Anda di halaman 1dari 10

Tugas IT Lanjutan PSIK UNHAS

Gusti Ayu Trihandayani

Beranda

Gastrointestinal

Imunologi

Tentang Penulis

Browsing:

Home

Kep. Sistem GastrointestinalASUHAN KEPERAWATAN HIPERTROPI


PYLORIC STENOSIS

Leave a comment

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTROPI


PYLORIC STENOSIS
Posted by ayutrihandayani on November 12, 2015 in Kep. Sistem Gastrointestinal
Oleh Gusti Ayu Tri Handayani

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertropi pyloric stenosis (HPS) merupakan gangguan gastrointestinal paling
sering pada bayi muda. Insidensinya 1-2 : 1000 kelahiran hidup. Kondisi ini umum
terjadi pada bayi umur 2-10 minggu kehidupan. Klinisi yang pertama kali
memperkenalkan HPS adalah Fabricious Hildanus di tahun 1627. Pada tahun 1877
Harald Hirschsprungs melaporkan dua kasus fatal pada kongres anak di jerman dan
memberikan pengertian yang modern tentang HPS. Pada HPS terjadi penebalan
muskulus sirkuler antropirolus dan menyebabkan konstriksi dan obstruksi di gastric
outlet. Obstruksi gastric outlet menyebabkan muntah proyektil dan non billous,
hilangnya asam hidroklorida dan berkembang menjadi hipokloremi, alkalosis

metabolik dan dehidrasi1 dan menyebabkan kematian pada lebih dari 50% pasien
yang terkena.

B. Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar medis Hipertropi Pyloric Stenosis
2. Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada Hipertropi Pyloric
Stenosis

BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Anatomi Lambung
Lambung merupakan organ berbentuk kantong seperti huruf J, dengan
volume pada orang dewasa 1200-1500cc pada saat berdilatasi. Sedang
lambung bayi baru lahir mempunyai kapasitas 10-20cc, bayi usia 1 minggu
30-90cc, bayi usia 2-3 minggu 75-100cc, bayi usia 1 bulan 90-150cc, bayi usia
3 bulan 90-150cc, dan bayi usia 1 tahun 210-360cc. Pada bagian superior,
lambung berbatasan dengan bagian distal esofagus, sedangkan bagian inferior
berbatasan dengan duodenum. Lambung terletak pada daerah epigastrium dan
meluas ke hipokhondrium kiri. Kecembungan lambung yang meluas ke
gastroesofageal junction disebut kurvatura mayor.
Kelengkungan lambung bagian kanan disebut kurvatura minor, dengan ukuran
dari panjang kurvatura mayor. Seluruh organ lambung terdapat di dalam
rongga peritoneum dan ditutupi oleh omentum

Secara anatomi terbagi atas 5 daerah yaitu:

1. Kardia, daerah yang kecil terdapat pada bagian superior di dekat


gastroesofageal junction;
2. Fundus, bagian berbentuk kubah yang berlokasi pada bagian kiri dari
kardia dan meluas ke superior melebihi tinggi gastroesofageal junction;
3. Korpus, merupakan 2/3 bagian dari lambung dan berada di bawah
fundus sampai ke bagian paling bawah yang melengkung ke kanan
membentuk huruf J
4. Antrum pilori, adalah bagian 1/3 bagian distal dari lambung.
Keberadaannya secara horizontal meluas dari korpus hingga ke
sphincter pilori
5. Sphincter pilori, merupakan bagian tubulus yang paling distal dari
lambung. Bagian ini secara kelesuluruhan dikelilingi oleh lapisan otot
yang tebal dan berfungsi mengontrol lewatnya makanan ke duodenum.
Permukaan fundus dan korpus banyak dijumpai lipatan rugae lambung.
Pembuluh darah yang mensuplai lambung merupakan percabangan
dari arteri celiac, hepatik dan splenik. Aliran pembuluh vena lambung
dapat secara langsung masuk ke sistem portal atau secara tidak
langsung melalui vena splenik dan vena mesenterika superior. Nervus
vagus mensuplai persyarafan parasimpatik ke lambung dan pleksus
celiac merupakan inervasi simpatik. Banyak ditemukan pleksus saluran
limfatik dan kelenjar getah bening lainnya. Dinding lambung terdiri
dari empat lapisan yaitu lapisan mukosa, submukosa, muskularis
eksterna (propria) dan serosa. Permukaan mukosa dilapisi oleh sel
epitel kolumnar penghasil mukus dan meluas ke sebagian foveolar atau
pit. Lapisan mukosa terbagi atas dua lapisan yaitu lamina propria dan
lapisan muskularis mukosa. Pada lapisan muskularis mukosa, terdapat
lapisan otot sirkuler pada bagian dalam dan lapisan otot longitudinal
pada bagian luarnya. Otot-otot ini berkelanjutan membentuk
kelompokan kecil (fascia) otot polos yang tipis menuju ke bagian
dalam lamina propria hingga ke permukaan epitel. Pada lapisan submukosa, jaringannya longgar dan mengandung sejumlah jaringan ikat
elastik, terdapat pleksus arteri, vena, pembuluh limfe dan pleksus
nervus Meissner. Muskularis eksterna terdiri dari tiga lapisan yaitu
longitudinal luar (outer longitudinal), sirkuler dalam (inner sirkuler)
dan oblik yang paling dalam (innermost oblique). Lapisan sirkuler
sphincter pilorik pada gastroesofageal junction. Pleksus Auerbach
(myenteric) berlokasi pada daerah diantara lapisan sirkular dan
longitudinal dari muskularis eksterna.
2. Definisi
Hipertropi pyloric stenosis (HPS) merupakan suatu kondisi yang terjadi pada
bayi dengan lambung bagian pilorus mengalami penebalan yang abnormal.
Diagnosa penyakit ini ditegakkan berdasarkan keluhan, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Stenosis pilorik adalah penyempitan di bagian ujung
lambung tempat makanan keluar menuju ke usus halus. Akibat penyempitan

tersebut, hanya sejumlah kecil isi lambung yg bisa masuk ke usus, selebihnya
akan dimuntahkan sehingga anak akan mengalami penurunan berat badan.
Gejala tersebut biasanya muncul pada usia 2-6 minggu.

3. Etiologi
Etiologi HPS sampai saat ini belum diketahui. HPS bisa merupakan kejadian
kongenital maupun didapat. Teori yang menjelaskan etiologi ini antara lain
hiperaktifitas lambung yang menyebabkan spasme, hipertropi muskulus dan
inervasi pilorus yang abnormal. Adanya predisposisi genetik disertai faktor
lingkungan merupakan penjelasan yang paling banyak diterima. Abnormalitas
kromosom yang dilaporkan antara lain adanya translokasi kromosom 8 dan 17
serta trisomi sebagian dari kromosom 9. Kontribusi genetik didukung oleh
suatu fakta 19% laki-laki dan 7% perempuan dengan ibu yang mengalami
stenosis pilorus. Stenosis pilorus terjadi hanya pada 5% laki-laki dan 2,5%
perempuan dengan ayah yang mempunyai penyakit serupa. Sedangkan
hubungan HPS dengan bayi kembar monozigot terlihat
pada 0,250,44 sedangkan kembar dizigot 0,05-0,1
4. Patofisiologi
Suatu hipertropi dan hyperplasia otot polos antrum lambung yang difus akan
menyempitkan lumen sehingga mudah tersumbat. Bagian antrum akan
memanjang, menebal menjadi 2 kali ukurn normal dan berkonsistensi seperti
tulang rawan. Penebalan otot tidak hanya terbatas pada suatu kumpulan
serabut otot sirkuler yang terpisah yaitu sfingter pylorus, tetapi meluas ke
bagian proksimal ke dalam antrum dan ke bagian distal berakhir pada
permulaan duodenum. Sebagai respons terhadap obstruksi lumen dn paristalik

yang kuat otot lambung akan menebal (hipertrofi) dan mengembang (dilatasi).

