Komentar/Feedback

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KEGIATAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM)

F.6 UPAYA PENGOBATAN DASAR


RETARDASI MENTAL DENGAN PSIKOSIS

OLEH :
dr. Ignatius Erik Dwi Wahyudi

DOKTER INTERNSHIP ANGKATAN XV


PERIODE 01 OKTOBER 2015 31 JANUARI 2016
PUSKESMAS DHARMA RINI KABUPATEN TEMANGGUNG
Komentar/Feedback

Temanggung, 14 November 2015

Mengetahui,

Peserta

Pendamping Dokter Internship

dr. Novelia Dian Trenggonowati


NIP. 19621104 199010 2001

dr. Ignatius Erik Dwi Wahyudi

BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Retardasi mental (RM) adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri dari
fungsi intelektual yang di bawah rata rata dan gangguan dalam ketrampilan adaptif
yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun. Gangguan dipengaruhi oleh faktor
genetik, lingkungan dan psikososial. Selama dekade terakhir, semakin dikenali faktor
biologis , termasuk kelainan kromosom kecil, sindrom genetika dan intoksikasi timbal
subklinis dan berbagai pemaparan toksin pranatal pada orang dengan retardasi mental
ringan (sampai 85 persen dari populasi retardasi mental).1
Prevalensi retardasi mental pada suatu waktu diperkirakan adalah kira kira 1
persen dari populasi. Insidensi retardasi mental sulit dihitung karena kesulitan
mengenali onsetnya. Pada banyak kasus, retardasi mungkin laten selama waktu yang
panjang sebelum keterbatasan seseorang diketahui atau karena adaptasi baik.
Prevalensi untuk RM ringan 0,37 0,59% sedangkan untuk RM sedang, berat dan
sangat berat adalah 0,3 0,4%.

Insidensi tertinggi adalah pada anak usia sekolah,

dengan puncak usia 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental 1,5 kali lebih sering pada
laki laki dibandingkan dengan wanita. Pada lanjut usia, prevalensi lebih sedikit
karena mereka dengan retardasi mental yang berat atau sangat berat memiliki angka
mortalitas yang tinggi yang disebabkan dari penyulit gangguan fisik yang menyertai.1
Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar
terutama bagi negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat
sekitar 0.3% dari seluruh populasi dan hampIr 3% mempunyai IQ dibawah 70.
Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka tidak bisa dimanfaatkan karena 0.1%
dari anak-anak ini memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang
hidupnya.3 Sehingga retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan
bagi keluarga dan masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan
pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
1

Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental (RM) adalah


suatu keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa
perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Biasanya terdapat
perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah
intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo =
kurang atau sedikit danfren = jiwa) atau tuna mental. Keadaan tersebut ditandai
dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata dan disertai dengan
berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berprilaku adaptif.3
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III
(PPDGJ III) adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu
kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.4
Menurut American Association Mental Retardation (AAMR) 2002 adalah
suatu disabilitas yang ditandai dengan suatu limitasi/keterbatasan yang bermakna baik
dalam fungsi intelektual maupun prilaku adaptif yang diekspresikan dalam
keterampilan konseptual, social dan praktis.
Menurut Diagnostic and Scientific Manual IV-TR (DSM IV-TR) adalah sama
dengan definisi AAMR tetapi ditambahkan batas derajat IQ 70.2
2. ETIOLOGI
a. Kelainan Kromosom
i. Sindrom Down
Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya
kelebihan kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan
retardasi mental serta anomali fisik yang beragam. 1 Untuk seorang ibu
usia pertengahan (> 32 tahun), resiko memiliki anak dengan sindroma
Down adalah kira-kira 1 dalam 100 kelahiran. Retardasi mental adalah
cirri yang menumpang pada sindrom Down. Sebagian besar pasien
berada dlam kelompok retardasi sedang sampai berat., hanya sebagian
kecil yang memiliki IQ di atas 50. Diagnosis sindrom Down relative
mudah pada anak yang lebih besar tetapi seringkali sukar pada
neonates. Tanda yang paling penting pada neonates adalah hipotonia
umum, fisura palpebra yang oblik, kulit leher yang berlebihan,
2

tengkorak yang kecil dan datar, tulang pipi yang tinggi, dan lidah yang
menonjol. Dapat dilihat juga tangan tebal dan lebar, dengan garis
transversal tunggal pada telapak tangan, dan jari kelingking pendek
dan melengkung ke dalam.1
ii. Sindrom Fragile X
Sindrom fragile X merupakan bentuk retardasi mental yang
diwariskan dan disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X. 1
Diyakini terjadi pada kira-kira 1 tiap 1000 kelahiran laki-laki dan 2000
kelahiran perempuan. Derajat retardasi mental terentang dari ringan
sampai berat. Ciri perilakunya adalah tingginya angka gangguan defisit
atensi/hiperaktivitas, ganguan belajar, dan gangguan perkembangan
pervasive seperti gangguan akuisitik. Defisit dalam fungsi bahasa
adalah pembicaraan yang cepat dan perseveratif dengan kelainan
dalam mengkombinasikan kata-kata membentuk frasa dan kalimat.1
iii. Sindrom Prader-Willi
Kelianan ini akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15,
biasanya terjadi secara sporadic. Prevalensinya kurang dari 1 dalam
10000. Orang dengan sindrom ini menunjukkan perilaku makan yang
kompulsif dan sering kali obesitas, retardasi mental, hipogonadisme,
perawakan pendek, hipotonia, dan tangan dan kaki yang kecil. Anak
anak dengan sindrom ini seringkali memiliki perilaku oposisional yang
menyimpang.1
iv. Sindrom tangisan kucing (cat-cry [cri-du-chat] syndrome)
Anak-anak dengan sindrom tangisa kucing kehilangan bagian
dari kromosom 5. Mereka mengalami retardasi mental berat dan
menunjukkan banyak stigmata yang seringkali disertai dengan
penyimpangan kromosom, seperti mikrosefali, telinga yang letaknya
rendah, fisura palpebra oblik, hipertelorisme, dan mikrognatia.
Tangisan seperti kucing yang khas (disebabkan oleh kelainan laring)
yang memberikan nama sindrom secara bertahap berubah dan
menghilang dengan bertambahnya usia.1
v. Kelainan kromosom lain
Sindrom penyimpangan autosomal lain yang disertai dengan
retardasi mental adalah jauh lebih jarang terjadi dibandingkan Sindrom
Down.1
b. Faktor Genetik Lain
3

Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan yang menghambat


metabolisme asam phenylpyruvic, menyebabkan retardasi mental kecuali bila
pola makan amat dikontrol.3 PKU ditransmisikan dengan trait Mendel
autosomal resesif yang sederhana dan terjadi pada kira-kira yang di institusi
adalah kira-kira 1 persen dalam setiap 10.000 sampai 15.000 kelahiran hidup.
Bagi orang tua yang telah memiliki anak dengan PKU, kemungkinan memiliki
anak lain dengan PKU adalah satu dalam setiap empat sampai lima kehamilan
selanjutnya. Defek metabolisme dasar pada PKU adalah ketidakmampuan
untuk mengubah fenilalanin, suatu asam amino esensial, menjadi paratirosin
karena tidak adanya atau tidak aktifnya enzim fenilalanin hidroksilase, yang
mengkatalisis perubahan tersebut.
Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami retardasi yang berat,
tetapi beberapa dilaporkan memiliki kecerdasan yang ambang atau normal.
Walaupun gambaran klinis bervariasi, anak PKU tipikal adalah hiperaktif dan
menunjukkan perilaku yang aneh dan tidak dapat diramalkan, yang
menyebabkan sulit ditangani. Mereka seringkali memiliki temper tantrum dan
seringkali menunjukkan gerakan aneh pada tubuhnya dan anggota gerak atas
dan manerisme memutir tangan, dan perilaku mereka kadang-kadang
meyerupai anak autistic atau skizofrenik. Komunikasi verbal dan nonverbal
biasanya sangat terganggu atau tidak ditemukan. Koordinasi anak adalah
buruk, dan mereka memiliki banyak kesulitan perceptual.1
c. Faktor Prenatal
Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi dan
penyalahgunaan obat selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi
adalah Rubella, yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga
dapat menyebabkan retardasi mental, seperti sifilis, cytomegalovirus, dan
herpes genital. Obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan dapat
mempengaruhi bayi melalui plasenta. Sebagian dapat menyebabkan cacat fisik
dan retardasi mental yang parah. Anak-anak yang ibunya minum alkohol
selama kehamilan sering lahir dengan sindrom fetal dan merupakan kasus
paling nyata sebagai penyebab retardasi mental. Komplikasi kelahiran, seperti
kekurangan oksigen atau cedera kepala, infeksi otak, seperti encephalitis dan
meningitis, terkena racun, seperti cat yang mengandung timah sangat
berpotensi menyebabkan retardasi mental.3
d. Faktor Perinatal
4

Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi premature dan bayi dengan


berat badan lahir rendah berada dalam resiko tinggi mengalami gangguan
neurologis

dan

intelektual

yang

bermanifestasi

selama

tahun-tahun

sekolahnya. Bayi yang menderita pendarahan intrakranial atau tanda-tanda


iskemia serebral terutama rentan terhadap kelainan kognitif. Derajat gangguan
perkembangan saraf biasanya berhubungan dengan beratnya perdarahan
intrakranial.1
e. Gangguan Didapat Pada Masa Anak-anak
Kadang-kadang status perkembangan seorang anak dapat berubah
secara dramatik akibat penyakit atau trauma fisik tertentu. Secara retrospektif,
kadang-kadang sulit untuk memastikan gambaran kemajuan perkembangan
anak secara lengkap sebelum terjadinya gangguan, tetapi efek merugikan pada
perkembangan atau keterampilan anak tampak setelah gangguan. Beberapa
penyebab yang didapat pada masa anak-anak antara lain :1
Infeksi.
Infeksi yang paling serius mempengaruhi interitas serebral adalah
ensefalitis dan meningitis.
Trauma kepala
Penyebab cedera kepala yang terkenal pada anak-anak yag menyebabkan
kecacatan mental, termasuk kejang, adalah kecelakaan kendaraan
bermotor. Tetapi, lebih banyak cedera kepala yang disebabkan

