Kabar baiknya adalah, semakin hari teknologi kamera DSLR semakin matang,
khususnya dalam hal fitur video. Hal ini karena produsen mengantisipasi
permintaan yang tinggi akan DSLR videografi. Kita akan lihat kamera-kamera
DSLR generasi baru yang semakin oke untuk merekam video, bahkan kamera
tingkat dasar seharga 6 jutaan sekalipun.
DSLR Canon
Merk Canon sudah dikenal lama sebagai produsen peralatan video dan
broadcast, maka dalam hal kamera DSLR juga banyak dikenal oke untuk
merekam klip video. Masalah yang mereka hadapi adalah, lensa Canon yang
sudah ada tidak dirancang untuk merekam video sehingga autofokusnya yang
cepat justru tidak cocok diaplikasikan di video. Maka itu Canon membuat lensa
generasi baru yang lebih oke untuk video, diberi kode nama STM (Stepper
motor) yang cirinya auto fokusnya halus, putaran fokusnya tidak terlalu cepat
dan suara motornya tidak akan ikut terekam. Saat ini memang baru ada lensa
EF-S 18-55mm STM, EF 40mm STM dan EF-S 18-135mm STM, tapi lensa Canon
lain yang non STM pilihannya sangat banyak. Sebagai catatan, lensa Canon
yang bukan STM tetap bisa dipakai untuk merekam video.
Semua kamera DSLR Canon terbaru sudah bisa merekam video full HD
19201080 progressive dengan pilihan 24 fps atau 25fps (untuk PAL) dan 30
fps (untuk NTSC) dengan format encoding MPEG-4 AVC H.264. Pada pilihan HD
1280720 tersedia frame rate 50 fps/60 fps yang cocok untuk slow motion.
Untuk merekam suara, sudah tersedia microphone di bodi, dan juga ada
colokan mic eksternal serta pengaturan tingkat audio, termasuk wind filter
dan attenuator untuk meredam suara derau angin.
Kamera Canon modern sudah dilengkapi dengan prosesor Digic 5+ yang lebih
baru, maka video yang dihasilkan lebih minim moire dan tidak mudah
mengalami rolling shutter (kecuali EOS 700D masih memakai Digic 5).
Beberapa catatan saya untuk beberapa produk DSLR Canon generasi baru :
EOS 700D : value DSLR
Kamera EOS 700D ada di segmen menengah bawah, namun sudah punya fitur
video yang mantap. Sejak era EOS 650D, Canon memberikan juga fitur Video
Snapshot yang akan mengambil klip singkat (8 detik atau kurang) yang bisa
2
digabung otomatis oleh kamera. Untuk urusan rekam video ada jalan pintas
dengan menggeser tuas On-Off ke arah atas, sedikit berbeda dengan kamera
EOS lama yang harus memutar roda mode dial ini ke simbol movie.
Sekeping kartu 16GB bisa menyimpan 64 menit video bila memakai kompresi
IPB, namun hanya bisa menyimpan 22 menit video bila memakai All-I. Kamera
ini juga sudah bisa menyisipkan time code untuk kemudahan sinkronisasi saat
editing.
Frame rate 60 fps bisa dicapai untuk resolusi 1280720, sedangkan pada
1920180 tersedia 24fps, 25fps dan 30fps. Sayangnya belum ada colokan
untuk headphone di EOS 70D.
EOS 5D mk III : Full frame fitur lengkap
Mic di kamera Nikon D5300 sudah stereo, lalu untuk hasil audio yang lebih
profesional tersedia juga colokan mic eksternal dan yang paling asyik adalah,
kamera ini bisa memberikan uncompressed video out melalui port HDMI,
berguna untuk ditampilkan ke monitor LCD atau direkam oleh eksternal
recorder. Suatu fitur yang biasanya diberikan hanya di kamera DSLR kelas atas,
justru bisa ditemukan di D5300 yang harganya di kisaran 8 jutaan.
Kamera Nikon lainnya : D7100 (DX) dan D610 (FX)
Kamera Nikon lainnya yang kelasnya diatas D5300 adalah Nikon D7100 dan
Nikon D610, yang pada dasarnya sama baiknya untuk merekam video. Hanya
saja karena keduanya masih memakai prosesor Expeed 3 maka mereka tidak
bisa memberi frame rate 60fps pada resolusi 1080p. Nikon D7100 sendiri
dalam urusan video menyempurnakan seri D7000 dengan
menambahkan stereo mic, sedangkan D610 yang hadir sebagai minor update
dari D600 tampaknya tidak memberi perubahan di fitur videonya. Justru dalam
hal microphone di D610 masih sama seperti D600 memakai mic mono (terletak
di atas logo D610) yang agak mengherankan mengingat harga kamera D610
yang mencapai 20 jutaan.
Keunggulaan D610 sebagai kamera full frame (FX) adalah ukuran sensornya
yang besar, dan Nikon menyediakan mode video FX dan DX di kamera D610,
sehingga pengguna bisa memilih bidang gambar yang diinginkan. Bila memilih
mode video DX di kamera D610 maka gambarnya akan menjadi lebih tele (crop
1,5x) yang cukup berguna dalam banyak kondisi.
Seperti yang dijumpai di D5300, fitur uncompressed video out lewat port HDMI
juga bisa ditemui di kamera D7100 dan D610. Khusus untuk D610 terdapat
juga colokan untuk headphone yang membantu monitoring audio yang sedang
direkam.
Kesimpulan
Kamera DSLR perlahan tapi pasti semakin menyempurnakan fitur videonya,
dan ini terlihat dari produk terbaru yang lebih oke untuk merekam video. Dari
semua pilihan yang ada, saya menyukai Canon EOS 70D yang bila dipadukan
dengan lensa STM, akan menjadi kamera yang maksimal dalam urusan auto
fokus. Terobosan dual pixel AF memang bisa jadi solusi untuk mengatasi
lambatnya auto fokus di kamera DSLR, apalagi dengan dukungan layar sentuh
yang memudahkan untuk kita memilih titik fokus yang kita inginkan. Selain itu
70D bisa memberi pilihan kompresi All-I yang hasil videonya lebih bagus,
namun lebih cepat membuat kartu memori penuh.
Di kubu Nikon saya terkesan dengan D5300 yang didukung oleh prosesor
terbaru, membuatnya bisa merekam video 1080p 60fps untuk slow motion
yang mulus. Bahkan sampai tulisan ini ditulis, tidak satupun kamera DSLR
Canon yang bisa mencapai 1080p 60 fps. Belum lagi dengan harga yang
dibawah 10 juta, D5300 memberikan kemampuan untuk clean uncompressed
video via kabel HDMI. Sayangnya Nikon tidak (belum?) memiliki kamera yang
bisa deteksi fasa saat merekam video (seperti Canon 700D dan 70D), dan
belum menyediakan fitur layar sentuh. Tapi bila anda merekam video dengan
manual fokus, hal ini tidak jadi sebuah masalah. Jadi masing-masing masih
punya plus minus sendiri, tergantung kita memilihnya.