DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
ANISTIA TERA PERMATA
151650005
ARIEFA URBACH
151650004
FENI AFRIYANI
151650044
151650053
ROSA MEIDINA
151650008
SRIWULAN AYUNINGTYAS
151650017
151650006
PROGRAM STUDI
DIII FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
KHARISMA PERSADA
Jl. Surya Kencana No. 1 Pamulang, Tangerang Selatan
TANGERANG SELATAN
2016
B. Konsep Hipotesis Dalam merumuskan hipotesis ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan, antara lain:
1. Hipotesis harus mengekspresikan satu fenomena (satu variabel) atau mengekspresikan
hubungan? pengaruh antara dua variabel atau lebih. Maksudnya, dalam merumuskan
hipotesis untuk mengekspresikan hubungan atau pengaruh seorang peneliti harus
setidak tidaknya mempunyai dua variabel yang akan dikaji. Kedua variabel tersebut
adalah variabel bebas (independent) dan variabel terikat (dependent). Jika variabel
lebih dari dua, maka biasanya satu variabel terikat dan dua variabel bebas.
2. Hipotesis harus dinyatakan secara jelas dan tidak bermakna ganda, artinya rumusan
hipotesis harus bersifat spesifik dan mengacu pada satu makna dan tidak boleh
1
menimbulkan penafsiran lain. Jika hipotesis dirumuskan secara umum, maka hipotesis
tersebut tidak dapat diuji secara empiris.
3. Hipotesis harus dapat diuji sacara empiris, maksudnya memungkinkan untuk
diungkapkan dalam bentuk operasionalisasi yang dapat dievaluasi berdasrkan data
yang didapatkan sacara empiris.
Menurut bentuknya, hipotesis dibagi menjadi tiga:
1. Hipotesis Penelitian/Kerja (Ha)
Hipotesis penelitian merupakan anggapan dasar peneliti terhadap suatu
masalah yang sedang dikaji. Dalam hipotesis ini, peneliti menganggap benar
hipotesisnya, yang kemudian akan dibuktikan secara empiris melalui pengujian
hipotesis dengan mempergunakan data yang diperoleh selama melakukan penelitian.
Misalnya, ada hubungan anatara formulasi suatu tablet dengan pemecahan tablet
(cracking).
2. Hipotesis Operasional (H0)
Hipotesis operasional merupakan hipotesis yang bersifat objektif. Artinya,
peneliti merumuskan hipotesis tidak semata-mata berdasarkan anggapan dasarnya,
tetapi juga berdasarkan objektifitasnya, bahwa hipotesis penelitian yang dibuat belum
tentu benar setelah diuji dengan menggunakan data yang ada. Untuk itu, peneliti
memerlukan hipotesis pembanding yang bersifat objektif dan netral atau secara teknis
disebut hipotesis nol (H0). Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang menyatakan
ketidak benaran dari suatu fenomena, atau menyatakan tidak ada hubungan antara dua
variabel atau lebih.
H0 digunakan untuk memberikan keseimbangan pada hipotesis penelitian,
karena peneliti meyakini dalam penguji nanti benar atau salahnya hipotesis penelitian
tergantung dari bukti bukti yang diperoleh selama melakukan penelitian.
Contohnya: tidak ada hubungan antara formulasi suatu tablet dengan pemecahan
tablet (cracking).
3. Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik merupakan jenis hipotesis yang dirumuskan dalam bentuk
notasi statistik. Hipotesis ini dirumuskan berdasarkan pengamatan peneliti terhadap
populasi dalam bentuk angka-angka (kuantitatif). Misalnya: H0; r = 0; atau Ha p = 0.
Pada tahap ini, kita menentukan seberapa besar peluang membuat risiko
kesalahan
mengambil
keputusan
menolak
hipotesis
yang
benar. Biasanya
tabel
dan t
hitung
Seperti yang telah kita bahas sebelumnya bahwa tingkat kemaknaan merupakan
kesalahan tipe 1 dalam pengujian hipotesis yang dilambangkan dengan . Tujuan
pengujian hipotesis adalah untuk membuat suatu pertimbangan tentang perbedaan antara
nilai sampel (statistik) dengan keadaan populasi (parameter) sebagai suatu hipotesis.
Langkah berikutnya setelah merumuskan hipotesis 0 dan hipotesis alternatif, adalah
menentukan kriteria atau batasan yang digunakan untuk memutuskan apakah hipotesis 0
ditolak atau gagal ditolak yang disebut dengan tingkat kemaknaan (level of significance).