oleh

kecelakaan di rumah tangga, seperti terjatuh dari tangga. Penyiksaan anak


juga suatu penyebab cedera kepala.
Masalah lain
Cedera otak dari henti jantung selama anesthesia jarang terjadi. Satu
penyebab cedera otak lengkap atau parsial adalah afiksia yang berhubugan
dengan nyaris tenggelam. Pemaparan jangka panjang dengan timbal
adalah penyebab gangguan kecerdasan dan keterampilan belajar. Tumor
intracranial dengan berbagai jenis dan asal, pembedahan, dan kemoterapi
juga dapat merugikan fungsi otak
f. Faktor Lingkungan dan Sosiokultural
Suatu bentuk retardasi mental dipengaruhi oleh lingkungan dengan
sosioekonomi rendah. Faktor-faktor psikososial, seperti lingkungan rumah
atau sosial yang miskin, yaitu yang memberi stimulasi intelektual,
penelantaran atau kekerasan dari orang tua, dapat menjadi penyebab atau
memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi mental pada anak-anak. 3
TIdak ada penyebab biologis yang telah dikenali pada kasus tersebut.
5

Anak-anak dalam keluarga yag miskin dan kekurangan secara


sosiokultural adalah sasaran dari kondisi merugikan perkembangan dan secara
potensial patogenik. Lingkungan prenatal diganggu oleh perawatan medis
yang buruk dan gizi maternal yang buruk. Kehamilan remaja sering disertai
dengan penyulit obstetric, prematuritas, dan berat badan lahir rendah.
Perawatan medis setelah kelahiran buruk, malnutrisi, pemaparan dengan zat
toksin tertentu seperti timbale dan trauma fisik adalah serig terjadi.
Ketidakstabilan keluarga, sering pindah, dan pengasuh yang berganti-ganti
tetapi tidak adekuat sering terjadi. Selain itu, ibu dalam keluarga tersebut
sering berpendidikan rendah dan tidak siap memberikan stimulasi yang sesuai
bagi anak-anaknya.
Masalah lain yang tidak terpecahkan adalah pengaruh ganguan mental
parental yang parah. Gangguan tersebut dapat menganggu pengasuhan dan
stimulasi anak dan aspek lain dari lingkungan mereka, dengan demikian
menempatkan anak pada resiko perkembangan. Anak-anak dari orang tua
dengan gagguan mood dan skizofrenia diketahui berada dalam resiko
mengalami gangguan tersebut dan gangguan yang berhubungan. Penelitian
terakhrir menunjukkan tingginya prevalensi gangguan keterampialan motorik
dan gangguan perkembangan lainnya tetapi tidak selalu disertai retardasi
mental.1

3. DIAGNOSIS
Menurut pedoman diagnostik PPDGJ III intelegensia bukan merupakan
karakteristik yang berdiri sendiri, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar
ketrampilan khusus yang berbeda. Meskipun ada kecenderungan umum bahwa semua
ketrampilan ini akan berkembang ke tingkat yang serupa pada setiap individu, tetapi
ada ketimpangan (discrepancy) yang luas, terutama pada penyandang RM. Orang
yang demikian mungkin memperlihatkan hendaya berat dalam satu bidang tertentu
(misalnya bahasa) atau mungkin mempunyai suatu area ketrampilan tertentu yang
lebih tinggi (misalnya tugas visuospasial sederhana) pada RM berat. Keadaan ini akan
menimbulkan kesluitan dalam menentukan kriteria diagnostik dimana seorang
penyandang RM harus diklasifikasikan.

Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia,


termasuk temuan klinis, perilaku adaptif (yang dinilai dalam kaitan dengan latar
belakang budayanya), dan hasil tes psikometrik.
Untuk diagnosis pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang
meningkatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan
sosial biasa sehari hari. Gangguan jiwa dan fisik yang menyertai retardasi mental
mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan penggunaan dari semua
keterampilannya. Oleh karena itu kategori diagnostik yang dipilih harus berdasarkan
penilaian kemampuan global dan bukan atas suatu hendaya atau ketrampilan khusus.
Tingkat IQ yang ditetapkan hanya merupakan petunjuk dan seharusnya tidak
ditetapkan secara kaku dalam memandang keabsahan permasalahan lintas budaya.2
Kriteria diagnostik untuk RM menurut DSM IV TR adalah sebagai berikut :
1. Fungsi intelektual dibawah rata rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa
secara individual.
2. Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan
individu untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari
lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care,
kehidupan rumah-tangga, ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana
komunitas, mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional, pekerjaan,
waktu senggang, kesehatan dan keamanan
3. Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun
Kode diagnostik dan derajat RM menurut DSM IV TR adalah sebagai berikut :4
317
Retardasi mental ringan, IQ 50 55 sampai 70
318
Retardasi mental sedang, IQ 35 40 sampai 50 55
318.1 Retardasi mental berat, IQ 20 25 sampai 35 40
318.2 Retardasi mental sangat berat, IQ dibawah 20 atau 25
Fungsi intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnya
dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ. Dapat dihitung dengan :3
IQ = MA/CA x 100%
MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes
CA = Chronological Age, umur yang didapat berdasarkan perhitungan tanggal lahir

