Anda di halaman 1dari 3

MENGENAL LEMBAGA PENGEMBANGAN

CABANG DAN RANTING MUHAMMADIYAH


Dr. Phil. Ahmad-Norma Permata, MA
Ketua LPCR PP Muhammadiyah Periode 2010-2015
Memasuki abad kedua, Muhammadiyah dihadapkan pada tugas dan tantangan baru
yang makin berat, bukan hanya karena makin kompleksnya perkembangan masyarakat yang
menuntut berbagai penyesuaian, namun juga kemunculan banyak orgaisasi Islam baru yang
mengharuskan Muhammadiyah memperbarui strategi dakwah dan perjuangannya.
Salah satu tantangan tersebut adalah penataan dakwah dan perjuangan di tingkat akar
rumput melalui pengembangan Cabang dan Ranting. Secara hirarkhi keorganisasian, Cabang
dan Ranting adalah level organisasi paling bawah, sehingga sering juga dilihat dari logika
garis wewenang dimana pimpinan Cabang dan Ranting sekedar pihak yang menunggu dan
menjalankan perintah pimpinan yang di atasnya.
Padahal sebenarnya Cabang dan Ranting justru memainkan perang ujung tombak
dalam kinerja persyarikatan Muhammadiyah: Pertama, Cabang dan Ranting merupakan
ujung tombak dalam rekrutmen anggota dan kaderisasi. Kedua, ujung tombak dalam
menjalankan dakwah keagamaan. Ketiga, ujung tombak dalam ukhuwah dengan organisasi
Islam yang lain, maupun dalam perjumpaan dengan organisasi sosial yang lain. Keempat,
duta persyarikatan di masyarakat. Kelima, ujung tombak dalam membela kepentingan
ummat.
KONDISI AKTUAL CABANG DAN RANTING
Secara kuantitas, jumlah Cabang dan terutama Ranting Muhammadiyah masih
terhitung minim. Dari 5.263 jumlah kecamatan di Indonesia, baru 3.221 yang memiliki
Cabang Muhammadiyah atau sekitar 61%. Sementara di tingkat Ranting kondisinya lebih
parah, karena baru ada 8.107 Ranting Muhammadiyah dari 62.806 jumlah desa yang ada,
atau hanya 12%. Dari angka-angka di atas tampak bahwa pengaruh dan popularitas
Muhammadiyah belum tercermin dalam kuantitas organisatorisnya.
Secara kualitas, meskipun jika dibanding dengan beberapa ormas islam yang lain
Muhammadiyah jauh lebih unggul, namun masih jauh dari harapan warga Muhammadiyah
sendiri.
Pertama, secara organisatoris masih rapuh. Masih banyak Cabang dan Ranting yang
belum memiliki kepengurusan yang lengkap, dan belum mampu menjalankan tertib
organisasi, dalam hal adinistrasi, keuangan, maupun kegiatan. Kedua, belum adanya tertib
organisasi menyebabkan kepengurusan Cabang dan Ranting rentan konflik internal, terutama
terkait dengan pengelolaan amal usaha. Ketiga, lemah inisiatif, cenderung pasif dan
menunggu instruksi dari atas. Keempat, kondisi di atas diperparah oleh fakta bahwa SDM
pimpinan Cabang dan Ranting masih banyak didominasi oleh kalangan usia lanjut. Kelima,
akibatnya Cabang dan Ranting Muhammadiyah cenderung monoton dalam mengadakan
kegiatan, serta kurang mampu merespon perkembangan dan tuntutan lokalitas. Keenam,
kondisi di atas akhirnya membuat organisasi di tingkat Cabang dan Ranting memiliki daya
saing yang rendah dibanding organisasi Islam baru yang banyak bermunculan, yang telah
banyak mengambil alih jamaah maupun amal usaha Muhammadiyah.
AMANAT MUKTAMAR 46 TENTANG REVITALISASI CABANG DAN RANTING
Kondisi aktual Cabang dan Ranting telah menimbulkan keprihatinan di lingkungan
pimpinan dan warga persyarikatan. Muktamar ke 45 tahun 2005 di Malang Jawa Timur
menetapkan revitalisasi Cabang dan Ranting sebagai salah satu prioritas Program Konsolidasi

