Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN (SEPSIS)

1. Definisi
Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan
dengan biakan positif terhadap organism dari tempat tersebut). SIRS (Systemic
Inflammatory Response Syndrome) adalah pasien yang memiliki kriteria dua atau
lebih sebagai berikut:
1. Demam (Suhu >38 C) atau hipotermi (<36C)
2. Takikardi / frekuensi denyut jantung > 90x/menit
3. Takipnea / frekuensi nafas lebih > 24/menit atau PaCO2 <32 mmHg
4. Leukositosis (hitung leukosit > 12.000 /mm3) atau leukopeni (< 4000
sel/ul) atau > 10 % sel imatur)
Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisikan sebagai infeksi
bakteri pada aliran darah bayi selama empat minggu pertama kehidupan (Bobak,
2004). Sepsis neonatorum adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan
ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, sumsum
tulang atau air kemih.
Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan
hipoperfusi atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi (tetapi tidak terbatas)
pada asidosis laktat, oliguria, atau perubahan akut pada status mental (Sudoyo
Aru, dkk. 2009). Syok sepsis terjadi apabila bayi masih dalam keadaan hipotermi
walaupun telah mendapatkan cairan adekuat. Sindroma disfungsi multi organ
terjadi apabila bayi tidak mampu lagi mempertahankan homeostasis tubuh
sehingga terjadi perubahan fungsi dua atau lebih organ tubuh.
2. Klasifikasi
Dari waktu terjadinya, sepsis dibagi menjadi sepsis awitan dini dan lanjut.
Awitan Dini

usia bayi < 72 jam

Didapat saat persalinan

Penularan vertikal dari ibu ke bayi

Jenis Bakteri:

Basil gram negatif

E.coli

Klebsiella

Enterococcus

Group B streptococcus

Coagulase negative staphylococci


Awitan Lanjut

usia bayi > 72 jam


Didapat dari lingkungan
Didapatkan secara nosokomial atau dari rumah sakit
Jenis Bakteri:

Basil gram negatif

Pseudomonas

Klebsiella

Staph. aureus(MRSA)

Coagulase negative staphylococci

Coagulase negative
Selain perbedaan waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi juga berbeda

dalam macam kuman penyebab infeksi. Selanjutnya baik patogenesis, gambaran


klinis ataupun penatalaksanaan penderita tidak banyak berbeda dan sesuai dengan
perjalanan sepsisnya yang dikenal dengan cascade sepsis.
Berdasarkan waktu timbulnya:
1.

Early Onset (dini) : terjadi pada 5 hari pertama setelah lahir dengan
manifestasi klinis yang timbulnya mendadak, dengan gejala sistemik yang
berat, terutama mengenai system saluran pernafasan, progresif dan akhirnya
syok.

2.

Late Onset (lambat) : timbul setelah umur 5 hari dengan manifestasi klinis
sering disertai adanya kelainan system susunan saraf pusat.

3.

Infeksi nosokomial yaitu infeksi yang terjadi pada neonatus tanpa resiko
infeksi yang timbul lebih dari 48 jam saat dirawat di rumah sakit.

3. Patofisiologi dan web of caution


Selama dalam kandungan, janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman
karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion,
khorion dan beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian
kemungkinan kontaminasi kuman dapat timbul melalui berbagai jalan yaitu:6
1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin
melalui aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin.
Keadaan ini ditemukan pada infeksi TORCH, Triponema pallidum atau Listeria
dll.
2. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor asepsis dan antisepsis
misalnya saat pengambilan contoh darah janin, bahan villi khorion atau
amniosentesis. Paparan kuman pada cairan amnion saat prosedur dilakukan akan
menimbulkan amnionitis dan pada akhirnya terjadi kontaminasi kuman pada
janin.
3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih
berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam
rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan
ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir
akan meningkat apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam
Setelah lahir, kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik karena
infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan, bayi yang mendapat
prosedur neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam ventilator,
kurang memperhatikan tindakan asepsis dan antisepsis, rawat inap yang terlalu
lama dan hunian terlalu padat, dll. Bila paparan kuman pada kedua kelompok ini
berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi respons tubuh yang berupaya
untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan
memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung
dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh karena

itu, pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotik, harus memperhatikan pula


gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit.

