Referta Anastesi
Referta Anastesi
Pembimbing:
dr. Runik Istanti Sp.An
Disusun oleh:
Suwandhi (H2A011043)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga referat
dengan judul General Anestesi Face Mask ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Referat ini diselesaikan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik di bagian ilmu Anestesiologi RS PKU
MUHAMMADIYAH DELANGGU. Dalam penyelesaian referat ini mendapat
banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1.
Dr. Runik Istanti Sp.An selaku dokter pembimbing di bagian ilmu Anestesiologi
Anestesiologi
RS
PKU
MUHAMMADIYAH DELANGGU.
3. Semua teman-teman anggota kelompok, atas dukungan dan semangatnya.
Kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan. Semoga
referat ini dapat bermanfaat.
Delanggu,
Penulis
ANESTESIA UMUM
Kata anesthesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena
pemberian obat yang bertujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.
Analgesia adalah pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa
menghilangkan
kesadaran
pasien. Anestesia
umum
adalah
tindakan
1. Hipnotik
2. Analgesia
3. Relaksasi otot
Indikasi anestesi umum :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
II.
yang
sedang
dicurigai.
Banyak
fasilitas
kesehatan
yang
mengharuskan uji laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk
bedah minor, misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit, masa
pendarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien di atas 50
tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thorax.
4. Klasifikasi Status Fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang
ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologist (ASA).
Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan resiko anesthesia, karena dampak
samping anesthesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
Status fisik pasien digolongkan menjadi 6, yaitu
a. ASA 1
: Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik dan biokimia
b. ASA 2
: Pasien dengan riwayat penyakit sistemik ringan atau sedang
c. ASA 3
terbatas
d. ASA 4
5. Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anesthesia. Regusgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan resiko
utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan
resiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan
anesthesia umum harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama
periode tertentu selama induksi anesthesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6 8 jam, anak kecil 4-6 jam dan
pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum
induksi anesthesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan
untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah tebatas diperbolehkan 1
jam sebelum induksi anesthesia.
6. Premedikasi
Premedikasi adalah pemberiaan obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari
anesthesia, diantaranya :
a. Meredakan kecemasan dan ketakutan
b. Memperlancar induksi anesthesia
c. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
d. Meminimalkan jumlah obat anestetik
e. Mengurangi mual-muntah pasca bedah
5
f. Menciptakan amnesia
g. Mengurangi isi cairan lambung
h. Mengurangi reflex yang membahayakan
Anestesia umum, menurut cara pemberian obatnya dapat dibagi menjadi :
a.
b.
c.
d.
Intravena
Inhalasi
Perektal
Kombinasi
III.
a. Sungkup muka
b. Intubasi
c. LMA (laryngeral mask airway)
d. COPA (cuffed oro pharyngeal airway)
e. LSA (laryngeal seal airway)
TEKNIK ANESTESIA UMUM DENGAN SUNGKUP MUKA1
Indikasi untuk menggunakan teknik anesthesia umum dengan sungkup muka :
1. Untuk tindakan yang singkat (0,5 jam 1 jam) tanpa membuka rongga
perut
2. Keadaan umum pasien cukup baik (status fisik ASA I atau ASA II)
3. Lambung harus kosong
Kontraindikasi :
1. Operasi di daerah kepala dan jalan napas
2. Operasi dengan posisi miring atau tertelungkup
Tatalaksana :
1.
Pasien telah dipuasakan selama 6-8 jam, pasang infus RL 500ml dengan
abocath no 18, premedikasi dengan midazolam 2-5mg, ondansetron 4-
2.
3.
4.
5.
6.
7.
berat badan)
Setelah pasien tertidur (refleks bulu mata menghilang), sungkup wajah
kombinasi
obat
inhalasi.
ulangan
pemanjangan
akan
menyebabkan
efeknya
sendiri.
terjadinya
Midazolam
akumulasi
dan
dan
diazepam
b. Diazepam
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat
ini digunakan untuk induksi dan suplemen pada pasien dengan
gangguan jantung berat.3
Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia,
sedative, obat vinduksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan, dan
serangan panik. 2,3
Awitan aksi : IV < 2 menit, Rectal < 10 menit, Oral 15 menit-1 jam
Lama aksi
: IV 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam 5
Dosis :
1)
Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
2)
Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
3)
Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
4)
Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis
maksimal 30 mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari 5
c. Midazolam
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan
anteretrogad amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya
1,5-3x diazepam.
Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai
APGAR kurang dari 7 pada neonatus.3
Dosis :
1)
Premedikasi : IM 2,5-10 mg, PO 20-40 mg
2)
Sedasi : IV 0,02-0,05 mg
3)
Induksi : IV 50-350 g/kg5
Efek samping obat :
1)
hipotensi
Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi
3)
Euphoria, agitasi, hiperaktivitas
4)
Salivasi, muntah, rasa asam
5)
Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan 5
d. Opioid
2)
kardiovaskuler
tidak
mengalami
perubahan
baik
e. Morfin
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan
nyeri yang berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang
berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru.
Dosis :
1) Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20
mg setiap 4 jam
2) Induksi : iv 1 mg/kg
Awitan aksi
Lama aksi
: 2-7 jam 5
f. Petidin
Petidin bekerja pada reseptor opioid di otak dan medulla spinalis.
Di otak reseptor opioid terletak di batang otak, amygdala, corpus
striatium dan hipotalamus. Petidin menghambat impuls dari susunan
syaraf dan menghambat transmisi informasi nosiseptif dari perifer ke
medulla spinalis.
morfin.
Analgesi
15-20
menit
sesudah
pemberian
menit. Lama kerja sekitar 2-4 jam. Pemberian pada dosis analgesi
dapat menimbulkan efek sedasi. Penggunaannya untuk nyeri sedang
sampai berat, sebagai suplemen sedasi sebelum pembedahan, nyeri
pada infark miokardium walaupun tidak seefektif morfin sulfat, untuk
menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena acute
pulmonary edema dan acute left ventricular failure. 6
Dosis Oral/ IM/SK :
Dewasa :
1) Dosis lazim : 50150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,
2) Injeksi intravena lambat : dewasa 1535 mg/jam.
3) Anak-anak oral
4) Dosis : 1.11.8 mg/kg setiap 34 jam jika perlu.
5) Untuk sebelum pembedahan
6) Dosis dewasa : 50 100 mg IM/SK
Petidin dimetabolisme terutama di hati
g. Fentanil
Merupakan opioid agonis turunan fenil piperidin. Potensi
analgesinya antara 75-125 kali lebih kuat dibanding morfin. Fentanil
bekerja pada talamus, hipotalamus, sistem retikuler dan neuronneuronnya. Dengan demikian rangsang sakit tidak dapat mencapai
daerah kortikal. Blokade terhadap rangsang sakit, somatik, dan viseral
berhubungan dengan blokade fentanil pada mesencephalon.
Pada
V.
Bradikardi, hipotensi
Depresi saluran pernapasan, apnea
Pusing, penglihatan kabur, kejang
Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
Miosis 5
Induksi
dapat
dikerjakan
melalui
intravena,
inhalasi,
13
lancar. Ada insiden rendah mual dan muntah pasca operasi dan reaksi alergi
atau hipersensitivitas.
Efek propofol :
1) Efek pada sistem kardiovaskuler.
Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan
pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan
peningkatan denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek
mengurangi
pembebasan
katekolamin
dan
menurunkan
resistensi
b)
d)
e)
f)
14
dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah
terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri. 2,3
Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%
kasus. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri
pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidokain
(0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan
pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan
secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering
sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol.
Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati
hati
pada
pasien
dengan
gangguan
metabolisme
lemak
seperti
banyak atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan
hilangnya kesadaran.2
Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia
pada dosis subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan
aliran darah sedangkan pada dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik
elektroensepalogram.Thiopental turut menurunkan tekanan intrakranial.
Manakala methohexital dapat menyebabkan kejang setelah pemberian dosis
tinggi. 2
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan
frekwensi jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari
konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya
pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah.
Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan disritmia
bila terjadi retensi CO2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat
ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik
secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini
terutama akibat dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat vasomotor.
Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek
depresi langsung obat pada miokard. 2
Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2
menurun terjadi penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat
sampai
menyebabkan
terjadinya
asidosis
respiratorik.
Dapat
juga
memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap
barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang
jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut,
karena barbiturat akan menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase,
dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan
jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui IV, hal ini dapat
diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis.
2,5
RUMATAN ANESTESIA
Rumatan anesthesia dapat dilakukan secara :
1. Intravena (TIVA)
2. Inhalasi
3. Campuran intravena dan inhalasi
Rumatan anesthesia biasanya mengacu trias anesthesia yaitu tidur ringan
(hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien
selama bedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.
Anestesia inhalasi yang umum digunakan, yaitu :
1. N2O
2. Halotan
3. Enfluran
4. Isofluran
5. Sevofluran
1. N2O
N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide) dalam ruangan berbentuk
gas tak berwarna, bau manis, tidakiritasi, tidak terbakarm beratnya 1,5 kali
berat udara, berat molekulnya 44,01, koefisien kelarutan antara darah/gas
0,47, stabil, tidak bereaksi dengan sodalime, titik didih 88,4 derajat Celcius,
dapat menembus karet tetapi tidak bereaksi dengan logam.. Pemberian
anesthesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat
anestetik lemah tetapi analgesia kuat, sehingga sering digunakan untuk
mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anesthesia inhalasi jarang
digunakan sendiri, tetapi dikombinasikan dengan salah satu cairan anestetik
lainnya seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anesthesia setelah N2O
dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi
pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk mengatasinya diberikan
O2 100% selama 5-10 menit. 7
19
Kardiovaskular : hipotensi
Gastrointestinal : mual dan muntah
Respiratori
: apnea
Sistem saraf pusat : sakit kepala, pusing, eksitasi sistem saraf pusat
2. Isofluran
Isofluran merupakan halogenasi eter yang pada dosis atau subanestetik
menurunkan laju metabolism otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran
darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah otak dan trekanan
intracranial ini dapat dikurangi dengan teknik anesthesia hiperventilasi,
sehingga isofluran sering digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap depresi
jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari unttuk anesthesia
teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasin dengan gangguan kororner.
Isofluran dengan konsentrasi >1% terhadap uterus hamil menyebabkan
relaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga
dapat menyebabkan perdarahan paska persalinan. Dosis pelumpuh otot dapat
dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.7
Waktu Awitan : 7 10 menit
Durasi
: tergantung konsentrasi darah saat dihentikan
Metabolisme : hepas minimal
Ekskresi
: ekshalasi gas
20
3. Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan
tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi
dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic.
Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak
sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec.
Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik.
Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga
mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk
anestesi adalah 0,76% volume.
4. Sevofluran
Obat anestesi ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai
untuk induksi inhalasi.Merupakan cairan jernih, tidakberwarna, berbau enak,
tidak iritatif, titik didih 58,5. Berat molekul 200,053. Tdiak korosif terhadap
stainless stel, kuningan maupun almunium, tidak mudah terbakar, tidak
eksplosif, stabil terkena cahaya. Dibandingkan dengan obat anastesi inhalasi
volatil lain, kelarutan sevofluran dalam karet dan plastik lebih rendah. Pada
sistem respirasi, menimbulkan depresi respirasi dan dapat memicu terjadi
bronkospasme.
5. Enfluran
Kelarutan enfulran dalam lemak lebih rendah dibandingkan halotan.
Ekskresi melalui paru. Pada sistem respirasi tidak meningkatkan sekresi
bronkhial dan ludah, tidak meningkatkan iritabilitas pharing dan laring.
Frekuensi nafas meningkat tetapi ventilasi semenit berkurang karena volume
tidal menurun. PaCo2 meningkat, menurunya oksigen respon pada
hiperkapnia, hilangnya hopoxic drive, depresi pada fungsi mukosiliar dan
bronkodilatasi.
21
ANALGETIK
1. Tramadol
Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat.
Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat
sehingga menghambat sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Disamping itu
tramadol menghambat pelepasan neurotransmiter dari saraf aferen yang
sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat. Tramadol
peroral diabsorpsi dengan baik dengan bioavailabilitas 75%. Tramadol dan
metabolitnya diekskresikan terutama melalui urin dengan waktu 6,3 7,4 jam.
Tramadol digunakan ntuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat,
nyeri pasca pembedahan.
Dosis : Dewasa dan anak di atas 16 tahun :
a. Dosis umum : dosis tunggal 50 mg. Dosis tersebut biasanya cukup untuk
meredakan nyeri, apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg
setelah selang waktu 4 6 jam.
b. Dosis maksimum 400 mg sehari.
c. Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita. Penderita
gangguan hati dan ginjal dengan bersihan klirens < 30 mL/menit : 50
22
23
4. Parasetamol
Obat ini menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan
tidak memiliki efek anti-inflamasi yang bermakna. Obat ini berguna untuk
nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri pasca
persalinan dan keadaan lain. Efek samping kadang-kadang timbul 10 kali
peningkatan ringan enzim hati. Pada dosis besar dapat menimbulkan pusing,
mudah terangsang dan disorientasi.
Dosis:
Dosis dewasa 325-650 setiap 4 jam atau 500 mg setiap 8 jam
Dosis anak adalah 10-15 kg/bb, dapat diberikan setiap 4 jam.
Dosis maksimal akumulatif parasetamol adalah 4 gram perhari.
5. Morfin
Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang
mengandung otot polos. Efek morfin pada sistem syaraf pusat mempunyai dua
sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi,
perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi
parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan
sekresi hormon anti diuretika (ADH).
Dosis dan sediaan
Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam
bentuk larutan diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk
menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB.
Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai
yang diperlukan.
6. Petidin
Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor
. Seperti halnya morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia,
24
sedasi, euforia, depresi nafas dan efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin
adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah dibanding morfin, tetapi lebih tinggi
dari kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan klinis 3-5 jam.
Dibandingkan dengan morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri
neuropatik.
Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik.
Akan tetapi kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM.
Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar yang
dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah pemberian meperidin IV,
kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama,
kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang lebih 60% meperidin
dalam plasma terikat protein. Metabolisme meperidin terutama dalam hati.
Pada manusia meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat
yang kemudian sebagian mengalami konjugasi. Meperidin dalam bentuk utuh
sangat sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin
ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demitilasi.
Dosis dan sediaan
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml,
25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian
besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan
anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
7. Fentanil
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu
analgesik, fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan dengan morfin.
Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid
yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin. Fentanil (dan
opioid lain) meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi. Keadaan
itu sebagian disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang
tinggi menekan hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid pada
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhardi M, Roesli T, Sunatrio, Ruswan D. Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1989.
2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Departement Farmakologi dan
Terapeutik Ed 5 farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru. 2007
3. Mangku G,dkk. Buku Ajar Ilmu Anasthesia dan Reanimasi. Cetakan pertama.
Jakarta : Universitas Udayana Indeks. 2010
4. Jaideep J Pandit. Intravenous Anaesthetic Drug. 2007. Anaesthesia And
Intensive
Care
Medicine
9:4.
Diunduh
dari
http://www.philippelefevre.com/downloads/basic_sciences_articles/ivanaesthetic-agents/intravenous-anaesthetic-agents.pdf
26
27