PENDAHULUAN
digunakan untuk pembiakan, memang tidak semua jenis bawang putih dapat
berbunga (Rukmana, 1995 dalam Rusdy, 2010)
Uraian
Kadar air
Protein
Lemak
Karbohidrat
Serat
Kalsium
g
Merah
87 ml
1,5 g
11 g
0,5 g
30 mg
Bawang
Bawang
Bawang
Bawang
Putih
Bombay
Daun
Bakung
63 ml
6g
29 g
0,8 g
30 g
87 ml
1,5 g
11 g
0,5 g
30 g
85 ml
2g
11 g
1,2 g
50 mg
90 ml
1,8 g
0,5 g
6g
1g
40 mg
7
8
9
10
11
12
Besi
Vitamin A
Thiamine
Riboflavin
Nicotinamide
Asam
0,5 mg
0,4 mg
0,02
mg
0,3 mg
1,3 g
0,25 g
0,5 g
0,04 g
1 mg
50 IU
0,1 mg
3 mg
500 IU
0,05 mg
0,08 g
0,02 g
0,1 mg
0,1 mg
0,4 g
0,3 g
0,5 mg
0,5 mg
10 mg
10 g
20 g
20 mg
50 mg
askorbat
Sumber : khalid, 2011.
Manfaat bawang putih telah diakui lebih dari 5000 tahun. Orangorang
Babilonia, Mesir, Viking, Cina, Yunani, Romawi menggunakan bawang putih
untuk mengobati berbagai penyakit seperti gangguan pencernaan, flatu- lensi,
cacingan, infeksi pernapasan, penyakit kulit, luka, gejala penuaan dan penyakit
lain.
Tabel 2. Komposisi Kimia Bawang Putih dalam 100 gram bahan:
Bahan
Jumlah
Air
66,2 71,0 g
Kalori
95,0 122 kal
Protein
4,5 7 g
Lemak
0,2 0,3 g
Karbohidrat
23,1 24,6 g
Kalsium
26 42 mg
Fosfor
15 109 mg
Besi
1,4 1,5 mg
Kalsium
346 377 mg
Sumber : khalid, 2011.
Umbi bawang putih juga mengandung ikatan asam-asam amino disebut
aliin. Bila aliin ini mendapat pengaruh dari enzim allinase, alliin dapat berubah
menjadi allicin. Allicin terdiri dari beberapa jenis sulfida, dan paling banyak
adalah allyl sulfide. Bila allicin bertemu dengan vitamin B1, akan membentuk
ikatan allithiamine (Dalimartha, 1999 dalam Rusdy, 2010)
Ekstrak bawang putih dapat berfungsi sebagai penolak kehadiran
serangga (repelen) (Novizan, 2002, dalam Rusdy, 2010). Ekstrak bawang putih
efektif untuk mengendalikan beberapa hama (Subiakto, 2002 dalam Rusdy,
2010). Pestisida dari bawang putih juga berfungsi untuk mengusir keong, siput
dan bekicot, bahkan mampu membasmi siput dengan merusak sistem syaraf.
Minyak bawang putih mengandung komponen aktif bersifat asam (Port, 2000
dalam Rusdy, 2010)
Bacillus,
Citrella,
Citrobacter, Clos-
tridium,
GAMBARAN KHUSUS
Kondisi kekinian
Diketahui bahwa serangga ini merupakan salah satu hama utama dan
penting di dunia selain itu kutu daun merupakan vektor penting yang dapat
menularkan penyakit virus pada cabai, kentang dan beberapa tanaman lainnya.
Menghadapi masalah hama ini, mendorong petani untuk menggunakan pestisida
sintetik.
Semua bahan kimia pestisida secara umum menghambat proses
metabolisme penting suatu organisme, oleh karena itu pestisida dianggap sebagai
senyawa yang bersifat toksik. Pestisida yang digunakan pada lahan pertanian,
sebagian atau bahkan seluruhnya akan masuk ke dalam air sehingga mencemari
perairan. (Taufik et al., 2003 dalam Nugroho et al. 2015). Penggunaan pestisida
kimia sintetis dalam mengendalikan hama mempunyai dampak negatif terhadap
komponen ekosistem lainnya seperti terbunuhnya musuh alami, resurgensi dan
resistensi hama serta pencemaran lingkungan karena residu yang ditinggalkan.
