3-1
berjalan menurun dari 3,18 persen per PDB pada tahun 2013
menjadi 2,95 persen per PDB pada tahun 2014, yang didorong oleh
perbaikan ekspor manufaktur dan penurunan impor, terutama
impor migas yang menurun sejalan dengan pengurangan subsidi
BBM. Transaksi modal dan finansial mengalami surplus, yang
ditopang oleh PMA yang tumbuh sebesar 24,2 persen, dan
investasi portofolio yang tumbuh sebesar 137,3 persen. Dengan
perkembangan tersebut, cadangan devisa meningkat menjadi USD
111,9 Miliar di bulan Desember 2014 (Desember 2013 adalah USD
99,4 miliar), yang setara dengan 6,4 bulan impor dan pembayaran
utang luar negeri pemerintah (diatas standar kecukupun
internasional, yaitu 3 bulan impor).
Dari sisi stabilitas, inflasi pada tahun 2014 mendapat tekanan yang
tinggi dari barang yang harganya ditetapkan oleh Pemerintah
(administered prices) dan bahan pangan yang harganya bergejolak
(volatile food). Inflasi tahun 2014 tercatat sebesar 8,36 persen
(yoy), berada di atas sasaran inflasi yang telah ditetapkan sebesar
4,51 persen. Namun demikian, inflasi tersebut masih sedikit lebih
rendah dibandingkan inflasi tahun 2013 yang besarnya 8,38
persen. Kenaikan inflasi terutama disebabkan oleh adanya
pengaruh kenaikan harga BBM bersubsidi dan dampak gejolak
harga pangan domestik pada akhir tahun 2014. Kenaikan harga
BBM bersubsidi secara signifikan telah mendorong kenaikan harga
secara umum, baik disebabkan oleh dampak langsung maupun
dampak lanjutan (second round effect). Selain BBM, penyesuaian
harga barang administered lainnya juga terjadi sepanjang 2014,
seperti TDL dan LPG. Namun, inflasi inti tetap terkendali 4,93
persen (yoy). Terkendalinya inflasi pada tahun 2014 tidak terlepas
dari semakin membaiknya koordinasi kebijakan pengendalian
inflasi antara Pemerintah (baik pusat maupun daerah) dengan
Bank Indonesia. Dibandingkan dengan akhir triwulan IV tahun
2014, terjadi penurunan inflasi yang cukup besar. Jika pada
triwulan sebelumnya inflasi tahunan menembus angka 8,36 persen
di bulan Desember 2014 (yoy), maka pada triwulan I tahun 2015
inflasi berada pada posisi 6,38 persen di bulan Maret 2015 (yoy).
Penurunan inflasi ini merupakan dampak dari penurunan harga
minyak dunia yang berimbas pada penurunan harga bahan bakar
minyak (BBM) sebanyak 2 (dua) kali di bulan Januari 2015.
Penurunan harga BBM telah mendorong penurunan harga-harga
khususnya transportasi dan bahan makanan. Hal ini berimbas pada
terjadinya deflasi di bulan Januari dan Februari 2015 masingmasing sebesar 0,24 persen dan 0,36 persen.
Namun demikian, pada bulan Maret 2015 kembali terjadi dua kali
kenaikan harga BBM yang berimbas pada tingkat inflasi menjadi
0,17 persen (mtm), hal ini masih berada pada batasan tingkat
inflasi yang terkendali.
3-2
3-3
3-5
Industri pertanian dalam arti luas diperkirakan tumbuh 4,24,3 persen, yang antara lain didorong oleh: (i) meningkatnya
produksi tanaman padi dan jagung yang mencapai 75,3 ton
dan 20,3 juta ton; (ii) meningkatnya produksi kelapa sawit
dan karet dengan perkiraan produksi mencapai 30,8 juta ton
dan 3,4 juta ton; (iii) pertumbuhan produksi daging sapi dan
kerbau serta unggas dengan perkiraan produksi sebesar
506,2 ribu ton dan 1,2 juta ton; serta (iv) kenaikan produksi
penangkapan ikan, budidaya perikanan, dan juga produk
olahan perikanan.
2.
3.
4.
5.
6.
3-6
oleh
7.
8.
3-7
3-8
3.1.4 RESIKO
PERLAMBATAN
EKONOMI
3-9
pertumbuhan
investasi
dan
TABEL 3.1
PERKEMBANGAN DAN PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI 2016 (DALAM %)
2015
2016
APBNP
Perkiraan
5,0
5,7
5,8-6,2
5,4
5,1
5,1
5,0-5,2
6,7
8,2
12,4
3,5
4,0-6,0
4,5
6,9
2,0
4,5
2,0-2,5
8,9
9,1
5,3
4,1
8,5
8,6-9,0
14,8
1,6
4,2
1,0
2,2
4,8-5,2
15,0
8,0
1,9
2,2
1,6
4,0-5,0
4,0
4,6
4,2
4,2
4,2
4,2-4,3
4,3
3,0
1,7
0,6
0,6
0,3-0,4
Industri Pengolahan
6,3
5,6
4,5
4,6
6,1
5,9-6,4
5,7
10,1
5,2
5,6
5,7
5,7-5,9
4,7
3,3
4,1
3,1
5,3
5,8-6,0
9,0
6,6
6,1
7,0
7,0
7,0-7,3
9,7
5,4
4,7
4,8
4,9
5,0-6,3
8,3
7,1
8,4
8,0
8,1
8,1-8,4
6,9
6,6
6,8
5,9
6,0
6,1-6,2
10,0
12,3
10,4
10,0
10,1
10,2-10,4
7,0
9,5
9,1
4,9
6,4
7,5-7,9
Real Estat
7,7
7,4
6,5
5,0
6,5
6,8-7,0
Jasa Perusahaan
9,2
7,4
7,9
9,8
9,1
9,1-9,2
Uraian
2011
2012
2013
2014
Pertumbuhan Ekonomi*
6,2
6,0
5,6
5,1
5,5
Konsumsi LNPRT
5,5
Konsumsi Pemerintah
5,5
PMTB
Ekspor Barang dan Jasa
Impor Barang dan jasa
3-10
2015
2016
APBNP
Perkiraan
2,5
2,5
2,5-2,7
8,2
6,3
8,6
8,5-8,7
8,0
7,8
8,0
8,0
8,0-8,2
8,2
5,8
6,4
8,9
6,9
6,9-7,1
Laju Inflasi
5,4
4,3
8,4
8,4
5,0
3,0-5,0
Pengangguran terbuka
6,8
6,3
5,9
5,9
5,6
5,2-5,5
Penduduk Miskin
12,5
11,5
11,4
11,0
10,3
9,0-10,0
Uraian
2011
2012
2013
2014
6,4
2,1
2,4
6,7
8,2
9,3
Jasa Lainnya
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan, dan Jaminan Sosial
Wajib
Jasa Pendidikan
TABEL 3.2
PERKEMBANGAN DAN PERKIRAAN NERACA PEMBAYARAN 2016 (MILIAR USD)
Uraian
Transaksi Berjalan
2011
2012
2013
2014
2015
2016
APBNP
Perkiraan
(23,9) (25,9)
1,7
(24,4)
(29,1)
(26,2)
(23,4)
Total Ekspor
189,4
185,3
180,3
173,8
184,8
187,1-189,2
Total Impor
(157,2)
(178,6)
(176,2)
(168,4)
(178,6)
(175,6)-(175,9)
Jasa-Jasa *)
Transaksi Modal dan
Financial
(32,1)
(33,1)
(34,9)
(33,1)
(30,0)
(35,3)-(37,2)
13,6
24,9
22,0
43,6
36,6
29,8-30,5
11,5
13,7
12,3
15,3
19,9
21,1-21,2
99,4
111,9
122,9
132,0-134,0
3-11
TABEL 3.3
PERKEMBANGAN DAN PERKIRAAN RAPBN 2016 (TRILIUN RP)
URAIAN
2014
2015
2016
Realisasi
s/d
31-Des
1.550,6
APBNP
Perkiraan
%PDB
%PDB
14,9
15,5-15,6
1.545,6
14,9
15,4-15,6
1.146,9
12,6
13,1-13,2
398,7
2,3
2,4
5,1
0,0
0,0
Belanja Negara
1.767,3
16,8
17,1-17,4
1.193,6
11,2
10,8-11,0
1. Belanja KL
566,6
6,7
6,6-6,9
2. Belanja Non KL
627,0
4,4
4,1-4,2
573.7
5,6
6,3-6,4
1. Dana Perimbangan
477,1
4,4
4,8
103,9
0,9
1,0
341,2
3,0
2,9-3,0
31,9
0,5
0,9
96,6
1,2
1,5
Keseimbangan Primer
(83,3)
(0,6)
(0,5)-(0,6)
Surplus/Defisit Anggaran
(216,7)
(1,9)
(1,7)-(1,8)
Pembiayaan
246,6
1,9
1,7-1,8
262,2
2,1
1,7-1,8
6,0
0,0
0,0
256,2
2,0
1,7-1,8
(15,6)
(0,2)
(0,1)
48,1
0,4
0,5
2. Penerusan Pinjaman/SLA
(1,3)
(0,0)
(0,1)
(62,4)
(0,5)
(0,4)
3-12
3.2.1 INVESTASI
TABEL 3.4
TARGET REALISASI INVESTASI PERWILAYAH
Target Realisasi Investasi per wilayah Tahun 2016 (Rp Triliun)
Sumatera
Jawa
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
90,2
302,6
24,9
88,8
38,1
9,5
40,8
Arah Kebijakan
Sesuai dengan kerangka kebijakan dalam RJPMN 2015-2019,
Penguatan Investasi akan ditempuh melalui dua pilar kebijakan.
Pilar Pertama adalah Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha
untuk meningkatkan efisiensi proses perijinan bisnis; sedangkan
Pilar Kedua adalah Peningkatan Investasi yang Inklusif terutama
dengan mendorong peranan investor domestik yang lebih besar.
Arah kebijakan dan strategi yang dituangkan dalam Bab ini akan
dititikberatkan pada pilar pertama, sedangkan pilar kedua
Penguatan Investasi secara utuh akan tertuang dalam Bab 5.
Selama tahun 2015, arah kebijakan yang ditempuh adalah
menciptakan iklim investasi dan iklim usaha di tingkat pusat dan
daerah yang lebih berdaya saing, yang dapat mendorong
pengembangan investasi dan usaha di Indonesia pada sektor
produktif dengan mengutamakan sumber daya lokal. Kebijakan
peningkatan iklim investasi dan iklim usaha ini tentunya akan tetap
berlanjut di tahun 2016, dengan lebih dititikberatkan pada
pembenahan dan penyederhanaan proses perijinan dan kepastian
berusaha secara berkelanjutan untuk mendorong investasi yang
lebih tinggi serta penerapan upaya konkrit untuk menciptakan iklim
persaingan usaha yang lebih sehat dan adil.
3-13
3.2.2 EKSPOR
Target Ekspor Nonmigas per wilayah Tahun 2016 (dalam USD Miliar)
Sumatera
Jawa
Kalimantan
Sulawesi
Maluku dan
Papua
48,8 49,3
70,6-71,4
1,0-1,1
31,8-32,2
5,3-5,4
2,4-2,5
3-15
3-17
3.2.3 PENGUATAN
KAPASITAS FISKAL
NEGARA
Sasaran
Penguatan kapasitas fiskal negara diarahkan untuk mendukung
pencapaian sasaran dalam RPJMN 2015-2019. Secara lebih rinci
sasaran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Rasio pajak tahun 2016 ditargetkan untuk meningkat menjadi
13,1-13,2 persen PDB.
2. Peningkatan kualitas belanja, yang tercermin salah satunya
dari peningkatan alokasi belanja modal dan turunnya alokasi
subsidi energi dari masing-masing sebesar 2,3 dan 1,2 persen
PDB di tahun 2015 menjadi 2,4-2,5 dan sekitar 1,0 persen PDB
di tahun 2016.
3. Rasio utang pemerintah diperkirakan menjadi 24,5-24,6
persen PDB pada tahun 2016; keseimbangan primer (primary
balance) terus menurun (-0,5 sampai dengan -0,6 persen di
tahun 2016); dan defisit anggaran dijaga dibawah 3 persen
PDB (1,7-1,8 persen di tahun 2016).
Arah Kebijakan dan Strategi
Untuk mencapai sasaran penguatan kapasitas fiskal negara,
kebijakan fiskal pada tahun 2016 tetap diarahkan untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan
serta mendorong strategi re-industrialisasi dalam rangka
transformasi
ekonomi
dengan
tetap
mempertahankan
keberlanjutan fiskal.
Untuk mencapai arah kebijakan tersebut, strategi yang ditempuh
adalah:
1. Mobilisasi pendapatan negara, melalui peningkatan
penerimaan perpajakan dan optimalisasi Pendapatan Negara
Bukan Pajak (PNBP).
2. Peningkatan kualitas belanja negara diupayakan utamanya
melalui peningkatan efisiensi belanja pemerintah pusat,
dengan realokasi belanja kurang produktif ke belanja yang
lebih produktif.
3. Sinkronisasi antara perencanaan dan penganggaran tetap
dilakukan untuk memastikan terlaksananya berbagai agenda
prioritas nasional.
4. Dari sisi anggaran daerah, penajaman sasaran dan alokasi
dilakukan terutama untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) dan
dana desa.
5. Pengurangan utang negara secara bertahap sehingga rasio
utang terhadap PDB mengecil dan utang baru hanya ditujukan
untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang produktif
dengan tingkat biaya dan risiko yang terkendali. Porsi
kepemilikan asing terhadap Surat Berharga Negara (SBN)
diupayakan untuk dikurangi.
3-18
Sasaran
Sasaran
sektor
keuangan
adalah:
i)
meningkatkan
ketahanan/stabilitas dan daya saing sektor keuangan melalui
sistem keuangan yang sehat, mantap dan efisien, ii) percepatan
fungsi intermediasi dan penyaluran dana masyarakat untuk
mendukung pembangunan, terutama pemenuhan kebutuhan
pendanaan pembangunan dari masyarakat/swasta (financial
deepening). Khusus untuk pertumbuhan kredit perbankan, dalam
tahun 2016 diupayakan meningkat sekitar 19,0-19,3 persen
setahun.
Arah Kebijakan dan Strategi
1.
2.
3.
3-19
3.2.5 PENINGKATAN
EFISIENSI PASAR
TENAGA KERJA
4.
5.
Sasaran
Sasaran utama dalam meningkatkan efisiensi pasar tenaga kerja
adalah: (1) Meningkatnya proporsi pekerja formal menjadi 43,6
persen dari total pekerja; (2) meningkatnya tenaga kerja dengan
keahlian menengah yang kompeten menjadi 35 persen; (3)
meningkatnya jumlah tenaga kerja dan wirausaha yang
mendapatkan sertifikasi; (4) meningkatnya lembaga pelatihan
yang berbasis kompetensi; (5) tersedianya infrastruktur
pelayanan informasi pasar tenaga kerja yang efektif mengacu
kepada praktek terbaik internasional; (6) meningkatnya
hubungan industrial yang harmonis antara serikat pekerja dan
pengusaha; dan (7) meningkatnya pemahaman pekerja dan
pemberi kerja atas prinsip-prinsip labor core standards, termasuk
prinsip Kesempatan dan Perlakuan yang Sama dalam Pekerjaan.
Arah Kebijakan Dan Strategi
Efisiensi pasar tenaga kerja merupakan salah satu kunci
keberhasilan peningkatan investasi produktif yang akan menjadi
stimulus dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan berkualitas. Strategi kebijakan ketenagakerjaan pada
tahun 2016 menjadi penentu dalam memperkuat posisi Indonesia
di pasar Global.
3-20
b.
c.
3-21
3.2.6 PENINGKATAN
PERAN BUMN
SEBAGAI AGEN
PEMBANGUNAN
3-22
3.
4.
5.
3-23
3-24