Anda di halaman 1dari 54

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENERBITAN OBLIGASI

A. Tinjauan Umum Tentang Surat Berharga


Dalam lalu lintas perdagangan, pihak-pihak dapat melakukan bermacammacam transaksi dagang, dalam transaksi mana lalu timbul hak dan kewajiban
pihak-pihak itu terhadap satu sama lain. Pihak yang satu berhak atas penyerahan
barang, dan pihak yang lainnya berhak atas pembayaran. Pihak yang satu
berkewajiban untuk menyerahkan barang, dan pihak yang lainnya berkewajiban
melakukan pembayaran.
Dapat juga terjadi suatu transaksi antara kedua belah pihak bahwa pihak
yang satu akan menyerahkan sejumlah uang, dan pihak yang lainnya mendapat
amanat untuk menyimpan uang tersebut. Mungkin juga terjadi transaksi bahwa
pihak yang satu mengamanatkan kepada pihak lainnya supaya pihak lain itu
menyerahkan sejumlah uang kepada pihak yang ditunjuk, dan sebagai imbalannya
pihak pemberi amanat menyerahkan sejumlah uang kepada penerima amanat.
Sudah menjadi suatu kenyataan bahwa pada masa sekarang ini di dalam
perkembangan lalu lintas perdagangan terdapat suatu kemajuan dalam cara-cara
pembayaran dengan mempergunakan alat-alat pembayaran kredit dan alat
pembayaran kontan selain dengan mata uang. Semakin lama di dalam masyarakat
Indonesia sendiri semakin banyak orang yang mengenal dan mengerti gunanya
alat-alat pembayaran semacam itu. Mereka mempergunakannya baik untuk

Universitas Sumatera Utara

keperluan perdagangan di dalam negeri maupun di luar negeri, tidak lagi memilih
mempergunakan pembayaran dengan uang.
Orang menginginkan segala sesuatunya bersifat praktis dan aman,
khususnya dalam lalu lintas pembayaran. Artinya orang tidak mutlak lagi
menggunakan alat pembayaran berupa uang, melainkan cukup dengan
menerbitkan surat berharga baik sebagai alat pembayaran kontan maupun sebagai
alat pembayaran kredit.
Praktis artinya dalam setiap transaksi, para pihak tidak perlu membawa
mata uang dalam jumlah yang besar sebagai alat pembayaran, melainkan cukup
dengan mengantongi surat berharga saja. Aman artinya tidak semua orang yang
tidak berhak dapat menggunakan surat berharga itu, karena pembayaran dengan
surat berharga memerlukan cara-cara tertentu. Sedangkan jika menggunakan mata
uang, apalagi dalam jumlah besar, banyak sekali kemungkinannya timbul bahaya
atau kerugian, misalnya pencurian dan lain-lain.
Dalam dunia perusahaan dan perdagangan, dikenal bermacam-macam
surat yang pada umumnya orang mengatakan itu sebagai surat berharga. Orang
mengatakan itu surat berharga berdasarkan kenyataan bahwa surat itu mempunyai
nilai uang atau dapat ditukar dengan sejumlah uang atau apa yang tersebut dalam
surat itu dapat dinilai atau ditukar dengan uang. Surat-surat itu berupa wesel,
aksep, cek, saham, obligasi, konosemen, ceel, karcis kereta api, surat penitipan
barang, dan lain-lain. 18

18

Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, Citra Aditya


Bakti Bandung. 1998. Hal. 4.

Universitas Sumatera Utara

Pengertian orang tentang surat berharga seperti itu tersebut di atas ini
sebenarnya tidak tepat. Yang dimaksud dengan surat berharga dalam pengertian
hukum dagang tidaklah demikian. Supaya dapat dikatakan surat berharga menurut
pengertian hukum dagang, perlu dipenuhi syarat-syarat tertentu yang merupakan
ciri dari surat itu sebagai surat berharga. Tentang apakah yang dimaksud dengan
surat berharga itu, dalam KUHD sendiri tidak terdapat definisinya. Hanya dapat
disimpulkan dari ciri-ciri atau syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal-Pasal
KUHD, bahwa surat itu dapat dikatakan surat berharga. 19

1. Pengertian Surat Berharga


Terdapat beberapa istilah yang identik dengan surat berharga yaitu
negotiable instruments, negotiable papers, transferable papers, commercial
papers dan waardepapieren. 20
Istilah surat berharga ini dapat dijumpai dalam berbagai perundangundangan kita. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak membataskan ruang
lingkup surat berharga, namun ditinjau dari sudut tujuan penerbitannya, surat
berharga digunakan sebagai alat pembayaran giral dalam lalu lintas pembayaran,
di antaranya ada yang dapat atau tidak dapat dialihkan, atau diperdagangkan
kepada orang lain, sehingga ada yang membedakannya atas surat berharga dan
surat yang mempunyai harga atau nilai. 21
Menurut Wirjono Prodjodikoro, bahwa istilah surat-surat berharga itu
terpakai untuk surat-surat yang bersifat seperti uang tunai, jadi yang dapat dipakai
untuk melakukan pembayaran. Ini berarti pula bahwa surat-surat itu dapat
19

Ibid.
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman. Op.cit . hal. 444.
21
Ibid.
20

Universitas Sumatera Utara

diperdagangkan, agar sewaktu-waktu dapat ditukar dengan uang tunai atau


negotiable instruments. 22
Sementara itu Abdulkadir Muhammad membedakan atas surat berharga
dan surat yang mempunyai harga. Surat berharga adalah surat yang oleh
penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi,
yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran itu tidak dilakukan
dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain.
Alat bayar itu berupa surat yang di dalamnya mengandung suatu perintah kepada
pihak ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada
pemegang surat tersebut. Adapun surat yang mempunyai harga atau nilai, bukan
alat pembayaran, penerbitannya tidak untuk diperjualbelikan, melainkan sekedar
sebagai alat bukti diri bagi pemegang bahwa dia sebagai orang yang berhak atas
apa yang disebutkan atau untuk menikmati hak yang disebutkan di dalam surat
itu. Bahkan bagi yang berhak, apabila surat bukti itu lepas dari penguasaannya, ia
masih dapat memperoleh barang atau haknya itu dengan menggunakan alat bukti
lain. 23
Demikian pula M. N Purwosutjipto membedakan antara surat berharga
dan surat yang berharga. Dikatakan bahwa surat berharga itu surat tuntutan utang,
pembawa hak dan mudah diperjualbelikan. Untuk surat yang berharga adalah
surat bukti tuntutan utang yang sukar diperjualbelikan. 24

22

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Wesel, Cek dan Aksep di Indonesia, Sumur. Bandung.
1992. Hal. 34.
23
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit. Hal. 5.
24
M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia jilid 7, Djambatan
Bandung. 1990. Hal. 6.

Universitas Sumatera Utara

Pengertian lain dari Munir Fuady menyatakan, bahwa surat berharga


adalah sebuah dokumen yang diterbitkan oleh penerbitnya sebagai pemenuhan
suatu prestasi berupa pembayaran sejumlah uang, sehingga berfungsi sebagai alat
bayar yang di dalamnya berisikan suatu perintah untuk membayar kepada pihakpihak yang memegang surat tersebut, baik pihak yang diberikan surat berharga
oleh penerbitnya ataupun pihak ketiga kepada siapa surat berharga tersebut telah
dialihkan. 25
Dari beberapa pengertian di atas, dapat diketahui unsur penting dalam
surat berharga itu adalah bahwa hak-hak yang tercantum di dalam surat berharga
itu dapat dipindahtangankan atau diperdagangkan (negotiable) secara mudah.
Oleh karena itu, semua surat yang diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar
uang termasuk surat berharga. Pengertian ini jangan dicampuradukkan dengan
pengertian surat yang mempunyai harga atau nilai ekonomis (uang). Padahal tidak
semua surat-surat tersebut mudah diperdagangkan atau dialihkan kepada pihak
lain.
Berbeda dengan perumusan pengertian surat berharga yang diberikan
para ahli hukum, perundang-undangan merumuskan pengertiannya dalam artian
yang luas dan sempit. Dalam artian luas, di mana mencakup pula derivatif atau
turunan dari surat berharga yang bersangkutan, sedangkan dalam artian sempit,
terbatas pada surat berharga yang diperjualbelikan atau diperdagangkan dalam
pasar modal dan pasar uang. Perundang-undangan memberikan pengertian istilah

25

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis : Menata Bisnis Modern di Era Global, Citra
Aditya Bakti, Bandung. 2008. Hal. 163.

Universitas Sumatera Utara

surat berharga dengan cara menyebutkan, menunjuk, atau merinci bentuk-bentuk


surat atau warkat yang termasuk dalam kategori surat berharga. 26
Ketentuan dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
merumuskan pengertian surat berharga dengan cara memerinci yaitu Surat
Berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit,
atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit,
dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang.
Sedangkan dalam Pasal ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal merumuskan pengertian istilah efek sebagai
surat berharga yaitu Efek adalah surat pengakuan hutang, surat berharga
komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, unit penyertaan kontrak investasi
kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek.
Dari pengertian yuridis dalam perundang-undangan tersebut, maka
pengertian surat berharga itu meliputi: 27
a. Hanyalah surat-surat yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan
pasar uang, yaitu surat-surat berharga yang sering diperjualbelikan pada
bursa efek dan lembaga bank;
b. Bentuknya berupa surat tagihan utang, tanda keanggotaan/penyertaan dari
suatu perusahaan dan surat yang berdaya hukum kebendaan
(zakenrechtelijke papieren);
c. Dibatasi pada surat-surat yang lazim diperdagangkan, yaitu surat-surat yang
hak-haknya dapat dengan mudah dialihkan kepada pihak lain;
d. Bentuknya tidak terbatas pada apa yang disebutkan atau dirinci oleh
Undang-Undang, melainkan
berkembang termasuk setiap derivative
securities dari surat berharga yang bersangkutan.

26
27

Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman. Op.cit . Hal 446.


Ibid . Hal 446-447.

Universitas Sumatera Utara

Jadi, secara sederhana surat berharga dapat diartikan sebagai suatu


dokumen atau surat yang di dalamnya memuat suatu kesanggupan, janji, atau
perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu pada waktu
tertentu pula, yang diperuntukkan sebagai alat pembayaran atau jaminan dan serta
yang dibuat dengan sengaja untuk dapat diperjualbelikan atau diperdagangkan.
Secara yuridis suatu surat berharga mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Sebagai alat pembayaran (alat tukar);
b. Sebagai alat pemindahan hak tagih (karena dapat diperjualbelikan);
c. Sebagai surat legitimasi (surat bukti tagih).