Penyakit infeksi yg diderita ibu

Bakteri dan virus

Masuk ke neonatus

Masa antenatal

Kuman dan virus dari ibu

Melewati plasenta dan


umbilikus

Masa intranatal

Kuman di vagina dan serviks

pascanatal

Infeksi nosokomial
dari luar rahim

Naik mencapai korion dan


amnion

Masuk kedalam tubuh bayi

Amnionitis dan korionitis

Melalui sirkuasi
darah janin

Kuman melalui umbiikus


masuk ketubuh janin

Melalui alat2 pengisap lendir,


selang endotrakeal, infuse, selang
nasogastrik, botol minuman atau
dot

Sepsis

Sistem pencernaan, anoreksia,


muntah, diare, menyusui buruk,
hepatomegali, peningkatan
residu setelah menyusui

Gg. gastrointestinal

Sistem pernapasan, dispneu,


takipneu, apneu, tarikan otot
pernapasan, sianosis

Pola napas terganggu

Ante, intra, postnatal


hipertermi, aktivitas lemah,
tampak sakit, menyusu buruk,
peningkatan leukosit darah

Resiko infeksi

Nutrisi < kebutuhan

Gg. pola napas

4. Etiologi
Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit atau jamur dapat
menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis. Penyebab dari
sepsis adalah bakteri gram (-) dan focus primernya dapat berasal dari saluran
genitourinarium, saluran empedu dan saluran gastrointestinum, sedangkan gram
(+) timbul dari infeksi kulit, saluran respirasi dan juga bisa berasal dari luka
terbuka, sperti luka bakar.
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc (1961)
membaginya menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu
melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melalui
sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin.
2. Infeksi intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi dari pada cara lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah
ketuban pecah. Ketuban pecah lama (jarak waktu antara pecahnya ketuban dan
lahirnya bayi lebih dari 12 jam) memunyai peranan penting terhadap timbulnya
plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh
(misalnya ada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina).
3. Infeksi pascanatal
Infeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi berakibat
fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat
atau akibat perawatan yang tidak steril atau akibat infeksi silang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir dapat di bagi
menjadi tiga kategori :
1.

Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya

buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam
lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu
(kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan.
2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor
resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan
lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui
plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir,
konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan
hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan
kulit.
b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik,
khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA
tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat.
Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3
serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida.
Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik,
bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar
penurunan aktivitas opsonisasi.
c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat
kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor diluar ibu dan neonatal
a. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral
merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi
juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko
pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas,
sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan
resisten berlipat ganda.
c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling
sering akibat kontak tangan.

d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan
dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi
oleh E.colli.
5. Tanda dan gejala
Menurut buku pedoman Integrated Management of Childhood Illnesses tahun
2000 mengemukakan bahwa kriteria klinis Sepsis Neonatorum Berat bila
ditemukan satu atau lebih dari gejala-gejala berikut ini:
Variabel Klinis
-

Suhu tubuh yang tidak stabil

Laju nadi > 180 x/mnt atau < 100 x/mnt

Laju nafas > 60 x/mnt dengan retraksi/desaturasi oksigen

Letargi

Intoleransi glukosa (plama glukosa > 10 mmd/L)

Intoleransi minum

Variabel Hemodinamik
-

Tekanan darah < 2SD menurut usia bayi

Tekanan darah sistolik < 50 mmHg (bayi usia 1 hari)

Tekanan darah sistolik < 65 mmHg (bayi usia < 1 bulan)

Variabel perfusi jaringan


-

Pengisian kembali kapiler/capilary refill > 3 detik

Asam laktat plasma > 3 mmol/L

Variabel inflamasi
-

Leukositosis (> 34.000 /ml)

Leukopenia (< 5000/ml)

Imatur neotrofil : total neutrofil (IT) ratio > 0,2

Trombositopenia < 100.000/ml

CRP > 10/dl atau > 2 SD atas nilai normal

IL -6 atau IL -8 > 70 mg/ml

16 sPCR positif
Manifestasi klinis menurut sistem organ adalah seperti berikut:

