Anda di halaman 1dari 9

Prosiding

Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008


Universitas Lampung, 17-18 November 2008

ALTERNATIF PEMANFAATAN BENDUNG FEROSEMEN


SEBAGAI PENGGANTI BENDUNG KARET
Anshori Djausal, Bayzoni dan Nur Arifaini
Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung
Jl. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung
email : ans@unila.ac.id

ABSTRAK
Pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dengan melakukan
ekstensifikasi lahan pertanian. Upaya tersebut harus didukung dengan peningkatan sarana dan
prasana pengairan/irigasi. Daerah irigasi Rawa Sragi yang berada di Kabupaten Lampung Timur
merupakan salah satu area pengembangan lahan pertanian yang didukung Sistem Irigasi Teknis.
Pada sebuah sistem irigasi teknis terdapat beberapa bangunan air seperti saluran primer, saluran
sekunder, saluran tersier, bangunan bagi/sadap dan bendung.
Konsep awal pembangunan Sistem Irigasi Rawa Sragi dilaksanakan dengan
menggunakan Jenis Bendung Karet. Untuk meningkatkan manfaat bendung karet, maka
dilakukan penelitian untuk mengganti bendung karet yang ada dengan bendung ferosemen.
Pemilihan bahan ferosemen dilakukan dengan tujuan agar penggantian komponen bendung hanya
dilaksanakan pada bagian tubuh bendung yang terbuat dari karet, sedangkan pondasi dan meja
bendung tetap dimanfaatkan.
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan membuat empat buah model bentuk tubuh
bendung. Pemilihan bentuk tubuh bendung didasarkan pada mekanika struktur dari bahan
ferosemen yang membentuk struktur cangkang. Model bendung diuji dengan menggunakan
Tilting Flume untuk mempelajari pola aliran air yang terjadi.
Dua model yang ditinjau memperlihatkan pola aliran air yang baik /aliran laminar tanpa
terdapat hydraulic jump yang dapat menyebabkan kehilangan energi.
Kata kunci : bendung karet, hydraulic jump, bendung ferosemen

1.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai Way Sekampung merupakan salah satu sungai besar di Provinsi Lampung. Pada
bagian hulu (Kabupaten Tanggamus) dibangun Waduk Batutegi, yang berfungsi sebagai
konservasi, regulator dan juga pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas 2 x 14 MW bagian
tengah dibangun Bendung Argoguruh (Kabupaten Lampung Selatan, sekarang Kabupaten
Pesawaran) untuk mengairi jaringan irigasi yang berada di sebagian besar Lampung Tengah,

ISBN : 978-979-1165-74-7

XI - 235

Kota Metro dan Kabupaten Lampung Timur, yang mencakup areal lebih dari 50.000 ha.
Pada bagian hilir di bangunan Bendung Karet Jabung (Kabupaten Lampung Timur) yang
direncanakan untuk mensuplai air ke areal Rawa Sragi II seluas 7.250 ha dan Sungai
Sekampung seluas 6000 Ha.

Gambar 1. Pembagian Daerah Aliran Sungai (DAS)


Tujuan
Tujuan pelaksanaan penelitian yaitu untuk mencari alternatif bentuk bendung dari ferosemen
yang memiliki kesesuaian ditinjau dari mekanika struktur maupun hidroliknya.
2.

METODE PENELITIAN
Tempat Penelitian
Lokasi penelitian yang ditinjau adalah Bendung Karet yang terletak di Kecamatan Jabung
Kabupaten Lampung Timur.

Pengujian Model Bendung dilakukan di Laboratorium

Hidrolika Fakultas Teknik Universitas Lampung.

ISBN : 978-979-1165-74-7

VIII - 236

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bendung


Hidrologi DAS Sekampung.
Way sekampung memiliki luas daerah aliran sungai 478.540 Ha. Posisi bendung karet
berada di desa Jabung yang mewakili luasan daerah aliran sungai

Km2. Dari Analisis

hidrologi menggunakan metode Soil Conservation Service (SCS) diperoleh debit banjir
untuk kala ulang 10, 25, 50, 100 tahunan adalah sebesar 900 m3/det, 1190 m3/det, 1419
m3/det dan 1592 m3/det.