Tingkat kemaknaan sering disebut dengan nilai merupakan nilai yang menunjukan
besarnya peluang salah dalam menolak hipotesis 0. Dalam ungkapan yang lebih
sederhana, nilai merupakan nilai batas maksimal kesalahan menolak H 0. Bila kita
menolak H0, berarti menyatakan adanya perbedaan atau hubungan. Dengan demikian nilai
dapat diartikan juga sebagai batas maksimal kita salah menyatakan adanya perbedaan.
Penentuan besarnya nilai tergantung dari tujuan dan substansi penelitian. Nilai
yang sering digunakan adalah 10%, 5%, dan 1%. Untuk penelitian bidang kesehatan (gizi,
keperawatan, kebidanan, dan kesehatan masyarakat) lazimnya menggunakan nilai
sebesar 5%. Sementara dalam bidang farmasi, untuk pengujian obat-obatan digunakan
batas toleransi kesalahan yang lebih kecil, misalnya 1%, sebab mengandung resiko yang
fatal. Sebagai contoh, seorang peneliti yang hendak menentukan apakah suatu obat bius
berkhasiat, akan menggunakan nilai yang sangat kecil. Peneliti tersebut tidak
mengambil resiko bahwa kegagalan obat bius yang besar akan berdampak terhadap
keselamatan jiwa orang yang akan dibius dalam tindakan pembedahan.
yang baru mengandung kurang dari 1 x 102 mikroorganisme/ml setelah penyimpanan pada
suhu 20C selama 2 minggu. Berdasarkan hal tersebut, bagian formulasi telah
memproduksi formulasi baru untuk dinilai kemanjuran pengawetnya. Hasil hasilnya,
ditampilkan sebagai jumlah mikroorganisme yang bertahan hidup dalam 10 botol,
ditunjukkan dalam tabel 5.2
Tabel 5.2 Kandungan mikroorganisme (jumlah mikroorganisme/ml) dalam masing masing
dari 10 botol sediaan Antasida
Nomor Botol
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Dalam situasi ini, hipotesis nol ditetapkan sebelum pengumpulan data, dan dapat
dinyatakan sebagai berikut: tidak ada perbedaan antara rerata yang diharapkan (100
mikroorganisme/ml) dan rerata sampel. Artinya H0 = 100 mikroorganisme/ml.
Sebaliknya, hipotesis alternatif menyatakan bahwa ada suatu perbedaan negatif antara
rerata sampel yang diamati dan rerata yang diharapkan, dan produk baru tersebut
memenuhi spesifikasi British Pharmacopoeia, artinya Ha < 100 mikroorganisme/ml.
Satu satunya hal yang diinginkan penyidik dalam analisis ini adalah untuk
mengetahui apakah kandungan mikroba rerata dari formulasi baru lebih rendah daripada
rerata yang di tentukan (diharapkan). Karena hanya ada satu hasil yang diinginkan, uji ini
disebut uji satu arah.
Sebagai alternatif, ahli formulasi mungkin mengetahui lebih banyak mengenai
kinerja formulasi tersebut. Jika kandungan mikroba lebih besar daripada baku, produk
tersebut telah gagal memenuhi spesifikasi yang disetujui. Hal ini akan tetap memberikan
informasi yang berguna mengenai arah dari program formulasi ulang kemungkinan besar
mengidentifiksi pengawet-pengawet yang tidak efektif. Hipotesis nol yaitu tidak ada
perbedaan antara rerata yang diharapkan (100 mikroorganisme/ml) dan rerata sampel,
H0=100 mikroorganisme/ml. namun, hipotesis alternatif telah berubah dan ditetapkan
sebagai: ada perbedaan antara rerata yang diharapkan dan rerata yang diamati, yaitu Ha
100 mikroorganisme/ml. Sumber perbedaan ini ada dua, yaitu perbedaan mungkin
disebabkan oleh rerata sempel yang lebih besar atau kurang dari rerata yang diharapkan.
7
Pada kondisi ini, hasil dari analisis memiliki dua arah karena ada dua kemungkinan hasil
yang akan berakibat pada penolakan hipotesis nol.
Keputusan mengenai apakah statistik uji hitung harus dievaluasi sebagai uji satu
arah atau dua arah merupakan hal yang sangat penting pemilihan yang tidak tepat akan
berakibat pada penafsiran analisis statistik yang tidak tepat karena suatu perbedaan yang
nyata antara pengobatan dapat dinyatakan tidak datang dan sebaliknya.
Jika hipotesis nol diterima padahal sebenarnya salah, sebuah kesalahan tipe II telah
dilakukan. Maka umunya probabilitas membuat suatu kesalahan tipe II dihitung jika
hipotesis nol diterima. Suatu hubungan timbal balik terjadi antara kesalahan kesalahan
tipe I dan tipe II. Jadi, jika probabilitas melakukan suatu kesalahan tipe I dikurangi
(dengan meningkatkan nilai ). Probabilitas melakukan suatu kesalahan ke II akan
meningkat.
