Anda di halaman 1dari 24

KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: An. H
Jenis kelamin
: Laki laki
Umur
: 1 Th 1 bln
Berat Badan
: 10 Kg
Tinggi Badan
: 75 Cm
Anak ke
: 2 dari 2 bersaudara
Masuk RS
: 2 September 2015 Pukul 17.20 WIB
II. ANAMNESA
Keluhan utama
: BAB Cair
Riwayat Penyakit Sekarang
:
Pasien BAB cair sejak 3 HSMRS kira- kira 8-9 kali perhari, BAB darah (-),
lender (+). Pasien juga muntah sejak hari yang sama, 2 kali per hari. Pasien
menjadi sulit makan dan minum, tapi masih mau. Batuk (-), pilek (-), demam (-),
BAK dbn.
Orang tua pasien sudah memeriksakan pasien ke dokter dan diberi obat oralit,
zinc dan probiotik namun keluhan tidak berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu
:
OS belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya. Alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
:
Penghuni rumah tidak ada yang sakit seperti ini. Alergi (-)
Riwayat Neonatal
:
- Pre Natal:
An. H meupakan anak kedua, ibu hamil di usia 27 tahun.
Ibu rutin memeriksakan kehamilannya di bidan, serta diberikan vitamin
dan zat besi dari bidan.
Saat hamil tidak pernah sakit, tidak mengkonsumsi alcohol maupun rokok.
Suntik TT 2 kali, kehamilan cukup bulan.
- Natal:
Lahir spondan di RS dibantu bidan, langsung menangis kuat. Berat badan
lahir 3400 gram, panjang badan 48 cm.
- Post Natal:
Tidak ada perdarahan post partum.
Riwayat Nutrisi
ASI
: OS diberi ASI dari usia 0-6 bulan.
MPASI
: pada usia 6 bulan OS diberi makanan lembut.
Riwayat Imunisasi
1

Imunisasi dasar sesuai jadwal bidan terakhir campak


R. Perkembangan
Perkembangan OS sesuai dengan teman-temannya sebayanya.
Saat ini OS sudah dapat:
- Berdiri sendiri tanpa berpegangan.
- Memanggil mama-ayah
- Bermain dengan orang lain.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Nadi
: 112x/menit
Suhu
: 37,2 o C
RR
: 22x/menit
Kepala/leher
:
Anemis/icterus/cyanosis/dyspnea : -/-/-/Mata cowong : -/Air mata +/+
Pernafasan cuping hidung/lidah kotor/pharynx hyperemi: -/-/UUB: sudah tertutup
Pembesaran KGB: -/Thorax
:
Bentuk simetris, gerak nafas simetris, retraksi (-)
COR : S1>S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SDV +/+; Rh -/- ; Wh -/Abdomen
:
I : distensi (-), datar
A: BU (+) meningkat
P: supel, nyeri tekan (-), H/L/R tak teraba, turgor 1-2 detik
P: timpani seluruh lapang abdomen (+)
Genetalia
Phimosis (-), diaper rash (-)
Ekstremitas
Akral hangat

+++ +

Cyanosis

Oedem

Antropometri

BB: 10 Kg

TB/U : - 0,87 (Normal)

TB: 75 CM

BB/TB : 0,61 (Normal)

BB/U : 0.08 (Normal)

BMI/U : 0.81 (Normal)

Kesan Gizi: berat bdan dan tinggi badan cukup, proporsional.

IV.
Tgl
3
10

Follow Up
S
O
A
BAB cair (+) KU : TSS
Diare
cair
TV : t = 37,1
7 - 8x/hari,
dengan
K/L
ampas
(-), Mata cowong -/-, dehidrasi
lendir
darah

(+), air

mata

+/+, ringan

(-), mukosa kering (-)


Thorax
muntah
(-),
Cor : Dalam batas
makan
<<,
normal
minum mau.
Pulmo : DBN
Abdomen
H/L tidak teraba
BU (+) N, turgor

4
10

P
- infus RL 10
tpm/makro
- Inj. Ranitidin
ampul per 12 jam
- Inj. Ondansetron
ampul per 12 jam
- Probiotik 1 x 20
mg
- Zinc Syrup 1x 20
mg (10cc)
- Paracetamol drop

100mg (10cc) per 4


< 2 detik
jam jika perlu
Hasil Lab
Lekosit feses: 5-6
BAB cair (+) KU : TSS
- Diare cair - Tx lanjut
TV : t = 37,3
- Ganti susu formula
7x/hari,
dengan
K/L
dengan LLM atau
ampas
(+), Mata cowong -/-, dehidrasi
soya
lendir
(+), air mata +/+, ringan
- Intoleransi
darah
(-), mukosa kering (-)
Thorax
laktosa
muntah
(-),
Cor : Dalam batas
makan minum
normal

mau.