5. Manifestasi Klinik
Manifestasi kinis HPS adalah obstruksi yang menyebabkan muntah proyektil
non bilous sesudah pemberian minuman formula atau ASI. Muntah yang terus
menerus menyebabkan terjadinya pengosongan lambung. Tampak peristaltik
lambung dan teraba masa di perut yang bentuk olive di kuadran kanan atas.
Frekuensi dan volume muntah sering kuat dan berkepanjangan, sehingga
produk muntah bisa berupa darah kebiruan karena gastritis. Pada suatu
penelitian, 66 % pasien disertai hematemesis karena esofagitis atau gastritis8.
Tergantung berapa lama gejala terjadi, sebagian pasien mengalami dehidrasi,
alkalosis hipokalemia, irritable, berat badanturun, dan pertumbuhan lambat.
Keadaan jaundice terjadi pada kira-kira 2% bayi dengan HPS sekunder2.
Tujuh persen berhubungan dengan malformasi. Tiga malformasi utama yaitu
malformasi intestinal, obsruksi uropati dan atresia esofagus. Selain itu anomali
lain yang berhubungan dengan stenosis pilorus antara lain hiatal hernia,
gangguan aktifitas hepatic glucovenyl transferase (sindrom Gilbert)
6. Komplikasi
Stenosis pilorus dapat menyebabkan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan
masalah berat badan . Muntah berulang-ulang dapat mengiritasi perut bayi
Anda. Beberapa bayi yang telah menderita pilorus stenosis berkembang
menjadi penyakit kuning sebuah perubahan warna kekuningan pada kulit dan
mata.
1. Ikterus : disebabkan oleh defisiensi transferase glukuronida hepatik.
Ikterus adalah perubahan warna kulit / sclera mata (normal beerwarna
putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah.
Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang
fisiologis (normal), terdapat pada 25% -50% pada bayi yang lahir
cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis (tidak
normal) misalnya akibat berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya,
sepsis (infeksi berat), penyumbatan saluran empedu, dan lain-lain.

2. Alkalosis metabolik hipokloremik (akut)


Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam
keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat. Alkalosis metabolik
terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam. Sebagai contoh
adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah
yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang
lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit,
terutama setelah pembedahan perut). Pada kasus yang jarang, alkalosis
metabolik terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak
basa dari bahan-bahan seperti soda bikarbonat. Selain itu, alkalosis
metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam
jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam
mengendalikan keseimbangan asam basa darah.
3. Dehidrasi berat (akut) dengan peningkatan kadar nitrogen urea darah.
Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada
tubuh. Hal ini terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada
pemasukan (misalnya minum). Gangguan kehilangan cairan tubuh ini
disertai dengan gangguan keseimbangan zat elektrolit tubuh.
Dehidarasi terjadi karena:

kekurangan zat natrium

kekurangan air

kekurangan natrium dan air.

4. Komplikasi dari pylorotomy


Meskipun pyloromyotomy aman dan kuratif dan dilakukan hampir
tanpa kematian operasi (<0,5%) dan morbiditas (<10%), tidak tanpa
komplikasi potensial. komplikasi pascaoperasi intraoperative dan
Potensi termasuk perdarahan, perforasi, dan infeksi luka. Duodenum
atau perforasi lambung, komplikasi yang paling serius jarang terjadi
namun jika terjadi sebelum penutupan luka yang belum diakui
konsekuensi yang gawat atau kematian bisa terjadi. Bayi dengan usus
bocor mengembangkan rasa sakit, kembung, demam, dan peritonitis.
Kebutuhan cairan yang sedang berlangsung, sepsis umum, kolaps
pembuluh darah, dan kematian ikuti jika kebocoran enterik tidak diakui
dan diobati. Dugaan perforasi reexploration pascaoperasi
membutuhkan segera. Pengakuan komplikasi ini pada saat operasi
adalah penting.
2. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi yaitu dengan barium meal maka akan tampak
saluran pilorus kecil dan memanjang yang disebut string sign
2. Pada fluoroskopi tampak pengosongan lambung terlambat, lambung
tampak membesar dan jelas terlihat gambaran peristaltic.

3. Pada pemeriksaan ultrasonografi, tampak gambaran dougnat sign atau


target bull eye sign.
4. USG. Penebalan pylorus dg central sonolucent area. Diameter pylorus
> 14mm. Penebalan mucosa > 4 mm. Panjang > 16 mm.
3. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Pembedahan Pembedahan yang dilakukan adalah pyloromiotomi
dengan angka kematian kurang dari 1 persen. Untuk mencegah
terjadinya keadaan yang berulang residif, piloromiotomi harus
dilakukan tuntas dengan cara seluruh bagian otot pylorus yang
hipertropi dibelah, termasuk sebagian otot di bagian proksimal.
Komplikasi pasca operasi dapat terjadi perdarahan, perforasi dan
infeksi luka operasi. Perforasi duodenum atau lambung merupakan
penyulit yang berbahaya sebab adanya suatu kebocoran enterik dapat
menyebabkan nyeri, peregangan perut, demam dan peritonitis, bahkan
dapat terjadi sepsis, kolaps vaskuler dan kematian. Jika terjadi
perforasi harus dilakukan perbaikan dan diberi antibiotika. Pada CHPS
piloromiotomi merupakan pilihan utama. Apabila dikerjakan dengan
tepat maka prognosisnya baik dan tidak akan timbul kekambuhan
2. Penatalaksanaan non bedah ( terapi obat ) Tanpa pembedahan
penyembuhan lambat (2-8 bulan), angka kematian lebih tinggi, dan
biaya rawat inap tinggi. Serta dampak yang kurang menguntungkan
terhadap perkembangan emosi akibat perawatan yang lama di rumah
sakit. Pengobatan secara medis penyembuhannya biasanya
berlangsung lambat. Untuk terapi obatnya yaitu dengan sulfas atropin
intra vena :

Dosis awal 0,4 mg/kg bb/ hari

Ditingkatkan 0,1 mg/kg bb/hari tiap 8 hari sampai muntah


mereda

Dilanjutkan atropin oral selama 2 minggu. Selain itu


dibutuhkan pula obat-obatan penenang, anti tikolinergik dan
cairan parenteral.

Terapi nutrisi Pada pasien post operasi pemberian makanan per


oral mulai diberikan 4-6 jam pasca bedah, setelah 24 jam intake
penuh diperbolehkan, Pada pasien non bedah diberikan
makanan kental dicampur tepung dan diberikan dengan porsi
yang sedikit tapi sering. Selama kira-kira 1 jam setelah makan,
bayi dipertahankan dalam posisi setengah duduk

b. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1. Lakukan pengajian fisik
2. Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenaai prilaku makan dan
pola muntah.
3. Observasi adanya manifestasi stenosis pilorik hipertropik: muntah
proyektil. Biasanya terjadi segera setelah makan tetapi dapat tidak
terjadi setelah beberapa jam. Dapat terjadi setelah makan atau muncul
secara intermiten.
4. Muntah non-empedu: mungkin bercak darah.
5. Bayi lapar, ingin sekali menyusu, sangat menginginkan pemberian
makanan kedua setelah episode muntah
6. Tidak ada bukti nyeri atau rasa tidak nyaman, kecuali rasa lapar yang
kronis
7. Penurunan berat badan
8. Tanda-tanda dehidrasi
9. Distensi abdomen atas
10. Teraba tumor berbentuk zaitun diepigastrium, tepat disebelah kanan
umbilikus
11. Gelombang peristaltik lambung dapat dilihat, bergerak dari kiri ke
kanan melewati epigastrium
12. Abdomen Inspeksi : kesimetrisan, karakteristik permukaan, adanya
lesi, kontur umbilikus. Palpasi : palpasi ke empat kuadran nyeri tekan
+/-, splenomegali +/-, hepatomegali +/-. Perkusi : untuk mengetahui
bunyi yang di hasilkan abdomen dengan cara di ketuk pada setiap
kuadran. Auskultasi : untuk mengetahui bising usus.
13. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian, misalnya seri GI
atas, ultrasound, elektrolit serum
2. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah
2. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa

Intervensi /Rasional
1.

Pertahankan cairan
intravena sesuai ketentuan
Rasional : untuk meningkatkan hidrasi
dan mencegah dehidrasi

2.

Pantau dara
laboratorium
Rasional : untuk menentukan adanya
ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit

1.

Kekurangan volume cairan berhubungan


dengan muntah

3.

Pantau masukan,
keluaran, dan berat jenis urine
Rasional : Untuk menentukan status
hidrasi

4.

Pantau Tanda-tanda
Vital dan berat badan harian
Rasional : Untuk mengkaji hidrasi

5.

Kaji turgor kulit dan


membaran mukosa
Rasional : sebagai indikator hidrasi
yang adekuat

2.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah

1.

Lakukan pemberian
makanan pasca operasi sesuai
ketentuan

2.

Mulai dengan
pemberian makan sedikit tapi sering
Rasional : untuk mencegah muntah

3.

Observasi dan catat


respon bayi terhadap pemberian makan
Rasional : untuk menentukan jumlah
dan frekuensi pemberian makan
selanjutnya

4.

Lakukan kembali

menyusui atau dorong keluarga untuk


memberi makan bayi
Rasional : untuk menyiapkan
pemulangan dan pemberian nutrisi
yang berkelanjutan

Anda mungkin juga menyukai