Jika selanjutnya dianggap bahwa hipotesis nol tersebut salah sesuai dengan
hipotesis alternatif diterima. Masalah masalah yang berkaitan dengan kesalahan tipe II
dapat dijelaskan.
Distribusi pengambilan sampel dari hipotesis alternatif diberikan untuk menjelaskan
hubungan saling mempengaruhi antara kesalahan tipe I dan tipe II Karena dalam situasi
sebenarnya tidak akan mengetahui rerata dan simpangan baku dari hipotesis alternatif.
Ada beberapa konsekuensi berbeda tipe I dan tipe II yang mencerminkan hasil-hasil
berbeda ketika hipotesis nol diterima atau ditolak. Jika hipotesis nol ditolak, hipotesis
penelitian dterima sebuah usulan telah diubah dari pemikiran menjadi pengamatan.
Namun, jika hipotesis nol telah ditolak padahal dalam kenyataannya telah benar,
kesalahan tipe I dilakukan. Dalam situasi ini, suatu kesimpulan yang tidak tepat (dan
mungkin berbahaya) telah dibuat. Sebaliknya, penerimaan hipotesis nol ketika sebenarnya
salah akan berakibat pada penolakan suatu hipotesis penelitian yang dapat diterima secara
sempurna. Situasi berikut menyoroti bahaya bahaya potensial dari kesalahan statistik
dalam pembuatan keputusan.
Tabel 5.3 Ringkasan hubungan antara hasil statistik dan kesalahan statistik
Hasil Statisik
(Keputusan)
Bukan penolakan terhadap
hipotesis nol
Penolakan hipotesis nol/
penerima hipotesis
alternatif
Hasil sebenarnya
Hipotesis nol benar
(yaitu H0: = 30 mmHg)
Keputusan yang benar
Kesalahan tipe I ()
Sebuah perusahaan pembuat antibiotik telah mengembangkan suatu antibiotik laktam baru yang telah dipatenkan dan telah dirancang untuk pengobatan pneumonia bagi
9
pasien dalam unit gawat darurat rumah sakit. Sebuah uji klinis telah dirancang untuk
menilai apakah antibiotik tersebut lebih berkhasiat daripada antibiotik untuk pengobatan
pneumonia yang ada saat ini. Hipotesis nol dari studi ini adalah bahwa tidak ada
perbedaan antara kemanfaatan klinis dari antibiotik antibiotik tersebut: hipotesis
alternatif menyatakan bahwa antibiotik yang baru menunjukan pemanfaatan yang lebih
besar daripada antibiotik yang ada sekarang. Ada dua hasil yang mungkin terjadi:
hipotesis yang benar atau salah. Jika hipotesis nol benar, ini menandakan bahwa tidak ada
perbedaan dalam kemampuan kedua antibiotik tersebut. Namun setelah penyelesaian
studi dan analisis statistik setelahnya ada dua keputusan statistik yang mungkin terjadi.
1. Pertama, analis mungkin telah menerima (tidak menolak) hipotesis nol dan karenanya
keputusan yang benar telah didapatkan.
2. Kedua, sebaliknya analis mungkin menyimpulkan bahwa hipotesis nol harus ditolak
dan dengan demikian membuat kesalahan tipe I. Konsekuensi konsekuensi dari hal
ini cukup menarik dan secara klinis berkaitan karena hipotesis alternatif diterima.
Perusahaan sekarang menyakini bahwa mereka telah menyediakan pengobatan
saluran pernafasan dengan suatu obat baru yang luar biasa dan karenanya berharap
bahwa obat ini diresepkan untuk pengobatan pneumonia, menggantikan pengobatan
pengobatan yang sudah ada. Kenyataannya, obat tersebut tidak lebih dari pada
antibiotik antibiotik yang telah ada. Perusahaan-perusahaan antibiotik pesaing akan
berusaha untuk memperbaiki kesalahan tipe I dalam batas batas yang ditetapkan
oleh pengadilan hukum.
Jika hipotesis alternatif benar suatu kesalahan tipe II maka analisis statistik
memutuskan bahwa tidak ada pebedaan statistik antara kemanfaatan antibiotik
antibiotik yang di teliti ketika dalam kenyataanya ada perbedaan antara kemampan
koparatif keduanya untuk mengobati pneumonia. Analisis statistik telah menerima
hipotesis nol ketika dalam kenyataannya hipotesis alternatif menunjukkan siatuasi
sebenarnya berdasarkan temuan analisis statistik ini, perusahaan yang mendanai uji klinis
akan menyimpulkan bahwa obat ini tidak memberikan keuntungan dan kemungkinan
besar
akan
menghentikan
perkembangan
selanjutnya.