Diagnosis retardasi mental dapat dibuat setelah riwayat penyakit, pemeriksaan


intelektual yang baku, dan pengukuran fungsi adaptif menyatakan bahwa perilaku
anak sekarang adalah secara bermakna di bawah tingkat yang diharapakan. Diagnosis
sendiri tidak menyebutkan penyebab ataupun prognosisnya. Suatu riwayat psikiatrik
7

adalah berguna untuk mendapatkan gambaran longitudinal perkembangan fungsi


anak, dan pemeriksaan stigma fisik, kelainan neurologis, dan tes laboratorium dapat
digunakan untuk memastikan penyebab dan prognosis.1
a. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau pengasuh,
dengan perhatian khusus pada kehamilan ibu, persalinan, dan kelahiran. Terdapat
riwayat keluarga retardasi mental, hubungan darah pada orangtua, dan gangguan
herediter. Juga dapat menilai latar belakang sosiokultural pasien, iklim emosional
di rumah, dan fungsi intelektual pasien.1
b. Wawancara Psikiatrik
Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai pasien adalah sikap
pewawancara dan cara berkomunikasi dengan pasien. Kemampuan verbal pasien,
termasuk bahasa reseptif dan ekspresif, harus dinilai sesegera mungkin dengan
mengobservasi komunikasi verbal dan nonverbal antara pengasuh dan pasien dan
dari riwayat penyakit. Sangat membantu jika memeriksa pasien dan pengasuhnya
bersama-sama. Jika pasien menggunakan bahasa isyarat, pengasuh dapat sebagai
penerjemah.
Orang terertardasi mengalami kegagalan seumur hidup dalam berbagai bidang,
dan mereka mungkin mengalami kecemasan sebelum menjumpai pewawancara.
Pewawancara dan pengasuh harus berusaha untuk memberikan pasien suatu
penjelasan yang jelas, suportif, dan konkret tentang proses diagnostik, terutama
pasein dengan bahasa reseptif yang memadai. Dukungan dan pujian

harus

diberikan dalam bahasa yang sesuai dengan usia dan pengertian pasien.
Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus dipastikan, dan bukti klinis
adanya distraktibilitas dan distorsi dalam persepsi dan daya ingat harus diperiksa.
Pemakaian bahasa, tes realitas, dan kemampuan menggali dan pengalaman
penting untuk dicatat. Sifat dan maturitas pertahanan pasien (menundukkan diri
sendiri menggunakan penghindaran, represi, penyangkalan, introyeksi, da isolasi)
harus diamati. Potensi sublimasi, toleransi frustasi, dan pengendalian impuls
(terutama terhadap dorongan motorik, agresif, dan seksual) harus dinilai. Juga
penting adalah citra diri dan peranannya dalam perkembangan keyakinan diri, dan
juga penilaian keuletan, ketetapan hati, keingintahuan, dan kemauan menggali hal
yang tidak diketahui.
8

Pada umumnya pemeriksaan psikiatrik pasien yang teretardasi harus


mengungkapkan bagaimana pasien mengalami stadium perkembangan. Dalam hal
kegagalan atau regresi, juga dapat mengembangkan sifat kepribadian yang
memungkinkan perencanaan logis dari penatalaksanaan dan pendekatan
pengobatan. 1
c. Pemeriksaan Fisik
Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang sering ditemukan
pada orang retardasi mental dan memiliki penyebab prenatal. Sebagai contoh,
konfigurasi dan ukuran kepala memberikan petunjuk terhadap berbagai kondisi
seperti mikrosefali, hidrosefalus, dan sindroma Down. Wajah pasien mungkin
memiliki beberapa stigmata retardasi mental yang sangat mempermudah
diagnosis. Tanda fasial tersebut adalah hipertelorisme, tulang hidung yang datar,
alis mata yang menonjol, lipatan epikantus, opasitas kornea, perubahan retina yag
letaknya rendah atau bentuknya aneh, lidah yang menonjol, dan gangguan gigi
geligi. Lingkaran kepala harus diukur sebagai bagian dari pemeriksaan klinis.
Warna dan tekstur kulit dan rambut, palatum dengan lengkung yang tinggi,
ukuran kelenjar tiroid, dan ukuran anak dan batang tubuh dan ekstremitasnya
adalah bidang lain yang digali. 1
d. Pemeriksaan Neurologis
Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi mental, sebagai contoh
sampai 10 persen orang retardasi mental mengalami gangguan pendengaran
empat kali lebih tinggi dibandingkan orang normal. Gangguan sensorik dapat
berupa gangguan pendengaran dan gangguan visual. Gangguan pendengaran
terentang dari ketulian kortikal sampai deficit pendengaran yang ringan.
Gangguan visual dapat terentang dari kebutaan sampai gangguan konsep ruang,
pengenalan rancangan, dan konsep citra tubuh.
Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada tonus otot
(spastisitas atau hipotonia), refleks (hiperefleksia), dan gerakan involunter
(koreoatetosis). Derajat kecacatan lebih kecil ditemukan dalam kelambanan dan
koordinasi yang buruk.1
e. Tes Laboratorium
Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi mental adalah
pemeriksaan urin dan darah untuk mencari gangguan metabolik. Penentuan
9