2. Dasar dan Sumber Hukum Surat Berharga


Penerbitan surat berharga juga menjadi kegiatan usaha perbankan melalui
pasar uang. Jenis-jenis produk surat berharga yang dapat diterbitkan oleh
perbankan yang merupakan kegiatan usaha perbankan disebutkan dalam ketentuan
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Adapun usaha bank
umum bila dikaitkan dengan penerbitan surat berharga antara lain sebagai
berikut: 28
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu;
b. Menerbitkan surat pengakuan hutang;
28

Merupakan ketentuan dari pasal 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1992


sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan.

Universitas Sumatera Utara

c. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk


kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
1) Surat-surat wesel, termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa
berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan
surat-surat yang dimaksud;
2) Surat-surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa
berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan suratsurat yang dimaksud;
3) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
5) Obligasi
6) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu tahun);
7) Instrument surat berharga lain yang berjangka waktu sampai 1 (satu)
tahun;
d. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana
kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi
maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya.

Dari sebagian ketentuan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun


1992 sebagaimana telah diubah dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 di atas, dapat diketahui bahwa surat-surat berharga yang
diperdagangkan dalam pasar uang terbatas kepada surat-surat berharga yang
berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun, dan surat-surat berharga tersebut

Universitas Sumatera Utara

memang lazim diterbitkan oleh bank, untuk selanjutnya diperjualbelikan dan


ditukarkan dengan uang tunai.
Secara fisik surat berharga hanyalah merupakan sepucuk surat, tetapi
mengapakah dia begitu kuatnya secara hukum. Adapun yang merupakan alasan
yuridis, sehingga surat berharga mempunyai kekuatan mengikat sebagai dasar
penerbitan surat berharga, maka ada 4 (empat) teori yang terkenal yang membahas
masalah tersebut yaitu:
a. Teori Kreasi atau Penciptaan (creatietheorie)
Teori ini mula-mula dikemukakan oleh Einert seorang sarjana hukum
Jerman tahun 1839, kemudian diteruskan oleh Kuntze dalam bukunya Die
Lehre von den Inhaberpapieren (1857). Menurut teori ini adalah yang
menjadi dasar hukum mengikatnya suatu surat berharga antara penerbit dan
pemegang ialah perbuatan menandatangani surat berharga itu. Artinya dengan
membubuhkan tanda tangan di atas surat berharga itu akan menimbulkan suatu
perikatan bagi orang yang menandatangani terhadap orang lain yang
memperoleh surat berharga tersebut. 29
Keberatan terhadap teori ini ialah bahwa pernyataan sepihak dengan
tanda tangan saja tidak mungkin menimbulkan perikatan. Supaya timbul
perikatan, harus ada dua pihak yang mengadakan persetujuan (toestemming,
meeting of minds) sebab tanpa persetujuan tidak mungkin ada kewajiban.
Demikian juga jika surat berharga itu jatuh ke tangan orang yang tidak berhak
atau tidak jujur misalnya dicuri, penerbit yang menandatangani tetap terikat
29

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga, Penerbit


Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1993. Hal 24

Universitas Sumatera Utara

untuk membayar. Padahal menurut Pasal 1977 ayat 2 KUHPdt seorang yang
kehilangan surat itu karena dicuri masih berhak menuntut kembali surat itu dari
si pencuri atau penemunya selama tenggang waktu 3 (tiga) tahun, kecuali
pemegang memperolehnya dari pasar umum (pelelangan di muka umum).
Karena ada beberapa keberatan, lalu teori ini ditinggalkan. 30

b. Teori Kepantasan (redelijkheidstheorie)


Sebagai pelopor (grondlegger) teori ini adalah Grunhut seorang sarjana
hukum Jerman. Di Jerman teori ini disebut Redlichkeitstheorie. Teori ini masih
berdasarkan pada teori kreasi atau penciptaan, hanya dengan dengan
pembatasan. Jika teori kreasi atau penciptaan menyatakan bahwa penerbit yang
menandatangani surat itu tetap terikat untuk membayar kepada pemegang,
meskipun pemegang yang tidak jujur, teori kepantasan tidak menerima akibat
yang demikian itu. Pembatasannya ialah penerbit (penandatangan) hanya
bertanggung jawab atau terikat pada pemegang yang memperoleh surat
berharga secara pantas (redelijk, reasonable). Pantas artinya menurut cara yang
lazim, yang diakui oleh masyarakat dan dilindungi oleh hukum. Pemegang
yang demikian ini disebut pemegang yang jujur (te goeder trouw, in good
faith). Pemegang yang jujur menurut sistem Anglo Saxon disebut holder in due
course. 31
Keberatan kepada teori ini ialah karena masih berdasarkan pada teori
penciptaan, bahwa penandatanganan surat berharga itu menimbulkan perikatan.
30
31

Ibid.
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit. hal 17.

Universitas Sumatera Utara

Padahal pernyataan sepihak tidak mungkin menimbulkan perikatan, jika tidak


ada persetujuan dari pihak lainnya. 32

c. Teori Perjanjian (Overeenkomsttheorie)


Menurut teori ini yang menjadi dasar hukum mengikatnya surat
berharga antara penerbit dan pemegang ialah suatu perjanjian yang merupakan
perbuatan dua pihak yaitu penerbit yang menandatangani dan pemegang
pertama yang menerima surat berharga itu. Dalam perjanjian disetujui bahwa
jika pemegang pertama memperalihkan surat itu kepada pemegang berikutnya
penerbit tetap terikat untuk membayar atau bertanggung jawab untuk
membayar. Dalam keadaan normal teori ini bisa diterima, karena masih tetap
didasarkan pada isi perjanjian. Pelopor dari teori ini adalah Thol. 33
Keberatan pada teori ini ialah tidak memberikan penyelesaian yang
memuaskan jika surat berharga itu beredar secara tidak normal, misalnya
karena hilang ataupun dicuri. Dalam hal ini penerbit masih bertanggung jawab
terhadap pemegang atau pembawa surat berharga itu yang memperolehnya
secara tidak normal. Menghadapi persoalan demikian ini lalu timbul
pertanyaan yakni apa dasar hukumnya penerbit masih bertanggung jawab
terhadap pemegang yang memperoleh surat berharga secara tidak normal itu?
Oleh karena itu teori ini akhirnya secara murni tidak dapat dipakai dikarenakan
teori ini tidak mampu menerangkan mengapa penerbit masih tetap bertanggung
jawab kepada pemegang, walaupun jatuhnya surat berharga tersebut ke tangan
32
33

Ibid.
Ibid

Universitas Sumatera Utara

pemegang di luar kehendak si penerbit atau secara tidak normal. Dengan kata
lain teori ternyata mengalami jalan buntu. 34
Namun demikian masih ada sarjana yang berusaha memecahkan
persoalan iu dengan mengemukakan teori lagi yang disebut teori perjanjian
dengan tambahan. Sarjana itu adalah Molengraaff dan Scheltema. Menurut
pendapat kedua sarjana ini, tanggung jawab penerbit terhadap pemegang
pemegang itu tetap didasarkan pada perjanjian antara penerbit dan pemegang
pertama. Jika surat berharga itu jatuh ke tangan pemegang berikutnya, penerbit
mempunyai kewajiban baru terhadap pemegang yang baru itu berdasarkan
pada hukum positif, yaitu Pasal-Pasal yang terdapat dalam KUHD dan
KUHPerdata 35
Jika sudah menunjuk kepada hukum positif, tidak perlu lagi mencari
teori untuk memecahkan suatu masalah, karena semua orang harus tunduk
kepada hukum positif atau undang-undang yang sudah ada. Wirjono
Prodjodikoro tidak menyetujui jalan pikiran kedua sarjana ini, malahan
dikatakan bahwa jalan keluar yang ditempuh oleh Molengraaff dan Scheltema
itu adalah usaha orang-orang berputus asa dalam mencari teori-teori lain. 36

d. Teori Penunjukan (vertoningstheorie)


Teori ini dikemukakan oleh sarjana hukum yang terkenal yaitu Land
dalam bukunya Beginselen van het hedendaagsche wisselrecht (1881), dan
Wittenwaall dalam bukunya Het toonderpapier (1893), dan di Jerman oleh
34

Ibid. Hal 18.


Ibid.
36
Ibid.
35

Universitas Sumatera Utara

Rieser. Menurut teori ini yang menjadi dasar hukum mengikatnya surat
berharga antara penerbit dan pemegang ialah perbuatan penunjukan surat itu
kepada debitur. Debitur yang pertama adalah penerbit, oleh siapa surat
berharga itu disuruh dipertunjukkan pada hari bayar. Sejak itulah timbul
perikatan, dan penerbit selaku debitur wajib membayarnya. Teori ini tidak
sesuai dengan fakta dan terlalu jauh bertentangan dengan ketentuan undangundang. 37
Dikatakan tidak sesuai dengan fakta , karena pembayaran itu adalah
pelaksanaan dari suatu perjanjian (perikatan), dengan demikian perikatannya
harus sudah ada terlebih dahulu sebelum pelaksanaannya. Bagaimana
pemegang memperoleh pembayaran kalau tidak ada dasar hukumnya yaitu
perikatan yang terjadi sebelumnya antara penerbit dan pemegang itu. Persoalan
yang timbul lagi, bagaimana seandainya penerbit menolak pembayaran
terhadap pemegang, dengan alasan belum ada perikatan? Kepada siapa
pemegang itu memperoleh pembayaran? Persoalan ini tidak dapat dipecahkan
oleh teori ini. 38
Dikatakan terlalu jauh bertentangan dengan ketentuan undang-undang,
karena undang-undang (KUHD) sendiri menentukan bahwa perikatan itu sudah
ada sebelum hari bayar dan sebelum penunjukan surat berharga itu. Hal ini
dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 142 KUHD yang menyatakan
Pemegang surat wesel bisa melaksanakan hak regresnya kepada para endosan,

37
38

Ibid. Hal 18-19.


Ibid. Hal 19.