Besaran debit ini disimulasikan dalam besaran skala yang

disesuaikan dengan ketersedian kapasitas debit yang ada di laborarium Hidrolika Fakultas
Teknik Universitas Lampung.
Kajian Bentuk Bendung
Perencanaan mercu bendung di Indonesia umumnya digunakan dua tipe mercu untuk
bendung pelimpah yaitu tipe Ogee dan tipe bulat (KP-02).
Bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisien debit jauh lebih tinggi (44%)
dibandingkan dengan koefisien bendung ambang lebar.

Pada sungai mercu bulat akan

memberikan keuntungan karena bangunan ini akan mengurangi tinggi muka air hulu selama
banjir. Harga koefisien debit menjadi lebih tinggi karena lengkung streamline dan tekanan
negatif pada mercu.
Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam aerasi. Oleh
karena itu mercu ini tidak akan memberikan tekanan subatmosfir pada permukaan mercu
sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana. Untuk debit yang lebih rendah, air
akan memberikan tekanan kebawah pada mercu.

ISBN : 978-979-1165-74-7

VIII - 237

Model 1
Model pertama didesain menurut Standar KP-02 dengan bentuk mercu tipe Ogee

Gambar 3. Bendung Model 1


Model 2
Model kedua didesain dengan bentuk mercu bulat dengan bentuk berupa setengah lingkaran.
Pemilihan bentuk setengah lingkaran mengacu pada bentuk cangkang silindris yang
umumnya dapat digunakan dengan material ferosemen.

Gambar 4. Bendung Model 2


Model 3
Model ketiga didesain dengan bentuk mercu bulat dengan bentuk berupa setengah lingkaran.
Untuk mengurangi gaya apung yanag disebabkan penampang cangkang ferosemen yang
tidak masif, maka pada bagian hulu diberi upstream approach yang akan memberikan
tekanan vertikal kebawah.

ISBN : 978-979-1165-74-7

VIII - 238

Gambar 5. Bendung Model 3

Model 4
Model keempat dibuat dengan mengembangkan model kedua dan ketiga. Pengembangan
pada model ini dilakukan untuk mendapat aliran pada hilir yang lebih baik.

Gambar 6. Bendung Model 4

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Bendung karet yang ada telah di konstruksi sejak tahun 1997.

Material utama tubuh

bendung terbuat dari karet yang diisi angin jika akan dugunakan untuk membendung atau
menaikkan muka air Way Sekampung sehingga air dapat masuk ke pintu pengambilan
(intake) yang terletak disisi kanan bendung. Struktur bawah bendung terdiri dari meja
bendung yang terbuat dari beton bertulang dengan ketebalan 1 meter dan lebar 12 meter.
Kondisi saat ini bendung tidak dapat dipergunakan karena telah mengalami kerusakan
sehingga menimbulkan kebocoran jika diisi angin. Selain itu kondisi rumah pompa dan
pompa udara yang ada sudah tidak memungkinkan lagi untuk dipergunakan.
Pada studi ini dilakukan perubahan material tubuh bendung dengan menggunakan
material ferosemen. Pemilihan bahan ferosemen karena material ini memiliki kekuatan yang
cukup tinggi seperti halnya beton bertulang dan mudah dalam pemeliharaannya.

ISBN : 978-979-1165-74-7

VIII - 239

Gambar 7. Denah dan Potongan Bendung Karet


Selain hal yang telah disebutkan di atas hal yang juga cukup mendasar adalah karena
meja bendung dan pondasi bendung yang ada sekarang di desain untuk menahan tubuh
bendung yang terbuat dari karet berisi udara yang memiliki berat relatif ringan, sehingga jika
akan mengganti bahan tubuh bendung harus menggunakan material yang juga memiliki berat
sendiri yang ringan. Secara fisika berat sendiri ferosemen hampir sama dengan berat sendiri
beton bertulang, tetapi ferosemen membentuk benda tiga dimensi berupa struktur
kulit/cangkang (shell) yang memiliki ketebalan tidak lebih dari 3 cm, sedangkan beton
umumnya membentuk benda pejal sehingga berat total bangunan yang terbuat dari cangkang
ferosemen relatif lebih ringan jika dibandingkan dengan beton bertulang yang pejal.
Dampak dari berat bangunan ferosemen yang ringan diharapkan penggantian tubuh
bendung dengan ferosemen tidak membebani pondasi melebihi kapasitas yang diizinkan
sehingga pondasi bendung karet yang ada sekarang tetap dapat dimanfaatkan.

