Anda di halaman 1dari 19

Pentingnya Metode Polya dan Bentuk Soal Cerita dalam

Pembelajaran Matematika
Posted by Hadi Susanto on 24 Mei 2013
Posted in: Pembelajaran. Tinggalkan komentar
Pendahuluan
Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang tadinya berpusat pada guru (teacher
centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (learner centered) diharapkan dapat
mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku.
Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada siswa , siswa memperoleh kesempatan dan
fasilitas untuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh
pemahaman yang mendalam (deep learning) dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas
hasil belajar siswa.
Pembelajaran yang inovatif dengan pendekatan berpusat pada siswa (student centered learning)
memiliki keragaman metode pembelajaran yang menuntut partisipasi aktif dari siswa. Metodemetode tersebut antara lain adalah: a) berbagi informasi, b) belajar dari pengalaman (experience
Based), c) pembelajaran melalui pemecahan masalah (problem solving based).
Problem Solving dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan
kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat tiga ciri utama dari
problem solving.

Problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam


implementasi Problem Solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa.
Problem Solving tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat,
kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui problem solving siswa aktif
berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.

Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. problem solving


menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa
masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.

Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.


Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan
induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara secara sistematis dan empiris. Sistematis
artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris
artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.

Metode pemecahan masalah merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk aktif, kreatif
dan mampu berfikir logis, kritis dan mampu berfikir tingkat tinggi dalam menyampaikan
gagasannya untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapinya. Metode pemecahan masalah

ini mampu membuat siswa untuk lebih aktif dan kreatif saat pembelajaran berlangsung.
Diharapkan dengan pembelajaran metode pemecahan masalah model Polya ini dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Matematika kedudukannya sebagai ratunya ilmu pengetahuan dan sebagai suatu ilmu yang
berfungsi untuk melayani ilmu pengetahuan. Maka matematika tumbuh dan berkembang untuk
dirinya sendiri sebagai suatu ilmu, juga untuk melayani kebutuhan ilmu pengetahuan dalam
pengembangan dan oprasionalnya. (Suherman, 2001:29). Adapun faktor yang sangat
mempengaruhi perkembangan pendidikan salah satunya adalah IPTEK, karena hubunganya
sangat erat dengan ilmu pengetahuan yang merupakan hasil eksplorasi secara sistem dan
terorganisasi mengenai alam semesta, dan teknologi. salah satunya di sini adalah ilmu
matematika. Sebagaimana menurut Ruseffendi (2006:94) bahwa Kita harus menyadari bahwa
matematika itu penting sebagai alat bantu, sebagai ilmu, sebagai pembimbing pola berfikir,
maupun sebagai bentuk sikap. Oleh karena itu guru harus mandorong siswa untuk belajar
matematika dengan baik.
Faktor yang sangat mendukung keberhasilan pendidikan di sekolah adalah kompetensi tertentu
yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam upaya mengefektifkan proses belajar mengajar.
Maka disinilah guru harus menjadi contoh teladan, membangkitkan motif belajar siswa serta
mendorong dan memberikan motivasi terhadap siswanya.
Menurut Slameto (1995:9), Belajar yang penting adalah penyesuaian pertama yaitu memperoleh
respon yang tepat untuk memecahkan masalah problem yang dihadapi. Belajar yang penting
bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperolh Insight. Teori
ini dikenal dengan teori Gestalt yang dikemukakan oleh Koffa dan Kohler dari Jerman. Dalam
teori ini lebih banyak belajar melalui pengalaman, oleh karena itu pengajaran lebih diarahkan
kepada siswa lebih banyak belajar melalui pengalaman dalam memecahan permasalahan yang
dihadapi. Oleh karena itu pengajaran lebih diarahkan kepada siswa untuk melakukan pemecahan
masalah atau problem solving. Berdasarkan ungkapan di atas, maka metode pemecahan masalah
sebagai alternatif pembelajaran layak untuk dipilih karena pada metode ini siswa dilibatkan
secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
Salah satu model pemecahan masalah adalah model Polya. Langkah-langkah dalam
pembelajaran problem solving menurut Polya ada empat, yaitu : 1) memahami masalah,(2)
menentukan rencana strategi penyelesaian masalah, 3) menyelesaikan strategi penyelesaian
masalah, dan 4) memeriksa kembali jawaban yang diperoleh. Pembelajaran ini dimulai dengan
pemberian masalah, kemudian siswa berlatih memahami, menyusun strategi dan melaksanakan
strategi sampai dengan menarik kesimpulan. Guru membimbing siswa pada setiap langkah
problem solving dengan memberikan pertanyaan yang mengarah pada konsep.
Dalam implemantasinya di lapangan sampai saat ini proses pembelajaran yang berpusat pada
siswa masih mengalami banyak kendala. Salah satu kendalanya adalah rendahnya kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah yang ditandai dengan 1) rendahnya kemampuan siswa dalam
menganalisis masalah, 2) rendahnya kemampuan siswa dalam merancang rencana penyelesaian
masalah, dan 3) rendahnya kemampuan siswa dalam melaksanakan perhitungan terutama yang
berkaitan dengan materi apersepsi yang mendukung proses pemecahan masalah.