Hal ini sangat mempengaruhi kualitas produksi, akibatnya menurunkan nilai
tambah, daya saing dan ekspor. Disamping itu meningkatnya serangan Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) selalu diikuti oleh besarnya biaya pengendalian
sehingga dapat mengurangi pendapatan petani. Menyadari akan hal itu, maka
program pembangunan pertanian yang berwawasan lingkungan mengarah pada
pengendalian OPT yang ramah lingkungan. Salah satu pestisida alternatif yang
cukup potensial dalam pengendalian hama yang ramah lingkungan yaitu
bioinsektisida termasuk didalamnya insektisida botani/nabati.
Insektisida botani/nabati adalah insektisida yang bahan dasarnya berasal dari
bahan dasar alami seperti tanaman atau tumbuhan. Umumnya bersifat selektif
dibandingkan dengan pestisida sintetik, tidak mencemari lingkungan karena
mudah terurai di alam. Selain itu insektisida nabati mempunyai keunggulan dalam
menurunkan jumlah hama pada tanaman. Pestisida nabati dapat dibuat berupa
larutan, hasil perasan, rendaman, ekstrak hasil olahan bagian tanaman, seperti
daun, batang, akar dan buah. (Selviana et al., 2015).
Oleh karena itu, pengendalian hama dianjurkan menggunakan pendekatan
pengendalian hama terpadu (PHT). PHT merupakan konsep pengendalian yang
memadukan beberapa pendekatan dengan tujuan mengurangi penggunaan
insektisida kimia serta melestarikan dan meningkatkan peran musuh alami melalui
pengelolaan ekosistem. Pengelolaan ekosistem diharapkan dapat menciptakan
lingkungan yang tidak sesuai bagi perkembangan hama dengan cara memutus
siklus hidup hama, meningkatkan jumlah dan populasi musuh alami, serta
didukung penggunaan pestisida nabati dan sanitasi inang alternatif. Penggunaan
insektisida kimia merupakan langkah akhir bila komponen pengendalian lain
belum dapat menekan populasi hama. Tulisan ini membahas strategi pengendalian
thrips pada kacang hijau dengan cara memadukan komponen pengendalian yang
efektif melalui pendekatan PHT.(Indianti, 2015)
Hal ini dilakukan atas dasar pertimbangan pemanfaatan potensi flora alam
yang banyak ditemui di sekitar manusia dan kebijakan pengendalian organisme
pengganggu tanaman yang lebih menekankan pada pendekatan terhadap
pengelolaan ekosistem dengan tetap mempertahankan kelestarian lingkungan.
Pestisida nabati atau juga disebut dengan pestisida alami yaitu pestisida yang
berasal dari tumbuhan merupakan salah satu pestisida yang dapat digunakan untuk
mengendalikan serangan hama dan penyakit tanaman. Pestisida ini berbahan aktif
tunggal atau majemuk dapat berfungsi sebagai penolak, anti fertilitas (pemandul),
pembunuh dan bentuk lainnya. Di alam, terdapat lebih dari 1000 spesies
tumbuhan yang mengandung insektisida, lebih dari 380 spp mengandung zat
pencegah makan (antifeedant), lebih dari 270 spp mengandung zat penolak
(repellent), lebih dari 35 spp mengandung akarisida dan lebih dari 30 spp
mengandung zat penghambat pertumbuhan.
Penelitian yang dikembangkan saat ini adalah pemanfaatan pestisida nabati.
Pemanfaatan pestisida nabati memiliki prospek yang baik sebagai teknologi
alternatif pengganti pestisida sintetik untuk mengendalikan PBK. Hal tersebut
karena pestisida nabati lebih mudah terdegradasi (biodegradable) di lapangan
sehingga tidak terakumulasi dalam rantai makanan, mempunyai toksisitas
terhadap mamalia yang sangat rendah, cara kerjanya yang lebih selektif, dan dapat
mengubah perilaku spesies serangga target seperti attraktan, repelen dan deteren.