1. Keadaan umum : kesadaran menurun, malas minum (poor feeding),


hipo/hipertermia, edema, sklerema.
2. Sistem susunan saraf pusat : hipotonia, irritable, high pitch cry, kejang, letargi,
tremor, fontanella cembung.
3. Sistem saluran pernafasan : pernafasan tidak teratur, napas cepat (>60
x/menit), apnea, dispnea, sianosis.
4. Sistem kardiovaskuler : takikardia (>160 x/menit), bradikardia (<100 x/menit),
akral dingin, syok.
5. Sistem saluran cerna : retensi lambung, hepatomegali, mencret, muntah,
kembung.
6. Sistem hematology : kuning, pucat, splenomegali, ptekie, purpura, perdarahan.
Adapun manifestasi klinis berdasarkan timbulnya sepsis adalah sebagai
berikut:
1. Early onset: terjadi 3 hari pertama paska lahir, dengan gejala klinis yang
timbulnya mendadak, serta gejala sistemik yang berat. Terutama mengenai
system saluran nafas, sifatnya progresif dan akhirnya syok
2. Late onset: timbul setelah umur 3 hari, sering disertai manifestasi klinis adanya
gangguan sistem susunan saraf pusat.
Manifestasi klinis juga selalunya tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
Infeksi pada tali pusar (omfalitis) bisa menyebabkan keluarnya nanah atau

darah dari pusar


Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak bisa menyebabkan
koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau

penonjolan pada ubun-ubun


Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan

pada lengan atau tungkai yang terkena


Infeksi pada persendian bisa menyebabkan pembengkakan, kemerahan,

nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat


Infeksi pada selaput perut (peritonitis) bisa menyebabkan pembengkakan
perut dan diare berdarah.

Tabel Kelompok temuan klinis yang berhubungan dengan sepsis


Kategori A

Kategori B

Gangguan napas (misalnya:

Tremor

apnea, frekuensi napas > 60 atau

Letargi atau lunglai/layuh

<30 kali/menit, retraksi dinding

Mengantuk atau kurang aktif

dada, merintih pada waktu

Iritabel atau rewel

ekspirasi, sianosis sentral)

Muntah (menyokong ke arah

Kejang

Tidak sadar

Suhu tubuh tidak normal


(tidak normal sejak lahir dan

sepsis)
-

(menyokong ke arah sepsis)


-

Tanda mulai muncul sesudah

tidak memberi respons terhadap

hari ke 4 (menyokong ke arah

terapi atau suhu tidak stabil

sepsis)

sesudah pengukuran suhu normal

selama tiga kali atau lebih,


menyokong ke arah sepsis)
-

Distensi abdomen

Air ketuban bercampur


mekonium

Persalinan di lingkungan yang


kurang higienis (menyokong ke

Malas minum, sebelumnya


minum dengan baik (menyokong
ke arah sepsis)

arah sepsis)
-

Kondisi memburuk secara


cepat dan dramatis (menyokong
ke arah sepsis)

6. Pemeriksaan penunjang
1.

DPL dengan hitung jenis ( atau leukosit)

2.

Kimia serum, bilirubin, laktat serum (meningkat), pemeriksaan fungsi


hati (abnormal) dan protein C (menurun)

3.

Resistensi insulin dengan peningkatan glukosa darah

4.

AGD (hipoksemia, asidosis laktat)

5.

Kultur urin, sputum, luka, darah

6.

Waktu tromboplastin parsial teraktivasi (meningkat), rasio normalisasi


internasional (meningkat) dan D-dimer (meningkat)