kariotipe dalam laboratorium genetic diindikasikan bila dicurigai adanya


gangguan kromosom.
Amniosintesis, di mana sejumlah kecil cairan amniotic diambil dari ruang
amnion secara transabdominal antara usia kehamilan 14 dan 16 minggu, telah
berguna dalam diagnosis berbagai kelainan kromosom bayi, terutama Sindroma
Down. Amniosintesis dianjukan untuk semua wanita hamil berusia di atas 35
tahun.
Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi sampling) adalah
teknik skrining yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini dilakukan
pada usia kehamilan 8 dan 10 minggu. Hasilnya tersedia dalam waktu singkat
(beberapa jam atau hari), dan jika kehamilan adalah abnormal, keputusan untuk
mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dalam trimester pertama. Prosedur
memiliki resiko keguguran antara 2 dan 5 persen. 1
f. Pemeriksaan Psikologis
Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang berpengalaman, adalah
bagian standar dari pemeriksaan untuk retardasi mental. Pemeriksaan psikologis
dilakukan untuk menilai kemampuan perceptual, motorik, linguistik, dan
kognititf. Informasi tentang faktor motivasional, emosional, dan interpersonal
juga penting. 1
4. KLASIFIKASI
Menurut PPDGJ-III retardasi mental dibagi menjadi :4
F70 Retardasi Mental Ringan
Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50 69
menunjukkan retardasi mental ringan.
Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai
tingkat dan masalah kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan
kemandirian dapat menetap sampai dewasa. Walaupun mengalami keterlambatan
dalam kemampuan bahasa, tapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan bicara
untuk keperluan sehari hari. Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam merawat
diri sendiri dan mencapai ketrampilan praktis dan ketrampilan rumah tangga,
walaupun tingkat perkembangannya agak lambat daripada normal.
Kesulitan utama biassanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat
akademis dan banyak masalah khusus dalam membaca dan menulis.
10

Etiologi organik hanya dapat diidentifikasikan pada sebagian kecil penderita.


Keadaan lain yang menyertai, seperti autisme, gangguan perkembangan lain, epilepsi,
gangguan tingkah laku, atau disabilitas fisik dapat ditemukan dalam berbagai
proporsi. Bila terdapat gangguan demikian, maka harus diberi kode diagnosis
tersendiri.
F71 Retardasi Mental Sedang
IQ biasanya berada dalam rentang 35 49. Umumnya ada profil kesenjangan
dari kemampuan, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam
ketrampilan visuo-spasial daripada tugas tugas yang tergantung pada bahasa,
sedangkan yang lainnya sangat canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial
dan percakapan sederhana.
Tingkat perkembangan bahasa bervariasi, ada yang dapat mengikuti
percakapan sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi seadanya
untuk kebutuhan dasar mereka.
Suatu etiologi organik dapat diidentifikasikan pada kebanyakan penyandang
retardasi mental sedang. Autisme masa kanak atau gangguan perkembangan pervasif
lainnya terdapat pada sebagian kecil kasus, dan mempunyai pengaruh besar pada
gambaran klinis dan tipe penatalaksanaan yang dibutuhkan. Epilepsi, disabilitas
neurologik dan fisik juga lazim ditemukan meskipun kebanyakan penyandang
retardasi mental sedang mampu berjalan tanpa bantuan.
Kadang kadang didapatkan gangguan jiwa lain, tetapi karena tingkat
perkembangan bahasanya yang terbatas sehingga sulit menegakkan diagnosis dan
harus tergantung dari informasi yang diperoleh dari orang lain yang mengenalnya.
Setiap gangguan penyerta harus diberi kode diagnosis tersendiri.
F72 Retardasi Mental Berat
IQ biasanya berada dalam rentang 20 34. Pada umumnya mirip dengan
retardasi mental sedang dalam hal :
- Gambaran klinis
- Terdapatnya etiologi organik
- Kondisi yang menyertainya
- Tingkat prestasi yang rendah
- Kebanyakan penyandang retardasi mental berat menderita gangguan motorik
yang mencolok atau defisit lain yang menyertainya, menunjukkan adanya
kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis
dari susunan saraf pusat.
F73 Retardasi Mental Sangat Berat
11

IQ biasanya dibawah 20. Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, hanya


mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana. Keterampilan
visuospasial yang paling dasar dan sederhana tentang memilih dan mencocokkan
mungkin dapat dicapainya dan dengan pengawasan dan petunjuk yang tepat, penderita
mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas praktis dan rumah tangga.
Suatu etiologi organik dapat diidentifikasi pada sebagian besar kasus.
Biasanya ada disabilitas neurologik dan fisik lain yang berat yang mempengaruhi
mobilitas, seperti epilepsi dan hendaya daya lihat dan daya dengar. Sering ada
gangguan perkembangan pervasif dalam bentuk sangat berat khususnya autisme yang
tidak khas (atypical autism) terutam pada penderita yang dapat bergerak.
F78 Retardasi Mental Lainnya
Kategori ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat retardasi mental
dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena
adanya gangguan sensorik atau fisik, misalnya buta, bisu, tuli dan penderita yang
perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak mampu.
F79 Retardasi Mental YTT
Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk
menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut diatas.
5. PENATALAKSANAAN
Retardasi mental berhubungan dengan beberapa gangguan heterogen dan
berbagai faktor psikososial. Terapi yang terbaik untuk retardasi mental adalah
pencegahan primer, sekunder, dan tersier.1
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan atau menurunkan kondisi yang menyebabkan perkembangan
gangguan yang disertai dengan retardasi mental. Tindakan tersebut termasuk :
Pendidikan

untuk

meningkatkan

pengetahuan

dan

kesadaran

masyarakat umum tentang retardasi mental.