Mengacu pada berbagai teori diatas maka metode problem solving model Polya sangat tepat
untuk diterapkan sebagai solusi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan
masalah matematika.
Belajar
Pengertian belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil
pengalaman (Tim MKPMB 2001:8). Sedangkan pembelajaran merupakan penataan lingkungan
yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Dengan
demikian proses belajar bersifat eksternal dan unik dalam diri individu siswa, sedangkan
pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku.
Ada beberapa pendapat tentang belajar matematika di antaranya dijelaskan oleh Gagne dalam
Herman Hudoyo (2003:36) mengatakan bahwa dalam belajar matematika ada dua yang dapat
diperoleh siswa, yaitu objek langsung tak langsung. Obyek langsung berupa fakta, keterampilan,
konsep dan aturan. Sedang obyek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan
memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika.
Apabila pembelajaran matematika ingin mencapai hasil yang maksimal maka perlu memadukan
langkah-langkah pemecahan masalah sehingga objek langsung dan tidak langsung dapat diterima
siswa. Kemandirian belajar dalam memecahkan masalah perlu diupayakan dalam pembelajaran
matematika tanpa adanya pembelajaran yang berkualitas maka siswa tidak dapat memperoleh
keterampilan dan kemandirian dalam memecahkan masalah.
Jhonson dan Myklebust dalam Mulyono (1999:252) menyebutkan bahwa matematika adalah
bahasa simbol yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif
dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Learner dalam
Mulyono (1999:252) mengemukakan bahwa matematika di samping sebagai bahasa simbolis
juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan
mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitats. Demikian juga pendapat Klien
(1981:172) dalam Mulyono dijelaskan pula bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan
ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara
bernalar induktif.
Ide manusia sebagaimana pendapat para ahli di atas, berbeda-beda tergantung dari
pengalamannya dan pengetahuan masing-masing. Ada juga yang mengatakan bahwa matematika
adalah hanya perhitungan yang mencakup aljabar, geometri, aritmatika dan trigonometri. Banyak
pula yang mengatakan bahwa matematika mencakup segala sesuatu yang berkaitan berpikir
logis. Mulyono Abdurahman (1999:254) mengemukakan bahwa masalah matematika digunakan
orang untuk menghadapi masalah yang dihadapinya, manusia akan menggunakan matematika
untuk informasi berkaitan dengan masalah yang dihadapi, pengetahuan tentang bilangan, bentuk
dan ukuran, dan kemampuan untuk menghitung serta kemampuan untuk mengingat dan
menggunakan hubungan-hubungan. Dengan demikian matematika memiliki urgensi yang
penting bagi kehidupan manusia, dan matematika diperlukan untuk membantu manusia dalam
berpikir kritis dan rasional.

Pentingnya Matematika
Sebagaimana dijelaskan di muka, bahwa matematika sangat diperlukan dalam kehidupan
manusia, maka matematika perlu diajarkan bagi siswa SD. Hal ini sebagaimana dijelaskan
Mulyono Abdurahman (1999:253) yakni ada lima alasan: a) sarana berpikir yang jelas dan logis,
b) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, c) sarana mengenal pola-pola
hubungan dan generalisasi pengalaman, d) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan e)
sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.
Kelima alasan tersebut di atas senada dengan yang dijelaskan Cockroft dalam Mulyono
(1999:253) menyebutkan bahwa ada beberapa alasan perlunya matematika diajarkan pada siswa
yaitu 1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, 2) semua bidang studi memerlukan
keterampilan matematika yang sesuai, 3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, 4) dapat
digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, 5) meningkatkan kemampuan
berpikir logis, ketelitian, kesadaran, dan keruangan, 6) memberi kepuasan terhadap usaha
memecahkan masalah yang menantang. Oleh karena itu, Lerner dalam Djamarah (2000:253)
mengemukakan bahwa hendaknya kurikulum matematika mencakup tiga elemen yaitu konsep,
keterampilan, dan pemecahan masalah.
Dewan Nasional untuk pengajaran matematika Amerika Serikat seperti disebutkan bahwa
kurikulum matematika yang diberlakukan di sekolah-sekolah Amerika hendaknya mencakup 10
kemampuan sebagai berikut.

Pemecahan masalah.

Penerapan matematika dalam situasi kehidupan sehari-hari.

Ketajaman perhatian terhadap kelayakan hasil,

Perkiraan

Keterampilan perhitungan yang sesuai.

Geometri

Pengukuran

Membaca, menginterpretasikan, membuat tabel, cart, dan grafik.

Menggunakan matematika untuk meramalkan, dan

Melek komputer (computer literacy) (Mulyono.1999:254).

Kesepuluh macam kemampuan tersebut diusulkan agar masuk dalam kurikulum pada sekolahsekolah di Amerika Serikat sejak tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Dengan demikian

matematika bukan hanya sebagai mata pelajaran hafalan atau sekedar paham rumus tetapi tidak
mengerti cara aplikasinya dalam kehidupan siswa. Pemecahan masalah yang terkait dalam
kehidupan sosial, matematika sebagai suatu ilmu dapat membantu untuk memecahkannya
berkenaan dengan kehidupan sehari-hari siswa tersebut.
Metode Polya
George Polya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menunjukkan kepada guru
bagaimana cara memberikan bantuan dan petunjuk khusus, sehingga siswa terbimbing untuk
mengetahui tentang pemecahan masalah matematika. Saran-saran yang diberikan berupa
seperangkat pertanyaan atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu masalah.
Polya (1985) mengartikan pemecahan masalah sebagai satu usaha mencari jalan keluar dari satu
kesulitan guna mencapai satu tujuan yang tidak begitu mudah segera untuk dicapai, sedangkan
menurut utari (1994) dalam (hamsah 2003) mengatakan bahwa pemecahan masalah dapat berupa
menciptakan ide baru, menemukan teknik atau produk baru. Bahkan di dalam pembelajaran
matematika, selain pemecahan masalah mempunyai arti khusus, istilah tersebut mempunyai
interpretasi yang berbeda, misalnya menyelesaikan soal cerita yang tidak rutin dan
mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Polya(1985) mengajukan empat langkah fase penyelesaian masalah yaitu memahami masalah,
merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah dan melakukan pengecekan kembali semua
langkah yang telah dikerjakan. Fase memahami masalah tanpa adanya pemahaman terhadap
masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin menyelesaikan masalah tersebut dengan benar,
selanjutnya para siswa harus mampu menyusun rencana atau strategi.
Penyelesaian masalah, dalam fase ini sangat tergantung pada pengalaman siswa lebih kreatif
dalam menyusun penyelesaian suatu masalah, jika rencana penyelesaian satu masalah telah
dibuat baik tertulis maupun tidak. Langkah selanjutnya adalah siswa mampu menyelesaikan
masalah, sesuai dengan rencana yang telah disusun dan dianggap tepat. Dan langkah terakhir dari
proses penyelesaian masalah menurut polya adalah melakukan pengecekan atas apa yang
dilakukan. Mulai dari fase pertama hingga hingga fase ketiga. Dengan model seperti ini maka
kesalahan yang tidak perlu terjadi dapat dikoreksi kembali sehingga siswa dapat menemukan
jawaban yang benar-benar sesuai dengan masalah yang diberikan.
Tingkat kesulitan soal pemecahan masalah harus di sesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa.
Hasil penelitian Driscol (1982). Pada anak usia sekolah dasar kemampuan pemecahan masalah
erat sekali hubungannya dengan pemecahan masalah. Disadari atau tidak setiap hari kita
diperhadapkan dengan berbagai masalah yang dalam penyelesaiannya, sering kita diperhadapkan
dengan masalah-masalah yang pelik dan tidak bisa diselesaikan dengan segera. Dengan
demikian, tugas guru adalah membantu siswa dalam menyelesaikan masalah dengan spektrum
yang luas yakni membantu siswa dalam memehami masalah, sehingga kemampuan dalam
memahami konteks masalah bisa terus berkembang menggunakan kemampuan inguiri dalam
menganalisa alasan mengapa masalah itu muncul.