Masyarakat
tidak
akan
berkesempatan untuk merasakan keuntungan dari antibiotik dan perusahaan tidak akan
menerima keuntungan financial seharusnya.
Kesalahan-kesalahan terdapat dalam semua pengujian hipotesis statistik dan dengn
berusaha untuk mengurangi satu jenis kesalahan, kemungkinan jenis kesalahan yang lain
10
akan meningkan maka tepat kiranya untuk memberikan saran mngenai batas tiap jenis
kesalahan yang dapat diterima dalam pengujian hipotesis statistik.
12
Data nominal dibagi kedalam kelompok-kelompok yang diberi sebuah nama atau
judul. Contoh-contohnya meliputi :
1. pengelompokkan pasien-pasien yang mengikuti suatu studi klinis berdasarkan usia.
2. pengelompokkan pasien-pasien yang mengikuti suatu studi klinis berdasarkan jenis
kelamin.
3. kategorisasi kerusakan tablet, misalnya retak-lepas (capping), berkeping (chipped),
berceruk (pitting).
4. kategorisasi penyakit, misalnya kanker usus, colitis ulseratif, penyakit Chrons,
diverticulitis.
Efek samping yang berkaitan dengan pengobatan, misalnya mual, muntah, diare dan sakit
kepala. Data nominal biasanya dinyatakan dalam bentuk frekuensi-frekuensi pengamatan
yang berkaitan dengan tiap kategori. Analisis statistik terhadap data tersebut dapat
dilakukan menggunakan suatu analisis x2 atau suatu uji berdasarkan binomial.
L. Data ordinal
Data ordinal dianggap mewakili tingkat pengaturan yang lebih tinggi di banding
data nominal ada persamaan yang nyata antara kedua tipe data ini yaitu keduanya
terususun atas katergori- kategori namun, kategori kategori dalam data ordinal tidak
bebas, tetapi berbeda satu sama lain dalam hal besarnya. Contohnya :
1. Kategori nyeri menggunakan skala analog visual (0 = tidak ada rasa nyeri, 10 = nyeri
luar biasa).
2. Kategori peradangan (misalnya peradangan gusi, artritis reumatoid, osteoarthritis)
menggunakan indeks.
3. Kategori rasa (tidak pahit, agak pahit, sangat pahit) contoh di atas ini, data sekali lagi
di atur kedalam kategori-kategori tertentu,tetapi terdapat suatu hubungan antara
kategori- kategori individual (yang tidak ada dalam skala- skala nominal). Jadi,
kategorisasi nyeri atau contoh yang lain merupakan proses pemeringkatan dengan
indikasi kepentingan relatif setiap kategori ditentukan.
Data interval dan rasio mewakili suatu tingkat pengaturan yang lebih tinggi di
bandingkan data nominal atau ordinal. Keduanya dapat dikarakterisasi dengan
mengetahui jarak antara dua nilai telah ditetapkan dalam suatu unit pengukuran. Dalam
suatu skala interval tidak ada 0 hakiki, ttapi data rasio memiliki suatu titik 0 tertentu.
Contoh klasik mengenai skala interval adalah pengukuran suhu (baik dalam pengukuran
Celcius atau Fahrenheit). Contoh dalam bidang farmasi bentuk dari ibuprofen (152 0) lebih
tinggi dari pada ibuprofen sendiri (760), tidak tepat untuk menyatakan bahwa produk
memiliki titik leleh yang besarnya 2 kali lipat titik leleh obat induk karena sifat
sembarang dari nilai 0 pada skala derajat celcius.
Skala interval disebut skala kuantitatif dan informasi yang terdapat dalam skala ini
dapat secara berarti di manipulasi menggunakan prosedur- prosedur aritmatika skala rasio
juga merupakan suatu skala kuantitatif tetapi berbeda dari skala interval dalam suatu sifat
yang penting : skala rasio ini memiliki sifat 0 hakiki. Contoh dalam bidang farmasi yaitu
meliputi masa, tinggi, konsentrasi, tekanan darah, kecepatan penyaringan glomerulus,
daerah di bawah pulva dan sebagainya. Dalam contoh contoh ini 0 melambangkan
ketiadaan suatu nilai yang dapat diukur sama halnya data yang berasal dari skala rasio
dapat di manipulasi menggunakan aritmatika konvensional dan karenanya dapat dengan
mudah di analisis baik dalam metode parametik ataupun non parametik.
DAFTAR PUSTAKA
15