Artikel HCJ
Artikel HCJ
Isu Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) beredar sejak tahun 2002. Konsepnya
dikembangkan secara bertahap pada setiap Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN.
Menyusul perbincangan tersebut, kekhawatiran mengenai kesiapan sumber daya
manusia (SDM) menyeruak di tengah masyarakat Indonesia. Hal ini tidak hanya
perlu diperhatikan oleh pemerintah, tetapi juga oleh pengusaha dan rakyat yang
akan mengalami persaingan ketat di bursa kerja di masa mendatang.
Tidak hanya menjadi kecemasan terkait kesiapan seluruh aspek di bidang ekonomi,
tetapi juga merupakan peluang bagi SDM berkualitas yang berada di middle
management. Pendapatan dan kesempatan berkembang di negara ASEAN lainnya
yang dianggap lebih menjanjikan, menjadi tantangan bagi perusahaan untuk
menjaga talent yang ada saat ini. Jika talent memilih untuk hengkang dari
perusahaan, tentu waktu yang dibutuhkan tidak sebentar untuk membina kembali
talent baru. Lalu bagaimana caranya agar SDM bertahan dan perusahaan bisa lebih
produktif lagi di masa mendatang?
Peter Senge (1990) mencetuskan tentang learning organization, dan rasanya teori
ini dapat menjadi solusi bagi perusahaan. Generasi usia produktif kini tidak hanya
memikirkan pemasukan, tetapi juga berorientasi pada tantangan maupun
pembelajaran yang dapat mengembangkan kualitas diri. Dalam bukunya The Fifth
Discipline, Senge mengatakan learning organization adalah organisasi yang dapat
memastikan bahwa setiap bagian dari organisasinya mampu berkomitmen untuk
belajar pada setiap level tanpa terkecuali. Perusahaan yang berbentuk learning
organization inilah yang dapat bertahan dalam persaingan MEA, serta sekaligus
dapat memacu performa organisasi.
Adapun yang perlu diperhatikan adalah lima faktor berikut: bagaimana menciptakan
pola pikir bahwa segala hal di dalam organisasi saling berhubungan (systems
thinking), memikirkan metode apa yang tepat untuk bisa mengajak karyawan agar
lebih mengenal diri dan tujuannya agar bersimbiosis mutualisme dengan
perusahaan (personal mastery), menerapkan growth mindset di seluruh lini agar
tidak berhenti belajar dan mengasah diri agar belajar dari kegagalan (mental
models), menginternalisasi dan mengundang karyawan untuk lebih memahami visi
perusahaan (shared vision), serta menciptakan lingkungan yang kondusif dan luwes
untuk proses pembelajaran (team learning).
Katakanlah teori tersebut sudah dimakan usia karena diungkap sekitar 20 tahun
yang lalu. Tetapi merujuk pada ragam artikel pada Harvard Business Review pada
tahun 2008 hingga 2015, sejumlah tantangan menerpa perusahaan dalam
mengelola diri untuk menjadi learning organization. Tantangan paling besar terletak
pada pembentukan mental models, mengingat hampir semua orang terdorong untuk
sukses dan cenderung lupa bahwa kegagalan adalah sebuah proses pembelajaran
yang dapat mendukung kesuksesan yang lebih besar. Tentu jika kita menyadari
kesalahan dan belajar dari kegagalan tersebut.
Rasanya mental models inilah yang perlu disorot oleh kita sebagai pengamat
sumber daya manusia agar talent terus berkembang. Pertama, secara umum
masyarakat kita masih sering melempar telunjuk dan menganggap sosok yang