Universitas Sumatera Utara

kepada penerbit, dan kepada para debitur wesel lainnya pada hari bayarnya
apabila terjadi non pembayaran. Bahkan sebelum hari bayarnya:
1) Apabila akseptasi seluruhnya atau sebagian ditolak;
2) Dalam hal pailitnya tersangkut, baik tersangkut akseptan, maupun bukan
akseptan, dan mulai saat berlakunya penundaan pembayaran yang
diberikan kepadanya;
3) Dalam hal pailitnya penerbit surat wesel yang tidak bisa diperoleh
akseptasinya. 39
Dari kata-kata bahkan sebelum hari bayarnya dapat ditarik
kesimpulan bahwa perikatannya sudah ada terlebih dahulu, bukan pada saat
penunjukan. Demikian juga dari kata-kata akseptasi sebagian atau seluruhnya
ditolak dapat ditarik kesimpulan bahwa perikatannya sudah ada sebelum
penunjukan, bahkan pada saat penunjukan. Maksud akseptasi pada surat wesel
itu ialah untuk memastikan pelaksanaan perjanjian yaitu pembayaran pada hari
bayar, bukan untuk menemukan adanya perikatan.
Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan di atas, menurut Abdulkadir
Muhammad, teori perjanjian lebih banyak pengaruhnya dalam hukum surat-surat
berharga. Hal ini disebabkan karena perjanjian antara penerbit dan pemegang
pertama merupakan sumber hukum dari perikatan yang timbul pada surat
berharga. Terbitnya surat berharga tidak lain dari pemenuhan isi perjanjian,
karenanya penerbit dan pemegang surat berharga itu telah sepakat untuk

39

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

menanggung segala akibatnya jika surat berharga itu dipindahtangankan kepada


pemegang berikutnya. 40
Pemindahtanganan surat berharga itupun didasarkan juga pada isi
perjanjian yang tersurat dalam teks surat berharga itu misalnya dengan klausula
atas tunjuk dan atas pengganti. Klausula ini menunjukkan bahwa surat berharga
itu

telah

disetujui

oleh

penerbitnya,

apabila

pemegang

pertama

memindahtangankan surat itu kepada pemegang berikutnya. Pemegang berikutnya


juga mau menerima peralihan tersebut karena percaya, bahwa perjanjian antara
penerbit dan pemegang pertama itu memang ada seperti terbaca pada teks surat
berharga itu. 41
Apabila penerbit tidak menyeujui surat berharga itu dipindahtangankan
kepada pemegang berikutnya, sudah tentu dalam surat berharga itu akan dimuat
suatu klausula yang menunjukkan maksud penerbit tidak menyetujui jika surat
berharga itu dipindatangakankan kepada pemegang berikutnya. Hal ini dapat
dilihat pada surat wesel. Jika penerbit tidak menghendaki surat wesel itu
dipindahtangankan menurut hukum wesel, ia akan mencantumkan klausula rekta
yang berbunyi tidak atas pengganti (niet aan order). Hal ini juga terdapat pada
surat cek (Pasal 110 ayat 2 KUHD untuk surat wesel dan Pasal 191 ayat 2 KUHD
untuk surat cek).42
Ini berarti pemegang pertama tidak dibolehkan memperalihkan surat
wesel atau cek itu kepada pemegang berikutnya menurut hukum surat berharga,
yaitu dengan endosemen. Jika pemegang pertama memperalihkan juga kepada
40

Ibid. Hal. 20.


Ibid.
42
Ibid.
41

Universitas Sumatera Utara

pihak lainnya, akibat hukumnya penerbit tidak bertanggung jawab menurut


hukum surat berharga, kepada pemegang yang baru itu. 43
Apabila surat berharga itu jatuh ke tangan orang lain yang tidak berhak,
maka sepantasnya pula orang tidak berhak itu tidak mendapat perlindungan. Yang
perlu dilindungi itu hanyalah orang yang sebenarnya berhak atau orang yang jujur.
Adalah tidak masuk akal dan bertentangan dengan norma hukum dan norma
kepatutan yang berlaku dalam masyarakat jika seorang pencuri surat berharga atau
yang memperoleh tanpa hak mendapat perlindungan hukum.

3. Jenis-Jenis Surat Berharga


Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka surat
berharga memiliki berbagai macam jenis. Jenis-jenis surat berharga itu memiliki
bentuk dan karakteristik yang berbeda-beda antara satu surat berharga dengan
surat berharga yang lain. Jenis-jenis surat berharga tersebut antara lain sebagai
berikut:
a. Surat Wesel
Wesel adalah terjemahan atau berasal dari istilah Belanda wissel. Surat
wesel adalah surat yang memuat kata wesel, yang diterbitkan pada tempat
tertentu, di mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut untuk
membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya, pada
tanggal dan tempat tertentu.44
Menurut ketentuan Pasal 100 KUHD, setiap surat wesel harus memuat
syarat-syarat formal berikut ini:

43
44

Ibid. Hal 21.


Dra. Farida Hasyim, M.Hum. Hukum Dagang, Sinar Grafika. Jakarta. 2009. Hal.

240.

Universitas Sumatera Utara

1) Istilah wesel harus dimuatkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan


dalam bahasa surat itu ditulis;
2) Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu;
3) Nama orang yang harus membayarnya (tersangkut)
4) Penetapan hari bayarnya (hari jatuh);
5) Penetapan tempat di mana pembayaran harus dilakukan;
6) Nama orang kepada siapa atau penggantinya pembayaran harus
dilakukan;
7) Tanggal dan tempat surat wesel diterbitkan;
8) Tanda tangan yang menerbitkan
Dalam perundang-undangan, tidak terdapat perumusan atau definisi
tentang surat wesel. Akan tetapi, dalam Pasal 100 KUHD dimuat syarat-syarat
formal, seperti surat wesel. Atas dasar inilah, dapat disimpulkan bahwa surat
wesel adalah surat yang memuat kata wesel, yang diterbitkan pada tanggal dan
tempat tertentu, di mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada
tersangkut untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau
penggantinya pada tanggal dan tempat tertentu.
Apabila surat wesel tidak memuat salah satu dari syarat-syarat formal
tersebut, surat itu tidak dapat diperlakukan sebagai surat wesel menurut
undang-undang, kecuali dalam hal-hal berikut ini:
1) Surat wesel yang tidak menetapkan hari bayarnya, dianggap harus
dibayar pada hari diperlihatkan (op zicht);

Universitas Sumatera Utara

2) Jika tidak ada penetapan khusus, maka tempat yang ditulis di samping
nama tersangkut, dianggap sebagai tempat pembayaran dan tempat di
mana tersangkut berdomisili;
3) Surat wesel yang tidak menerangkan tempat diterbitkan, dianggap
ditandatangani di tempat yang tertulis di samping nama penerbit (lihat
Pasal 101 KUHD).
Adapun yang melatarbelakangi terbitnya surat wesel adalah perjanjian
yang terjadi antara penerbit dan penerima wesel, di mana perjanjian akan
menimbulkan hubungan hukum antara kedua belah pihak. Sebagai contoh, di
dalam perjanjian jual beli suatu barang antara A sebagai penjual dan B sebagai
pembeli telah disepakati bahwa B menerima barang yang dibeli dan A
menerima pembayaran sejumlah harga barang itu. Akan tetapi, pembayaran
tersebut tidak berupa uang seperti biasanya, melainkan dengan cara tersendiri,
yaitu menerbitkan surat wesel sejumlah harga pada waktu yang telah
ditentukan sebagaimana yang tercantum di dalam surat wesel itu.
Ada 5 (lima) macam bentuk surat wesel yang diatur oleh undangundang:
1) Wesel atas Pengganti Penerbit
Bentuk surat wesel atas pengganti penerbit (aan eigen order, to
own order) dimungkinkan oleh Pasal 102 ayat 1 KUHD yang
menyatakan penerbit dapat menerbitkan surat wesel yang berbunyi atas
pengganti penerbit. Maksudnya penerbit menunjuk kepada dirinya
sendiri sebagai pemegang pertama. Kekhususan bentuk surat wesel

Universitas Sumatera Utara

macam ini ialah bahwa kedudukan penerbit sama dengan kedudukan


pemegang pertama. 45
Bentuk surat wesel ini bisa terjadi, karena orang yang akan
menerbitkan surat wesel belum mengetahui kepada siapa ia akan
menyerahkan surat wesel itu, atau belum mengetahui siapa pemegang
pertamanya. Supaya surat wesel itu bisa beredar, lalu diterbitkan surat
wesel atas pengganti penerbit, yang mana penerbit adalah pemegang
pertama, sehingga penerbit pulalah yang memintakan akseptasi. Dengan
akseptasi itu minat orang terhadap surat wesel itu bertambah besar,
sehingga dapat beredar dengan cepat dari pemegang yang satu kepada
pemegang yang lain.

2) Wesel atas Penerbit


Menurut ketentuan Pasal 102 ayat 2 KUHD surat wesel dapat
diterbitkan atas penerbit sendiri. Maksudnya penerbit memerintahkan
kepada dirinya sendiri untuk membayar, jadi penerbit menunjuk dirinya
sendiri sebagai pihak tersangkut. Kekhususannya ialah kedudukan
penerbit sama dengan kedudukan tersangkut. Jika wesel ini diakseptasi,
penerbitnya terikat baik sebagai penghutang regres maupun sebagai
akseptan. Wesel dalam bentuk ini biasanya diterbitkan oleh kantor pusat,
yang memerintahkan kantor cabangnya untuk membayar sejumlah uang
kepada pemegang surat wesel tersebut. Penerbitan surat wesel bentuk ini

45

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit. Hal. 62.

Universitas Sumatera Utara

biasanya dilakukan dalam satu lingkungan perusahaan, misalnya di


kalangan perbankan. 46

3) Wesel untuk Perhitungan Orang Ketiga


Bentuk surat wesel dimungkinkan oleh Pasal 102 ayat KUHD
yang menyatakan bahwa surat wesel dapat diterbitkan untuk perhitungan
orang ketiga (voor rekenig van een derde, for account of a third party).
Penerbitan surat wesel ini bisa terjadi jika orang ketiga itu untuk
tagihannya dimungkinkan untuk diterbitkan surat wesel, artinya ia
mempunyai rekening yang cukup dananya. Karena alasan tertentu ia
minta kepada pihak lain untuk menjadi penerbit surat wesel atas
perhitungan rekeningnya itu. Biasanya pihak yang diminta jadi
penerbitnya itu adalah bank di mana orang ketiga itu mempunyai
rekening. Bank inilah bertindak sebagai penerbit surat wesel untuk
perhitungan bertindak untuk sebagai penerbit surat wesel untuk
perhitungan orang ketiga yang menyuruh menerbitkan wesel atas
perhitungan rekeningnya. 47

4) Wesel Incasso
Wesel incasso (incasso wissel, collection draft) adalah bentuk
surat wesel yang diterbitkan dengan tujuan untuk memberi kuasa
kepada pemegang pertama menagih sejumlah uang, tidak untuk
46
47

Ibid. Hal 63-64.


Ibid. hal. 65-66.

Universitas Sumatera Utara

diperjualbelikan. Kedudukan penerbit adalah sebagai pemberi kuasa,


sedangkan kedudukan pemegang pertama adalah pemegang kuasa
untuk menagih uang. Wesel incasso dimungkinkan oleh Pasal 102a ayat
1 KUHD. Menurut ketentuan Pasal ini, jika dalam wesel itu penerbit
memuatkan kata-kata harga untuk ditagih, atau dalam pemberian
kuasa, atau untuk incasso , atau lain-lain kata yang berarti memberi
perintah untuk menagih semata-mata, maka pemegang pertama bisa
melakukan semua hak yang timbul dari surat wesel itu, tetapi ia tidak
bisa mengendosemenkan kepada orang lain, melainkan dengan cara
pemberian kuasa. 48

5) Wesel Berdomisili
Menurut ketentuan Pasal 100 ayat 5 KUHD surat wesel harus
memuat nama tempat di mana tersangkut harus melakukan pembayaran.
Umumnya pembayaran itu dilakukan di tempat kediaman tersangkut.
Tetapi ketentuan ini tidak selalu demikian. Menurut ketentuan Pasal 103
KUHD ada surat wesel yang harus dibayar di tempat tinggal orang
ketiga, baik di tempat tinggal tersangkut, maupun di tempat lain. Surat
wesel ini disebut surat wesel berdomisili.