Usaha terus-menerus dari professional bidang kesehatan untuk
menjaga dan memperbaharui kebijaksanaan kesehatan masyarakat.
Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak
yang optimal.
Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan system
saraf pusat.
12

Konseling keluarga dan genetik membantu menurunkan insidensi


retardasi mental dalam keluarga dengan riwayat gangguan genetic yang
berhubungan dengan retardasi mental. Untuk anak-anak dan ibu dengan
sosioekonomi rendah, pelayanan medis prenatal dan perinatal yang sesuai dan
berbagai program pelengakap dan bantuan pelayanan sosial dapat menolong
menekan komplikasi medis dan psikososial.
B. Pencegahan Sekunder dan Tersier
Jika suatu gangguan yang disertai dengan retardasi mental telah
dikenali, gangguan harus diobati untuk mempersingkat perjalanan penyakit
(pencegahan sekunder) dan untuk menekan sekuele atau kecacatan yang
terjadi setelahnya (pencegahan tersier).
Gangguan metabolik dan endokrin herediter, seperti PKU dan
hipotiroidisme, dapat diobati dalam stadium awal dengan kontrol diet atau
dengan terapi penggantian hormone.
Anak retardasi mental seringkali memiliki kesulitan emosional dan
perilaku yang memerlukan terapi psikiatrik. Kemampuan kognitif dan sosial
yang terbatas yang dimiliki anak tersebut memerlukan modalitas terapi
psikiatrik yang dimodifikasi berdasarkan tingkat kecerdasan anak.
a. Pendidikan untuk anak
Lingkungan pendidikan untuk anak anak dengan retardasi mental
harus termasuk program yang lengkap yang menjawab latihan
keterampilan adaptif, latihan keterampilan sosial, dan latihan kejujuran.
Perhatian khusus harus dipusatkan pada komunikasi dan usaha untuk
meningkatkan kualitas hidup. Terapi kelompok seringkali merupakan
format yang berhasil dimana anak-anak dengan retardasi mental dapat
belajar dan mempraktekkan situasi hidup nyata dan mendapatkan umpan
balik yang mendukung.
b. Terapi perilaku, kognitif, dan psikodinamika
Kesulitan dalam beradaptasi di antara orang retardasi mental adalah
luas dan sangat bervariasi sehingga sejumlah intervensi sendiri atau dalam
kombinasi mungkin berguna.
Terapi perilaku telah digunakan selama bertahun-tahun untuk
membentuk dan meningkatkan perilaku sosial dan untuk mengendalikan
13

dan menekan perilaku agresif dan destruksi pasien. Dorongan positif


untuk perilaku yang diharapkan dan memulai hukuman (seperti mencabut
hak istimewa) untuk perilaku yang tidak diinginkan telah banyak
menolong.
Terapi kognitif seperti menghilangkan keyakinan palsu dan latihan
relaksasi dengan instruksi dari diri sendiri, juga telah dianjurkan untuk
pasien retardasi mental yang mampu mengikuti instruksi pasien.
Terapi psikodinamika telah digunakan pada pasien retardasi mental dan
keluarganya

untuk

menurunkan

konflik

tentang

harapan

yang

menyebabkan kecemasan, kekerasan, dan depresi yang menetap.


c. Pendidikan keluarga
Satu bidang yang penting dalam pendidikan keluarga dari pasien
dengan retardasi mental adalah tentang cara meningkatkan kompetensi
dan harga diri sambil mempertahnkan harapan yang realistic untuk pasien.
Keluarga seringkali merasa sulit untuk menyeimbangkan antara
mendorong kemandirian dan memberikan lingkungan yang mengasuh dan
suportif bagi anak retardasi mental, yang kemungkinan mengalami suatu
tingkat penolakan dan kegagalan di luar konteks keluarga.
Orang tua mungkin mendapatkan manfaat dari konseling yang terusmenerus datau terpai keluarga. Orang tua harus diberikan kesempatan
untuk mengekspresikan perasaan bersalah, putus asa, kesedihan,
penyangkalan yang terus-menerus timbul, dan kemarahan tentang
gangguan dan masa depan anak. Dokter psikiatrik harus siap untuk
memberikan semua informasi medis dasar dan terakhir tentang penyebab,
terapi, dan bidang lain yang berhubungan (seperti latihan khusus dan
perbaikna defek sensorik).
d. Intervensi farmakologis
Pendekatan farmakologis dalam terpai gangguan mental komorbid
pada pasien retardasi mental adalah banyak kesamaannya seperti untuk
pasien yang tidak mengalami retardasi mental. Semakin banyak data yang
mendukung pemakaian berbagai medikasi untuk pasien dengan gangguan
mental yang tidak retardasi mental. Beberapa penelitian telah memusatkan

14

perhatian pada pemakaian medikasi untuk sindrom perilaku berikut ini


yang sering terjadi di antara retardasi mental:
Agresi dan perilaku melukai diri sendiri
o Beberapa bukti dari penelitian telah menyatakan bahwa lithium
(Eskalith) berguna dalam menurunkan agresi dan perilaku
melukai diri sendiri.
o Antagonis narkotik seperti naltrexone (Trexan) telah dilaporkan
menurunkan perilaku melukai diri sendiri pada pasien retardasi
mental yang juga memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan
austik infantile. Satu hipotesis yang diajukan sebagai mekanisme
kerja terapi naltrexone adalah bahwa obat mempengaruhi
pelepasan opioid endogen yang dianggap berhubungan dengan
melukai diri sendiri.
o Carbamazepine (Tegretol) dan valproic acid (Depakene) adalah
medikasi yang juga bermanfaat pada beberapa kasus perilaku
melukai diri sendiri.
Gerakan motorik stereotipik
Medikasi