(Rahman dan Talukder, 2006 dalam Soesanthy dan Samsudin, 2013)
Menurut Asaad dan Willis (2012) dalam Soesanthy dan Samsudin, 2013,
beberapa jenis formula pestisida nabati seperti mimba, CEES 50 EC, bio
protector-2, bio protector-1, dan asimba 50 EC efektif digunakan dalam
pengendalian hama PBK di lapang. Pestisida nabati tersebut mengandung bahan
aktif berasal dari minyak atsiri, yaitu minyak cengkeh dan serai wangi.
Bahan tanaman lain yang potensial untuk mengendalikan PBK adalah daun
babadotan (Ageratum conyzoides), umbi bawang putih (garlic), dan minyak
kemiri sunan (Reutalis trisperma [Blanco] Airy Shaw).
Salah satu tumbuhan penghasil pestisida alami adalah tanaman bawang
putih. Bahan aktif bawang putih juga tidak berbahaya bagi manusia dan hewan.
Selain itu, residunya mudah terurai menjadi senyawa yang tidak beracun,
sehingga aman atau ramah bagi lingkungan. Tanaman bawang putih sangat
potensial sebagai pestisida biologi dalam program Pengendalian Hama Terpadu
(PHT), untuk mengurangi dan meminimalkan penggunaan pestisida sintetis.
(Rusdy, 2010)
Penggunaan ekstrak tumbuhan/tanaman sebagai salah satu sumber
insektisida didasarkan atas pemikiran bahwa terdapat mekanisme pertahanan dari
tumbuhan akibat interaksinya dengan serangga pemakan tumbuhan, salah satunya
dihasilkan senyawa metabolik sekunder oleh tumbuhan yang bersifat sebagai
penolak (repelent), penghambat (antifeedant/feeding deterrent), penghambat
perkembangan (oviposition repellent/deterrent) dan sebagai bahan kimia yang
mematikan serangga dengan cepat (Hasnah dan Hanif, 2010).
rpm (3000 g) selama 10 menit untuk memisahkan sebagian ampas dari dari cairan.
Kemudian sisa-sisa ampas dihilangkan dengan hati-hati dari atas cairan
menggunakan spatula bersih. Sebuah pompa vakum diafragma (Vacuubrand
GmbH, Wertheim, Jerman) digunakan untuk memisahkan sisa ampas dari jus cair
murni di bawah tekanan. Filtrat murni kemudian dipindahkan ke tabung Falcon
steril kedua dan ditutup untuk persiapan analisis HPLC. Lima puluh gram jagung
varietas Bende putih bersih dan tidak mudah terkena terkena kumbang digunakan
untuk penelitian ditimbang, menggunakan berat keseimbangan MP Citizen
Elektronik, dan kemudian dimasukkan ke empat botol plastik steril. Untuk
masing-masing botol kecil plastik, masing-masing botol ditambahkan 1 ml jus
bawang putih dan dicampur secara menyeluruh dengan agitasi manual. Sebuah
percobaan kontrol yang tidak mengandung jus bawang putih juga dibuat. Lima
pasang S. zeamais dewasa diperkenalkan ke biji jagung dengan perlakukan diobati
dan tidak diobati. Tutup dari botol plastik dibuat berlubang untuk
mempertahankan kondisi aerobik dalam botol.
Kain dari bahan kasa yang digunakan untuk menutup puncak botol plastik
berfungsi untuk memastikan aerasi dan mencegah serangga agar masuk atau
keluar. Isi dari botol plastik kemudian dikocok perlahan untuk pencampuran yang
tepat dan seragam. Setiap perlakuan diulang empat kali. Sampel disusun dalam
rancangan acak lengkap di meja laboratorium.(Ifaenyi dan Elechi, 2013)
10
11
DAFTAR PUSTAKA
Andika D. D. 2011. Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Menurunkan Jumlah
Leukosit pada Mencit Model Sepsis akibat Paparan Staphylococcus aureus.
CDK 183/Vol.38 no.2
12
13
Soesanthy F. Samsudin. 2013. The Role of Weed and Garlic Extracts and
Philippine Tung Oil on Cocoa Pod Borer Infestation. Balai Penelitian
Tanaman Industri dan Penyegar. Sukabumi. Gorontalo: Universitas Negeri
Gorontalo.
Untari Ida. 2010. Bawang Putih Sebagai Obat Paling Mujarab Bagi Kesehatan.
Dosen Akper Pku Muhammadiyah Surakarta. GASTER, Vol. 7 No. 1