Diaper Pulmo : DBN


Abdomen
rash (+)
H/L tidak teraba
BU (+) N, turgor

5
10

< 2 detik
Diaper rash (+)
BAB cair (+), KU : TSS
- Diare cair - Tx lanjut
TV : t = 36,6
ampas
(+),
dengan
K/L
lendir
(+), Mata cowong -/-, dehidrasi
darah

+/+, ringan
- Intoleransi
muntah
(-), mukosa kering (-)
Thorax
laktosa
makan minum
Cor : Dalam batas
mau.
Diaper
normal
rash (+)
Pulmo : DBN
Abdomen
H/L tidak teraba
BU (+) N, turgor

6
10

(-), air

mata

< 2 detik
Diaper rash (+)
Demam
(+), KU : TSS
Hiperpireksi
TV : t = 40,2
BAB cair (+) ,
a
K/L
Diare
cair
ampas
(+), Mata cowong -/-,
dengan
lendir
(+), air mata +/+,
dehidrasi
darah
(-), mukosa kering (-)
Thorax
ringan
muntah
(-),
Cor : Dalam batas Intoleransi
makan minum
normal
laktosa
mau.
Diaper Pulmo : DBN
Abdomen
rash (+), BAK
H/L tidak teraba
dbn
BU (+) N, turgor

- Tx lanjut
- cefotaxim 350 mg
per 12 jam
- ekstra dexametason
ampul
- Cek darah rutin
ulang dan widal

< 2 detik
Diaper rash (+)

7
10

Demam

(-), KU : baik
- Diare cair - bila sore tidak
TV : t = 36,2
BAB cair (+)
dengan
demam BLPL
K/L
-Obat
pulang:
2x , ampas (+), Mata cowong -/-, dehidrasi
kotrimoksazol 2 x
lendir
(-), air mata +/+, ringan
- Intoleransi 2,5cc
darah
(-), mukosa kering (-)
Probiotik 1 x 20 mg
Thorax
laktosa
muntah
(-),
Zinc Syrup 1x 20 mg
Cor : Dalam batas
makan minum
(10cc)
normal
mau.
Diaper Pulmo : DBN
Abdomen
rash (-), BAK
H/L tidak teraba
dbn
BU (+) N, turgor
< 2 detik
Diaper rash (-)

V.

Hasil Laboratorium
1. Tanggal 2 Oktober 2015

PEMERIKSAAN

HASIL

NILAI RUJUKAN

SATUAN

Hb

11,4

9,5 14,0

g/dL

Leukosit

10,3

4,0 12,0

103/ uL

Eritrosit

5,37

4,5 5,50

106/ uL

Ht

34,5

40,0 48,0

Trombosit

308,0

150-400

103/ uL

HEMATOLOGI
DARAH LENGKAP

HITUNG JENIS
Granulosit

43,7

50,0 80,0

Limfosit

46,8

20,5 51,1

Monosit

10

2-9

MCV

64,2

80,3 103,4

Mikro mm3

MCH

21,2

26,0 34,4

pg

MCHC

33,0

31,8 36,3

g/dL

MCV, MCH, MCHC

2. Tanggal 3 Oktober 2015


PEMERIKSAAN

HASIL

NILAI RUJUKAN

SATUAN

FESES
MAKROSKOPIS
Warna

Kuning

Konsistensi

Lembek

Pus

Negatif

Negatif

Lendir

NEGATIF

Darah

Negatif

Negatif

0-1

0 -1

MIKROSKOPIS
Eritrosit

Lekosit

56

45

Epitel

Negatif

Negatif

Telur Cacing

Negatif

Negatif

Amuba

Negatif

Negatif

Yeast

Negatif

Negatif

Amilum

Negatif

Negatif

Lemak

Negatif

Negatif

Serat Tumbuhan

Negatif

Negatif

3. Tanggal 7 Oktober 2015


PEMERIKSAAN

HASIL

NILAI RUJUKAN

SATUAN

Hb

10,6

9,5 14,0

g/dL

Leukosit

6,4

4,0 12,0

103/ uL

Eritrosit

4,96

4,5 5,50

106/ uL

Ht

31,5

40,0 48,0

Trombosit

293,0

150-400

103/ uL

HEMATOLOGI
DARAH LENGKAP

HITUNG JENIS

Granulosit

47,4

50,0 80,0

Limfosit

44,1

20,5 51,1

Monosit

2-9

MCV

63,6

80,3 103,4

Mikro mm3

MCH

21,4

26,0 34,4

pg

MCHC

33,7

31,8 36,3

g/dL

S. TYPHI O

Negatif

< 1/160

S. PARATYPHI AO

Negatif

< 1/160

S. PARATYPHI BO

Negatif

< 1/160

S. PARATYPHI CO

Negatif

< 1/160

S. TYPHI H

1/80

< 1/160

S. PARATYPHI AH

Negatif

< 1/160

S. PARATYPHI BH

Negatif

< 1/160

S. PARATYPHI CH

Negatif

< 1/160

MCV, MCH, MCHC

SERO IMUNOLOGI
WIDAL

VI.