Dalam matematika hal seperti itu biasanya berupa pemecahan masalah yang didalamnya termuat
soal cerita untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah hal yang perlu
ditingkatkan adalah kemampuan menyangkut berbagai hal teknik dan strategi pemecah
masalah,pengetahuan, keterampilan dan pemahaman merupakan elemen-elemen penting dalam
belajar matematika terkadang guru menghadapi kesulitan dalam mengajarkan cara
menyelesaikan masalah dengan baik. Sementara dipihak lain siswa mengalami kesulitan
bagaimana menyelesaikan masalah yang diberikan guru, kesulitan ini muncul, karena mencari
jawaban dipandang sebagai satu-satunya tujuan yang ingin dicapai, karena hanya terfokus pada
jawaban.

Metode Polya dalam Pengajaran Matematika


Memecahkan suatu masalah merupakan suatu aktivitas dasar bagi manusia. Kenyataan
menunjukkan bahwa sebagian besar kehidupan manusia berhadapan dengan masalah-masalah.
Oleh sebab itu kita perlu mencari cara penyelesainnya. Jika gagal dengan satu cara dalam
menyelesaikan masalah maka harus mencoba dengan cara lain untuk menyelesaikan masalah
tersebut dan harus berani menghadapi masalah untuk menyelesaikannya.
Sebagaimana tercantum dalam kurikulum matematika sekolah bahwa tujuan diberikannnya
matematika dari tingkat Sekolah Dasar sampai dengan SMA antara lain agar siswa mampu
menghadapi perubahan keadaan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas
dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif (Tim MKDK IKIP
Semarang 1998:65) . Hal ini, jelas merupakan tuntutan yang sangat tinggi yang tidak mungkin
bisa dicapai hanya melalui hafalan, latihan mengerjakan soal yang bersifat rutin, serta proses
pembelajaran biasa. Untuk menjawab tuntutan tujuan yang demikian tinggi maka perlu
dikembangkan materi serta proses pembelajaran yang sesuai.
Berdasarkan teori belajar yang dikemukakan Gagne bahwa keterampilan intelektual tingkat
tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan tipe
belajar paling tinggi dari delapan tipe belajar yang dikemukakan Gagne, yaitu : belajar, isyarat,
stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep,
pembentukan aturan, dan pemecahan masalah. Herman Hudoyo (2001:42) menyatakan bahwa
dalam pemecahan masalah biasanya ada lima langkah yang harus ditempuh, yaitu:

menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas.

menyatakan masalah dalam bentuk yang lebih operasional.

menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik.

mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya, dan

mengecek kembali hasil yang sudah diperoleh.

Menurut Polya dalam Tim MKPBM Jurusan Matematika (2001:84) disebutkan bahwa Solusi
soal pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian, yaitu: memahami masalah,
merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan
kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Fase pertama adalah memahami
masalah. Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin
mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Selanjutnya mereka harus mampu
menyusun rencana penyelesaian masalah. Fase kedua adalah menyelesaikan masalah sesuai
rencana. Kemampuan menyelesaikan fase kedua ini sangat tergantung pada pengalaman siswa
dalam menyelesaikan masalah. Semakin bervariasi pengalaman mereka, ada kecenderungan
siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu masalah, dilanjutkan
penyelesaian masalah sesuai rencana yang dianggap paling tepat. Langkah terakhir dari proses
penyelesaian masalah menurut Polya adalah melakukan pengecekan atas apa yang telah
dilaksanakan mulai dari fase pertama sampai fase penyelesaian ketiga.
Langkah-langkah Metode Polya
Langkah-langkah Polya meliputi: menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas,
menyatakan masalah dalam bentuk yang lebih operasional, menyusun hipotesis-hipotesis kerja
dan prosedur kerja yang perkirakan baik, mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk
memperoleh hasilnya, mengecek kembali hasil yang sudah diperoleh Tim MKPBM Matematika (
2001:84 ). Langkah-langkah Polya pada dasarnya adalah belajar metode-metode ilmiah atau
berpikir secara sistematis, logis, dan teratur secara teliti. Tujuanya adalah untuk memperoleh
kemampuan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas.
Pentingnya Pemecahan Masalah dalam Matematika
Mengajarkan siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah memungkinkan siswa itu menjadi
lebih analitik dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan sehari-hari (Herman Hudoyo
2001:167), dengan kata lain, jika seorang siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah, maka
siswa itu akan mampu mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, menganalisis informasi
dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang telah diperolehnya.
Menurut Polya dalam Herman Hudoyo (2001:164-165) bahwa di dalam matematika terdapat dua
macam masalah yaitu:
1. Masalah menemukan. Masalah menemukan dapat teoritis atau praktis, abstrak, termasuk
teka-teki menemukan ini lebih penting dalam matematika elementer. Bagian utama dari
masalah ini adalah 1) Apakah yang dicari? 2) Bagaimana data yang diketahui? 3)
Bagaimana syaratnya? Ketiga bagian utama tersebut merupakan landasan untuk
menyelesaikan masalah.
2. Masalah membuktikan. Masalah membuktikan digunakan untuk menunjukkan suatu
pernyataan itu benar atau salah tetapi tidak keduanya. Herman Hudoyo (2001:45)
menyatakan bahwa bagian utama yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah
membuktikan adalah hipotesis dan konklusi dari suatu teorema.