7. Penatalaksanaan medis
Berdasarkan Surviving Sepsis Campaigne pada tahun 2004,
merekomendasikan penatalaksanaan sepsis berat dan syok septic sebagai berikut:
1. Early Goal Directed Therapy (EGDT)
Resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kristaloid, pemberian
obat-obatan inotropik, atau vasopresor dalam waktu 6 jam sesudah diagnosis
ditegakkan di unit gawat darurat sebelum masuk ke PICU. Resusitasi awal 20
ml/kgBB 5-10 menit dan dapat diulang beberapa kali sampai lebih dari 60
ml/kgBB cairan dalam waktu 6 jam. Pada syok septic dengan tekanan nadi sangat
sempit, koloid lebih efektif daripada kristaloid.7
2. Inotropik/vasopresor/vasodilator
Apabila terjadi refrakter terhadap resusitasi volume, dan MAP kurang dari
normal, diberikan vasopresor; Dopamine merupakan pilihan pertama. Apabila
refrakter terhadap pemberian Dopamine, maka dapat diberikan epinephrine atau
norepinephrine. Dobutamin dapat diberikan pada keadan curah jantung yang
rendah. Vasodilator diberikan pada keadaan tahanan pembuluh darah perifer yang
meningkat dengan MAP tinggi sesudah resusitasi volume dan pemberian
inotropik. Nitrovasodilator (nitrogliserin, atau nitropusid) diberikan apabila terjadi
curah jantung yang rendah dan tahanan pembuluh darah sistemik yang meningkat
disertai syok.11
Apabila curah jantung masih rendah, akan tetapi normotensi dan tahanan
pembuluh darah sistemik meningkat, maka dipikirkan pemberian
phosphodiesterase inhibitor. Vasopresin yaitu ADH, adrenocorticotrophic
hormone yang dikeluarkan oleh hipotalamus, sebagai vasokonstriktor pada otot

polos pembuluh darah dosis 0,01-0,04 u/menit diberikan pada penderita yang
refrakter terhadap vasopresor konvensional dosis tinggi.11
3. Extra Corporeal Membrane Oxygenation
ECMO dilakukan pada syok septic pediatric yang refrakter terhadap terapi
cairan, inotropik, vasopressor, vasodilator dan terapi hormone. Terdapat 1
penelitian yang menganalisis 12 penderita sepsis meningococcus dengan ECMO,
8 hidup dimana 6 dapat hidup normal sampai 1 tahun pemantauan.
4. Oksigen
Intubasi endotrakheal dini dengan atau tanpa ventilator mekanik sangat
bermanfaat pada bayi dan anak dengan sepsis berat/syok septic, karena kapasitas
residual fungsional yang rendah. Volume tidal 6 ml/kgBB dengan permissive
hypercapnea dan posisi tengkurap dapat memberikan oksigenasi jaringan yang
baik.6
5. Koreksi Asidosis
Terapi bikarbonat untuk memperbaiki hemodinamik atau mengurangi
kebutuhan akan vasopressor, tidak dianjurkan pada keadaan asidosis laktat dan
pH&lt; 7,15 dengan hemodinamik dan kebutuhan akan vasopressor, dan
pengaruhnya terhadap keluaran pada pH rendah.10
6. Terapi Antibiotika
Pemberian antibiotika segera setelah satu jam ditegakkan diagnosis sepsis
dan pengambilan kultur darah. Terapi antibiotika empiris spectrum luas dosis
inisial penuh, satu atau beberapa obat berdasarkan dugaan kuman penyebab dan
dapat berpenetrasi ke dalam sumber infeksi. Terdapat hubungan antara pemberian
antibiotika yang inadekuat dengan tingginya mortalitas. 5
Pada keadaan dimana fokus infeksi tidak jelas, maka antibiotika harus
diberikan pada keadaan penderita mengalami perburukan, status imunologik yang
buruk, adanya kateter intravena berdasarkan dugaan kuman penyebab dan tes
kepekaan. Antibiotika golongan beta-lactams seperti penicillin, carbapenem
seperti meropenem, imipenem, cephalosporin dan aminoglikosida. Extended
spectrum Penicillin yaitu carboxy penicillins dan ureido-penicillins diberikan

untuk infeksi Pseudomonas aeruginosa atau bakteri gram negative lain. Carboxy
penicillins termasuk carbenicillin dan ticarcilin dapat diberikan pada infeksi
MRSA dan spesies Klebsiella.5
Evaluasi pemberian antibiotika dilakukan sesudah 48-72 jam berdasarkan
data klinis dan mikrobiologi dengan mempergunakan antibiotika spectrum sempit
untuk mengurangi resistensi bakteri, menurunkan toksisitas dan biaya. Lama
pemberian antibiotika 7-10 hari dipandu oleh respon manifestasi klinis. Antibiotik
diberikan sebelum kuman penyebab diketahui.
Waktu/durasi pemberian antibiotik pada sepsis neonatal.
Diagnosis
Meningitis
Kultur darah (+), tanda-tanda sepsis (+)
Kultur darah (-), komponen skrining sepsis (+)
Kultur darah (-), komponen skrining sepsis (-)

