Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penuaan merupakan suatu proses yang menyebabkan atresi dan
perburukan selular seiring usia yang pada akhirnya berakhir pada penurunan
viabilitas dan kematian, dipengaruhi baik oleh suatu program genetik maupun
oleh peristiwa lingkungan dan endogen kumulatif yang berlangsung di sepanjang
rentang usia organisme. Active ageing ialah proses mengoptimalkan peluang bagi
kesehatan, partisipasi dan keamanan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
usia orang. Ini berlaku baik bagi perorangan dan kelompok masyarakat.(Stanley.
2006)
Pada tahun 2000 jumlah lansia di Indonesia di proyeksikan sebesar 7,28%
dan pada tahun 2020 menjadi sebesar 11,34% (BPS,1992). Bahkan data Biro
Sensus Amerika Serikat memperkirakan Indonesia akan mengalami pertambahan
warga lanjut usia terbesar diseluruh dunia pada tahun 1990-2025, yaitu sebesar
414% (Kinsella 1993)
Banyak permasalahan yang terjadi pada lanjut usia seperti penurunan
masalah fisik dan fungsi tubuh (sistem pernafasan, sistem persarafan dan sistem
penglihatan), penyakit yang sering diderita pada lansia (diabetes militus,
osteoporosis dandementia type alzheimer), masalah sosial pada lansia, masalah
psikologis pada lansia (depresi, skizofrenia dan gangguan delusi) (Kinsella
1993).
Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk
berstruktur lanjut usia (Aging structured population) karena jumlah penduduk
yang berusia 60 tahun keatas sekitar 7,18%. Provinsi yang mempunyai jumlah
penduduk Lanjut usia (Lansia)nya sebanyak 7% adalah dipulau jawa dan bali.
Peningkatan jumlah penduduk Lansia ini antara lain disebabkan tingkat sosial

ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan di bidang pelayanan kesehatan,


dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat (Menkokesra,2008)
Menurut Dinas Kependudukan Amerika Serikat (1999), jumlah populasi
lansia berusia 60 tahun atau lebih diperkirakan hampir menapai 600 juta orang
dan diproyeksikan menjadi 2 miliar pada tahun 2050, pada saat itu lansia akan
melebihi jumlah populasi anak (0-14 tahun). Proyeksi penduduk oleh Biro Pusat
Statistik menggambarkan bahwa antara tahun 2005-2010 jumlah lansia akan
sama dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh
jumlah penduduk.(Lilik.2011)

1.2 Tujuan dan manfaat


1.2.1 Secara keseluruhan refrat ini bertujuan untuk :
a. Untuk mempelajari definisi dari active

aging,

faktor

yang

mempengaruhi active aging, kebijakan dan program dari active aging,


proses menua, teori penuaan serta aktivitas yang bisa dilakukan pada
lansia.
b. Agar mahasiswa lebih memahami active aging
c. Sebagai salah satu tugas untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian
akhir blok (UAB)
1.2.2 Manfaat
Agar bisa mengetahui dan memahami dengan jelas mengenai active
aging

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Active Aging


Active ageing is the process of optimizing opportunities for health,
participation and security in order to enhance quality of life as people age
(WHO, 2013).
Active aging adalah proses mengoptimalkan peluang bagi kesehatan,
partisipasi dan keamanan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup usia orang.
Ini berlaku baik bagi perorangan dan kelompok masyarakat (WHO, 2013).
Active aging adalah proses optimalisasi peluang untuk sehat, partisipasi dan
keamanan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup dimasa tua (kemensos,
2009).
Active ageing memungkinkan seseorang untuk menyadari potensi mereka
untuk fisik, sosial, mental, kesejahteraan sepanjang perjalanan hidup dan
berpartisipasi dalam masyarakat dengan memberikan perlindungan yang
memadai, keamanan dan perawatan kepada orang tua lanjut usia yang
membutuhkannya.Orang tua yang pensiun dari pekerjaan, sakit atau cacat dapat
hidup dengan tetap kontributor aktif untuk keluarga mereka, teman sebaya,
masyarakat, dan bangsa. Active ageing bertujuan untuk memperpanjang harapan

hidup sehat dan kualitas hidup bagi semua orang tua dengan bertambahnya usia
mereka (Nugroho. 2000).