Masalah membuktikan lebih banyak dijumpai dalam matematika lanjut. Dari dua jenis masalah
tersebut di atas yang menjadi fokus dalam penulisan ini adalah masalah menemukan. Menurut
Pandoyo dalam Muklis (1999:10) dikatakan bahwa masalah dalam pelajaran matematika adalah
suatu soal matematika menjadi masalah bagi siswa apabila siswa tidak mempunyai kemampuan
untuk menyelesaikan ditinjau dari kematangan ilmu, siswa belum mempunyai algoritma atau
prosedur untuk menyelesaikan, dan siswa kurang berkeinginan untuk menyelesaikan masalah
tersebut.
Materi matematika yang diberikan kepada siswa dalam bentuk masalah akan memberi motivasi
kepada mereka untuk mempelajari pelajaran tersebut menurut Herman Hudoyo dalam Muklis
(1999:10). Para siswa merasa puas jika mereka dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi,
kepuasan ini merupakan suatu hadiah instrinsik bagi siswa lebih lama apabila dibandingkan
dengan tipe belajar yang lain. Berdasarkan uraian di atas bahwa metode pemecahan masalah
dalam pengajaran matematika perlu dikembangkan dan merupakan metode yang sangat tepat
untuk soal cerita. Metode pemecahan masalah adalah metode yang sangat essensial untuk topik
tertentu sebab mempunyai dampak positif antara lain :

siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisis dan
akhirnya mampu meneliti kembali hasil yang telah dicapai.

kepuasan intelektual akan timbul dari dalam diri siswa dan dapat digunakan sebagai
hadiah instrinsik bagi siswa.

potensi intelektual siswa meningkat.

siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan proses penemuan.

Perencanaan Mengajarkan Pemecahan Masalah


Mengajar siswa untuk memecahkan masalah perlu perencanaan. Secara garis besar, perencanaan
itu sebagai berikut.
1. Merumuskan tujuan. Tujuan itu hendaknya menyatakan bahwa siswa akan mampu
menyelesaikan masalah-masalah yang tidak rutin. Soal-soal yang serupa benar hendaknya
dihindarkan sebab soal-soal yang demikian itu menjadi bukan masalah lagi bagi siswa
tertentu.
2. Memerlukan pra-syarat. Untuk menyelesaikan setiap masalah matematika, seorang siswa
memerlukan pra-syarat pengetahuan, keterampilan dan pemahaman. Guru harus
mengindentifikasi apa-apa yang sudah dipelajari siswa untuk suatu masalah sehingga
masalah-masalah
yang
cocok
sajalah
yang
disajikan
kepada
para
siswa. Misalnya: Buktikan jumlah dua bilangan prima kembar yang bukan 3 dan 5 habis
dibagi 6. Prasyarat yang perlu dimiliki seorang siswa untuk menyelesaikan masalah itu

adalah bahwa siswa itu sudah mengerti arti habis dibagi 6, bilangan prima dan bilangan
prima kembar. la sudah terampil menggunakan operasi membagi.
3. Mengajarkan Pemecahan Masalah. Untuk belajar memecahkan masalah, para siswa
harus mempunyai kesempatan untuk menyelesaikan masalah. Apabila mereka berhasil
menyelesaikan masalah, mereka perlu mendapatkan penghargaan. Jadi mereka perlu
mendapatkan pendekatan pedagogik untuk menyelesaikan masalah. Yang menjadi
pertanyaan ialah bagaimana seorang guru menyiapkan masalahmasalah untuk para siswa
dan bagaimana guru itu membuat para siswa tertarik dan suka menyelesaikan masalah
yang dihadapi. Guru harus mempunyai bermacam-macam masalah yang cocok sehingga
bermakna bagi para siswanya. Sumber-sumber boleh diambil dari buku-buku, majalahmajalah yang berhubungan dengan matematika sekolah. Berikan masalah-masalah itu
sebagai pekerjaan rumah. Pada suatu saat boleh juga para siswa memilih sendiri masalahmasalah itu, mengerjakan masalah-masalah tersebut, membicarakannya dan kemudian
menyajikan penyelesaianya di depan kelas.
Masalah-masalah tersebut dapat dikerjakan secara individu atau kelompok. Agar supaya para
siswa tertarik dan suka menyelesaikan masalah yang dihadapi perlu diberikan penghargaan.
penghargaan itu dapat berupa nilai atau penghargaan khusus lainnya. Pujian juga jangan
dilupakan. Hal itu semuanya merupakan cara yang efektif untuk mendorong keberhasilan,
walaupun banyak juga para siswa yang dengan senang hati menyelesaikan masalah-masalah
yang dihadapi mereka memberikan penghargaan kepada diri mereka sendiri dengan kcberhasilan
mereka itu.
Pertanyaan berikutnya yang timbul: Bagaimana seorang siswa memulai menyelesaikan suatu
masalah? Bagaimana strategi yang dapat dilakukan? Kemampuan apa yang akan bermanfaat
baginya untuk menyelesaikan masalah itu? Ketiga hal ini, secara bersama-sama merupakan
usaha untuk menemukan. Untuk dapat mengajarkan pemecahan masalah dengan baik ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1. Waktu yang diperlukan, untuk menyelesikan masalah sangat relatif artinya jika seseorang
diperhadapkan dengan satu masalah dengan waktu yang diberikan untuk
menyelesaikannya tidak dibatasi, maka kecendrungannya, orang tersebut tidak akan
mengkonsentrasikan fikirannya secara penuh pada proses penyelesaian masalah yang
diberikan.
2. Perencanaan, aktivitas pembelajaran dan waktu yang diperlukan harus direncanakan serta
dikoordinasikan, sehingga siswa memiliki kesempatan yang cukup untuk menyelesaikan
berbagai masalah dan menganalisis serta mendiskusikan pendekatan yang mereka pilih.
3. Sumber, buku matematika biasanya banyak memuat masalah yang sifatnya hanya rutin,
maka guru dituntut untu menyembunyikan masalah-masalah lain sehingga dapat
menambah soal pemecahan masalah.