antipsikotik,

seperti

haloperidol

(Haldol)

dan

chlorpromazine (Thorazine), menurunkan perilaku stimulasi diri yang


berulang pada pasien retardasi mental, terapi medikasi tersebut tidak
meningkatkan perilaku adaptif. Beberapa anak dan orang dewasa
(sampai sepertiga) dengan retardasi mental menghadapi resiko tinggi
mengalami tardive dyskinesia dengan pemakaian kontinu medikasi
antipsikotik.
Perilaku kemarahan eksplosif
Penhambat-, seperti propranolol dan buspirone (BuSpar), telah
dilaporkan menyebabkan penurunan kemarahan ekspolasif di antara
pasien dengan retardasi mental dan gangguan autistik. Penelitian
sistematik diperlukan sebelum obat dapat ditetapkan sebagai manjur.
Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas
Penelitian terapi methylphenidate pada pasien retardasi mental
ringan

dengan

menunjukkan

gangguan
perbaikan

defisit

atensi/hiperaktivitas

bermakna

dalam

telah

kemampuan
15

mempertahankan perhatian dan menyelesaikan tugas. Penelitian terapi


metylphenidate tida menunjukkan bukti adanya perbaikan jangka
panjang dalam keterampilan sosial atau belajar.
BAB III
PERMASALAHAN
Permasalahan yang ada berupa kurang mengertinya bagaimana pengelolaan pasien
dengan retardasi mental dan pengelolaan agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut. Dilakukan
kunjungan rumah dan pemeriksaan kesehatan pada hari Rabu, 11 November 2015.
I.

DATA PRIBADI
Nama
Usia
Jenis kelamin
Agama
Pendidikan Terakhir
Suku / warganegara
Alamat
Status perkawinan
Pekerjaan

: Nn. O
: 21 tahun
: Perempuan
: Islam
: SMP SLB
: Jawa / Indonesia
: Pikatan RT. 1 RW. 1
: Belum Menikah
: Tidak Bekerja

II. RIWAYAT PSIKIATRI


A. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada usia 5 tahun pasien mengalami keterlambatan dalam berbicara dan juga belum
bisa berjalan dengan tegak dan harus dibantu. Pasien masuk sekolah SD regular, namun
karena mengalami kesulitan dalam mengikuti pendidikan terutama dalam hal membaca,
menulis dan berhitung, akhirnya pasien dipindahkan oleh orang tua ke SD SLB. Selama 6
tahun di SD SLB, pasien mulai mengalami perkembangan, sudah mulai bisa berbicara untuk
bahasa sehari hari, menulis dan juga berhitung. Pasien dapat bergaul dengan teman teman
di sekolah dan sekitar rumah. Namun terkadang pasien sering tertangkap tangan sedang
mengambil barang milik temannya di sekolah. Untuk segala kebutuhan sehari hari seperti
mandi dan makan pasien masih dibantu orang tua.
Pada usia 11 tahun, setelah tamat dari SD SLB, pasien melanjutkan pendidikannya ke
SMP SLB. Selama 3 tahun di SMP SLB, pasien dapat mengikuti pendidikannya dengan
cukup baik dan akhirnya tamat. Pasien masih dapat bergaul dengan teman temannya. Untuk
kebutuhan sehari hari pasien masih dibantu orang tua.
Sekitar tahun 2010, pasien sering mengeluh mendengar suara suara bisikan dan juga
sering melihat bayangan bayangan hitam di sekitar rumahnya. Untuk keseharian pasien
jarang keluar rumah, pasien lebih sering menyendiri di dalam kamar dengan suasana gelap.
16

Pasien susah tidur bila malam hari. Pasien jarang bergaul dengan tetangga sekitar rumah.
Makan dan mandi masih dapat dilakukan sendiri meskipun dengan perintah orang tua.
Karena khawatir dengan kondisi pasien, orang tua pasien membawa pasien ke RSJ. Setelah
menjalani terapi, keluhan pasien yang mendengar suara suara dan melihat bayangan
berangsur angsur menghilang. Semenjak itu pasien rutin kontrol ke rumah sakit.
Sekitar akhir tahun 2014 hingga pertengahan tahun 2015, pasien sudah tidak mengeluh
melihat bayangan bayangan namun terkadang pasien mendengar suara bisikan - bisikan.
Pasien jarang keluar rumah, lebih sering berdiam di dalam kamar dengan suasana gelap.
Pasien sering tidak bisa tidur di malam hari. Kesehariannya di rumah berupa membaca
Alquran dan terkadang membantu orang tua menyapu rumah. Pasien jarang bergaul dengan
tetangga. Aktivitas seperti mandi dan makan masih bisa dilakukan sendiri meskipun dengan
perintah orang tua. Sudah 3 bulan ini orang tua pasien tidak mengambil obat di puskesmas
dengan alasan bahwa obat yang sebelumnya masih ada. Orang tua pasien memberikan obat
setiap 3 hari sekali.
C. Riwayat Sebelumnya
1. Psikiatri
Sejak usia 5 tahun, pasien belum bisa berbicara secara jelas dan berjalan dengan tegak.
2. Penyakit Medis Umum
Riwayat batuk lama disangkal.
Riwayat trauma kepala disangkal.
Riwayat kejang demam disangkal.
Riwayat epilepsi disangkal.
Riwayat pingsan/kehilangan kesadaran sebelumnya disangkal.
D. Riwayat Pramorbid
1. Masa Prenatal dan Perinatal
Pasien adalah anak ketiga dari 3 bersaudara. Selama kehamilan ibu pasien tidak
memiliki riwayat sakit parah, merokok, ataupun mengkonsumsi obat-obatan. Pasien
tidak memiliki masalah kelainan bawaan. Pasien tidak pernah demam berkepanjangan
selama bayi.
2. Masa Kanak Awal (Sampai usia 3 Tahun)
Pasien termasuk anak yang kurang aktif. Pertumbuhan dan perkembangan pasien
terlambat.
3. Masa anak-anak pertengahan (3 7 Tahun)
Pasien masuk SD biasa saat usia 5 tahun, namun pasien tidak dapat mengikuti
pelajaran, nilainya tidak memuaskan, hingga akhirnya pasien pindah ke sekolah SD