Durasi
21 hari
10 14 hari
7 10 hari
5 7 hari

7. Terapi kortikosteroid
Beberapa meta-analisis telah menunjukkan secara konsisten bahwa
pemberian glukokortikoid dosis tinggi (lebih dari 42.000 mg equivalen
hidrokortison) telah terbukti tidak bermanfaat dan membahayakan. Pada saat ini
pemberian kortikosteroid pada pasien sepsis lebih ditujukan untuk mengatasi
kekurangan kortisol endogen akibat insufisiensi renal. Kortikosteroid dosis rendah
bermanfaat pada pasien syok sepsis karena terbukti memperbaiki status
hemodinamik, memperpendek masa syok, memperbaiki respon terhadap
katekolamin dan meningkatkan survival. Pada keadaan ini dapat diberikan
hidrokortison dengan dosis 2 mg/kgBB/hari.109,114 Sebuah meta-analisis
memperkuat hal ini dengan menunjukkan penurunan angka mortalitas 28 hari
secara signifikan. 7
8. Anti-inflamasi
Penelitian mengenai terapi anti-inflamasi pada pediatrik masih sangat
sedikit, dan dengan sampel yang kecil.
9. Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF)

Sistem granulopoetik pada bayi baru lahir khususnya bayi kurang bulan
masih belum berkembang dengan baik. Neutropenia sering ditemukan pada pasien
sepsis neonatal dan keadaan ini terutama terjadi karena defisiensi G-CSF dan
GM-CSF. Padahal neonatus yang menderita sepsis dengan neutropenia memiliki
angka mortalitas lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengalami neutropenia. GCSF merupakan regulator fisiologis terhadap produksi dan fungsi neutrofil.
Fungsinya adalah untuk menstimulasi proliferasi prekursor neutrofil dan
meningkatkan aktivitas kemotaksis, fagositosis, memproduksi superoksida dan
bakterisida. Berdasarkan fungsi tersebut, G-CSF digunakan sebagai terapi
adjuvant pada sepsis neonatorum. Beberapa penelitian melaporkan bahwa
pemberian G-CSF dan GM-CSF dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas
imunitas selular serta mencegah infeksi nosokomial pada neonatus, tetapi preparat
ini masih dalam penelitian lebih lanjut dan membutuhkan biaya yang mahal.
10. Transfusi Tukar
Transfusi tukar adalah prosedur untuk menukarkan sel darah merah dan
plasma resipien dengan sel darah merah dan plasma donor. Tujuan TT pada sepsis
adalah untuk memutuskan rantai reaksi inflamasi sepsis dan memperbaiki keadaan
umum pasien. Dikatakan demikian karena berdasarkan penelitian-penelitian yang
pernah ada telah menunjukkan kesimpulan bahwa TT dapat meningkatkan kadar
IgG, IgA dan IgM dalam waktu 12-24 jam; meningkatkan fungsi granulosit;
meningkatkan aktivitas opsonisasi antibodi dan fungsinya serta jumlah neutrofil;
mengeluarkan endotoksin dan mediator inflamasi; meningkatkan oxygen-carrying
capacity darah; memperbaiki perfusi jaringan; meningkatkan konsentrasi
oksihemoglobin di otak; serta memperbaiki perfusi perifer dan distres pernapasan.
Darah yang digunakan untuk TT adalah darah lengkap. Volume darah yang
diperlukan untuk tindakan TT adalah 80-85 ml/kgBB untuk bayi cukup bulan atau
100 ml/kgBB untuk bayi prematur dan ditambah lagi 75-100 ml untuk priming
the tubing. Metode yang paling disukai untuk prosedur TT adalah isovolumetric
exchange, yaitu mengeluarkan dan memasukkan darah yang dilakukan bersamasama melalui kateter arteri umbilikalis (dipakai untuk mengeluarkan darah pasien)
dan kateter vena umbilikalis (dipakai untuk memasukkan darah donor).
Kontraindikasi TT adalah ketidakmampuan untuk memasang akses arteri atau

vena dengan tepat, omphalitis, omphalocele/gastroschisis, necrotizing


enterocolitis, bleeding diathesis, infeksi pada tempat tusukan serta kurang baiknya
aliran pembuluh darah kolateral dari arteri ulnaris atau arteri dorsalis pedis. TT
cukup efektif sebagai terapi alternatif pada sepsis neonatorum yang gagal
ditatalaksana secara konvensional.
11. Terapi suportif lainnya
8. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
Pengkajian
1. Biodata / identitas
Nama

: Diisi sesuai nama pasien

Umur

: Biasanya menyerang pada usia neonatal 0 hari 28 hari Infeksi

nasokomial pada bayi berat badan lahir sangat rendah (<1500gr) rentan sekali
menderita sepsis neonatal.
Alamat : tempat tinggal keluarga tempat tinggalnya padat dan tidak higienis
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : Klien datang dengan tubuh berwarna kuning, letargi,
kejang, tak mau menghisap, lemah
b. Riwayat penyakit sekarang: cara lahir (normal), hilangnya reflek rooting,
kekakuan pada leher, tonus otot meningkat serta asfiksia atau hipoksia.apgar
score, jam lahir, kesadaran
c. Riwayat penyakit dahulu : Ibu klien mempunyai kelainan hepar atau
kerusakan hepar karena obstruksi.
d. Riwayat kehamilan: demam pada ibu (<37,9c), riwayat sepsis GBS pada
bayi sebelumnya, infeksi pada masa kehamilan
e. Riwayat prenatal: Anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah,
riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya, kehamilan
dengan komplikasi, obat yang diberikanpd ibu selama hamil / persalinan,
persalinan dgntindakan / komplikasi, rupture selaput ketuban yang lama
(>18 jam), persalinan premature(<37 minggu.
f. Riwayat neonatal : Secara klinis ikterus pada neonatal dapat dilihatsegera
setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampakpun ssngat
tergantung kepada penyebeb ikterus itu sendiri. Bayi menderita sindrom

gawat nafas, sindrom crigler-najjar, hepatitis neonatal, stenosis pilorus,


hiperparatiroidisme, infeksi pasca natal dan lain-lain.
g. Riwayat penyakit keluarga: Orang tua atau keluarga mempunyai riwayat
penyakit yang berhubungan dengan hepar atau dengan darah.
h. Riwayat imunisasi : Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT / DT
atau TT dan kapan terakhir
3. Activity daily living
a. Nutrisi : Bayi tidak mau menetek
b. Eliminasi : BAB 1x/hari
c. Aktifitas latihan : Kekauan otot, lemah, sering menangis
d. Istirahat tidur : Pola tidur bayi yang normalnya 18 20 jam/hari, saat sakit
berkurang
e. Personal hygiene : Biasanya pada bayi yang terkena Infeksi
neonatorum, melalui plasenta dari aliran darah maternal atau selama
persalinan karena ingesti atau aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.
f. Psikososial : Bayi rewel
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum: lemah, sulit menelan, kejang;
Kesadaran: normal
Vital sign: TD

Nadi

: normal (110-120 x/menit)

Suhu

: Demam (Suhu >38 C) atau hipotermi (<36C)

Pernafasan : meningkat > 40 x/menit (bayi) normal 30-60x/menit)


b. Kepala dan leher:
Inspeksi: Simetris, dahi mengkerut
Kepala: Bentuk kepala mikro atau makrosepali, trauma persalinan, adanya
caput, kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung.
Rambut : Lurus/keriting, distribusi merata/tidak, warna
Mata

: Agak tertutup / tertutup,

Mulut

: Mecucu seperti mulut ikan

Hidung

: Pernafasan cuping hidung, sianosis

Telinga : Kebersihan
Palpasi: Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe
Terdapat kaku kuduk pada leher

c. Dada
Inspeksi : Simetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan
Palpasi

: Denyutan jantung teraba cepat, badan terasa panas

Perkusi

: Jantung : Dullness

Paru

: Sonor

Auskultasi : terdengar suara wheezing


d. Abdomen
Inspeksi : Flat / datar, terdapat tanda tanda infeksi pada tali pusat (jika infeksi
melalui tali pusat), keadaan tali pusat dan jumlah pembuluh darah (2 arteri dan 1
vena)
Palpasi

: Teraba keras, kaku seperti papan

Perkusi

: Pekak

Auskultasi : Terdengar bising usus


e. Kulit
Turgor kurang, pucat, kebiruan
f. Genetalia
Tidak kelainan bentuk dan oedema, Apakah terdapat hipospandia, epispadia,
testis BAK pertama kali.
g. Ekstremitas
Suhu pada daerah akral panas, Apakah ada cacat bawaan, kelainan bentuk, Fleksi
pada tangan, ekstensi pada tungkai, hipertoni sehingga bayi dapat diangkat bagai
sepotong kayu.
6.

Pemeriksaan Spefisik
a. Apgar score
b. Frekuensi kardiovaskuler: apakah ada takikardi, brakikardi, normal
c. Sistem neurologis
d. Reflek moro: tidak ada, asimetris/hiperaktif
e. Reflek menghisap: kuat, lemah
f. Reflek menjejak: baik, buruk
g. koordinasi reflek menghisap dan menelan
7. Pemeriksaan laboatorium
a. sampel darah tali pusat
b. fenil ketonuria
c. hematokrit
d. Bilirubin

e.
f.
g.
h.

Kadar gular darah serum


Protein aktif C
Imunogloblin IgM
Hasil kultur cairan serebrospinal, darah asupan hidung, umbilikus, telinga,

pus dari lesi, feces dan urine.


i. Juga dilakukan analisis cairan serebrospinal dan pemeriksaan darah tepi
dan jumlah leukosit.
9. Diagnosa keperawatan
a. Risiko infeksi b.d penularan infeksi pada bayi sebelum, selama dan sesudah
kelahiran
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebuituhan tubuh b.d minum sedikit
atau intoleran terhadap minuman
c. Ketidakefektifan pola nafas b.d apnea
d. Resiko syok, factor resiko sepsis
e. Hipertermi b.d
10. Rencana tindakan keperawatan yang lazim terjadi
a. Resiko infeksi b.d penularan infeksi pada bayi sebelum, selama dan sesudah
kelahiran
NOC
Status imun
kontrol risiko
Kriteria Hasil:
klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
NIC
Kontrol infeksi
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan
keperawatan
Rasional: menghindari terjadinya infeksi dari petugas kesehatan
kepada pasien.
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat

Rasional: pasien dengan malnutrisi rentan terhadap kuman karena


sistem imun yang menurun.
Gunakan masker dan sarung tangan sebagai alat pelindung
Rasional: menghindari terjadinya infeksi dari petugas kesehatan
kepada pasien dan sebagai alat pelindung diri bagi petugas kesehatan
Berikan terapi antibiotik bila perlu
Rasional : proteksi terhadap infeksi
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
Rasional: untuk menghindari terjadinya infeksi yang dapat
memperparah keadaan pasien
Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
Rasional: kemerahan, panas, drainase merupakan tanda-tanda infeksi
yang perlu dipantau secara berkala.
Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang beresiko
Rasional: mencegah terjadinya infeksi
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebuituhan tubuh b.d minum
sedikit atau intoleran terhadap minuman
NOC
Status nutrisi
Status nutrisi : masukan makanan dan cairan
Status nutrisi : masukan gizi
Kontrol berat badan
Kriteria hasil:

Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan


Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi atau berkurang

NIC:
Manajemen nutrisi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.

Rasional: Penentuan jumlah kalori dan nutrisi penting untuk


menentukan bentuk dan jenis makanan sesuai dengan kebutuhan
pasien
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Rasional : Untuk mengetahui masukan dan keluaran dari nutrisi dari
kebutuhan pasien sesuai.
Anjurkan pasein atau keluarganya untuk meningkatkan protein dan
vitamin C
Rasional: Protein dan vitamin penting bagi metbolisme tubuh dan
perkembangan dan pertumbuhan
Monitoring nutrisi
Kaji adanya alergi
Rasional: mencegah terjadinya alergi terhadap makanan dan terapi
diet yang diberikan
Monitor dan catat respon terhadap pemberian makan, nafsu makan
klien
Rasional: respon pasien saat makan dapat mempegaruhi jumlah intake
nutrisi
Monitor dan catat intake per oral
Rasional: penting untuk pemberian nutrisi sesuai dengan kebutuhan
anak
Monitor adanya penurunan berat badan
Rasional : untuk mengetahui status nutrisi anak
Kolaborasi diet dan pemberian vitamin
Rasional : memberikan nutrisi dan asupan gizi yang tepat bagi klien
sesuai kebutuhan
Monitor mual dan muntah
Rasional : mencegah kekurangan volume cairan
Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan konjungtiva
Rasional: mengetahui status nutrisin dan hidrasi klien/
f. Ketidakefektifan pola nafas b.d apnea
NOC

Status respirasi: ventilasi


Status respirasi: kepatenan jalan nafas
Status tanda-tanda vital

Kriteria Hasil:
Menunjukkan jalan nafas paten

Tanda-tanda vital dalam rentang normal


NIC
Airway management
i. Buka jalan nafas, gunakan chin lift atau jaw thrust jika
perlu
Rasional: menjaga agar klien dapat bernafas dengan nyaman
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Rasional: Agar ventilasi adekuat
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Rasional: Suara tambahan nafas mengindikasikan keadaan patologis
klien
Keluarkan secret dengan batuk atau suction
Rasional : Membantu membersihkan jalan nafas
Monitor respirasi dan status O2
Rasional: agar status respirasi terpantau dalam batas normal dan
mencegah distress pernapasan
Vital sign monitoring
Monitor TD, nadi, suhu dan RR
Rasional : agar tanda vital terpantau dalam batas normal
Monitor kualitas nadi
Rasional : kualitas nadi mengindikasikan ada atau tidaknya gangguan
pada system kardiovaskuler
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Rasional: mencegah terjadinya distress pernapasan dan syok
Monitor suhu, warna dan kelembababn kulit
Rasional: mencegah pada keadaan distress pernnapasn
d. Resiko syok, factor resiko sepsis
NOC

Pencegahan syok
Manajemen stok

Kriteria Hasil;

Nadi dalam batas yang diharapkan


Irama jantung dalam batas yang diharapkan
Frekuensi nafas dalam batas yang diharapkan
Irama pernasan dalambatas yang diharapkan

Hidrasi
Indikator:
Mata cekung tidak ditemukan
Demam tidak ditemukan

TD dbn
Hematokrit dbn
NIC
Syok prevention
Monitor status sirkulasi, TD, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR
dan ritme, nadi perifer dan kapiler refill
Rasional: memantau agar dalam batas normal dan mencegah terjadinya
syok
Monitor inadekuat oksigenasi jaringan
Rasional: mencegah terjadinya syok
Monitor tanda awal syok
Rasional: mencegah syok berlanjut
Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas
Rasional : kepatenan jalan nafas penting untuk status okseigenasi
Moni
Syok management
Monitor status cairan, input output
Rasional: mengetahui status hidrasi pasien
Memonitor gejala gagal pernafasan
Rasional: menghindari terjadinya gagal nafas dan syok
Monitor nilai laboratorium
Rasional: nilai laboratorium menunjukkan keasaan klinis pasien dan untuk
menegakkan diagnose serta terapi yang tepat.
11.

Daftar Pustaka
1. Aminullah A. Sepsis Pada Bayi Baru Lahir. Dalam: M. Sholeh Kosim, Ari
Yunanto. dkk (editor). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2008.
2. The Merck Manuals Online Medical Library. Neonatal Sepsis (Sepsis
Neonatorum). Accessed April 2013. Available from URL:
http://www.merck.com/mmpe/sec19/ch279/ch279m.html
3. hsiswatmo R dr, SpA(K). Tatalaksana Sepsis Neonatorum. Media
Aesculapius no.6/Jan-Feb 2007. Accessed April 2013. Available from URL
http://www.freewebs.com/mediaaesculapius/arsip%20skma
%202007/SKMA_revisi_jan-feb07sudah%20terisi_edit4.pdf

4. Powell KR. Sepsis dan Syok. Dalam: Nelson, Behrman, Kliegman, Arvin
(editor). Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2.ed 15. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2000. Hal 869 870
5. Rudolph AM, Julien IEH, Colin DR. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume
1 Edisi 2. Jakarta: EGC, 2006.
6. Nurarif AH dan Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnose Medis dan Nanda-NIC-NOC jilid 1 dan 2. Panduan Penyusunan
Asuhan keperawatan professional. Yogyakarta: Media Action, 2013.
7. Bulecheck, Gloria M, et al. Nursing Intervention Classifcation (NIC) Fifth
Edition. USA: Mosbie Elsevier, 2008.

Anda mungkin juga menyukai