4. Teknologi, sekalipun banyak kalangan yang tidak setuju dengan penggunaan kalkulator
disekolah akan tetapi pada hal tertentu dapat digunakan, karena alat tersebut perlu
dipertimbangkan penggunaannya.

Langkah-langkah Penerapan Strategi Penyelesaian Masalah Menurut Polya.


Berbicara pemecahan masalah, kita tidak bisa terlepas dari tokoh utamanya yaitu Polya. Menurut
polya dalam pemecahan masalah. Ada empat langkah yang harus dilakukan. Keempat tahapan ini
lebih dikenal dengan See (memahami problem), Plan (menyusun rencana), Do (melaksanakan
rencana) dan Check (menguji jawaban), sudah menjadi jargon sehari-hari dalam penyelesaian
problem sehingga Polya layak disebut dengan Bapak problem solving.
Gambaran umum dari Kerangka kerja Polya
1.

Pemahaman pada masalah (Identifikasi dari tujuan)

Langkah pertama adalah membaca soalnya dan meyakinkan diri bahwa anda memahaminya
secara benar. Tanyalah diri anda dengan pertanyaan :

Apa yang tidak diketahui?

Kuantitas apa yang diberikan pada soal?

Kondisinya bagaimana?

Apakah ada kekecualian?

Untuk beberapa masalah akan sangat berguna untuk membuat diagranmnya dan mengidentifikasi
kuantitas-kuantitas yang diketahui dan dibutuhkan pada diagram tersebut. Biasanya dibutuhkan
membuat beberapa notasi ( x, a, b, c, V=volume, m=massa dsb ).
2.

Membuat Rencana Pemecahan Masalah

Kedua: Carilah hubungan antara informasi yang diberikan dengan yang tidak diketahui yang
memungkinkan anda untuk memghitung variabel yang tidak diketahui. Akan sangat berguna
untuk membuat pertanyaan: Bagaimana saya akan menghubungkan hal yang diketahui untuk
mencari hal yang tidak diketahui? . Jika anda tak melihat hubungan secara langsung, gagasan
berikut ini mungkin akan menolong dalam membagi masalah ke sub masalah

Membuat sub masalah

Pada masalah yang komplek, akan sangat berguna untuk membantu jika anda
membaginya kedalam beberapa sub masalah, sehingga anda dapat membangunya untuk
menyelesaikan masalah.

Cobalah untuk mengenali sesuatu yang sudah dikenali.

Hubungkan masalah tersebut dengan hal yang sebelumnya sudah dikenali. Lihatlah pada
hal yang tidak diketahui dan cobalah untuk mengingat masalah yang mirip atau memiliki
prinsip yang sama.

Cobalah untuk mengenali polanya.

Beberapa masalah dapat dipecahkan dengan cara mengenali polanya. Pola tersebut dapat
berupa pola geometri atau pola aljabar. Jika anda melihat keteraturan atau pengulangan
dalam soal, anda dapat menduga apa yang selanjutnya akan terjadi dari pola tersbut dan
membuktikannya.

Gunakan analogi

Cobalah untuk memikirkan analogi dari masalah tersebut, yaitu, masalah yang mirip,
masalah yang berhubungan, yang lebih sederhana sehingga memberikan anda petunjuk
yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah yang lebih sulit. Contoh, jika masalahnya
ada pada ruang tiga dimensi, cobalah untuk melihat masalah sejenis dalam bidang dua
dimensi. Atau jika masalah terlalu umum, anda dapat mencobanya pada kasus khusus

Masukan sesuatu yang baru

Mungkin suatu saat perlu untuk memasukan sesuatu yang baru, peralatan tambahan,
untuk membuat hubunganantara data dengan hal yang tidak diketahui.Contoh, diagram
sangat bermanfaat dalam membuat suatu garis bantu.

Buatlah kasus

Kadang-kadang kita harus memecah sebuah masalah kedalam beberapa kasus dan
pecahkan setiap kasus terbut.

Mulailah dari akhir (Asumsikan Jawabannya). Sangat berguna jika kita membuat pemisalan
solusi masalah, tahap demi tahap mulai dari jawaban masalah sampai ke data yang diberikan
3.

Malaksanakan Rencana

Ketiga. Menyelesaikan rencana anda. Dalam melaksanakan rencana yang tertuang pada langkah
kedua, kita harus memeriksa tiap langkah dalam rencana dan menuliskannya secara detail untuk
memastikan bahwa tiap langkah sudah benar. Sebuah persamaan tidaklah cukup!

4.

Lihatlah kembali

Keempat. Ujilah solusi yang telah didapatkan. Kritisi hasilnya. lihatlah kelemahan dari solusi
yang didapatkan (seperti: ketidak konsistenan atau ambiguitas atau langkah yang tidak benar)
Pada saat guru menggunakan strategi ini, sebaiknya ditekankan bahwa penggunaan objek yang
dicontohkan dapat diganti dengan satu model yang lebih sederhana, misalnya :

Membuat gambar atau diagram. Penekanan ini perlu dilakukan bahwa gambar atau
diagram yang dibuat tidak perlu sempurna, terlalu bagus atau terlalu aktual, yang penting
bagian-bagian terpenting dari gambar itu dapat memperjelas masalah.