Organisasi. Komitmen ini dilanjutkan lagi pada Muktamar ke 46 tahun 2010 di Yogyakarta,
untuk melakukan pengembangan Cabang dan ranting secara kuantitatifterbentuknya PCM
di 70% jumlah kecamatan, dan terbentuknya PRM di 40% jumlah desa; dan juga secara
kualitatif dengan menghidupkan kepengurusan Cabang dan Ranting yang mati, serta
mengaktifkan Cabang dan Ranting yang belum aktif.
Untuk tujuan di atas, Muktamar ke 46 mengamanatkan pembentukan Lembaga
Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR). Sebenarnya tugas pembinaan Cabang dan
Ranting adalah tugas yang melekat pada ungsi Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah.
Namun karena sedemikian urgennya pembinaan cabang dan ranting maka dibentuklah sebuah
lembaga khusus untuk itu. SK PP No. 170/2010 tentang Nomenklatur Unsur Pembantu
Pimpinan bahkan mewajibkan dibentuknya LPCR di tingkat Wilayah dan Daerah.
Visi LPCR adalah Terciptanya kondisi dan perkembangan Cabang dan Ranting
yang lebih kuat, dinamis, dan berkemajuan sesuai dengan prinsip dan cita-cita gerakan
Muhammadiyah menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Penting
untuk dicatat dari rumusan visi tersebut, bahwa LPCR tidak bertugas mengembangkan
Cabang dan Ranting secara langsung, melainkan menyediakan kondisi dan perkembangan
yang kondusif bagi revitalisasi Cabang dan Ranting. Dengan kata lain LPCR adalah lembaga
fasilitator.
LPCR merupakan lembaga fasilitator bertugas melakukan pengkondisian bagi
pengembangan Cabang dan Ranting, karena sebenarnya fungsi pembinaan Cabang dan
Ranting secara organisatoris adalah tugas yang melekat pada PWM dan PDM, sementara
secara kegiatan merupakan tugas dan tanggungjawab Majelis dan Lembaga yang sudah ada.
Artinya, LPCR tidak ditugasi untuk menghadirkan bidang kegiatan baru, melainkan
membantu mewujudkan program-program yang sudah ada. Hubungan LPCR dengan Majelis
dan Lembaga lain ibarat katalisator dalam reaksi kimia atau platform dalam program
komputer: ia tidak memiliki tugas tersendiri melainkan membantu elemen atau unit lain dapat
menjalankan fungsinya dengan lebih maksimal.
PROGRAM DAN STRATEGI PENGEMBANGAN CABANG DAN RANTING
Dalam garis besarnya, tugas LPCR terbagi ke dalam dua kelompok fungsi
pengembangan Cabang dan Ranting, yaitu pengembangan kualitatif dan pengembangan
kuantitatif. Untuk melaksanakan program tersebut ada beberapa langkah strategis yang
dijalankan.
a. PEMBUATAN PETA CABANG DAN RANTING. Langkah pertama adalah
membuat peta Cabang dan Ranting dalam skala nasional yang berisi: (i) Lokasi
geografis: Perkotaan, Pedesaan, atau Pedalaman? (ii) Problem lingkungan yang
dihadapi: Ekonomi, Sosial, Politik, Kristenisasi, atau Konflik dengan organisasi lain?
(iii) Kualitas keorganisasiannya: Aktif, Hidup, atau Vakum. Sehingga, selain
menunjukkan kecamatan dan desa mana yang sudah ada Ranting Muhammadiyah dan
mana yang belum, peta ini juga memuat informasi tingkat aktivisme Cabang dan
Rantingyang aktif akan berwarna hijau, yang sekedar hidup akan berwarna kuning,
dan yang vakum akan berwarna merah. (bekerjasama dengan Fak. Teknik Informatika
UM Surakarta, peta ini sedang dipilotkan di provinsi DIY, hasilnya akan selesai bulan
Juli)
b. PENINGKATAN KAPASITAS ORGANISASI: Setelah diperoleh informasi tentang
tingkatan aktivisme dan problem yang dihadapi, maka pengembangan Cabang dan
Ranting dapat dilakukan secara lebih sistematik berdasarkan konteks geografis serta
tingkat aktivismenya. Di masa lalu pengembangan Cabang dan Ranting ibarat orang
berobat ke dukun: penyakit apa saja dukunnya sama, obatnya sama. Berbekal peta di
atas, pengembangan Cabang dan Ranting akan berubah seperti orang berobat ke

dokter: penyakit berbeda akan ditangani oleh dokter yang berbeda, dan mendapatkan
obat yang berbeda.
c. DIVERSIFIKASI KEGIATAN: Peta di atas juga memuat informasi tentang problem
lingkungan yang dihadapi, yang dapat digunakan sebagai petunjuk kegiatan apa yang
dibutuhkan. Di sinilah LPCR bertugas sebagai fasilitator untuk menentukan Majelis
dan/atau Lembaga mana yang harus turun tangan, dan kegiatan apa saja yang baiknya
dilakukan. Diversifikasi kegiatan ini sekaligus akan mendorong Cabang dan Ranting
lebih responsif terhadap kebutuhan lokal, serta mengurangi pola fikir top down.
d. MELIBATKAN GENERASI MUDA: Peragaman kegiatan dan sikap responsif
terhadap kebutuhan lokal tentu menuntut keberadaan SDM yang terampil dan berdaya
juang tinggi. Pada titik ini Cabang dan Ranting akan didorong untuk lebih melibatkan
kader-kader muda dalam kepengurusan. Selama ini kader-kader muda lebih banyak
diarahkan ke Ortom seperti Pemuda Muhammadiyah atau Nasyiatul Aisyiyah untuk
alasan Kaderisasi. Namun tidak jarang hal tersebut sekedar keengganan kalangan
senior untuk memberikan kesempatan kepada yuniornya, yang sebenarnya juga sudah
memiliki banyak kemampuan.
e. PEMEKARAN CABANG DAN RANTING: sejalan dengan program pengembangan
kualitatif, pemekaran kuantitatif akan dilaksanakan dengan beberapa pendekatan
secara simultan: (i) mendorong Cabang dan Ranting yang sudah aktif untuk
membantu membentuk Cabang dan Ranting di wilayah sekitar. (ii) Bekerjasama dan
membantu Majelis dan Lembaga lain, seperti MTD, MPM, MLH, LPB, dan LSBOR
untuk mengadakan kegiatan di lingkungan yang belum berdiri Cabang dan Ranting
untuk memancing berdirinya PCM dan PRM. (iii) Bekerjasama dengan Lembaga
Pengabdian Masyarakat (LPM) di lingkungan PTM untuk menjadikan program
Kuliah Kerja Nyata dan PKL juga mencakup kegiatan pemekaran dan pembinaan
Cabang dan Ranting Muhammadiyah.

Anda mungkin juga menyukai