Wair
Wfero2
Wapung1
Wfero1

Wapung2

Wapung3

Wfero3

Gambar 8. Konfigurasi gaya yang bekerja pada penampang bendung


Dalam desain bendung ferosemen perlu ditinaju keseimbangan gaya vertikal, karena gaya
apung oleh penampang ferosemen yang kosong.

ISBN : 978-979-1165-74-7

VIII - 240

Wair + Wfero1 + Wfero2 + Wfero3 > Wapung1 + Wapung2 + Wapung3


W air = ( 13.862 + 0.6 10) w

W air = 19.862

ton

W fero = Ltot t fero

W fero = 1.588

ton

Fapung = Vudara w

Fapung = 20.983 ton

Pengujian dilakukan dengan mensimulasikan aliran air pada bendung dengan


menggunakan Tilting Flume dan pengaturan untuk debit Q25 ,Q50 dan Q100. Hasil
pengujian terhadap semua model yang dibuat diperlihatkan pada Gambar 9 sampai Gambar
20.
Pada kasus tipe bendung ferosemen di buat beberapa tipe dengan hasil tipe 1 dengan tinggi
bendung 3 m terjadi hidraulik jump untuk Q25 sepanjang 6.5 m seperti ditunjukkan pada
Gambar 10.

Tipe 2 memperlihatkan hidrolik jump sepanjang 3.7m pada Q25. Tipe 3

hidrolik jump yang terjadi sebesar 1.5m pada Q100. Tipe 4 memberikan hasil tanpa hidrolik
jump. Pada model 1, model 2 dan model 3 memperlihatkan variasi panjang hydraulic jump
untuk variasi debit aliran yang diberikan. Sedangkan Model 4 memperlihatkan aliran air
yang laminar untuk setiap variasi debit yang diberikan.

Gambar 9. Model 1 tanpa aliran

Gambar 11. Model 1 dengan Q100

ISBN : 978-979-1165-74-7

Gambar 10. Model 1 dengan Q25

Gambar 12. Model 2 tanpa aliran

VIII - 241

Gambar 13. Model 2 dengan Q25

Gambar 14. Model 2 dengan Q100

Gambar 15. Model 3 tanpa aliran

Gambar 16. Model 3 dengan Q25

Gambar 17. Model 3 dengan Q100

Gambar 18. Model 4 tanpa aliran

Gambar 19. Model 4 dengan Q25

4.

KESIMPULAN
Dari hasil analisa dan pengujian dapat disimpulkan bahwa :

ISBN : 978-979-1165-74-7

VIII - 242

1. Pemilihan tipe bendung yang melintang di sungai harus memperhatikan daya rusak
air akibat hidraulik jump, yang berakibat lokal scouring dan agradasi terutama di
hilir bendung.
2. Kajian secara hidrolika aliran terhadap tipe bendung yang diuji menunjukkan bahwa
kondisi untuk keamanan terhadap scouring adalah bendung tipe 4, dimana aliran
relatif masih seragam dan tidak menimbulkan olakan yang berarti di hilir untuk
kondisi debit banjir 25,50 dan 100 tahunan.
3. Bendung ferosemen dapat dijadikan alternatif pengganti bendung karet eksisting
dengan memanfaatkan pondasi yang ada

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1986. Standar Perencanaan Irigasi KP 02, Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen
Pekerjaan Umum.
Anonim.1996. Laporan Survey Investigasi dan Desain Bendung Karet di Daerah Aliran Sungai
Way Sekampung dan Way Tulang Bawang, PT. Nadeco Duta.
Djausal, A. 2004. Pengantar Ferosemen . Cetakan Pertama. Pusat Pengembangan Ferosemen
Indonesia. Lampung, 80 hal.
Djausal, A. 2004. Struktur dan Aplikasi Ferosemen . Cetakan Pertama. Pusat Pengembangan
Ferosemen Indonesia. Lampung, 102 hal
Naaman, A.E., 2000, Ferrocement & Laminated Cementitious Composites, Techno Press 3000,
Michigan, USA
Sosrodarsono,Suyono. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan. PT. Pradnya Paramita : Jakarta.

ISBN : 978-979-1165-74-7

VIII - 243

Anda mungkin juga menyukai