Menemukan pola. Kegiatan matematika yang berkaitan dengan proses menemukan suatu
poladari sejumlah data yang diberikan, dapat mulai dilakukan melalui sekumpulan
gambar atau bilangan. Kegiatan yang mungkin dilakukan antara lain dengan
mengobservasi sifat-sifat yang dimiliki bersama oleh kumpulan gambar atau bilangan
yang tersedia. Sebagai suatu strategi untuk pemecahan masalah, pencarian pola yang
pada awalnya hanya dilakukan secara pasif melalui permasalahan yang dikeluarkan oleh
guru, pada suatu saat keterampilan itu akan terbentuk dengan sendirinya sehingga pada
saat menghadapi permasalahan tertentu, salah satu pertanyaan yang mungkin muncul
pada benak seseorang antara lain adalah : Adakah pola atau keteraturan tertentu yang
mengaitkan tiap data yang diberikan?. Tanpa melalui latihan sangat sulit bagi seseorang
untuk menyadari bahwa dalam permasalahan yang dihadapinya terdapat pola yang bisa
diungkap.

Membuat tabel. Mengorganisasi data ke dalam sebuah tabel dapat membantu kita dalam
mengungkapkan suatu pola tertentu serta dalam mengidentifikasi informasi yang tidak
lengkap. Penggunaan tabel merupakan langkah yang sangat efisien untuk melakukan
klasifikasi serta menyusun sejumlah besar data sehingga apabila muncul pertanyaan baru
berkenaan dengan data tersebut, maka kita akan dengan mudah menggunakan data
tersebut, sehingga jawaban pertanyaan tadi dapat diselesaikan dengan baik.

Memperhatikan semua kemungkinan secara sistematik. Strategi ini biasanya digunakan


bersamaan dengan strategi mencari pola dan menggambar tabel. Dalam menggunakan
strategi ini, kita tidak perlu memperhatikan keseluruhan kemungkinan yang bisa
terjadi.Yang kita perhatikan adalah semua kemungkinan yang diperoleh dengan cara
sistematik. Yang dimaksud sistematik disini misalnya dengan mengorganisasikan data
berdasarkan kategori tertentu. Namun demikian, untuk masalah-masalah tertentu,
mungkin kita harus memperhatikan semua kemungkinan yang bisa terjadi.

Tebak dan periksa ( Guess and Check ). Strategi menebak yang dimaksudkan disini
adalah menebak yang didasarkan pada alasan tertentu serta kehati-hatian. Selain itu,
untuk dapat melakukan tebakan dengan baik seseorang perlu memiliki pengalaman cukup
yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi.

Soal Cerita
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dari kata soal dan cerita yang mempunyai arti hal atau
masalah yang harus dipecahkan dan cerita artinya tuturan yang membentangkan bagaimana
terjadinya suatu hal yang dipecahkan. Dalam pengajaran matematika, pemecahan masalah sudah
umumnya dalam bentuk soal cerita, biasanya soal cerita disajikan dalam cerita pendek. Cerita
yang diungkapkan dapat merupakan masalah kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini yang
dimaksud soal cerita adalah soal matematika yang disajikan dengan kalimat yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari serta memuat masalah yang menuntut pemecahan. Soal cerita yang
dimaksud dalam tulisan ini adalah soal Matematika yang dinyatakan dalam bentuk cerita. Soal
cerita yang baik adalah yang berkaitan erat dengan keadaan yang dialami siswa dalam kehidupan
sehari-hari.
Kemampuan siswa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal cerita tidak hanya kemampuan
skill (keterampilan) dan mungkin algoritma tertentu saja melainkan dibutuhkan juga kemampuan
yang lain, yaitu kemampuan dalam menyusun rencana atau strategi yang akan digunakan dalam
mengerjakan soal. Menurut Tim Matematika Depdikbud (1983:27)setiap soal cerita dapat
diselesaikan dengan rencana sebagai berikut:

Membaca soal itu dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan yang ada dalam
soal tersebut.

Menuliskan kalimat matematika yang menyatakan hubungan-hubungan itu dalam bentuk


operasi-operasi bilangan.

Menyelesaikan kalimat matematika tersebut, artinya mencari bilangan mana yang


membuat kalimat matematika itu menjadi benar.

Menggunakan penyelesaian itu untuk menjawab pertanyaan yang dikemukakan di dalam


soal.

Menurut Sumarmo dan Sukahar (1996:112) menjelaskan bahwa untuk menyelesaikan soal cerita
matematika siswa dapat menggunakan langkah-langkah sebagai berikut.

Menulis apa yang diketahui.

Menulis apa yang ditanyakan.

Menulis pengerjaan atau operasi matematika yang diperlukan.

Menulis kalimat bilangan atau kalimat matematika.

Mengerjakan kalimat bilangan dan dicari hasilnya.

Dari hasil itu ditulis jawaban soal cerita.

Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan di sekolah menengah dalam proses
pembelajarannya membutuhkan instrumen penilaian dalam bentuk tes hasil belajar (khususnya
tes prestasi akademik). Tes hasil belajar matematika merupakan salah satu instrumen yang harus
dibuat guru yang berisi sekumpulan pertanyaan yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan
siswa dalam pembelajaran. Tes juga dipakai sebagai acuan dalam mengevaluasi tingkat
penguasaan siswa terhadap materi pelajaran matematika yang diberikan selama periode tertentu
(Depdiknas, 2005:14).
Ada dua tipe tes yang digunakan yaitu tes objektif dan tes uraian(essay) Tes objektif adalah tes
yang telah disediakan pilihan jawabannya, di antaranya dalam bentuk: benar-salah (true-false),
pilihan ganda(muliple choice), menjodohkan (mathching) dan isian singkat (short answer).
Sedangkan tes uraian berupa soal yang masing-masing memuat permasalahan dan menuntut
penguraian sebagai jawaban. Soal cerita termasuk kategori soal uraian, sehingga siswa dituntut
mengorganisasi sendiri jawaban yang diinginkan. Soal bentuk cerita biasanya memuat
pertanyaan yang menuntut pemikiran dan langkah-langkah penyelesaaian secara sistematis. Hal
ini menurut sebagian kalangan siswa menjadi kendala baik dari kemampuan menangkap makna
kalimat maupun kemampuan mengetahui prosedur penyelesaiannya. Dengan demikian soal
cerita dapat dikategorikan sebagai masalah bagi sebagian besar siswa.
Soal cerita dalam pengajaran matematika menjadi sangat penting bagi perkembangan proses
berpikir peserta didik sehingga keberadaannya mutlak diperlukan. Menurut tim matematika
Depdikbud (1983), setiap soal cerita dapat diselesaikan dengan rencana sebagai berikut:

Membaca dan memahami soal, kemudian memikirkan hubungan antar faktor-faktor yang
ada dalam soal tersebut.