49

Scheltema berpendapat, susunan kata-kata di tempat tinggal


seorang ketiga tidak tepat, yang lebih tepat adalah oleh seorang ketiga.
Yang dipersoalkan itu bukan tempat pembayaran surat wesel, melainkan
48
49

Ibid. Hal 69.


Ibid. Hal 71-72.

Universitas Sumatera Utara

orang ketiga yang melakukan pembayaran, yang seharusnya dilakukan


tersangkut. Jadi letak kekhususan surat wesel berdomisili bukan pada
tempatnya, melainkan pada subjek yang melakukan pembayaran. 50

b. Surat Sanggup
Surat sanggup, juga disebut promesse atas pengganti, mempunyai sifat
yang sama seperti sifat dari surat wesel, ditinjau dari sudut isi perikatannya,
yaitu termasuk surat tagihan hutang (schuldvorderingspapier), akan tetapi
tergolong kepada kriteria janji untuk
Sedangkan

wesel

tergolong

kriteria

membayar (betalingsbelofte).
perintah

untuk

membayar

(betalingsopdracht).
Dalam surat sanggup tidak ada tersangkut, karena penandatangan
sebagai penerbit mengikatkan diri untuk membayar kepada penerima atau
pemegangnya, jadi berposisi seperti akseptan pada surat wesel. Karena itu
kedudukan penandatangan berbeda kedudukan dengan kedudukan penerbit
surat wesel. Jika penerbit surat wesel adalah debitur wajib regres, maka
penandatangan surat sanggup bukanlah debitur wajib regres, melainkan debitur
yang wajib membayar sama seperti akseptan pada surat wesel.
Dalam undang-undang tidak terdapat perumusan atau definisi surat
sanggup. Tetapi dalam Pasal 174 KUHD dimuat syarat-syarat formal sepucuk
surat sanggup. Dan syarat-syarat formal tersebut dapat dirumuskan pengertian
atau definisi surat sanggup itu sebagai surat yang memuat kata surat sanggup

50

Ibid. Hal 72.

Universitas Sumatera Utara

atau promesse aan order, yang ditandatangani pada tanggal dan tempat
tertentu, dengan mana penandatangan menyanggupi syarat untuk membayar
sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya pada tanggal dan
tempat tertentu.

c. Surat Cek
Cek berasal dari istilah cheque (bahasa Perancis). Definisi tentang cek
sebenarnya tidak dirumuskan dalam perundang-undangan dan yang ada
hanyalah peraturan tentang syarat-syarat formal sepucuk surat cek, yang
terdapat dalam Pasal 178 KUHD. Atas dasar ini maka dapat disimpulkan
definisi surat cek. Surat cek adalah surat yang memuat kata cek yang
diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, di mana penerbit memerintahkan
tanpa syarat kepada bankir untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada
pemegang atau pembawa di tempat tertentu.
Menurut hukum surat berharga yang diatur dalam KUHD surat cek
berbeda dengan surat wesel, walaupun kedua-duanya dapat dibayar dan atas
penglihatan. Oleh karena itu kedua macam surat berharga ini pengaturannya
berbeda dalam KUHD walaupun ada juga persamaannya antara lain sebagai
berikut: 51
1) Fungsi ekonomis dalam lalu lintas pembayaran. Surat wesel
menitikberatkan fungsi ekonomis sebagai alat pembayaran kredit, yaitu
untuk memperoleh uang kredit. Adapun surat cek menitikberatkan
fungsi ekonomis sebagai alat pembayaran tunai, hal ini dapat
disimpulkan dari ketentuan Pasal 205 ayat 1 KUHD. Setiap cek harus
dibayar pada waktu yang diperlihatkan;
51

Farida Hasyim. Op. cit. Hal. 252

Universitas Sumatera Utara

2) Waktu peredaran sebagai alat pembayaran kredit. Surat wesel


mempunyai waktu peredaran yang lama bahkan bisa melebihi satu
tahun, sedangkan surat cek sebagai alat pembayaran tunai mempunyai
waktu peredaran yang singkat yaitu 70 hari (Pasal 206 ayat 1 KUHD)
3) Surat wesel sebagai alat pembayaran kredit harus dibayar pada waktu
tertentu yang telah ditetapkan dalam surat wesel, sedangkan surat cek
harus dibayar pada waktu diperlihatkan (Pasal 205 ayat 1 KUHD);
4) Penerbitan surat wesel dapat diterbitkan atas bankir atau bukan bankir.
Sebagai alat pembayaran kredit, pemegang surat wesel dapat
memperoleh pembayaran sebelum hari bayar dengan jalan
mengendosemenkan surat wesel itu kepada orang lain. Adapun surat
cek sebagai alat pembayaran tunai harus diterbitkan atas bankir.
Apabila ingin memperoleh pembayaran, langsung saja diperlihatkan
kepada banknya;
5) Lembaga akseptasi sebagai alat pembayaran kredit surat wesel
mengenal lembaga akseptasi, artinya sebelum hari bayar tiba perlu
memperoleh kepastian terlebih dahulu dari tersangkut, sedangkan surat
cek sebagai alat pembayaran tunai tidak mengenal lembaga akseptasi.
Jadi, setiap waktu diperlihatkan oleh bankir, ia harus dibayar.
6) Klausul berbeda walaupun dapat diterbitkan atas penglihatan (op zicht),
surat wesel bersifat bersifat atas pengganti (aan order). Adapun surat
cek dapat diterbitkan atas pengganti dan dapat juga atas tunjuk (aan
toonder). Pada umumnya, surat cek diterbitkan atas tunjuk sehingga
peralihannya cukup dari tangan ke tangan.
Sebagaimana halnya surat wesel, surat cek juga ada bentuk-bentuk
khusus antara lain sebagai berikut:
1) Surat cek atas Pengganti Penerbit
Bentuk surat cek ini dimungkinkan oleh Pasal 183 ayat 1
KUHD, yaitu menyatakan bahwa surat cek dapat diterbitkan atas
pengganti penerbit (aan de order van de trekker). Kekhususan bentuk ini
adalah nama pemegang pertama (penerima) tidak disebutkan sehingga
penerbit sama dengan pemegang pertama (penerima). Surat cek dalam

Universitas Sumatera Utara

bentuk ini berklausula atas pengganti (aan order). Jika diperalihkan


dengan orang lain harus dilakukan dengan endosemen. 52

2) Surat Cek atas Penerbit Sendiri


Bentuk ini dimungkinkan oleh Pasal 183 ayat 3 KUHD, yang
menyatakan bahwa surat cek dapat diterbitkan atas penerbit sendiri (op
de trekker zelf). Kekhususan bentuk ini adalah penerbit sama dengan
tersangkut. Jadi perintah membayar itu dari bankir kepada bankir. Ini
terjadi apabila kantor pusatnya menerbitkan surat cek atas kantor
cabang. 53

3) Surat Cek untuk Perhitungan Orang Ketiga


Bentuk ini dimungkinkan oleh Pasal 183 ayat 2 KUHD, yang
menyatakan bahwa surat cek dapat diterbitkan atas perhitungan orang
ketiga. Dalam surat cek ini, terdapat hubungan hukum antara penerbit
dan pihak ketiga, pihak ketiga dan bankir, antara penerbit dan bankir.
Dengan kata lain baik pihak ketiga maupun penerbit mempunyai
rekening yang ada pada dananya pada bankir yang bersangkutan.
Hubungan hukum antara penerbit dan pihak ketiga dikuasai oleh hukum
pemberikan kuasa. Artinya pihak penerbit bertindak sebagai kuasa dari

52
53

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit. Hal 182.


Ibid. Hal 183.

Universitas Sumatera Utara

pihak ketiga menerbitkan surat cek atas beban rekeningnya, dengan


segala akibat hukumnya. 54

4) Surat Cek Incasso


Bentuk ini dimungkinkan oleh Pasal 183a ayat 1 KUHD, yang
menyatakan bahwa jika dalam surat cek penertbit memuatkan kata-kata
harga untuk dipungut atau untuk incasso atau dalam pemberian
kuasa, atau kata-kata lainnya yang berarti memberi perintah untuk
menagih semata-mata penerima boleh melaksanakan segala hak yang
timbul dari surat cek tersebut, tetapi ia tidak bisa mengendosemenkan
kepada orang lain, kecuali dengan cara memberi kuasa. 55
Menurut ketentuan Pasal 183a KUHD pemegang (penerima)
surat cek incasso dapat melaksanakan segala hak yang timbul dari surat
cek incasso. Tetapi ia tidak dapat mengendosemenkannya kepada pihak
lain kecuali dengan endosemen incasso. Pengertian endosemen incasso
adalah memindahkan hak kuasa menagih, bukan hak milik atas tagihan.
Endosemen incasso dapat terjadi apabila tempat bank penerima dan
bank tersangkut seperti dalam contoh di atas sangat jauh, sehingga
untuk menagih sejumlah uang itu bank penerima menguasakan kepada
bank cabangnya di tempat yang sama dengan bank tersangkut. Oleh

54
55

Ibid. Hal 183-184.


Ibid. Hal 184

Universitas Sumatera Utara

bank cabang ini lalu hasil tagihan itu ditransfer kepada bank
penerima. 56

5) Surat Cek Berdomisili


Bentuk ini dimungkinkan oleh Pasal 185 KUHD, yang
menyatakan setiap surat cek dapat dibayar di tempat tinggal orang
ketiga baik di tempat tersangkut berdomisili atau tempat lain. Pada surat
cek berdomisili terdapat perbedaan dengan surat wesel berdomisili.
Pada surat cek berdomisili, yang dapat menunjuk domisili itu hanyalah
penerbit. Hal ini dapat dimaklumi karena pada surat cek tidak dikenal
akseptasi. Dengan demikian tersangkut (bankir) tidak dapat menunjuk
domisili pada surat cek.57

d. Bilyet Giro
Bilyet Giro atau lebih dikenal dengan nama giro merupakan surat
perintah dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah
tersebut, untuk memindahbukuan sejumlah uang dari rekening yang
bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya atau nomor
rekening pada bank yang sama atau bank lainnya. Sama seperti halnya
dengan cek , bilyet giro juga dapat ditarik dari bank lain yang bukan

56
57

Ibid. Hal 185.