2.2 Batasan Usia


Ada beberapa pendapat mengenai batasan umur lanjut usia yaitu:
a. Menurut organisasi kesehatan dunia(1999)
Lanjut usia meliputi : usia pertengahan yakni kelompok usia 26 sampai 59
tahun
Lanjut usia (Elderly) : yakni antara usia 60-74 tahun
Usia lanjut tua (old): yakni antara usia 75 sampai 90 tahun
Usia sangat tua (very old): yakni diatas 90 tahun
b. Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998
Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas
c. Menurut Nugroho (2000)
Menyimpulkan pembagian umur berdasarkan pendapat beberapa ahli,
bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun
keatas
d. Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro
Lanjut usia dikelompokan menjadi usia dewasa muda (elderly adulthood),
18 atau 29-25 tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 2560 tahun atau 65 tahun, Lanjut usia ( geriatric age) lebih dari 65 tahun atau
70 tahun yang dibagi lagi dengan 70-75 tahun (young old), 75-80 tahun
(old), lebih dari 80 (very old)
e. Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1
Seseorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah
yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak
berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan
menerima nafkah dari orang lain
2.3 Pendekatan Kehidupan program active aging
Sebuah perspektif kehidupan padai penuaan mengakui bahwa usia lanjut tidak
homogen dalam satu kelompok dan keragaman individu cenderung meningkat

seiring usia. Intervensi yang menciptakan lingkungan yang mendukung dan


pilihan menumbuhkan kesehat penting pada semua tahap kehidupan (lihat gambar
4).(WHO. 2002)

Gambar 1. maintaining functional capacity over the life course


Sebagai individu , penyakit tidak menular

menjadi penyebab utama

morbiditas, kecacatan dan kematian di seluruh wilayah Pendekatan hidup


program Active Ageing di dunia, termasuk di negara berkembang (lihat gambar 5
dan 6). Penyakit tidak menular, yang

pada dasarnya menjadi

penyakit

dikemudian har\\i, membutuhkan biaya bagi individu, keluarga dan anggaran


pemerintah.Tetapi banyak penyakit dapat dicegah atau dapat ditangguhkan.
Kegagalan dalam mencegah atau mengelola perkembangan penyakit tidak
menular dengan tepat akan menjadikan biaya sangat besar, yang bisa digunakan
untuk menangani masalah kesehatan lain pada kelompok usia tersebut. (WHO.
2002)

MaKondisi kronis utama yang mempengaruhi lanjut usia di seluruh dunia (WHO.
2002)

Cardiovascular diseases (penyakit jantung koroner)


Hipertensi
Stroke
Diabetes
Kanker
Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Muskuloskelatal ( arthritis dan osteoporosis)
Kondisi kesehtan mental (demensia dan depresi)
Kebutaan dan gangguan penglihatan

Beberapa faktor seperti penyakit menular, kondisi maternal dan perinatal dan
kurang gizi adalah penyebab utama kematian. Di usia separuh baya (usia 45)
penyakit tidak menular bertanggung jawab pada sebagian besar kematian dan
penyakit (lihat Angka 5 dan 6). Penelitian ini semakin menunjukkan bahwa risiko
kondisi kronis, seperti diabetes dan penyakit jantung,dimulai pada anak usia dini
atau bahkan lebih awal. risiko ini kemudian dibentuk dan dimodifikasi oleh
beberapa faktor, seperti status sosial ekonomi dan pengalaman di masa hidup.
risiko tersebut mengembangkan penyakit tidak menular terus meningkat di usia
lanjut. Tetapi penggunaan tembakau, kurangnya aktivitas fisik, diet yang tidak
memadai dan lainnya sebagai faktor risiko saat dewasa yang akan menempatkan
individu yang berisiko relatif lebih besar terkena penyakit tidak menular di usia
tua (lihat Gambar 7). Dengan demikian, penting untuk mengatasi risiko penyakit
tidak menular, penyakit dari kehidupan awal untuk kehidupan akhir, yaitu
sepanjang perjalanan hidup. (WHO. 2002)
2.4 Kebijakan dan Program Pelayanan sosial lanjut usia di Indonesia
2.4.1 Kebijakan
Ditetapkannya Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan
lanjut usia dapat dijadikan salah satu indikasi tentang makin besarnya perhatian

