait gangguan fungsi

mental pada lansia dan dapat mengimplementasikannya.


2.
Untuk penulis dapat mengimplementasikan intervensi-intervensi untuk
menangani lansia dengan gangguan perubahan fungsi mental.

3.

Diharapkan institusi dapat mengembangkan fungsi mental dan mengetahui


bagaimana cara mengatasi maslah gangguan pada lansia dengan gangguan fungsi

4.

mental.
Diharapkan pemda dapat mengetahui masalah yang ada pada lansia terkait
penurunan fungsi mental, memahami maslah dan dapat mengatasi gangguan
fungsi mental pada lansia dengan memberikan perhatian khusus pada lansia

5.

dengan gangguan fungsi mental di dinas terkait.


Diharapkan panti werda dapat mengatasi dan memahami masalah pada lansia
dengan penurunan fungsi mental dan berkoordinasi dengan dinas pemda terkait.

DAFTAR PUSTAKA
Kusharyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta:
Salemba Medika
Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usi Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika

Nugroho, Wahjudi. 1995. Perawatan Lanjut Usia.Jakarta: EGC


Tamher, S., Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta: EGC
Stuart & Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing Fifth
Edition. United State of America : Mosby.
Carpenito, L. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi ke-6,
EGC, Jakarta, 2000.
Nugroho, Wahjudi. Keperawatan Gerontik, Edisi ke-2, EGC, Jakarta 2000.
Leeckenotte, Annete Glesler. Pengkajian Gerontologi, Edisi ke-2, EGC, Jakarta,
1997.
Watson, Roger. Perawatan Lansia, Edisi ke-3, EGC, Jakarta 2003.

Anda mungkin juga menyukai