Diagnosis
Diagnosis kerja
Diagnosis imunisasi

: Diare dengan dehidrasi ringan


: imunisasi dasar sesuai jadwal bidan terakhir
campak

Diagnosis gizi
: gizi baik
Diagnosis perkembangan : perkembangan sesuai usia
VII.

Tatalaksana
Medikamentosa:
- infus RL 12 tpm/makro
- Inj. Ranitidin ampul per 12 jam
- Inj. Ondansetron ampul per 12 jam
- Oralit 1x sachet tiap BAB
- Probiotik 1 x 1 sacchet
- Zinc Syrup 1x 20 mg
- Paracetamol drop 100mg (1cc) per 4 jam jika suhu 38oC
Non Medikamentosa:
- ASI dan makanan pendamping ASI tetap diberikan. Tunda pemberian
susu formula, bisa diganti dengan LLM atau susu soya.
- Jaga higienitas diri pasien, makanan, lingkungan.

TINJAUAN PUSTAKA
DIARE CAIR AKUT

1. Definisi Diare
Diare menurut definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan frekuensi yang
tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair. Diare
merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti
biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih
dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan tanpa lendir
darah.1,2
2. Klasifikasi Diare 3, 4
Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari:
a. Diare akut
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan
berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Menurut Depkes (2002),
diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselangseling berhenti lebih dari 2 hari.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi
penyakit diare akut dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu
Diare tanpa dehidrasi
Diare dengan dehidrasi ringan-sedang, apabila cairan yang hilang 2-8%
dari berat badan
Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 810%.
b. Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan
kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
c. Diare kronik
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan
penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau
10

gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari.
Diare kronik adalah diare yang bersifat menahun atau persisten dan
berlangsung 2 minggu lebih.
4. Etiologi Diare 5
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
a. Faktor Infeksi
(1) Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi:
Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
Infeksi virus:
Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain
Infestasi parasit : Cacing
(Ascaris, Trichiuris, Oxyuris,
Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).
(2) Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat
pencernaan, seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
b. Faktor Malabsorbsi
(1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi
laktosa.
(2) Malabsorbsi lemak
(3) Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
e. Faktor Pendidikan
Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status
pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan
11

cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu
dengan status pendidikan SD ke bawah. Diketahui juga bahwa pendidikan
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak balita.
Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin baik tingkat kesehatan
yang diperoleh si anak.
f. Faktor pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja Pegawai negeri atau Swasta rata-rata mempunyai
pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja
sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan
tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus
membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai risiko
lebih besar untuk terpapar dengan penyakit.
g. Faktor umur balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang
berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding
anak umur 25-59 bulan.
h. Faktor lingkungan
Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang berbasisi
lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan
pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan
perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar
kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat
pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan
kejadian penyakit diare.
i. Faktor Gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu,
pengobatan

dengan

makanan

baik

merupakan

komponen

utama

penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian
besar meninggal karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan
malnutrisi. Faktor gizi dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90,
kurang = <90-70, buruk = <70 dengan BB per TB.
j. Faktor sosial ekonomi masyarakat
12

Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor


penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari
keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk,
tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan
kesehatan.
k. Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum
yang tidak dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi dan berkumur.
Kontak kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan pada orang lain
apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan
kemulut dipakai untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan
dan dapur. Bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan adalah bakteri
Etamoeba colli, salmonella, sigella. Dan virusnya yaitu Enterovirus, rota
virus, serta parasite yaitu cacing (Ascaris, Trichuris), dan jamur (Candida
albikan).
l. Faktor terhadap Laktosa (susu kaleng)
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan.
Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar
daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi
berat juga lebih besar. Menggunakan botol susu ini memudahkan
pencemaran

oleh kuman sehingga menyebabkan diare. Dalam ASI

mengandung antibody yang dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman


penyebab diare seperti Sigella dan V. Cholerae.
5. Patogenesis 6
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
timbul diare. Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air

13

dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara


isi usus dengan cairan ekstraseluler. Diare terjadi jika bahan yang secara
osmotik

dan sulit diserap. Bahan tersebut berupa larutan isotonik dan

hipertonik. Larutan isotonik, air dan bahan yang larut didalamnya akan lewat
tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare. Bila substansi yang diabsorbsi berupa
larutan hipertonik, air, dan elektronik akan pindah dari cairan ekstraseluler
kedalam lumen usus sampai osmolaritas dari usus sama dengan cairan
ekstraseluler dan darah,sehingga terjadi pula diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Akibat
rangsangan mediator abnormal misalnya enterotoksin, menyebabkan villi
gagal mengabsorbsi natrium, sedangkan sekresi klorida di sel epitel
berlangsung terus atau meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan sekresi
air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang

usus

mengeluarkannya

sehingga

timbul

diare.

Diare

mengakibatkan terjadinya:
Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hypokalemia.
Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau
prarenjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan
muntah, perpusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan
asidosismetabolik bertambah berat, kesadaran menurun dan bila
tak cepat diobati penderita dapat meninggal.
Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan yang
berlebihan karena diare dan muntah. Kadang-kadang orang tuanya
menghentikan pemberian makanan karena takut bertambahnya
muntah dan diare pada anak atau bila makanan tetap diberikan
dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan sering terjadi pada

14

anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi dengan


gagal bertambah berat badan, sehingga akibat hipoglikemia dapat
terjadi edema otak yang dapat menyebabkan kejang dan koma.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik
usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang
selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
6. Patofisiologi 6
Gastroenteritis akut (Diare) adalah masuknya Virus (Rotavirus,
Adenovirus enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit
(Giardia Lambia). Beberapa mikroorganisme pathogen ini me nyebabkan
infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau cytotoksin Penyebab
dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis
akut. Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal oral dari satu klien ke klien
lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran pathogen dikarenakan makanan
dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).
Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare.
Gangguan

motilitas

usus

yang

mengakibatkan

hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri

hiperperistaltik

dan

adalah kehilangan air dan

elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis


metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih),
hipoglikemia dan gangguan sirkulasi. Sebagai akibat diare baik akut maupun
kronis akan terjadi:

15

Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan


terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik,
hypokalemia dan sebagainya).
Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang,
pengeluaran bertambah).
Hipoglikemia
Gangguan sirkulasi darah.
6. Manifestasi Klinis 7
Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala
gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah
ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila
ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan
keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat.

16

7. Tatalaksana Diare 8,9


Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS

DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan

Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya


cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu:
a.

Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah


Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Teruskan pemberian ASI dan Makanan
Antibiotik Selektif
Nasihat kepada orang tua/pengasuh
Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia
17

berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit
saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas
yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan
cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang.
Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan
untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus. Pemberian oralit didasarkan
pada derajat dehidrasi.
(1) Diare tanpa dehidrasi
Umur < 1 tahun : - gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 1 gelas setiap kali anak mencret
(2) Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.
(3) Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas untuk diinfus.

Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok
dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak
boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari gelas. Bila

18

terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahanlahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan
sampai dengan diare berhenti.
b. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana
ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi
epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume
tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak
mengalami diare. Dosis pemberian Zinc pada balita:
Umur < 6 bulan : tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau
ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.
c. Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di
beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari
biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan
makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan
sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian

19

makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat


badan.
d. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada
penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek
kolera.
Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita
diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan
kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek
samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa
digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).
e. Edukasi
Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat
dengan balita harus diberi edukasi tentang:
- Cara memberikan cairan dan obat di rumah
- Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
Diare lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan/minum sedikit
Timbul demam
Tinja berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari.

20

21

22

23

DAFTAR PUSTAKA

1. FKUI. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta Balai Penerbit FKUI.
2. Aziz. 2006. Diare, Pembunuh Utama Balita. Jakarta: Graha Pustaka
3. Depkes RI. 2002. Rencana Strategi Direktoral Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan 2001-2004. Jakarta: Depkes
RI.
4. Suharyono. 2002. Diare Akut Klinik dan Laboratorik. Jakarta: Rhineka Cipta.
5. Widoyono. 2002. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penulara, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
6. Sudoyo, Aru W, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen IPD FKUI.
7. Mansjoer, Arif, dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
8. Kemenkes RI. 2022. Morbiditas dan Mortalitas Diare pada Balita di
Indonesia Tahun 2000-2007. Jakarta: Kemenkes RI.
9. Pudjiadi A, dkk. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: IDAI.

24

Anda mungkin juga menyukai