Ibid. Hal. 186.

Universitas Sumatera Utara

penerbit rekening giro. Proses penarikannya juga melalui kliring untuk


dalam satu kota dan inkaso untuk luar kota atau luar negeri. 58
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa bilyet giro
bukanlah alat pembayaran tunai, berbeda dengan cek, melainkan alat
pembayaran giral, dalam hal ini berfungsi sebagai sarana pemindahbukuan.
Oleh karena itu, bilyet giro tidak dapat atau sukar diperdagangkan dalam
pasar modal maupun pasar uang dan juga dapat beralih dari tangan yang
satu ke tangan yang lain. Dengan perkataan lain, bilyet giro tidak termasuk
dalam golongan surat berharga, melainkan surat yang mempunyai harga.
Bilyet giro berfungsi sebagai warkat pemindahbukuan sejumlah dana dari
rekening penarik (nasabah bank) kepada rekening penerima (nasabah bank)
melalui tertarik (bank).

e. Promess untuk Pembawa atau Atas Tunjuk (Promesse An Toonder)


Perkataan promesse berasal dari bahasa Prancis, yang berarti
kesanggupan, tetapi tidak seperi kata accept, yaitu tanpa setelah ada
permintaan. Selaku promesse an toonder, kesanggupan ini tidak berbeda
dari kesanggupan dalam surat aksep, yaitu dua-duanya tanpa unsur setelah
ada permintaan. Perbedaannya terletak pada hal, bahwa promess untuk
pembawa atau promess atas unjuk ini memberi hak kepada setiap pembawa
atau pengunjuk yang memperlihatkan surat itu (toonder) untuk menerima
pembayaran sejumlah uang tertentu, sedang dalam sura aksep yang boleh

58

Kasmir, SE, MM. Op. Cit. Hal. 75

Universitas Sumatera Utara

menerima uang hanya orang yang diberi kuasa (order) dari yang semua
berhak menerima pembayaran sejumlah uang. 59
Secara sederhana surat promess atas atas pembawa atau unjuk
(promesse an toonder) itu berisikan kesanggupan penandatangan untuk
melakukan pembayaran sejumlah uang tertentu pada saat diperlihatkan
kepada pemegang/tertunjuk. Sebagaimana hal surat sanggup, dalam
penerbitan promess hanya melibatkan dua pihak saja, yaitu pihak
penandatangan sebagai penerbit dan pihak pemegang/tertunjuk.

f. Saham
Saham adalah surat tanda bukti pemilikan suatu perseroan terbatas
sebagai suatu investasi modal yang akan memberikan hak atas dividen
perusahaan yang bersangkutan. 60
Implikasi dari kepemilikan atas saham mencerminkan kepemilikan
atas suatu perusahaan. Berbeda dengan obligasi, saham tidak memiliki jatuh
tempo dan tidak memberikan pendapatan tetap.
Nilai suatu saham dapat dipandang dalam 4 (empat) konsep yang
memberikan makna berbeda-beda, yaitu: 61
1) Nilai nominal (state value), yaitu nilai per lembar saham yang berkaitan
dengan kepentingan akuntansi dan hukum. Nilai nominal tidak mengukur
nilai riil suatu saham, tetapi hanya digunakan untuk menentukan
besarnya modal disetor penuh dalam neraca, yakni nilai nominal saham
dikalikan jumlah saham yang dikeluarkan perusahaan;

59

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit. Hal 248-249.


Edilius dan Sudarsono, Kamus Ekonomi Uang dan Bank, Rineka Cipta. Jakarta.
1994. Hal. 239.
61
Dyah Ratih Sulistyastuti, Saham dan Obligasi Ringkasan Teori dan Praktek,
Universitas Atmajaya. Jakarta. 2006. Hal 1-2.
60

Universitas Sumatera Utara

2) Nilai buku per lembar saham (book value pershare), yaitu total ekuitas
dibagi jumlah saham beredar. Nilai buku ini menunjukkan nilai aktiva
bersih per lembar saham yang dimiliki oleh pemegangnya;
3) Nilai pasar (market value), nilai suatu saham yang ditentukan oleh
permintaan dan penawaran saham di bursa saham;
4) Nilai fundamental, tujuan perhitungan nilai saham fundamental adalah
untuk menentukan harga wajar suatu saham agar harga saham tersebut
mencerminkan nilai saham yang sebenarnya (riil value), sehingga tidak
terlalu mahal (overpriced). Perhitungan nilai fundamental suatu saham
adalah mencari nilai sekarang (present value) dari semua aliran kas di
masa mendatang baik yang berasal dari deviden maupun capital
gain/capital loss.
Ada dua sumber pendapatan saham, yaitu capital gain dan
deviden. Capital gain adalah keuntungan yang diperoleh pemegang saham
apabila harga jual saham melebihi harga belinya. Sebaliknya capital loss, yaitu
kerugian akibat harga beli saham lebih tinggi dibanding harga saham ketika
dijual. 62
Deviden merupakan bagian keuntungan perusahaan yang menjadi
hak pemegang saham. Deviden adalah laba bersih perusahaan setelah dipotong
pajak (net income after tax / NIAT) atau laba ditahan (retained earning) yang
akan digunakan oleh perusahaan untuk mendanai berbagai aktifitas perusahaan
seperti ekspansi penelitian maupun inovasi perusahaan. 63
Jenis saham berdasarkan manfaat yang diperoleh pemegang saham
dibedakan atas:
1) Saham Biasa (Common Stock)
Saham Biasa adalah saham yang menempatkan pemiliknya pada
posisi paling akhir dalam hal pembagian deviden, dan hak atas kekayaan
perusahaan apabila perusahaan tersebut mengalami likuidasi. Saham
jenis ini yang paling banyak dikenal di masyarakat di mana nilai
nominalnya ditentukan oleh Emiten. 64

62

Tavinayati dan Yulia Qamariyanti, Hukum Pasar Modal di Indonesia, Sinar Grafika.
Jakarta, 2009. Hal 18
63
Ibid.
64
Ibid.Hal. 20.

Universitas Sumatera Utara

2) Saham Preferen (Preferred Stock)


Saham Preferen adalah saham yang memberikan prioritas
pilihan kepada pemegangnya seperti: 65
a) Berhak didahulukan dalam hal pembayaran deviden;
b) Berhak menukar saham preferen yang dipegangnya dengan saham
biasa;
c) Mendapat prioritas pembayaran kembali permodalan dalam hal
perusahaan dilikuidasi.

3) Saham Istimewa
Saham Istimewa adalah saham yang memberikan hak lebih
kepada pemiliknya dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Hak
lebih itu terutama dalam proses penunjukan direksi perusahaan. Di
Indonesia saham jenis ini dikenal dengan nama saham dwiwarna.
Pemiliknya adalah Pemerintah RI dan jumlahnya hanya satu. 66

g. Obligasi (Bonds)
Obligasi (bonds) adalah surat hutang jangka menengah dan jangka
panjang yang dapat dialihkan. Obligasi berisi janji dari pihak penerbit
obligasi untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan
melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak
pembeli obligasi. Jadi, transaksi obligasi dapat berakibat hukum terjadinya
utang piutang. Perusahaan penerbit obligasi disebut pihak yang memiliki
utang (berutang/debitor), sedangkan pembeli obligasi disebut pihak yang
memiliki piutang (berpiutang/kreditor).67

65

M. Irsan Nasaruddin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Predana
Media. Jakarta. 2004. Hal. 192.
66
Ibid. Hal. 193-194.
67
Iswi Hariyani dan Ir. R. Serfianto, Buku Pintar Hukum Bisnis Pasar Modal, Visi
Media. Jakarta. 2010. Hal. 205.

Universitas Sumatera Utara

Khusus mengenai obligasi akan dibahas lebih khusus pada


pembahasan selanjutnya.

h. Sertifikat Dana
Sertifikat dana adalah sertifikat yang diterbitkan oleh PT.
Danareksa berdasarkan dukungan dana yang dihimpunnya denga cara
membeli banyak saham dari beberapa perusahaan go public yang bonafit.
Pemegang sertifikat dana mendapat dividen dari PT. Danareksa pada
umumnya dua kali setahun. Sertifikat dana diterbitkan atas unjuk, sehingga
dapat dialihkan/dijual dengan mudah. 68

i. Sertifikat Saham
Sertifikat saham adalah sertifikat yang diterbitkan oleh PT
Danareksa selaku pengelola dan pengumpul dana dari masyarakat yang
membuktikan bahwa pemegangnya memiliki sebagian, satu atau beberapa
lembar saham dari perseroan terbatas tertentu. Pemegangnya mendapat
dividen dari PT Danareksa sesuai dengan dividen perseroan terbatas yang
menerbitkan sahamnya. Sertifikat saham diterbitkan atas unjuk, sehingga
dapat diperjualbelikan dengan mudah. 69

68
69

Abdulkadir Muhammad. Op. Cit. Hal. 266.


Ibid. Hal 269.

Universitas Sumatera Utara

j. Sertifikat Deposito
Sertifikat deposito disebut juga sertifikat bank karena diterbitkan
oleh bank. Sertifikat deposito adalah surat bukti penerimaan atas sejumlah
uang yang diserahkan kepada bank umum untuk suatu jangka waktu dengan
mendapat bunga sebagai imbalannya. Sertifikat deposito diterbitkan atas
tunjuk, sehingga dapat dialihkan/diperjualbelikan dengan mudah. Di dalam
sertifikat deposito tidak tertulis nama seseorang atau badan hukum
tertentu.70

B. Pengertian dan Karakteristik Obligasi


1. Pengertian Obligasi
Perkataan obligasi berasal dari bahasa Belanda obligatie yang secara
harfiah berarti hutang atau kewajiban. Selain itu, obligasi dapat berarti pula suatu
surat hutang (schuldbrief). Dalam pengertian surat hutang ini, obligasi dalam
terminologi hukum Belanda kerap disebut pula dengan istilah obligatie lening
yaitu yang berarti secarik bukti pinjaman uang yang dikeluarkan oleh suatu
perseroan atau badan hukum lain yang dapat diperdagangkan dengan cara
menyerahkan surat tersebut.
Obligasi pada prinsipnya merupakan surat hutang jangka panjang. Dalam
hal ini obligasi merupakan suatu instrumen pendanaan (funding instrument) yang
sangat efektif guna mengumpulkan dana dari masyarakat. Dengan menerbitkan
obligasi penerbit berarti telah mengumpulkan dana dari para pemegangnya. Dana

70

Ibid. Hal 272.