pemerintah terhadap penduduk lanjut usia. Dalam undang-undang tersebut diatur


secara tegas tentang upaya peningkatan kesejahteraan penduduk lanjut usia. Pasal
4 UU tersebut menyebutkan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan sosial
bertujuan untuk memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktif,
terwujudnya kemandirian dan kesejahteraannya, terpelihara system nilai budaya
dan kekerabatan bangsa Indonesia serta lebih mendekatkan diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa. (Departemen Sosial RI. 2003)
Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sosial lanjut usia. Departemen
Sosial melalui Direktorat Bina Pelayanan Sosial Lanjut Usia, Direktorat jendral
pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, mengembangkan berbagai kebijakan teknis
yang mengacu pada komitmen nasional, regional maupun internasional serta pada
kebijakan Mentrei Sosial sebagai berikut: (Departemen Sosial RI. 2003)
1. Meningkatkan dan memperkuat peran keluarga dan masyarakat dalam
penyelenggaraan kegiatan pelayanan sosial bagi lanjut usia dengan
melibatkan seluruh unsur dan komponen masyarakat termasuk dunia
usaha, atas dasar swadaya dan kesetiakawanan sosial sehingga dapat
melembaga dan berkesinambungan
2. Meningkatkan koordinasi intra dan inter sektoral, antar berbagai instansi
pemerintah terkait dipusat dan daerah serta dengan masyarakat/orsos
termasuk dunia usaha, untuk mendukung penyelenggaraan pelayanan
soial bagi lanjut usia
3. Membangun dan mengembangkan system jaminan dan perlindungan
sosial bagi lanjut usia
4. Meningkatkan dan memperluas aksesibilitas bagi kesejahteraan lanjut
usia

5. Meningkatkan, mengembangkan dan memantapkan peran kelembagaan


lanjut usia untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas pelayanan
sosial lanjut usia
Dalam melaksanakan kebijakan tersebut ditempuh melalui strategi : (Departemen
Sosial RI. 2003)
1. Pemberdayaan
2. Kemitraan
3. Partisipasi
4. Desentralisasi
5. Meningkatkan jaringan kerja dan kemitraan
6. Membangun dan mengembangkan partisipasi dan advokasi atas dasar
kesetiakawanan sosial
2.4.2 Program
1. Pelayanan Sosial
Pelayanan sosial bagi lanjut usia dilaksanakan Departemen Sosial
melalui 2 (dua) sistem yaitu :
a. Pelayanan melalui luar Panti/non Panti (Community Based/Family Based)
b.
Pelayanan melalui panti/di dalam Panti (Instutional Based)
Pelayanan sosial dilaksanakan Departemen Sosial saat ini dan dimasa
depan diarahkan/dikembangkan pada program pelayanan yang berbasis
keluarga dan masyarakat (family based/community based) dengan
mendorong dan melibatkan sebanyak mungkin peran keluarga dan
masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia. Sedangkan
upaya pelayanan melalui panti-panti sosial diharapkan merupakan
alternative terakhir yang terutama ditunjukan bagi lanjut usia yang tidak

potensial, miskin, cacat, terlantar dan mengalami tindak kekerasan serta


mereka yang benar-benar memerlukan bantuan. (Departemen Sosial RI.
2003)
Pelayanan sosial lanjut usia dalam keluarga disebut juga sistem
pelayanan sosial lanjut usia luar panti, dimana para lanjut usia yang
diberikan pelayanan masih tetep tinggal di lingkungan keluarga bersama
anak cucu ataupun sanak keluarga lainnya. Hail ini dilaksanakan
berdasarkan pertimbangan bahwa lingkungan keluarga dapat memberikan
dukungan emosional yang sangat menentukan keberhasilan pelayanan
sosial. (Departemen Sosial RI. 2003)
2. Pemberdayaan Sosial
Program pemberdayaan sosial terutama ditunjukan bagi lanjut usia
yang masih potensial baik yang terlantar maupun yang masih mempunyai
keluarga. Program ini dilaksanakan dengan pemberian pelatihan
keterampilan dan bantuan modal usaha dalam bentuk kelompokkelompok usaha bersama (KUBE). (Departemen Sosial RI. 2003)
3. Bantuan dan pemeliharaan taraf kesejahtearaan sosial
Diberikan bagi lanjut usia yang miskin, cacat dan terlantar agar
mereka dapat mewujudkan dan menikmati taraf kesejahteraan sosialnya.
Bantuan ini dapat diberikan sewaktu saja atau seumur hidup, tergantung
pada kondisi lanjut usia. Saat ini sedang dipersiapkan peraturan
perundang-undangan

yang

akan

melandasi

pemberian

bantuan/perlindungan dan jaminan sosial bagi lanjut usia terlantar ini


sebagai bagian dari pemberian jaminan sosial bagi penyandang masalah
kesejahteraan sosial. (Departemen Sosial RI. 2003)
Kegiatan pelayanan sosial lanjut usia melalui sistem luar panti yang
dilaksanakan selama ini meliputi : (Departemen Sosial RI. 2003)
1. Pemberian bantuan berupa jaminan makan yang ditujukan bagi lanjut
usia yang keadaan ekonominya lemah, tetapi tidak tertampung dalam
Panti Sosial Tresna Werdha, sehingga masih teteap tinggal dalam
keluarga yang pada umumnya keadaan ekonominya juga lemah atau
pada keluarga lain yang merawatnya (Home care). Bantuan yang

10

diberikan berupa : pemberian makan setiap hari sesuai dengan


kebutuhan

lanjut

usia;

pelayanan

kesehatan;

bimbingan

mental/rohani;bimbingan keterampilan; pengisian waktu luang maupun


senam lanjut usia.
Pemberian bantuan yang bersifat akumulatif berupa bantuan Paket
Usaha Ekonomis produktif yang ditujukan bagi lanjut usia yang keadaan
ekonominya lemah, tetapi fisiknya masih memungkinkan untuk
melakukan kegiatan usaha produktif. Diharapkan dengan bimbingan dan
pembinaan yang diberikan, mereka dapat mengembangkan bantuan
untuk menunjang kehidupannya secara layak dan tidak tergantung pada
orang lain. Pada tahun 2002 Pemerintah memberikan bantuan melalui
Usaha Ekonomis Produktif (UEP) dengan sasaran 12.927 orang di 30
propinsi. Sedangkan pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUBE)
tahun 2002 dijangkau sebanyak 160 kelompok dengan jumlah anggota
1.600 orang di 30 propinsi.

2.5 Faktor yang mempengaruhi Active Aging


Lansia aktif dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari luar maupun
dari dalam. Ada hal yang dapat diintervensi maupun yang sudah tidak
bisa lagi dintervensi atau diubah.

Faktor-faktor yang tidak dapat diubah

adalah usia, jenis kelamin, usia dalam kebijakan WHO dikelompokkan sebagai
personal determinants. Factor-faktor yang mungkin berubah tetapi sangat sulit
diubah berkaitan dengan keyakinan dan landasan kepercayaan yaitu budaya,
lingkungan sosial. Faktor-faktor yang dapat diintervensi maupun di ubah yaitu
perilaku, ekonomi, lingkungan fisik, pelayanan sosial dan kesehatan. WHO
dalam

UN

Assembly

2002

merumuskan beberapa determinan yang

mempengaruhi lansia untuk menjadi aktif. (WHO.2013)

11

Gambar 2. Active Ageing Determinants (WHO, 2013)

2.5.1 Behavioural Determinants


Satu mitos mengenai lanjut usia adalah pada fase ini sudah sangat
terlambat untuk gaya hidup sehat. Hal yang sebenarnya terjadi
adalah aktivitas fisik yang cukup, makan makanan yang cukup, tidak
merokok, dan tidak minum minuman alkohol dan pengobatan yang
bijaksana pada lanjut usia dapat mencegah penyakit dan penurunan fungsi
tubuh, memperpanjang umur dan meningkatkan kualitas hidup. (WHO,
2002) (WHO.2013).
2.5.2 Physical Determinants
Lingkungan fisik yang baik dan mendukung dapat membuat
perbedaan antara mandiri dan ketergantungan pada semua individu
dan sangat penting bagi mereka yang memasuki lanjut usia (WHO,
2002). Perhatian spesifik harus diberikan pada lanjut usia adalah yang
hidup dan tinggal di pedesaan dimana pola penyakit dapat berbeda

12

tergantung pada kondisi

lingkungan

pelayanan pendukung. Urbanisasi

dan

dan

keterbatasan

migrasi

ketersediaan

orang-orang

muda

untuk mencari perkerjaan membuat lanjut usia semakin terisolasi di


pedesaan dengan keterbatasan bahkan ketiadaan akses untuk pelayanan
kesehatan dan social. (WHO.2013)
Akses dan ketersediaan transportasi umum dibutuhkan baik di kota
maupun

di

pedesaan sehingga

orang

dengan

segala

usia

dapat

berpartisipasi secara penuh di keluarga dan kehidupan bermasyarakat. Ini


sangat penting unutk lanjut usia yang memiliki masalah mobilitas.
Risiko-risiko

pada lingkungan

fisik

menyebabkan

kelemahan

dan

cidera yang menyakitkan diantara lanjut usia. Cidera dari jatuh, terbakar,
kecelakaan lalu lintas adalah yang paling sering. (WHO, 2002)
Perumahan yang aman dan nyaman merupakan hal yang penting bagi
semua usia terutama bagi lanjut usia. Untuk lanjut usia, lokasi
termasuk jumlah anggota keluarga, pelayanan dan transportasi dapt
membawa perbedaan yang nyata antara interaksi social positif dan
isolasi.

Cidera dengan tingkat yang sama pada lanjut usia lebih

membuat lansia tersebut mengalami disabilitas, butuh perawatan yang


lebih lama di rumah sakit dan periode yang panjang untuk rehabilitasi
sehingga berisiko tinggi unutk terjadi kematian. Air yang bersih, udara
yang bersih dan makanan yang aman terutama sangat penting untuk
sebagian besar kelompok usia rentan dan mereka yang mempunyai
penyakit kronis dan system kekebalan yang menurun (WHO.2013)
2.5.3 Personal Determinants
Alasan utama mengapa lanjut usia lebih sering sakit dari pada orang
muda adalah mereka lebih lama hidup dan terpajan dengan hal
eksternal, perilaku dan lingkungan. (Gray, 1996). Kapasitas intelegensia
dan kognitif (termasuk kecepatan belajar dan mengingat) secara alamiah

13

menurun seturut dengan penuaan. (WHO.2013)


2.5.4.Health and social service
Tiga aspek pada determinan ekonomi ini sangat mempengaruhi lansia
aktif yaitu pendapatan, pekerjaan dan perlindungan sosial. Lansia
yang miskin meningkatkan risiko puntuk menjadi sakit dan disabilitas
(WHO, 2002). Banyak lansia wanita yang tinggal sendiri dan tidak
puanya

cukup

uang

untuk

kehidupan

sehari-hari.

Hal

ini

mempengaruhi mereka untuk membeli makanan yang bergizi, rumah yang


layak, dan pelayanan kesehatan. Lansia yang sangat rentan adalah yang
tidak mempunyai asset, sedikit atau tidak ada tabungan, tidak ada pension
dan tidak dapat membayar keamanan atau merupakan bagian dari
keluarga yang sedikit atau pendapatan yang rendah. (WHO.2013)
Di semua negara, keluarga menyediakan dukungan terbesar untuk
lansia yang membutuhkan bantuan. Tradisi bahwa lansia tinggal dengan
anak atau keluarga mulai menurun, sehingga meningkatkan kerentanan
lansia. (WHO.2013)
2.5.5 Social Determinants
Dukungan sosial, kesempatan untuk edukasi da pembelajaran seumur
hidup, kedamaian dan perlindungan dari kekerasan dan pelanggaran
adalah factor

utama

pada

lingkungan

social

yang

meningkatkan

kesehatan, partisipasi aktif. Kesepian, isolasi social, buta huruf dan


kesejangan pendidikan, pelanggaran dan pajanan untuk situasi konflik
meningkatkan risiko lansia sangat besar untuk mengalami disabilitas dan
kematian lebih awal. (WHO, 2002). Dukungan social yang tidak
cukup,

sangat

erat hubungannya

dengan

peningkatan

kematian,

14

kesakitan

dan

depresi

juga kesehatan dan kesejahteraan secara

keseluruhan. (WHO.2013)
Lansia yang tidak mendapatkan dukungan sosial yang cukup 1,5 kali
lebih besar kemungkinan untuk mengalami kematian pada tiga tahun
kedepan daripada mereka yang mendapatkan dukungan sosial yang
cukup, menurut laporan di Jepang. (Sugiswawa et al, 1994 dalam WHO,
2002) (WHO.2013)
2.6 Aktivitas fisik pada Lansia
Ada mitos yang mengatakan bahwa orang yang sudah lanjut usia sebaiknya
lebih banyak tinggal di rumah dan tidak perlu melakukan aktivitas fisik, apalagi
harus melakukan olahraga. Mitos tersebut telah banyak ditentang oleh para lansia
sendiri, dengan bukti banyaknya lansia yang melakukan olahraga baik secara
sendiri maupun bersama terutama pada pagi hari. Perkumpulan Senam Sehat
Indonesia misalnya beranggotakan ribuan orang yang sebagian besar para lansia.
Latihan fisik akan memberi manfaat baik pada fisik maupun kejiwaan (Stanley.
2006).
2.6.1

Manfaat Latihan Fisik


Manfaat fisik didapat karena aktivitas fisik akan menguatkan otot

jantung dan memperbesar bilik jantung. Kedua hal ini akan meningkatkan
efisiensi kerja jantung. Elastisitas pembuluh darah akan meningkat sehingga
jalannya darah akan lebih lancar dan tercegah pula keadaan tekanan darah
tinggi dan penyakit jantung koroner. Lancarnya pembuluh darah juga akan
membuat lancar pula pembuangan zat sisa sehingga tidak mudah lelah. Otot
rangka akan bertambah kekuatan, kelentukan dan daya tahannya, sehingga
mendukung terpeliharanya kelincahan serta kecepatan reaksi. Dengan kedua
hal ini kecelakaan lebih dapat terhindarkan. Kekuatan dan kepadatan tulang
akan bertambah karena adanya tarikan otot sewaktu latihan fisik, dan
tercegahlah pengeroposan tulang. Persendian akan bertambah lentur, sehingga
gerakan sendi tidak akan terganggu. Dengan manfaat fisik ini, berbagai

15

penyakit degeneratif (mis: jantung, hipertensi, diabetes mellitus, rematik) akan


tercegah atau sedikit teratasi. Berat badan tubuh terpelihara dan kebugaran
akan bertambah sehingga produktivitas akan meningkat dan dapat menikmati
masa tua dengan bahagia (Depkes. 2003).
2.6.2

Manfaat Kejiwaan
Beberapa ahli mendapatkan kesimpulan bahwa aktivitas fisik dapat

menyebabkan seseorang menjadi lebih tenang, ketegangan dan kecemasan


berkurang. Latihan fisik akan membuat seseorang lebih kuat menghadapi stres
dan gangguan hidup sehari-hari, lebih dapat berkonsentrasi, tidur lebih
nyenyak dan merasa berprestasi. Hal ini disebabkan karena gerakan fisik bisa
digunakan untuk memproyeksikan ketegangan, sehingga setelah latihan, orang
merasa ada beban jiwa yang terbebaskan. Disamping itu penurunan kadar
garam dan peningkatan kadar epinephrin serta endorphin membuat orang
merasa bahagia, tenang dan percaya diri. (Depkes. 2003)
2.6.3 Jenis Aktifitas Fisik
Masalah yang ditemui pada lansia adalah kurang nafsu makan, proses
pencernaan yang tidak sempurna, sulit buang air besar, dan pemanfaatan
makanan sebagai sumber energi. Dengan berorientasi pada masalah ini, dapat
dirancang suatu latihan fisik yang bertujuan untuk menambah nafsu makan
(input), memperlancar proses pencernaan dan buang air besar (proses), dan
mengefisienkan pemanfaatan energi di tubuh (out put). Sehebat apa pun
komposisi gizi yang disediakan, kalau tidak dimakan, diproses, dan
dimanfaatkan oleh tubuh, maka belum dapat memberi hasil guna. Disamping
problem pencernaan, penurunan daya ingat dan konsentrasi perlu dicegah
dengan aktivitas fisik (Depkes. 2003).
2.6.4

Aktifitas Fisik Untuk Menambah nafsu Makan


Aktivitas fisik yang ditujukan untuk menambah nafsu makan, terutama

dilakukan dengan sasaran lambung. Titik-titik akupunktur untuk lambung,


sepeti misalnya di bahu, dan kanan-kiri tulang belakang, harus dimanipulasi
dengan pukulan, pijatan dan gerakan. Disamping itu lambung perlu didesak,

16

dari segala arah dengan gerakan membungkuk, menegang ke belakang dan


memuntir perut. (Depkes. 2003).
2.6.5

Aktifitas fisik untuk Memperlancar Proses Pencernaan


Aktivitas fisik ini terutama ditujukan untuk usus. Manipulasi pada

perut bagian tengah dengan arah vertikal dan melingkar dimaksudkan untuk
memperlancar aliran darah ke usus dan merangsang peristaltik usus. Desakan
dan tarikan di perut bagian tengah maupun bawah akan menambah efektif
perangsangan tersebut. Dengan aliran darah yang baik, kelenjar pencernaan
akan dapat memproduksi enzim dengan kuantitas yang cukup dan kualitas
baik. Kesulitan buang air besar pada lansia, selain diatasi dengan makanan
berserat dan banyak minum, perlu ditambah dengan aktivitas fisik perangsang
peristaltik usus. (Depkes. 2003)
2.6.6 Aktifitas Fisik Untuk Mengatur Pengeluaran Energi
Keseimbangan antara input dan output perlu banyak dipertimbangkan
pada lansia, untuk mendapatkan berat badan yang sesuai. Kegemukan pada
lansia akan memperberat atau bahkan memicu timbulnya berbagai penyakit
degeneratif, mulai dari Diabetes Mellitus sampai Hipertensi dan Penyakit
Jantung Koroner. Disamping itu kegemukan juga akan memperberat beban
sendi penyangga badan terutama lutut dan pergelangan kaki. Lansia gemuk
cenderung malas untuk melakukan aktivitas fisik, dan kurang aktivitas fisik
akan menyebabkan bertambah gemuk. Hal tersebut terjadi bolak-balik,
sehingga akan semakin melemahkan lansia kegemukan. Pengaturan diet dan
aktivitas fisik merupakan kombinasi ideal. Aktivitas fisik bagi lansia yang
kegemukan disarankan untuk menggunakan sepeda stasioner, atau latihan di
air untuk mengurangi beban di sendi lutut. Jenis latihan yang dilakukan adalah
yang bersifat aerobik, yaitu intensitas rendah dengan waktu minimal 30 menit.
Dengan waktu minimal 30 menit diharapkan lebih banyak energi dari lemak
akan terbakar, dan nafsu makan tertekan. Bagi mereka yang terlalu kurus,
disarankan untuk melakukan aktivitas fisik ringan dalam waktu 20 - 30 menit.

17

Aktivitas yang tidak melelahkan ini akan merangsang nafsu makan. (Depkes.
2003)
2.6.7 Aktifitas Fisik Untuk Kebugaran Otak
Penurunan daya ingat dan konsentrasi pada lansia dapat dicegah
dengan senam otak, sekaligus untuk mencegah stroke. Pada dasarnya banyak
menggerakkan jari-jari dan wajah. Sinkronisasi kedua tangan untuk
mengaktifkan otak kanan maupun kiri dan gerakan menyilang banyak
memberi manfaat (Depkes. 2003).

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Active aging adalah proses mengoptimalkan peluang bagi kesehatan,
partisipasi dan keamanan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup usia
orang. Ini berlaku baik bagi perorangan dan kelompok masyarakat. Tujuan
dari active aging yaitu untuk memperluas harapan
meningkatkan

kualitas

hidup

semua

hidup

sehat

dan

manusia termasuk mereka yang

lemah, mengalami disabilitas dan yang membutuhkan perawatan. Adapun


beberapa program acvtive aging antara lain : pelayanan Sosial, Pemberdayaan
Sosial dan Bantuan dan pemeliharaan taraf kesejahtearaan sosial
Faktor yang mempengaruhi Active Aging yaitu Behavioural
Determinants, Physical Determinants, Personal Determinants, Health and
social service dan Social Determinants
2. Saran
Upaya peningkatan kesejahteraan, perlindungan dan jaminan sosial lanjut usia
merupakan suatu usaha yang mulia, namun tentu tidak mudah untuk
melaksanakannya, kita semua akan menuju kesana, menjadi lanjut usia dan
kita mempunyai orang tua yang sudah lanjut usia, sehingga kita semua

18

mempunyai tanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan para lanjut


usia, orang tua kita semua.

Daftar Pustaka
1. Stanley, Mickey, and Patricia Gaunhett Beare. Buku Ajar Keperawatan
Geronik. Jakarta. EGC. 2006.
2. Maryam Siti Etal. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta.
Salemba Medika. 2008.
3. Azizah, M. Malik. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta. Graha Ilmu.
2011.
4. Darmojo, B & M.Hadi. Geriatri; Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI. 2004.
5. Departemen Kesehatan RI. Pola Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut di
Panti Wredha. Jakarta. 1997.
6. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Pengelolaan: Kegiatan Kesehatan di
Kelompok Usia Lanjut. Jakarta. 2003.
7. Nugroho,W. Keperawatan Gerontik. Edisi ke-2. Jakarta. EGC.
2000&2008.
8. Pudjiastuti,S & Utomo. Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta. EGC.2003.
9. Departemen Sosial RI. Kebijakan & Program Pelayanan Sosial Lanjut
Usia di Indonesia. Jakarta. 2003.
10. WHO. Active aging. Jakarta. 2013
11. WHO. Active aging:A policy framework.2002

Anda mungkin juga menyukai