17

SLB. Pasien masih cukup bisa bergaul dan bermain dengan anak seusianya di rumah
maupun di sekolah.
4. Masa anak akhir (7 11 tahun)
Pasien dapat mengikuti pendidikan sesuai dengan tingkatan kelasnya di SD SLB,
dapat mengikuti pelajaran dengan cukup baik dan bergaul dengan teman-temannya.
5. Masa remaja (12 18 tahun )
Pasien melanjutkan pendidikan hingga tamat SMP SLB.
6. Masa Dewasa
a. Riwayat Pendidikan
Pasien mengikuti jenjang pendidikan mulai SD saat berusia 5 tahun hingga lulus
SMP SLB.
b. Riwayat Pekerjaan
Pasien tidak bekerja.
c. Riwayat Keagamaan
Pasien dididik dan dikenalkan dengan ajaran agama Islam.
d. Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah.
e. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah terlibat masalah pelanggaran hukum dan tidak pernah dipenjara.
f. Riwayat Sosial
Pasien jarang bergaul di sekitar rumah, pendiam dan senang di rumah.
g. Riwayat Hidup Sekarang
Pasien tinggal bersama kedua orangtua dan kakak kandungnya.

7. Riwayat Psikoseksual
Riwayat penyiksaan seksual pada masa anak dan remaja tidak diketahui. Tidak pernah
mengalami kekerasan seksual saat usia dewasa. Pasien berpakaian sesuai jenis
kelaminnya.
8. Riwayat keluarga
Pasien adalah anak ketiga dari 3 bersaudara. Tidak ada anggota keluarga yang sakit
seperti ini, sakit jiwa lainnya, tidak terdapat percobaan bunuh diri.
III.

STATUS MENTAL
Deskripsi Umum
18

1. Penampilan : wanita berpakaian rapi, wajah sesuai umur, kulit kuning langsat
2. Kesadaran : Baik
3. Perilaku dan aktifitas psikomotor : aktif
4. Pembicaraan : kuantitas dan kualitas kurang
5. Sikap terhadap pemeriksa : kurang kooperatif
Keadaan Afektif (mood)
1. Mood : eutimik
2. Afek : serasi
Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Halusinasi audio (+)
2. Ilusi : (-)
3. Depersonalisasi : sulit dinilai
Derealisasi : sulit dinilai
IV.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


Status Internus
Keadaan umum

: baik

Status neurologis

: komposmentis, GCS E4M5V6

Tekanan darah

: 120 / 80 mmHg

Nadi

: 78 kali/menit

RR

: 18 kali/menit

Status internum

Kepala

: Sklera ikterik (-/-), konjungtiva palpebra pucat (-/-)

Leher

: pembesaran nnll (-/-)

Toraks

: Cor

: SI-SII murni, suara tambahan (-)

Pulmo : suara vesikuler, suara tambahan (-)


Abdomen

: Supel, nyeri tekan (-), peristaltik (+) normal

Ekstremitas

superior

inferior

Edema

-/-

-/-

Capp refill

<2/<2

<2/<2

Tremor

-/-

-/-

19

BAB IV
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
Intervensi yang diberikan pada kasus ini adalah berupa kunjungan rumah dan
pemberian obat untuk 1 bulan berupa Haloperidol 5 mg (2x1), Amitriptyline 25 mg (2x1),
Trihexyphenidyl (2x1). Selain itu, diberikan edukasi terhadap orang tua pasien tentang
pentingnya minum obat secara tepat dan teratur setiap harinya serta keharusan untuk kontrol
kembali ke Puskesmas Dharma Rini setiap bulannya bila obat mau habis dan atau muncul
keluhan keluhan baru.

20

BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
Monitoring dan evaluasi dilakukan saat pasien dan atau orang tua pasien kontrol ke
Puskesmas Dharma Rini 1 bulan lagi, berupa anamnesis dan pemeriksaan yang berkaitan
dengan keluhan yang ada dibandingkan dengan keluhan keluhan sebelumnya, apakah ada
perbaikan atau tidak.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Retardasi Mental. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta, 2010
2. Elvira SD, Hadisukanto G. Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 2010
3. Salmiah S: Retardasi Mental. Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran
Gigi Univeritas Sumatera Utara, Medan, 2010
4. Maslim R. F70-F79 Retardasi Mental. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, 2003
22

23

Anda mungkin juga menyukai