Menulis kalimat matematika yang menyatakan hubungan-hubungan itu dalam bentuk


operasi-operasi bilangan.

Menyelesaikan kalimat matematika tersebut.

Menggunakan penyelesaian tersebut untuk menjawab pertanyaan yang ada dalam soal.

Manfaat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita


Melatih siswa untuk memecahkan masalah dan menyelesaikan soal cerita, siswa diharapkan
mampu mengambil keputusan. Hal ini disebabkan siswa tersebut menjadi terampil tentang
bagaimana mengumpulkan informasi yang relefan, menganalisis informasi dan menyadari betapa
perlunya meneliti kembali hasil yang diperoleh (Herman Hudoyo,1998:81). Apabila latihan
tersebut dapat dilakukan sedini mungkin, maka berarti akan membiasakan siswa untuk
memecahkan dan menyelesaikan soal cerita. Mengingat besarnya peranan matematika pada
disiplin ilmu lain, maka kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan penyelesaian soal
cerita, perlu sedini mungkin ditingkatkan. Peningkatan tersebut dapat ditempuh dengan cara
mengajar matematika dengan penekanan pada eksplorasi serta model berpikir matematika.

Soal Cerita dalam Pembelajaran Matematika


Kenyataan terjadi di Sekolah Dasar sering dijumpai dua bentuk soal matematika yaitu soal dalam
bentuk cerita dan soal dalam bentuk bilangan. Soal cerita sering disiapkan dalam bentuk cerita
pendek yang menyangkut kehidupan sehari-hari. Panjang pendeknya kalimat yang digunakan
untuk mengungkapkan soal cerita tersebut sangat berpengaruh. Dalam penelitian ini yang
dimaksud soal cerita adalah soal cerita yang disajikan dengan kalimat-kalimat yang disajikan
dengan kalimat-kalimat yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, serta memuat masalah
yang menuntut pemecahan.
Soal cerita dalam pengajaran matematika sangat penting bagi perkembangan proses berpikir
siswa, sehingga keberadaannya mutlak diperlukan. Soejadi dalam Muklis (1999:6) menyatakan
bahwa salah satu bahan ajar yang dapat menunjukkan suatu penalaran matematika adalah proses
penyelesaian soal cerita. misalnya: (1) masalah yang diketahui dalam soal; (2) apa yang
ditanyakan atau yang dicari; (3) operasi dan simbol apa saja yang terlibat dalam soal itu; (4)
model matematika manakah yang dapat diwakili soal itu; dan (5) apa yang telah dikuasai yang
perlu digunakan. Muklis (1999:6) menyatakan bahwa setiap soal cerita diselesaikan dengan
rencana sebagai berikut.

Membaca soal itu dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan yang ada dalam
soal tersebut.

Menuliskan apa yang diketahui dari soal tersebut.

Menuliskan apa yang ditanyakan.

Menuliskan kalimat matematika selanjutnya menyelesaikan sesuai dengan ketentuan.

Menuliskan kalimat jawabannya.

Menyelesaikan soal cerita diperlukan keterampilan dan kemampuan berpikir, sehingga bagi
siswa perlu ada bimbingan dari guru baik secara lisan maupun tertulis dalam menyelesaikan soal
cerita. Apabila tanpa bimbingan atau siswa harus menyelesaikan sendiri maka akan menjadi
masalah bagi siswa.
Pemecahan masalah didefinisikan oleh Polya dalam Muklis (1999:150) sebagai usaha untuk
mencari jalan keluar dari kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak dengan segera dapat
dicapai agar siswa tidak mengalami kesulitan dan mampu menangkap pengetahuan baru untuk
menyelesaikan masalah. Jika siswa benar-benar mengetahui prinsip-prinsip yang dipelajari
sebelumnya, siswa mampu memilih pengalaman-pengalaman yang lalu dan relevan dengan
masalah yang dihadapi. Misalnya siswa akan menyelesaikan soal cerita yang memuat pengerjaan
hitung campuran, maka siswa harus paham betul dengan operasi hitung yang telah dipelajari
sebelumnya dan dapat menyelesaikan sesuai dengan ketentuan. Sebagai konsekuensinya, agar
siswa tidak mengalami kesulitan maka pengajaran yang efektif harus mengubah bentuk

