Pengertian
Pengertian
ANATOMI FISIOLOGI
Pada pria, beberapa organ berfungsi sebagai bagian dari traktrus urinarius
maupun sistem reproduksi. Kelainan pada organ-organ reproduksi pria dapat
menganggu salah satu atau kedua sistem. Akibatnya, penyakit sistem
reproduksi pria biasanya ditangani oleh ahli urologi. Struktur dari sistem
reproduksi pria adalah testis, vas deferen (duktus deferen), vesika seminalis,
penis, dan kelenjar asesori tertentu, seperti kelenjar prostat dan kelenjar
cowper (kelenjar bulbo-uretral). Organ genetalia pria terdiri dari 6 komponen
yaitu :
a. Testis dan epididimis
b. Duktus deferen
c. Vesikula seminalis
d. Duktus ejakulatorius dan penis
e. Prostat
f. Kelenjar bulbo-uretra
Prostat adalah organ genetalia pria yang terletak di sebelah interior buli-buli,
di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah
kemiri dengan ukuran 3 x 4 x 2,5 cm dan beratnya 20 gram. Sebagian prostat
mengandung kelenjar grandular dan sebagian lagi otot involuter dan
menghasilkan suatu cairan yang di sebut semen, yang basa dan mendukung
nutrisi sperma. Cairan prostat merupakan kurang lebih 25% dari seluruh
volume ejakulat. Jika kelenjar ini mengalami hiperlasia jinak atau berubah
menjadi kanker ganas dapat membantu uretra posterior dan mengakibatkan
obstruksi saluran kemih.
ETIOLOGI
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20gram.
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Basuki (2000), membagi
kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral,
zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Basuki, 2000).
Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi
perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron
menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan
adipose di perifer. Basuki (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan
kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel
Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu
obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi
dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi
melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu
lama (hesitancy), harus mengejan (straining), kencing terputus-putus
(intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio
urin dan inkontinen karena overflow.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai
hipersenitivitasotot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering miksi
(frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin
miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria)
(Mansjoer,2000)
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4
stadium:
1.
Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.
2.
Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun
tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak
BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
3.
Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4.
Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes
secara periodik (over flowin kontinen).
Menurut Smeltzer (2002) menyebutkan bahwa :
Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan
ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine yangturun
dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing (urine
terus menerus setelah berkemih), retensi urine akut. Adapun pemeriksaan
kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :
1.
Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
- Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
- Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
- Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
- Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
- Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
2.
Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh
kencing dahulu kemudian dipasang kateter.
- Normal : Tidak ada sisa
- Grade I : sisa 0-50 cc
- Grade II : sisa 50-150 cc
- Grade III : sisa > 150 cc
- Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing
KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin
tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran
kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan herniadan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung
kemih.
3.
Prostatektomi Retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian
bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
4.
Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara
skrotum dan rektum.
5.
Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan
jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah,
uretra dianastomosiskan keleher kandung kemih pada kanker prostat.
4.
Terapi Invasif Minimal
1.
Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke
kelenjar prostatmelalui antena yang dipasang melalui/pada ujung kateter.
2.
Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)
3.
Trans Uretral Ballon Dilatation(TUBD)
2.
4.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Persiapan Pre-Operatif
A.
Tanda persetujuan secara tertulis, penderita dan keluarga harus
menyatakan persetujuan pembedahan (informed konsen).
B.
Persiapan kulit
Daerah yang akan dicukur ditentukan, lebih baik kalau pencukuran langsung
dilaksanakan sebelum pembedahan. Penderita harus dimandikan dan bersih
malam sebelum pembedahan.
C.
Diet
Penderia tidak boleh makan makanan padat selama 12 jam pasien
dipuasakan minum cairan selama 8 jam sebelum pembedahan.
D.
Cairan IV
Pemberian cairan intravena tidak diperlukan pada berbagai kasus tetapi pada
penderita yang lansia atau lemah perlu diberi cairan penguat pada malam
sebelum pembedahan.
E.
Pengurangan isi perut
Pencahar dan enema kebanyakan dilaksanakan pada pembedahan perut,
pengosongan sebagian dari usus dilaksanakan pemberian 2-3 tablet dulcolax.
F.
Pemberian obat-obatan
Premedikasi anastetik biasanya ditangani oleh dokter ahli anastesi
G.
Tes laboratorium
Penentuan BUN, kreatinin serum dan kalium serum, lab darah dan lainlain.
I.
Transfusi darah
Harus disiapkan bilamana perlu
J.
Kandung kencing
Kateter folley digunakan pada pembedahan yang lama lebih baik memasang
kateter sesudah di bedah daripada sebelumnya.
Persiapan Pre-Operatif
A.
Jenis pembedahan
Sehingga perawat dan dokter yang jaga mengetahui persoalan yang dihadapi
B.
Tanda-tanda vital
Tekanan darah, denyut nadi, respirasi, harus dicatat tiap 15 menit sesudah
operasi, tiap jam selam beberapa jam kemudian 4 jam hingga penderita
sembuh
C.
Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit setiap hari
D.
Aktivitas dan posisi
Posisi mula-mula telentang tetapi penderita harus dimiringkan ke kiri atau ke
kanan setiap 30 menit sementara ia tidak sadarkan diri. Anjurkan
menggerakan kaki secara aktif atau pasif setiap jam.
G.
Makanan
H.
Cairan intra vena (catat jenis cairan dan kecepatan tetesan
pemberiannya)
I.
Pantau drain pada luka pembedahan bila ada catat outputnya
J.
Monitor kateter dan pengeluaran urinenya
K.
Perawatan luka bersih pada daerah luka pasca bedah
L.
Pemberian antibiotic untuk menimimalkan infeksi pasca operasi