Universitas Sumatera Utara

ini dapat dipergunakan untuk perluasan usaha penerbitnya atau pun untuk tujuan
lain dari penerbitnya.
Dalam kamus hukum Sudarsono, obligasi mempunyai dua pengertian,
yaitu: 71
a. Surat pinjaman dengan bunga tertentu dari pemerintah yang dapat
diperdagangkan atau diperjualbelikan, atau
b. Surat utang berjangka (waktu) lebih dari satu tahun dan memiliki suku
bunga tertentu, di mana surat tersebut dikeluarkan oleh perusahaan untuk
menarik dana dari masyarakat guna menutup pembiayaan perusahaan.
Dari beberapa literatur dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
obligasi adalah pernyataan berutang kepada pemegang dan menyanggupi untuk
membayar/mengembalikan jumlah pokok dengan bunga tertentu sebagaimana
yang disebutkan dalam surat utang itu. Bukti pengakuan utang tersebut dapat
dikeluarkan oleh pemerintah/negara atau oleh perusahaan. Jadi, apabila orang
membeli obligasi, berarti orang tersebut telah memberi pinjaman uang untuk
jangka waktu tertentu dengan bunga tertentu dan pinjaman tersebut akan dibayar
lunas sesuai jangka waktu yang tercantum dalam obligasi.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal tidak
terdapat definisi obligasi secara eksplisit, tetapi terdapat kata obligasi pada
Pasal 1 butir 5, Penjelasan Pasal 21 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), dan Penjelasan
Pasal 25 ayat (1), di mana intinya bahwa obligasi termasuk salah satu jenis efek.
Ketentuan yang lebih jelas terdapat pada Pasal 51 ayat (4), di mana dikatakan
bahwa obligasi sebagai contoh efek yang bersifat utang jangka panjang. Obligasi
adalah bukti utang dari Emiten yang mengandung janji pembayaran bunga atau
janji lainnya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh
tempo, sekurang-kurangnya tiga tahun sejak tanggal emisi. (Pasal 1 butir 34
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548/KMK.013.1990 sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1199/KMK.010/1991). 72

71

Gunawan Widjaja, Penerbitan Obligasi dan Peran Serta Tanggung Jawab Wali
Amanat dalam Pasar Modal, Prenada Media. Jakarta. 2006. Hal. 47.
72
Ibid. Hal 48. Diambil dari Jurnal Hukum Bisnis Vol. 3 dengan judul Aspek Hukum
Commercial Paper dan Obligasi hal. 60 oleh Indra Safitri.

Universitas Sumatera Utara

2. Karakteristik Obligasi
Obligasi merupakan salah satu instrumen yang diterbitkan oleh suatu
pihak tertentu dan diperjualbelikan di bursa Efek. Di Indonesia, terdapat dua
macam bursa Efek yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya
(BES). Berdasarkan pembagian segmentasi perdagangan dengan BEJ, BES lebih
banyak memperdagangkan obligasi, saham juga diperdagangkan namun tidak
banyak. 73
Obligasi dapat dikatakan sebagai salah satu instrumen pasar modal yang
memberikan pendapatan tetap (fixed income securities) bagi pemegangnya.
Sebagai sekuritas pendapatan tetap obligasi memberikan penghasilan secara rutin.
Obligasi memiliki karakteristik sebagaimana karakteristik sekuritas pendapatan
tetap lainnya yaitu: 74
a.
b.
c.
d.

Surat berharga yang mempunyai kekuatan hukum;


Memiliki jangka waktu tertentu atau masa jatuh tempo;
Memberikan pendapatan tetap secara periodik;
Ada nilai nominal.
Penerbit (emiten) obligasi berkewajiban untuk membayarkan bunga

dalam jumlah tertentu secara periodik selama obligasi belum jatuh tempo, dan
juga melakukan pembayaran kembali nilai prinsipal obligasi tersebut pada saat
jatuh tempo yang telah ditentukan.
Adapun karakteristik umum yang tercantum pada sebuah obligasi yaitu
meliputi : 75
a. Nilai Penerbitan Obligasi ( jumlah pinjaman dana)
73

M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya. Op. cit. Hal. 129.


Dyah Ratih Sulityawati, Op.cit. Hal. 51
75
Levi Lana. Penerbitan Obligasi dan Pembangunan dengan Obligasi (Tinjauan Aspek
Yuridis dan Praktis). Jurnal Hukum Bisnis Vol 10, 2000. Hal. 29-30.
74

Universitas Sumatera Utara

Dalam penerbitan obligasi maka pihak Emiten akan dengan jelas


menyatakan berapa jumlah dana yang dibutuhkan melalui penjualan
obligasi. Istilah yang ada yaitu dikenal dengan jumlah emisi obligasi.
Apabila perusahaan membutuhkan dana Rp. 400 milyar maka dengan
jumlah yang sama akan diterbitkan obligasi senilai dana tersebut. Penentuan
besar kecilnya jumlah penerbitan obligasi berdasarkan kemampuan aliran
kas perusahaan serta kinerja bisnisnya.

b. Jangka waktu obligasi


Setiap obligasi mempunyai jangka waktu jatuh tempo (maturity).
Masa jatuh tempo obligasi kebanyakan berjangka waktu 5 (lima) tahun.
Untuk obligasi pemerintah bisa berjangka waktu lebih dari 5 (lima) tahun
sampai 10 (sepuluh) tahun. Semakin pendek jangka waktu obligasi maka
akan semakin diminati oleh investor karena dianggapnya resikonya semakin
kecil. Pada saat jatuh tempo pihak penerbit obligasi berkewajiban melunasi
pembayaran pokok obligasi tersebut.

c. Tingkat Suku Bunga


Untuk menarik investor membeli obligasi tersebut maka diberikan
insentif berbentuk tingkat suku bunga yang menarik misalnya 17%, 18% per
tahunnya. Penentuan tingkat suku bunga biasanya ditentukan dengan
membandingkan tingkat suku bunga perbankan pada umumnya. Istilah
tingkat suku bunga obligasi biasanya dikenal dengan nama kupon obligasi.

Universitas Sumatera Utara

Jenis kupon bisa berbentuk fixed rate dan variable rate untuk alternatif
pilihan bagi investor.

d. Jadwal Pembayaran Suku Bunga


Kewajiban pembayaran kupon (tingkat suku bunga obligasi)
dilakukan secara periodik sesuai kesepakatan sebelumnya, bisa dilakukan
triwulanan atau semesteran. Ketepatan waktu pembayaran kupon merupakan
aspek penting dalam menjaga reputasi penerbit obligasi.

e. Jaminan
Obligasi yang memberikan jaminan berbentuk aset perusahaan
akan mempunyai daya tarik bagi calon pembeli obligasi tersebut. Di dalam
penerbitan obligasi kewajiban penyediaan jaminan tidak harus mutlak.
Apabila yang memberikan jaminan berbentuk aset perusahaan ataupun
tagihan piutang perusahaan dapat menjadi alternatif yang menarik investor.
Dari karakteristik-karakteristik yang telah diuraikan sebelumnya maka
dapat dibagi menjadi berbagai macam obligasi. Dari cara pengalihan terdapat 2
(dua) jenis obligasi, yaitu Obligasi Atas Unjuk (bearer bond) dan Obligasi Atas
Nama (registered bond). Ciri-ciri penting dari Obligasi Atas Unjuk meliputi: 76
a. Nama pemilik tidak tercantum dalam sertifikat obligasi;
b. Setiap sertifikat obligasi disertai dengan kupon bunga yang dilepaskan
setiap pembayaran bunga dilakukan;
c. Sangat mudah untuk dialihkan;
d. Kertas sertifikat obligasi dibuat dari bahan berkualitas tinggi seperti bahan
pembuat uang;
76

M. Irsan Nasaruddin dan Indra Surya. Op.cit.. Hal 183.

Universitas Sumatera Utara

e. Bunga dan pokok obligasi hanya dibayarkan kepada orang yang dapat
menunjukkan kupon bunga dan sertifikat obligasi.
Sedangkan untuk Obligasi Atas Nama untuk pokok pinjaman, nama
pemilik tercantum dalam sertifikat obligasi beserta kupon bunga dan untuk pokok
bunga nama pemilik tidak tercantum dalam sertifikat obligasi. Nama dan alamat
pemilik dicatat di perusahaan Emiten untuk memudahkan dalam pengiriman
bunga. Kemudian Obligasi Atas Nama untuk pokok dan bunga, nama pemilik
tercantum dalam sertifikat obligasi, tetapi tidak ada kupon bunga, karena bunga
langsung disampaikan kepada pemilik yang namanya tercantum dalam daftar
perusahaan Emiten. 77 Adapun jenis-jenis obligasi itu dapat dibagi dalam beberapa
jenis yaitu: 78
a. Obligasi Berdasarkan Jaminan
Ditinjau dari segi jaminan yang diberikan, terdapat beberapa jenis
obligasi, yaitu Obligasi dengan Jaminan (secured bond/debentures) dan
Obligasi tanpa Jaminan. Obligasi dengan Jaminan adalah obligasi yang
diberi agunan (collateral) untuk pelunasan pokok pinjaman beserta
bunganya yang berupa harta kekayaan perusahaan, bisa berupa tanah,
gedung dan lain-lain, sedangkan Obligasi tanpa Jaminan adalah obligasi
yang tidak didukung dengan agunan. Selain obligasi-obligasi itu, ada
obligasi yang diterbitkan dengan jaminan hak tanggungan dan agunan aset
(Mortage and other asset backed). Obligasi jenis ini banyak terdapat di
Amerika Serikat, Jerman, Meksiko dan Inggris. Tanah dengan hak

77
78

Ibid. Hal 183-184.


Ibid. Hal 184-187

Universitas Sumatera Utara

tanggungan dan aset non-tanah mengalami proses sekuritasi kemudian


dijadikan jaminan untuk obligasi yang dikeluarkan senilai harga yang
ditaksir. Perusahaan Telmex (Mexico) mengeluarkan obligasi pada tahun
1995 yang didasarkan pada jaminan penerimaan pembayaran rekening
telepon sambungan antara Mexico-Amerika Serikat.

b. Obligasi Berdasarkan Cara Penetapan dan Pembayaran Bunga


Ada beberapa jenis obligasi dilihat dari segi penetapan dan
pembayaran bunga yaitu:
1) Obligasi dengan Bunga Tetap
Obligasi ini memberikan bunga tetap yang dibayar setiap
periode tertentu, misalnya obligasi yang diterbitkan oleh PT Jasa Marga
IV Tahap II Seri K yang memberikan bunga sebesar 18% per tahun dan
dibayar setiap 3 bulan. Pada waktu jatuh tempo, pokok pinjaman dibayar
kepada pemegang obligasi.

2) Obligasi dengan Bunga Tidak Tetap


Cara penetapan obligasi ini bermacam-macam, misalnya bunga
yang dikalikan dengan indeks atau dengan tingkat bunga deposito yang
berlaku seperti di pasaran luar negeri seperti LIBOR (London Intern
Bank Offer Rate) atau SIBOR (Singapore Inter Bank Offer Rate).