permasalahan ke dalam situasi yang telah dikenal siswa dengan bimbingan guru baik secara lisan
atau tertulis.
Manfaat Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Bentuk Soal Cerita
Dengan kemajuan teknologi peranan matematika sangat dibutuhkan, bukan hanya digunakan
pada ilmu teknik saja, melainkan pada ilmu sosialpun banyak menggunakan konsep-konsep
matematika. Oleh sebab itu sedini mungkin siswa dilatih untuk memecahkan masalah dengan
sering diberi soal yang berbentuk cerita, sehingga siswa terbiasa untuk mengambil keputusan
dengan cepat jika suatu saat siswa menjumpai masalah.
Hudoyo dalam Muklis (1999:8) mengatakan apabila latihan tersebut dapat dilakukan sedini
mungkin berarti siswa akan terbiasa untuk memecahkan masalah dan menyelesaikan soal yang
berbentuk cerita dengan cepat dan benar. Langkah-langkah dalam menyelesaikan soal cerita
menggunakan Metode Polya dengan langkah-langkahnya memungkinkan siswa untuk
mengerjakan secara sistematis, runtut, urut, tekun dan cermat. Dengan keterampilan memahami,
menuliskan kalimat matematika dan prosedur yang benar, maka siswa dalam menyelesaikan soal
cerita akan lebih cepat menguasai dan memecahkan. Hal yang demikian siswa akan lebih
meningkat kemampuannya dalam menyelesaikan soal cerita.
Menyelesaikan Soal Cerita dengan Langkah-langkah Polya
Pembelajaran Matematika Dalam hal kemampuan menyelesaikan soal cerita sangat dibutuhkan
untuk menunjang belajar mata pelajaran lain atau untuk hidup di masyarakat. Oleh sebab itu
perlu diadakan cara yang memudahkan siswa dalam menyelesaikan soal cerita yang dihadapi.
Polya membutuhkan waktu yang sangat lama untuk membimbing para siswa serta mencari cara
agar siswa dapat dengan mudah menyelesaikan soal cerita itu. Cara yang digunakan oleh Polya
untuk menyelesaikan soal cerita itu dikenal dengan langkah-langkah Polya, yang meliputi soal
cerita itu dibuat lebih operasional sebagai berikut.
1. Memahami masalah. Memahami masalah yang dimaksud adalah semua unsur yang ada di
dalam soal cerita ke dalam bentuk yang lebih jelas dengan menuliskan apa yang diketahui
dan apa yang ditanyakan.
2. Membuat Rencana Penyelesaian. Pada langkah ini siswa diminta untuk menuliskan
kalimat matematika dari soal cerita itu dengan menggunakan operasi hitung yang sudah
diketahui oleh siswa, misalnya +,- x,: dan penggunaan tanda ( ).
3. Pelaksanaan Rencana Penyelesaian. Pelaksanaan rencana ini adalah menyelesaikan
kalimat yang telah ditulis sesuai dengan aturan urutan operasi hitung yang berlaku.
4. Memeriksa Kembali. Pada langkah ini siswa diharapkan dapat memeriksa kembali
jawaban soal cerita dengan cara mencocokkan kembali antara hasil jawaban dengan soal
semula. Agar langkah tersebut di atas lebih jelas akan peneliti berikan beberapa contoh
soal cerita dan penyelesaiannya dengan menggunakan langkah-langkah Polya.

Kendala utama para siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita adalah lemahnya kemampuan
mereka dalam memahami maksud soal dan kurangnya keterampilan menyusun rencana
penyelesaiannya. Hal ini dapat dimaklumi mengingat bentuk soal yang disajikan selama ini baik
pada ulangan akhir semester maupun ujian nasional adalah bentuk pilihan ganda. Bentuk soal
pilihan ganda ini kurang efektif mengukur beberapa tipe pemecahan masalah, juga kurang efektif
mengukur kemampuan mengorganisir dan mengekspresikan ide (Depdiknas, 2005:21).
George Polya dalam Muzer (1993) telah menyajikan teknik-teknik pemecahan masalah yang
tidak hanya menarik tetapi juga dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa prinsip-prinsip yang
dipelajari selama belajar matematika akan ditransfer seluas-luasnya. Masalahnya sekarang adalah
: Masihkag guru terjebak dalam model pembelajaran konvensional dalam menyampaikan materi
pelajaran, padahal setiap materi pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda sehingga
memerlukan teknik yang berbeda pula?

DAFTAR PUSTAKA
Adjie, N. dan Maulana. (2006). Pemecahan Masalah Matematika. Bandung : UPI Press
Ahmadi, A. & Prasetya, J.T. (1997). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Ali Mufti Arief, 1998. Hubungan Sikap Terhadap Matematika, Memotivasi, Berprestasi dan
Pemahaman Proses Sains Terhadap Prestasi Belajar Matematika
Dahar, R.W.(1996). Teori-Teori Belajar, Jakarta; Erlangga.
Depdikbud. 1994. Kurikulum Sekolah Dasar/GBPP. Jakarta: Depdikbud
Depdikbud. 1994. Pedoman Analisis Hasil Evaluasi belajar. Jakarta: Depdikbud
Depdikbud. 1994. Petunjuk Pelaksanaan Hasil Penilaian di SD. Jakarta: Depdikbud.
Depdikbud. 1995/1996. Petunjuk Pelaksanaan KBM, Jakarta: Depdikbud.
Depdiknas. 2002. Suplemen Kurikulum Pendidikan Dasar Mata Pelajaran Matematika 2002.
Jakarta
Depdiknas. 2005. Penilaian Pembelajaran Matematika Bentuk Tes. Materi Pelatihan
Terintegrasi. Buku 3. Jakarta.
Dimyati dan Mujiono, 1994. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta.

Hamzah, 2003. Problem Posing Dan Problem Solving Dalam Pembelajaran Matematika.
Bandung: Pustaka Ramadan.
Hudojo, H. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Jakarta: JICA.
IMSTEP.
Hudoyo, Herman 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, Malang:
Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang.
Integrating Theories of Learning and Technology. Final Paper, EDUC6100
Jones, T. (2000). Instructional Approaches to Teaching Problem Solving in Mathematics :
Muklas. 1999. Dasar-dasar dan Strategi Pembelajaran. Jakarta. Gramedia
Musser, L Gary & Burger. 1993. Mathematic for Elementary Teachers. New Jersey Prestice Hall.
NCTM. 1986. Principle and Standard for School Mathematics. Reston: The National Council of
Teacher Mathematics, Inc.
Polya, George, ((1985), How To Solve It 2nd ed. New Jersey : Princeton University Press
Retno W. Endang. 2002. Hand Out PTK. Semarang: Fakultas MIPA. UNNES.
Ruseffendi, E. T. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetnsinya
Dalam Pengajaran matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Transito.
Sadiyah, 2003, Meningkatkan Belajar Melalui Pendekatan Keterampilan Proses Pada Mata
Pelajaran Matematika Pada Pokok Bahasan Himpunan.
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Suherman, Erman. 2001. Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung : UPI- JICA.
Tim MKDK IKIP Semarang.1997. Proses Bekajar Mengajar. Semarang: Tim MKDK IKIP
Semarang.
Tim WRI, 2001, Materi Intensif Training KKG MGMP, Bunga Rampai Psikologi dan
Pembelajaran pada Pendidikan pada Pendidikan Dasar, Semarang : WRI.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan
Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana
Wahyudin. (2007). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Bandung : Sekolah Pascasarjana UPI
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai