Anda di halaman 1dari 7

PATHOFISIOLOGY ASTHMA

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kelompok 20 :
Julia Baby Fransisca
00000009138
Juni Astari
00000009225
Juni Krisgianto
00000009228
Juskena Martha Ulina
00000009128
Kanisia Desy Arika Manalu 00000009337
Kartini Octavia Manulang 00000008409
Kezya
00000009335
Krisnawati Sitio
00000009258

KASUS ASTMA
Seorang pasien laki-laki berusia 25 tahun hidup didaerah
penggunugan di Bogor memiliki allergi berat terhadap
debu dan asap. Istri pasien membawa kerumah sakit
karena whezzing tidak hilang dengan pemberian
salmeterol dan ipratropium bromide (atrovent) inhaler,
tidak bisa tidur berbaring terlentang dan terlihat
menggunakan otot bantu pernapasan. Pasien mulai
diberikan oksigen 4 L/menit dengan nasal canule dan
infuse dextrose 5% , 15 tts/menit. Pasien terlihat bingung
dan mengeluh sulit bernapas. Tanda-tanda vital BP 150/85
mmHg, nadi 124x/menit, napas 42 x/menit, suhu 38,50C.

Pathofisiology Asthma
Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran pernapasan,
kulit, saluran pencernaan, dll, akan ditangkap oleh makrofag yang
bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah allergen
diproses dalam cell APC, selanjutnya oleh sel tersebut, allergen
dipresentasikan ke sel Th (Cell Helper). Sel APC melalui pelepasan
interleukin I(II-I) mengaktifkan sel Th. Melalui pelepasan interleukin
2(II-2) oleh sel Th yang di aktifkan, kepada sel B diberikan sinyal
untuk berproliferasi menjadi sel plasma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada di
dalam jaringan dan basophil yang ada di dalam sirkulasi, hal ini
dimungkinkan karena kedua sel tersebut permukaanya memiliki
reseptor untuk IgE. Orang yang sudah memiliki sel-sel matosit dan
basophil dengan IgE pada permukaan belumlah menunjukan gejala
tetapi sudah diangap desentisisasi (baru menjadi rentan).

Bila orang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
allergen yang sama, allergen tersebut akan diikat oleh IgE yang
sudah ada dalam permukaan mastosit dan basophil. Ikatan ini akan
menimbulkan impluks Ca++ ke dalam sel dan perubahan di dalam
sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel.
Dalam proses granulasi sel ini yang pertama kali di keluarkan
adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul di
dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologis,yaitu histamine
eosinophil chemotactic factor-A (ECF-A), neutrophil chemotactic
factor(NCF) trypase dankinin. Efek yang segera terlihat oleh
mediator adalah obstruksi oleh histamine.

Hipereaktivitas bronkus merupakan bronkus yang mudah sekali


mengerut bila terpapar dengan factor dengan kadar rendah pada
kebanyakan orang tidak menimbulkan apa-apa misalnya allergen,
polusi, asap rokok dllnya baik berupa iritan maupun bukan iritan.
Mukosa dan dinding bronkus pada klien dengan asma. Terjadinya
infiltrasi pada sel radang terutama eosinophil dan terlepasnya sel
silia menyebabkan getaran pada silia mucus di atasnya. Hal ini
membuat salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak
berfungsi lagi dan ditemukan adanya penyumbatan saluran
pernafasan oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkus
sehingga akan menimbulkan rasa sesak, wheezing, dan batuk yang
produktif.

Adanya stressor baik fisik maupun fisiologi akan


menyebabkan suatu keadaan stress yang akan
merangsang aksis HPA (system neuro endokrin). Aksis HPA
yang terangsang akan meningkatkan adenocorticortropic
hormone (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah.
Peningkatan kortisol dalam darah akan menyupresi
imunoglobin A(IgA). Penurunan IgA akan menyebabkan
kemampuan untuk melisikan sel radang menurun, reaksi
tersebut direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk
inflamasi pada bronkus sehingga menimbulkan asma
bronkial.

Anda mungkin juga menyukai