Universitas Sumatera Utara

3) Obligasi tanpa Bunga (Zero Coupon)


Jenis obligasi ini tidak mempunyai kupon bunga dan sebagai
konsekuensinya pemilik tidak memperoleh pembayaran bunga secara
periodik. Keuntungan yang diperoleh dari pemilikan obligasi ini diukur
dari selisih antara nilai pada waktu jatuh tempo (sebesar nilai nominal)
dengan harga pembelian.

4) Obligasi yang Tidak Terbatas Jatuh Temponya (perpectual bond)


Obligasi ini merupakan salah satu jenis obligasi yang tidak
mempunyai batas jatuh temponya. Perusahaan yang menerbitkan surat
berharga ini tidak mempunyai kewajiban untuk mengembalikan utang
tersebut, kecuali perusahaan tersebut dilikuidasi.

5) Obligasi dengan Bunga Mengambang (floating rate bond)


Obligasi ini menjanjikan untuk memberikan suku bunga secara
mengambang, misalnya 1% di atas tingkat bunga LIBOR atau SIBOR
atau rata-rata tingkat suku bunga deposito berjangka pada Bank
Pemerintah.

c. Obligasi Berdasarkan Nilai Pelunasan


Obligasi juga dapat dibedakan dari segi nilai pelunasan, terutama
dikaitkan dengan merosotnya nilai uang. Disini nilai pelunasan obligasi

Universitas Sumatera Utara

dikaitkan dengan indeks harga tertentu, seperti klausula emas, klausula


perak, valuta asing, indeks harga konsumen.

d. Obligasi Berdasarkan Konvertibilitas (convertible bond)


Jenis obligasi ini memberikan hak bagi pemegangnya untuk
menukarkan obligasi yang dimilikinya dengan saham (common stock) dalam
jangka waktu tertentu sesuai dengan syarat-syarat pinjaman. Obligasi
konversi tidak ubahnya dengan obligasi biasa.. Obligasi konversi
mencantumkan persyaratan untuk konversi seperti tanggal penukaran,
jumlah yang dipertukarkan, dan harga konversi. Kekurangan (disadvantage)
dari obligasi konversi adalah kalau terjadi kesalahan dalam pengambilan
keputusan konversi yang tidak tepat, misalnya pada saat terjadi kenaikan
suku bunga bank atau Emiten tidak berhasil mendapatkan keuntungan,
sehingga tidak membagikan deviden. Obligasi yang telah dikonversikan
menjadi saham akan menambah modal sendiri dalam posisi neraca.

e. Obligasi Berdasarkan Penerbit


Banyaknya dan tersebarnya Emiten di beberapa daerah, maka
obligasi juga berasal dari lembaga atau daerah tertentu, oleh karena itu
dilihat dari pihak yang menerbitkannya, maka obligasi dapat dibedakan atas:
1) Obligasi Pemerintah Pusat
Setiap obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah adalah
obligasi tanpa jaminan (non-secured bond). Di Indonesia saat ini hanya

Universitas Sumatera Utara

obligasi Bank Indonesia yang dipasarkan di pasar Internasional yang


dimaksudkan untuk benchmark bagi obligasi BUMD dan perusahaan
swasta nasional.

2) Obligasi Pemerintah Daerah


Obligasi Pemerintah Daerah (Pemda) belum diperkenalkan di
Indonesia, walaupun dari segi potensi ada beberapa Pemda yang
mempunyai prospek mengeluarkan obligasi dalam rangka menambah
investasi Pemda. Daerah-daerah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur misalnya mempunyai prospek mengeluarkan
obligasi. Undang-Undang Pemerintah Daerah saat ini memberikan
peluang kepada daerah untuk secara mandiri mengelola sumber daya
alamnya. Pemerintah daerah bisa mengeluarkan obligasi pemerintah
daerah (municipal bonds). Kabupaten-Kota yang kaya sumber daya alam
berpeluang mengeluarkan obligasi demikian.

3) Obligasi Perusahaan Swasta


Obligasi ini dikeluarkan oleh perusahaan komersial swasta
dalam rangka perhimpunan dana untuk kegiatan usaha bisnisnya.

f. Obligasi Berdasarkan Waktu Jatuh Tempo


Setiap obligasi mempunyai masa jatuh tempo yang berbeda-beda
yang dapat dikelompokkan ke dalam 3 golongan yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1) Obligasi jangka pendek (sampai dengan 1 tahun)


2) Obligasi jangka menengah (dua sampai lima tahun)
3) Obligasi jangka panjang (lebih dari lima tahun)
Secara umum, kelemahan obligasi adalah kesulitan untuk memperkirakan
perkembangan suku bunga, padahal harga obligasi sangat tergantung pada
perkembangan suku bunga. Bila suku bunga bank menunjukkan tren meningkat,
maka pemegang obligasi akan menderita kerugian. Risiko lain adalah kemampuan
Emiten untuk melunasi pembayaran bunga obligasi sebelum jatuh tempo.

C. Dasar Hukum Penerbitan Obligasi


Obligasi merupakan suatu surat berharga yang di dalamnya memuat
suatu bukti utang dari penerbitnya. Dalam terminologi hukum perdata kata
hutang diartikan sebagai suatu kewajiban untuk melakukan prestasi kepada
orang lain. Hutang dalam pengertian hukum perdata adalah timbul dari suatu
perikatan. Sebagaimana yang kita ketahui perikatan dapat lahir karena undangundang maupun karena perjanjian. Jadi pengertian hutang disini adalah sangat
umum, karena hutang ini dapat timbul dari perikatan apa saja. Sedangkan hutang
dalam obligasi yang dimaksud adalah hutang dalam arti sempit, yaitu hutang yang
timbul karena perikatan pinjam meminjam uang (gedschuld), tidak dari perikatan
lain. Secara lebih tegas, hutang dalam definisi di atas harus diartikan sebagai
hutang sejumlah uang. 79

79

Abdulkadir Muhammad, Op.cit. Hal. 4.

Universitas Sumatera Utara

Obligasi tidak diatur di dalam KUHD. Pengaturan tentang Obligasi dapat


ditemukan di luar dari KUHD yakni diseluruh peraturan perundang-undangan
yang ada di Indonesia. Ini dapat dilihat pertama sekali pada Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 1963 tentang Pinjaman Obligasi oleh Bank/Perusahaan/Badan
Pemerintah maupun Swasta. Inilah produk hukum yang pertama sekali mengatur
diterbitkannya obligasi oleh bank/perusahaan/badan pemerintah maupun swasta di
Indonesia. Lalu dengan berkembangnya pasar uang dan modal dipandang perlu
untuk kembali meninjau peraturan tersebut. Oleh karena itu Peraturan Pemerintah
No. 6 Tahun 1963 dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1973.
Seiring dengan perkembangan pasar modal yang sudah menyentuh
tingkat internasional maka pemerintah mengeluarkan regulasi dengan menerbitkan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 tahun 1978 tentang Pinjaman
Luar Negeri dalam Bentuk Surat Utang atau Obligasi. Keputusan Presiden ini
menjadi payung hukum bagi setiap penerbit obligasi yang akan mengeluarkan
surat utang kepada lembaga asing.
Berkembangnya perdagangan obligasi ini membuat pemerintah semakin
memperkuat payung hukum penerbitan obligasi di dalam negeri. Hal ini dapat
dilihat dari diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 755/KMK.011/1982 tentang Tata Cara Menawarkan Obligasi kepada
Masyarakat oleh Badan Usaha selain Bank dan LKBB. Lalu dterbitkan juga
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1/KMK.04/1983
tentang Pemberian Keringanan Perpajakan bagi Pembelian Obligasi oleh
Masyarakat Pemodal. Kedua produk hukum ini menjadi dasar hukum dan acuan

Universitas Sumatera Utara

bagi badan usaha yang ingin melakukan penawaran obligasi kepada masyarakat
di Indonesia.
Pengaturan obligasi juga dimuat pada dalam Pasal 1 angkat 10 UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mengatakan surat
berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit,
atau derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit dalam
bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan uang. Dengan adanya
aturan ini maka setiap bank dapat menerbitkan obligasi.
Pengaturan mengenai obligasi dapat juga dilihat dalam berbagai jenis
Keputusan Ketua BAPEPAM-LK. Pengaturan-pengaturan mengenai obligasi itu
antara lain terdapat pada Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan Nomor: Kep: -412/BL/2009 tentang Ketentuan Umum dan
Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat Utang. Dalam peraturan ini dapat
ditemukan fungsi, tugas, serta tanggung jawab Wali Amanat dalam hal melakukan
penerbitan obligasi. Pengaturan lainnya dapat ditemukan pada Keputusan Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-05/PM/2004
tentang Penawaran Umum oleh Pemegang Saham. Peraturan inilah yang
digunakan Emiten dalam rangka melakukan penawaran umum obligasi kepada
masyarakat.

D. Pihak-Pihak dalam Penerbitan Obligasi


Dalam penerbitan obligasi, tentunya ada pihak-pihak yang terkait dalam
penerbitan obligasi tersebut. Pihak-pihak itu antara lain:

Universitas Sumatera Utara

1. Emiten
Emiten merupakan pihak yang menjadi penerbit atau yang
mengeluarkan obligasi untuk dijual kepada masyarakat. Dalam UndangUndang Pasar Modal pengertian Emiten adalah pihak yang melakukan
penawaran umum. Kata pihak sendiri dalam Undang-Undang Pasar
Modal didefinisikan sebagai orang perseorangan, perusahaan, usaha
bersama, asosiasi atau kelompok yang terorganisasi. 80
Dari kedua definisi di atas, kita dapat melihat bahwa pengertian
Emiten dalam undang-undang dikaitkan dengan penerbitan obligasi adalah
sangat luas. Karena, dari definisi tersebut Emiten obligasi berarti dapat
berupa perseorangan, usaha bersama, perusahaan, asosiasi, atau kelompok
yang terorganisasi.
Pendefinisian dalam undang-undang tersebut di atas adalah dalam
arti luas, karena undang-undang tersebut dimaksudkan tidak hanya
mengatur dan berlaku untuk obligasi saja, tetapi juga untuk mengatur dan
berlaku bagi semua pihak yang terlibat dalam kancah pasar modal. Dengan
demikian, yang dapat bertindak sebagai Emiten obligasi adalah tidak
semua yang disebutkan dalam pengertian pihak dalam definisi undangundang di atas.
Hal ini akan lebih jelas dengan melihat ketentuan lain dalam aturan
pasar modal mengenai pengertian Emiten. Ketentuan tersebut adalah
Keputusan Menkeu No. 1548. Dalam Pasal 1 butir 13 pada Keputusan

80

A. Setiadi. Op.Cit. Hal 39.

Universitas Sumatera Utara

Menkeu memberikan definisi Emiten yaitu badan hukum yang melakukan


emisi atau bermaksud atau telah melakukan emisi. 81
Dari definisi di atas dapat melihat secara lebih sempit lagi bahwa
yang dapat menerbitkan obligasi hanyalah badan hukum. Ketentuan ini
sejalan dengan kenyataan yang terjadi. Dalam praktek, emisi obligasi pada
umumnya dan lazimnya adalah dilakukan oleh suatu badan hukum. Akan
tetapi tidak semua badan hukum dapat dan boleh menerbitkan obligasi.
Yang dimaksudkan sebagai badan hukum yang dapat menerbitkan obligasi
di pasar modal ialah badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia. Selain itu, ada badan hukum tertentu yang karena sifatnya yang
ditentukan oleh undang-undang tidak dimungkinkan untuk menerbitkan
obligasi. Badan hukum tersebut misalnya dana pensiun. Sebagaimana yang
terdapat pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana
Pensiun disebutkan bahwa dana pensiun merupakan suatu badan hukum
(Pasal 1 angka 1). Larangan bagi dana pensiun untuk menerbitkan obligasi
dapat dilihat dari ketentuan Pasal 31 ayat (2) yaitu mengatakan bahwa
dana pensiun tidak diperkenankan meminjam atau mengagunkan
kekayaannya sebagai jaminan atas suatu pinjaman. Badan hukum yang
dapat menjadi penerbit obligasi ini dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok yaitu badan hukum publik dan badan hukum privat. 82

81
82

Ibid. Hal 40.


Ibid.

Universitas Sumatera Utara

2. Wali Amanat
Dalam penerbitan obligasi dikenal lembaga Wali Amanat (trustee).
Lembaga ini merupakan lembaga khusus yang harus ada dalam setiap
penerbitan efek yang bersifat hutang seperti obligasi. Wali Amanat
merupakan pihak

yang

mewakili para pemegang

obligasi dalam

hubungannya dengan penerbitan obligasi yang bersangkutan. Wali Amanat


dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
didefinisikan sebagai pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek
yang bersifat hutang. Pembahasan mengenai Wali Amanat akan dibahas
lebih khusus dalam pembahasan selanjutnya.

3. Penjamin Emisi Efek


Penjamin emisi efek merupakan pihak yang juga memegang
peranan sangat penting dalam penerbitan obligasi. Dalam Pasal 1 angka 17
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memberikan
pengertian penjamin emisi adalah pihak yang membuat kontrak dengan
Emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan Emiten
dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual.
Dari ketentuan ini dapat dilihat bahwa penjamin emisi efek
merupakan pihak yang bertindak menjamin atas keberhasilan penjualan
obligasi. Jadi tugas utama penjamin emisi dalam penerbitan suatu obligasi
adalah mengusahakan agar emisi dan penjualan obligasi oleh Emiten kepada
masyarakat dapat berjalan dengan lancar, dalam arti semuanya dapat terjual

Universitas Sumatera Utara

kepada masyarakat. Selain itu dalam rangka penjaminan emisi ini, penjamin
emisi efek dapat pula menjamin kepada Emiten bahwa apabila obligasi yang
ditawarkan tidak terjual habis, maka penjamin emisi menjamin akan
membelinya sendiri obligasi yang tidak habis terjual tersebut.
Penjamin emisi efek merupakan salah satu jenis dari perusahaan
efek. Dalam Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Pasar Modal memberi
definisi perusahaan efek sebagai pihak yang melakukan kegiatan usaha
sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan atau manajer
investasi. Kemudian ditegaskan dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang
Pasar Modal bahwa yang dapat melakukan kegiatan usaha sebagai
perusahaan efek adalah perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari
BAPEPAM-LK. Selanjutnya Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Pasar
Modal menentukan bahwa yang dapat melakukan kegiatan sebagai Wakil
Penjamin Emisi efek hanya orang perseorangan yang telah memperoleh izin
dari BAPEPAM-LK. Dari kedua ketentuan ini kita mengetahui bahwa
Penjamin Emisi Efek merupaka perseroan terbatas yang memiliki izin
sebagai suatu perusahaan efek di mana untuk melakukan kegiatannya
perusahaan efek tersebut memiliki wakil penjamin emisi efek.
Dalam praktek penerbitan obligasi biasanya penjaminan emisi
dilakukan oleh lebih dari satu penjamin emisi. Dalam hal ini salah satu dari
penjamin emisi ini akan bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi
(managing underwriter). Penjamin pelaksana emisi (managing underwriter)
merupakan penjamin emisi yang bertanggung jawab atau menyelenggarakan

Universitas Sumatera Utara

suatu penawaran umum. Jadi penjamin pelaksana efek ini yang


mempersiapkan segala sesuatunya sehubungan dengan penerbitan obligasi
termasuk mempersiapkan prospektus dan sebagainya. 83

4. Penanggung
Dalam kerangka Undang-Undang Pasar Modal penanggung diatur
secara khusus seperti lembaga penunjang yang lain. Hal ini disebabkan
keberadaan penanggung dalam suatu emisi obligasi adalah bersifat fakultatif
(tidak diharuskan ada). Namun demikian dalam Pasal 1 angka 36 Keputusan
Menteri Keuangan No. 1548 yang dimaksud penanggung adalah pihak yang
menanggung pembayaran kembali jumlah pokok dan/atau bunga emisi
obligasi, atau sekuritas dalam hal Emiten cidera janji. 84
Pada prinsipnya setiap orang atau lembaga dapat menjadi
penanggung dalam penerbitan obligasi. Namun demikian, pada umumnya
masyarakat hanya menerima penanggung yang kredibilitasnya memuaskan.
Dalam praktek penanggung umumnya dilakukan oleh bank. 85
Penanggung dalam penerbitan obligasi dapat lebih dari satu
penanggung. Penanggungan yang demikian merupakan suatu sindikasi.
Dalam hal ini setiap penanggung bertanggung jawab baik secara sendirisendiri maupun bersama-sama (tanggung renteng). 86

83

Ibid. Hal 50.


Ibid.
85
Ibid. Hal 51.
86
Ibid.
84

Universitas Sumatera Utara

5. Notaris
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris memberikan pengertian notaris adalah pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenang lainnya
sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Notaris yang bermaksud melakukan kegiatan sebagai profesi
penunjang pasar modal diwajibkan terlebih dahulu terdaftar di BAPEPAMLK. Perlunya notaris dalam proses emisi obligasi adalah dalam rangka
pembuatan perjanjian-perjanjian yang berkaitan dengan emisi obligasi,
seperti misalnya perjanjian perwaliamanatan, perjanjian penjaminan emisi,
perjanjian penanggungan dan sebagainya yang diwajibkan oleh UndangUndang Pasar Modal. 87

6. Konsultan Hukum
Konsultan hukum ialah ahli hukum yang membantu dalam aspek
hukum Emiten yang akan melakukan emisi obligasi. Tugas konsultan
hukum dalam ruang lingkup pasar modal sebenarnya sangat luas. Namun
pada prakteknya, tugas konsultas hukum dalam proses emisi hanya
memberikan pendapat hukum (legal opinion) kepada pihak lain sehubungan
dengan suatu emisi obligasi. 88
Konsultan hukum dalam hal ini diperlukan dalam rangka
melaksanakan asas keterbukaan. Konsultan hukum berfungsi meneliti dan
87
88

Ibid. Hal 52.


Ibid.

Universitas Sumatera Utara

melakukan pemeriksaan (due diligence) terhadap aspek-aspek hukum


Emiten dan memberikan pendapat hukum (legal opinion) antara lain tentang
keabsahan usaha Emiten, kepemilikan kekayaan Emiten, serta penilaian
perikatan Emiten dengan pihak ketiga. Pendapat hukum yang dibuat
konsultan hukum merupakan salah satu dasar yang akan digunakan oleh
masyarakat untuk melakukan penilaian atas obligasi yang ditawarkan
Emiten.

89

7. Akuntan
Akuntan yang dimaksudkan di sini ialah akuntan yang telah
memperoleh izin dari Menteri dan terdaftar di BAPEPAM-LK. Akuntan
dalam emisi obligasi bertugas antara lain melakukan pemeriksaan secara
umum atas laporan keuangan Emiten dan memberikan pendapat apakah
posisi keuangan (neraca) dan hasil usaha (perhitungan laba rugi) serta
perubahan posisi keuangan perusahaan (laporan perubahan posisi keuangan)
telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi Indonesia yang
diterapkan secara konsisten. Laporan akuntan merupakan salah satu sarana
penilaian bagi masyarakat perihal kondisi keuangan Emiten. 90

8. Penilai
Penilai yang dimaksud di sini ialah suatu pihak yang memberikan
penilaian atas aset perusahaan yang melakukan penawaran umum. Penilai di
89
90

Ibid. Hal 53.


Ibid.

Universitas Sumatera Utara

sini juga harus terlebih dahulu terdaftar di BAPEPAM-LK sebelum


melakukan kegiatan sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal. 91

10. Lembaga Kliring


Lembaga ini berfungsi menyelesaikan semua hak-hak dan
kewajiban yang timbul dari transaksi di bursa efek. Lembaga Kliring dapat
juga bertindak sebagai agen pembayaran atas transaksi jual beli obligasi.
Umumnya yang ditunjuk sebagai lembaga kliring adalah bank. Ia bertugas
membayar bunga dan pinjaman poko atas obligasi, namun keterlibatan
hanya setelah obligasi masuk di bursa efek atau di pasar sekunder. 92

11. Bursa Efek


Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan
sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual beli efek
pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka
(Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal). Berdasarkan pembagian segmentasi perdagangan dengan Bursa
Efek Jakarta (BEJ), Bursa Efek Surabaya (BES) lebih banyak
memperdagangkan obligasi, saham juga diperdagangkan namun tidak
banyak. 93

91

Ibid.
Levi Lana. Op.Cit Hal. 60.
93
Nasarudin. Op.cit. Hal. 129.
92

Universitas Sumatera Utara

12. Investor (Masyarakat Pemodal)


Investor merupakan aktor utama yang berperan di dalam kegiatan
pasar modal. Investor sebagai pihak yang menginvestasikan dananya di
pasar modal, dengan cara membeli efek yang bersifat utang (obligasi)
maupun efek yang bersifat ekuitas. Investor yang terlibat dalam pasar
modal Indonesia adalah investor domestik dan asing, perorangan dan
institusi yang mempunyai karakteristik masing-masing. 94

Demikianlah pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan obligasi.


Kesemua pihak ini saling terkait dalam hal sebelum maupun sesudah
diterbitkannya obligasi oleh Emiten. Masing-masing pihak memiliki peran yang
sama pentingnya. Hal ini ditandai dalam setiap penerbitan obligasi ke semua
pihak ini harus diikutsertakan dalam setiap penerbitan obligasi.

94

Ibid. Hal. 165.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai