Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

GENERAL ANESTESI FACE MASK

Pembimbing:
dr. Runik Istanti Sp.An
Disusun oleh:
Suwandhi (H2A011043)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIMUS SEMARANG
RS PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU
SEMARANG
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga referat
dengan judul General Anestesi Face Mask ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Referat ini diselesaikan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik di bagian ilmu Anestesiologi RS PKU
MUHAMMADIYAH DELANGGU. Dalam penyelesaian referat ini mendapat
banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1.

Dr. Runik Istanti Sp.An selaku dokter pembimbing di bagian ilmu Anestesiologi

RS PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU.


2. Semua staff dan pegawai bagian ilmu

Anestesiologi

RS

PKU

MUHAMMADIYAH DELANGGU.
3. Semua teman-teman anggota kelompok, atas dukungan dan semangatnya.
Kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan. Semoga
referat ini dapat bermanfaat.
Delanggu,
Penulis

GENERAL ANESTESI FACE MASK


I.

ANESTESIA UMUM
Kata anesthesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena
pemberian obat yang bertujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.
Analgesia adalah pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa
menghilangkan

kesadaran

pasien. Anestesia

umum

adalah

tindakan

meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat


pulih kembali (reversible).1 Komponen anestesia yang ideal terdiri dari :
2

1. Hipnotik
2. Analgesia
3. Relaksasi otot
Indikasi anestesi umum :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
II.

Infant dan anak usia muda


Dewasa yang memilih anestesi umum
Pembedahannya luas/ekstensif
Penderita sakit mental
Pembedahan lama
Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
Riwayat penderita toksik atau alergi obat anestesi lokal

PENILAIAN DAN PERSIAPAN PRA ANESTESIA


Persiapan pra bedah yang kurang memadai merupakan faktor
penyumbang sebab-sebab terjadinya kecelakaan anesthesia. Dokter spesialis
anestesiologi seyogyanya mengunjungi pasien sebelum pasien dibedah, agar
dapat mempersiapkan pasien, sehingga pada waktu pasien dibedah dalam
keadaan baik.
1. Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anesthesia sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu
mendapatkan perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot,
gatal-gatal atau sesak napas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang
anesthesia berikutnya dengan lebih baik. Kita harus pandai-pandai memilih
apakah cerita pasien termasuk alergi atau efek samping obat.
Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk
eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan
beberapa hari untuk mengaktifkan kerja silia jalan napas dan 1-2 minggu
untuk mengurangi produksi sputum. Kebiasaan minum alcohol juga harus
dicurigai akan adanya penyakit hepar
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar
3

sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan. Leher


pendek dan kaku juga akan menyulitkan intubasi. Klasifikasi tampakan faring
pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal menurut
mallampati dibagi menjadi 4 gradasi

Pemeriksaan rutin lain ialah pemeriksaan derajat Mallampati serta inspeksi,


palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.2
3. Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit

yang

sedang

dicurigai.

Banyak

fasilitas

kesehatan

yang

mengharuskan uji laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk
bedah minor, misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit, masa
pendarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien di atas 50
tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thorax.
4. Klasifikasi Status Fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang
ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologist (ASA).
Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan resiko anesthesia, karena dampak
samping anesthesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
Status fisik pasien digolongkan menjadi 6, yaitu
a. ASA 1
: Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik dan biokimia
b. ASA 2
: Pasien dengan riwayat penyakit sistemik ringan atau sedang

c. ASA 3

: Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, aktivitas lebih

terbatas
d. ASA 4

: Pasien dengan riwayat penyakit sistemik berat, tidak dapat

melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupan


setiap saat
e. ASA 5
: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam
f. ASA 6
: Pasien dengan mati batang otak yang organnya akan
digunakan untuk tujuan donor
Pada bedah cito atau emergensi biasanya dicantumkan E

5. Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anesthesia. Regusgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan resiko
utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan
resiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan
anesthesia umum harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama
periode tertentu selama induksi anesthesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6 8 jam, anak kecil 4-6 jam dan
pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum
induksi anesthesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan
untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah tebatas diperbolehkan 1
jam sebelum induksi anesthesia.
6. Premedikasi
Premedikasi adalah pemberiaan obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari
anesthesia, diantaranya :
a. Meredakan kecemasan dan ketakutan
b. Memperlancar induksi anesthesia
c. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
d. Meminimalkan jumlah obat anestetik
e. Mengurangi mual-muntah pasca bedah
5

f. Menciptakan amnesia
g. Mengurangi isi cairan lambung
h. Mengurangi reflex yang membahayakan
Anestesia umum, menurut cara pemberian obatnya dapat dibagi menjadi :
a.
b.
c.
d.

Intravena
Inhalasi
Perektal
Kombinasi

Teknik anesthesia umum dapat dibagi menjadi 2 :


a. Nafas spontan
b. Nafas Terkendali
Teknik-teknik tersebut dapat menggunakan alat berupa :

III.

a. Sungkup muka
b. Intubasi
c. LMA (laryngeral mask airway)
d. COPA (cuffed oro pharyngeal airway)
e. LSA (laryngeal seal airway)
TEKNIK ANESTESIA UMUM DENGAN SUNGKUP MUKA1
Indikasi untuk menggunakan teknik anesthesia umum dengan sungkup muka :
1. Untuk tindakan yang singkat (0,5 jam 1 jam) tanpa membuka rongga
perut
2. Keadaan umum pasien cukup baik (status fisik ASA I atau ASA II)
3. Lambung harus kosong
Kontraindikasi :
1. Operasi di daerah kepala dan jalan napas
2. Operasi dengan posisi miring atau tertelungkup
Tatalaksana :
1.

Pasien telah dipuasakan selama 6-8 jam, pasang infus RL 500ml dengan
abocath no 18, premedikasi dengan midazolam 2-5mg, ondansetron 4-

2.
3.
4.

8mg, meperidin 50-100mg.


Pasang alat pantau yang diperlukan: Bedside monitor, EKG
Siapkan alat-alat dan obat resusitasi
Siapkan mesin anestesi dengan sistem sirkuitnya dan gas anestesi yang
digunakannya
6

5.
6.

Berikan O2 100% 5 L/menit selama 3-5 menit


Induksi dengan tiopental (4-6 mg/kg berat badan) atau propofol (2mg/kg

7.

berat badan)
Setelah pasien tertidur (refleks bulu mata menghilang), sungkup wajah

ditempelkan rapat- rapat menutupi mulut dan hidung pasien.


8. Buka jalan napas pasien ekstensikan leher.
9. Buka / putar dial agent inhalasi dan N2O.
10. N20 diberikan 50%-70% dari volum semenit. Oksigen diberikan 30%50% dari volum semenit
11. Berikan
salah
satu

kombinasi

obat

inhalasi.

Halotan/enfluran/Isofluran/Sevofluran diberikan dengan konsentrasi 2%,


kemudian tiap lima kali inspirasi, konsentrasinya tingkatkan secara
bertahap sampai diperoleh kedalaman anestesi yang diinginkan.
Konsentrasi diturunkan jika anestesi terlalu dalam. Lakukan rumatan
anestesi
12. Awasi pola napas pasien, bila tampak tanda-tanda hipoventilasi berikan
napas bantuan intermiten secara sinkron sesuai dengan irama napas
pasien. Pantau denyut nadi dan tekanan darah
13. Apabila operasi sudah selesai, hentikan aliran gas/obat anestesi inhalasi.
Halotan/enfluran/isofluran/sevofluran dihentikan beberapa menit sebelum
operasi. N2O dihentikan ketika akhir penjahitan kulit. Berikan O2 saja
100% (4-8 liter/menit) selama 2-5 menit sampai pasien terbangun.
14. berikan tramadol 50 mg untuk meredakan nyeri.
IV.

OBAT-OBATAN YANG DIPAKAI :


1. PREMEDIKASI
a. Benzodiazepine
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh
anestesiologi adalah Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan
Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut dalam air
dan kandungannya berupa propylene glycol.

Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative,


anxiolitik, amnestik, antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di
sentral.
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek
puncak akan muncul setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan
secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam.
Dosis

ulangan

pemanjangan

akan

menyebabkan

efeknya

sendiri.

terjadinya

Midazolam

akumulasi
dan

dan

diazepam

didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme


mungkin akan tampak lambat pada pasien tua. 3,4
Efek Benzodiazepine :
1) Efek pada sistem saraf pusat.
Dapat menimbulkan amnesia,anti kejang, hipnotik, relaksasi otot
dan mepunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada,menurunkan
aliran darah otak dan laju metabolisme2,3
2) Efek pada sistem kardiovaskuler.
Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan
cardiac out put. Tidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung,
perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar
atau apabila dikombinasi dengan opioid2,3
3) Efek pada sistem pernafasan
Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal ,
depresi pusat nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan
penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.2,3
4) Efek pada sistem saraf otot
Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat
supraspinal dan spinal , sehingga sering digunakan pada pasien
yang menderita kekakuan otot rangka.5,7

b. Diazepam
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat
ini digunakan untuk induksi dan suplemen pada pasien dengan
gangguan jantung berat.3
Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia,
sedative, obat vinduksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan, dan
serangan panik. 2,3
Awitan aksi : IV < 2 menit, Rectal < 10 menit, Oral 15 menit-1 jam
Lama aksi
: IV 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam 5
Dosis :
1)
Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
2)
Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
3)
Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
4)
Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis
maksimal 30 mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari 5
c. Midazolam
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan
anteretrogad amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya
1,5-3x diazepam.
Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai
APGAR kurang dari 7 pada neonatus.3
Dosis :
1)
Premedikasi : IM 2,5-10 mg, PO 20-40 mg
2)
Sedasi : IV 0,02-0,05 mg
3)
Induksi : IV 50-350 g/kg5
Efek samping obat :
1)

Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature,

hipotensi
Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi
3)
Euphoria, agitasi, hiperaktivitas
4)
Salivasi, muntah, rasa asam
5)
Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan 5
d. Opioid
2)

Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and


remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan dalam

general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Opioid berbeda


dalam potensi, farmakokinetik dan efek samping.
Absorbsi cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan
meperedin intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60
menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode efektif
menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit)
analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 g/Kg) dan dewasa (200800 g).
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak
yang rendah dan morfin memperlambat laju melewati sawar darah
otak, sehingga onset kerja lambat dan durasi kerja juga Iebih panjang.
Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi singkat
setelah injeksi bolus. 7
Efek opioid :
1) Efek pada sistem kardiovaskuler
Sistem

kardiovaskuler

tidak

mengalami

perubahan

baik

kontraktilitas otot jantung maupun tonus otot pembuluh darah.


Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi
penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun
hebat pada pemberian meperidin atau morfin karena adanya
pelepasan histamin. 2,3
2) Efek pada sistem pernafasan
Dapat menyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan
penurunan frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang
menurun . PaCO2 meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul
sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain
itu juga mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi
pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa merangsang
refleks batuk pada dosis tertentu. 2,3
10

3) Efek pada sistem gastrointestinal


Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan
lambung juga terhambat. 2,3
4) Efek pada endokrin
Fentanyl mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik
akibat stress anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon
katabolik dalam darah relatif stabil. 2,3
Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal karena akan
memperlama kerja dan efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada
depresi sistem saraf pusat yg parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi
pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor otak, asma bronchial
2,3

e. Morfin
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan
nyeri yang berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang
berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru.
Dosis :
1) Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20
mg setiap 4 jam
2) Induksi : iv 1 mg/kg
Awitan aksi

: iv < 1 menit, im 1-5 menit

Lama aksi

: 2-7 jam 5

f. Petidin
Petidin bekerja pada reseptor opioid di otak dan medulla spinalis.
Di otak reseptor opioid terletak di batang otak, amygdala, corpus
striatium dan hipotalamus. Petidin menghambat impuls dari susunan
syaraf dan menghambat transmisi informasi nosiseptif dari perifer ke
medulla spinalis.
morfin.

Analgesi

Kekuatan analgetiknya antara 1/7 hingga 1/10


timbul

15-20

menit

sesudah

pemberian

intramuskuler, kadar puncak plasma tercapai dalam waktu 15-60


11

menit. Lama kerja sekitar 2-4 jam. Pemberian pada dosis analgesi
dapat menimbulkan efek sedasi. Penggunaannya untuk nyeri sedang
sampai berat, sebagai suplemen sedasi sebelum pembedahan, nyeri
pada infark miokardium walaupun tidak seefektif morfin sulfat, untuk
menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena acute
pulmonary edema dan acute left ventricular failure. 6
Dosis Oral/ IM/SK :
Dewasa :
1) Dosis lazim : 50150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,
2) Injeksi intravena lambat : dewasa 1535 mg/jam.
3) Anak-anak oral
4) Dosis : 1.11.8 mg/kg setiap 34 jam jika perlu.
5) Untuk sebelum pembedahan
6) Dosis dewasa : 50 100 mg IM/SK
Petidin dimetabolisme terutama di hati
g. Fentanil
Merupakan opioid agonis turunan fenil piperidin. Potensi
analgesinya antara 75-125 kali lebih kuat dibanding morfin. Fentanil
bekerja pada talamus, hipotalamus, sistem retikuler dan neuronneuronnya. Dengan demikian rangsang sakit tidak dapat mencapai
daerah kortikal. Blokade terhadap rangsang sakit, somatik, dan viseral
berhubungan dengan blokade fentanil pada mesencephalon.

Pada

pemberian intravena, mula kerja 30 detik dan mencapai puncak dalam


waktu 5 menit, kemudian menurun dengan cepat dalam waktu 5 menit
pertama kadarnya kurang sampai 20%, selanjutnya relatif menurun
dengan lambat selama 10-20 menit. Kelarutannya dalam lemak tinggi
sehingga mudah melewati sawar otak.
Dosis :
1)
2)
3)
4)

Analgesic : iv/im 25-100 g atau 1-3 g/kgbb


Induksi : iv 5-40 g/ kg BB
Suplemen anastesi : iv 2-20 g/kg BB
Anastetik tunggal : iv 50-150 g/ kg BB
Awitan aksi

: iv dalam 30 detik, im < 8 menit


12

Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam


Efek samping obat :
1)
2)
3)
4)
5)

V.

Bradikardi, hipotensi
Depresi saluran pernapasan, apnea
Pusing, penglihatan kabur, kejang
Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
Miosis 5

INDUKSI DAN RUMATAN ANESTESIA


Induksi anesthesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar
menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan
pembedahan.

Induksi

dapat

dikerjakan

melalui

intravena,

inhalasi,

intramuscular dan rektal.


1. Propofol
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia
intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali
digunakan dalam praktek anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.
Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia
umum, pada pasien dewasa dan pasien anak anak usia lebih dari 3 tahun.
Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan
kuman dihambat oleh adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal
tersebut sangat tergantung pada pabrik pembuat obatnya. Obat ini dikemas
dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan
kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8. 2,3
Propofol adalah 98% protein terikat dan mengalami metabolisme hati
untuk metabolit glukuronat, yang akhirnya diekskresikan dalam urin.
Efek Klinis: propofol menghasilkan hilangnya kesadaran dengan cepat,
dengan waktu pemulihan yang cepat dan langsung kembali pada kondisi klinis
sebelumnya (sebagai hasil waktu paruh distribusi yang pendek dan tingkat
clearance tinggi). Propofol menekan refleks laring sehingga sangat cocok
untuk digunakan dengan perangkat LMA agar dapat dimasukkan dengan

13

lancar. Ada insiden rendah mual dan muntah pasca operasi dan reaksi alergi
atau hipersensitivitas.
Efek propofol :
1) Efek pada sistem kardiovaskuler.
Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan
pembuluh darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan
peningkatan denyut nadi. Ini diakibatkan Propofol mempunyai efek
mengurangi

pembebasan

katekolamin

dan

menurunkan

resistensi

vaskularisasi sistemik sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung tergantung


dari :
a)

b)

Pernafasan spontan mengurangi depresi jantung berbanding nafas


kendali
Pemberian drip lewat infus mengurangi depresi jantung berbanding

pemberian secara bolus


Umur makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung2,3
2) Efek pada sistem pernafasan
c)

Dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan volume tidal, dalam beberapa


kasus dapat menyebabkan henti nafas kebanyakan muncul pada pemberian
diprivan (propofol). Pada 25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan
apnoe setelah diberikan dosis induksi yang bisa berlangsung lebih dari 30
detik.2,3
Dosis dan penggunaan
a)
b)
c)

d)

e)

f)

Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.


Sedasi : 25 to 75 g/kg/min IV.
Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 g/kg/min IV
(titrasi sampai efek yang diinginkan), bolus IV 25-50 mg.
Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau
apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi
yang minimal 0,2%.
Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada

14

dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah
terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri. 2,3
Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%
kasus. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri
pada pemberian propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan lidokain
(0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat diberikan 1 sampai 2 menit dengan
pemasangan torniquet pada bagian proksimal tempat suntikan, berikan
secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah juga sering
sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol.
Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati
hati

pada

pasien

dengan

gangguan

metabolisme

lemak

seperti

hiperlipidemia dan pankreatitis. Pada setengah kasus dapat menyebabkan


kejang mioklonik (thiopental < propofol < etomidate atau methohexital).
Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi setelah pemberian induksi
propofol tapi kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus terjadinya
nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat
pemberian propofol.4
Propofol tidak diizinkan untuk digunakan pada anak-anak berusia
kurang dari 3 tahun. Ada laporan kematian tak terduga pada anak-anak
karena asidosis metabolik dan kegagalan miokard setelah penggunaan
jangka panjang di ICU.
2. Tiopenton
Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal,
Thiopenal, Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi
umum barbiturat short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan
memiliki onset yang cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton
sudah mencapai puncak konsentrasi dan setelah 5 10 menit konsentrasi
mulai menurun di otak dan kesadaran kembali seperti semula. Dosis yang
15

banyak atau dengan menggunakan infus akan menghasilkan efek sedasi dan
hilangnya kesadaran.2
Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia
pada dosis subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan
aliran darah sedangkan pada dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik
elektroensepalogram.Thiopental turut menurunkan tekanan intrakranial.
Manakala methohexital dapat menyebabkan kejang setelah pemberian dosis
tinggi. 2
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan
frekwensi jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari
konsentrasi obat dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya
pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan dilatasi pembuluh darah.
Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan disritmia
bila terjadi retensi CO2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat
ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik
secara cepat atau dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini
terutama akibat dilatasi pembuluh darah karena depresi pusat vasomotor.
Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi oleh karena efek
depresi langsung obat pada miokard. 2
Menyebabkan depresi pusat pernafasan dan sensitifitas terhadap CO2
menurun terjadi penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat
sampai

menyebabkan

terjadinya

asidosis

respiratorik.

Dapat

juga

menyebabkan refleks laringeal yang lebih aktif berbanding propofol sehingga


menyebabkan laringospasme.
Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk
menghindarkan efek negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil
dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi pasien. 2
Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan
16

memberikan obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap
barbiturat, sebab hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang
jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut,
karena barbiturat akan menginduksi enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase,
dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan kerusakan
jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui IV, hal ini dapat
diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis.

2,5

Suntikan arteri atau ekstravaskular (khususnya dengan konsentrasi di atas 5%)


menimbulkan nekrosis, gangrene.
3. Ketamin
Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh
Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering
menimbulkan takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca
anasthesi dapat menimbulkan muntah muntah , pandangan kabur dan mimpi
buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan
persepsi dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut
dengan emergence phenomena.
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan
didistribusikan ke seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 60 detik setelah
pemberian secara I.V dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15
20 menit. Jika diberikan secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15
menit. 2,3
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan
mengalami perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata
berupa kelopak mata terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadangkadang dijumpai gerakan yang tidak disadari (cataleptic appearance), seperti
gerakan mengunyah, menelan, tremor dan kejang. Itu merupakan efek anestesi
17

dissosiatif yang merupakan tanda khas setelah pemberian Ketamin. Apabila


diberikan secara intramuskular, efeknya akan tampak dalam 5-8 menit, sering
mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada periode pemulihan sehingga
pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke otak meningkat, menimbulkan
peningkatan tekanan darah intrakranial. 2
Ketamin adalah obat anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga
bisa meningkatkan tekanan darah dan jantung. Peningkatan tekanan darah
akibat efek inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
Pada dosis biasa, tidak mempunyai pengaruh terhadap sistem respirasi.
dapat menimbulkan dilatasi bronkus karena sifat simpatomimetiknya,
sehingga merupakan obat pilihan pada pasien asma. 2,5
Dosis dan pemberian
Ketamin merupakan obat yang dapat diberikan secara intramuskular
apabila akses pembuluh darah sulit didapat contohnya pada anak anak.
Ketamin bersifat larut air sehingga dapat diberikan secara IV atau IM. Dosis
induksi adalah 1 2 mg/KgBB secara I.V atau 5 10 mg/Kgbb I.M , untuk
dosis sedatif lebih rendah yaitu 0,2 mg/KgBB dan harus dititrasi untuk
mendapatkan efek yang diinginkan.
Untuk pemeliharaan dapat diberikan secara intermitten atau kontinyu.
Pemberian secara intermitten diulang setiap 10 15 menit dengan dosis
setengah dari dosis awal sampai operasi selesai. Dosis obat untuk
menimbulkan efek sedasi atau analgesic adalah 0,2 0,8 mg/kg IV atau 2 4
mg/kg IM atau 5 10 g/kg/min IV drip infus.
Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur
pada mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah ,
halusinasi dan mimpi buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat
menimbulkan efek mioklonus pada otot rangka selain itu ketamin juga dapat
18

meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat menyebabkan terjadinya


nistagmus dan diplopia. 2,5
VI.

RUMATAN ANESTESIA
Rumatan anesthesia dapat dilakukan secara :
1. Intravena (TIVA)
2. Inhalasi
3. Campuran intravena dan inhalasi
Rumatan anesthesia biasanya mengacu trias anesthesia yaitu tidur ringan
(hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien
selama bedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.
Anestesia inhalasi yang umum digunakan, yaitu :
1. N2O
2. Halotan
3. Enfluran
4. Isofluran
5. Sevofluran
1. N2O
N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide) dalam ruangan berbentuk
gas tak berwarna, bau manis, tidakiritasi, tidak terbakarm beratnya 1,5 kali
berat udara, berat molekulnya 44,01, koefisien kelarutan antara darah/gas
0,47, stabil, tidak bereaksi dengan sodalime, titik didih 88,4 derajat Celcius,
dapat menembus karet tetapi tidak bereaksi dengan logam.. Pemberian
anesthesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat
anestetik lemah tetapi analgesia kuat, sehingga sering digunakan untuk
mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anesthesia inhalasi jarang
digunakan sendiri, tetapi dikombinasikan dengan salah satu cairan anestetik
lainnya seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anesthesia setelah N2O
dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi
pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk mengatasinya diberikan
O2 100% selama 5-10 menit. 7

19

Waktu awitan : inhalasi 2-5 menit


Absorpsi
: cepat melalui paru
Metabolisme : tubuh <0,004%
Ekskresi
: exhalasi
Efek samping :
a.
b.
c.
d.

Kardiovaskular : hipotensi
Gastrointestinal : mual dan muntah
Respiratori
: apnea
Sistem saraf pusat : sakit kepala, pusing, eksitasi sistem saraf pusat

2. Isofluran
Isofluran merupakan halogenasi eter yang pada dosis atau subanestetik
menurunkan laju metabolism otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran
darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah otak dan trekanan
intracranial ini dapat dikurangi dengan teknik anesthesia hiperventilasi,
sehingga isofluran sering digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap depresi
jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari unttuk anesthesia
teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasin dengan gangguan kororner.
Isofluran dengan konsentrasi >1% terhadap uterus hamil menyebabkan
relaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga
dapat menyebabkan perdarahan paska persalinan. Dosis pelumpuh otot dapat
dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.7
Waktu Awitan : 7 10 menit
Durasi
: tergantung konsentrasi darah saat dihentikan
Metabolisme : hepas minimal
Ekskresi
: ekshalasi gas

20

3. Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan
tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi
dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic.
Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak
sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec.
Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik.
Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga
mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk
anestesi adalah 0,76% volume.

4. Sevofluran
Obat anestesi ini merupakan turunan eter berhalogen yang paling disukai
untuk induksi inhalasi.Merupakan cairan jernih, tidakberwarna, berbau enak,
tidak iritatif, titik didih 58,5. Berat molekul 200,053. Tdiak korosif terhadap
stainless stel, kuningan maupun almunium, tidak mudah terbakar, tidak
eksplosif, stabil terkena cahaya. Dibandingkan dengan obat anastesi inhalasi
volatil lain, kelarutan sevofluran dalam karet dan plastik lebih rendah. Pada
sistem respirasi, menimbulkan depresi respirasi dan dapat memicu terjadi
bronkospasme.
5. Enfluran
Kelarutan enfulran dalam lemak lebih rendah dibandingkan halotan.
Ekskresi melalui paru. Pada sistem respirasi tidak meningkatkan sekresi
bronkhial dan ludah, tidak meningkatkan iritabilitas pharing dan laring.
Frekuensi nafas meningkat tetapi ventilasi semenit berkurang karena volume
tidal menurun. PaCo2 meningkat, menurunya oksigen respon pada
hiperkapnia, hilangnya hopoxic drive, depresi pada fungsi mukosiliar dan
bronkodilatasi.

21

Pada sistem kardiovaskular, enfluran menimbulkan depresi kontraktilitas


miokard disritmia jarang terjadi, tidak meningkatkan sensifitas miokard
terhadap katekolamin. Hipotensi dapat terjadi akibat menurunya curah
jantung.
6. Desfluran
Obat ini adalah senyawa yang sangat stabil, merupakan carian jernih yang
tidak berwarna dan berbau tajam, tidak mudah terbakar, tidak bereaksi dengan
stainless steel, kuningan maupun almunium. Dengan inhalasi reflek bulu mata
hilang dalam waktu 2 menit, karena sifatnya iritatif pada jalan nafas maka
induksi inhalasi menggunakan desfluran dapat mengalami gangguan seperti
batuk, apnea, meningkatnya sekresi, laringispasme, gangguan tersebut
terutama pada anak-anak.
VII.

ANALGETIK
1. Tramadol
Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat.
Tramadol mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat
sehingga menghambat sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Disamping itu
tramadol menghambat pelepasan neurotransmiter dari saraf aferen yang
sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat. Tramadol
peroral diabsorpsi dengan baik dengan bioavailabilitas 75%. Tramadol dan
metabolitnya diekskresikan terutama melalui urin dengan waktu 6,3 7,4 jam.
Tramadol digunakan ntuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat,
nyeri pasca pembedahan.
Dosis : Dewasa dan anak di atas 16 tahun :
a. Dosis umum : dosis tunggal 50 mg. Dosis tersebut biasanya cukup untuk
meredakan nyeri, apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg
setelah selang waktu 4 6 jam.
b. Dosis maksimum 400 mg sehari.
c. Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita. Penderita
gangguan hati dan ginjal dengan bersihan klirens < 30 mL/menit : 50

22

100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari.


d. Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan cirrhosis adalah 50 mg setiap
12 jam.
Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit
kepala, pruritis, berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah,
dispepsia dan konstipasi.5,7
2. Ketorolac
Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap
nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total ketorolac
tidak boleh lebih dari 5 hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan
segera setelah operasi.
Dosis:
Dosis awal ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 1030mg tiap 4-6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah.
Dosis harian total tidak boleh lebih dari 90mg untuk orang dewasa dan 60 mg
untuk orang lanjut usia.
3. Antrain
Antrain merupakan obat anti nyeri dan anti demam yang mengandung
mitamizole 500 mg dalam sediaan tablet ataupun injeksi (ampul). Metamizole
atau dipiron merupakan anti nyeri kuat dan anti demam, metamizole dapat
memberikan efek dua hingga empat kali lebih kuat dibandingakn ibuprofen
atau parasetamol.
Dosis :
Penggunaan natrium metamizole pada orang dewasa diberikan 1 tablet jik
rasa nyeri muncul, dan pemberian tablet dapat diulang setelah 6-8 jam, dengan
dosis maksimal 4 tablet sehari. Penggunaan natrium metamizole injeksi dapat
diberikan 500 mg jika rasa sakit muncul dan diulang setiap 8 jam, pemberian
dosis injeksi maksimal sebanyak 3 kali sehari dan diberikan secara IM atau
IV.

23

4. Parasetamol
Obat ini menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan
tidak memiliki efek anti-inflamasi yang bermakna. Obat ini berguna untuk
nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri pasca
persalinan dan keadaan lain. Efek samping kadang-kadang timbul 10 kali
peningkatan ringan enzim hati. Pada dosis besar dapat menimbulkan pusing,
mudah terangsang dan disorientasi.
Dosis:
Dosis dewasa 325-650 setiap 4 jam atau 500 mg setiap 8 jam
Dosis anak adalah 10-15 kg/bb, dapat diberikan setiap 4 jam.
Dosis maksimal akumulatif parasetamol adalah 4 gram perhari.
5. Morfin
Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang
mengandung otot polos. Efek morfin pada sistem syaraf pusat mempunyai dua
sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi,
perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi
parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan
sekresi hormon anti diuretika (ADH).
Dosis dan sediaan
Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam
bentuk larutan diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk
menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB.
Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai
yang diperlukan.
6. Petidin
Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor
. Seperti halnya morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia,
24

sedasi, euforia, depresi nafas dan efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin
adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah dibanding morfin, tetapi lebih tinggi
dari kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan klinis 3-5 jam.
Dibandingkan dengan morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri
neuropatik.
Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik.
Akan tetapi kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM.
Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar yang
dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah pemberian meperidin IV,
kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama,
kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang lebih 60% meperidin
dalam plasma terikat protein. Metabolisme meperidin terutama dalam hati.
Pada manusia meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat
yang kemudian sebagian mengalami konjugasi. Meperidin dalam bentuk utuh
sangat sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin
ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demitilasi.
Dosis dan sediaan
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml,
25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian
besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan
anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
7. Fentanil
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu
analgesik, fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan dengan morfin.
Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat mencerminkan kelarutan lipid
yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan morfin. Fentanil (dan
opioid lain) meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi. Keadaan
itu sebagian disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang
tinggi menekan hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid pada
25

terminal saraf tepi. Fentanil dikombinasikan dengan droperidol untuk


menimbulkan neureptanalgesia.
Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3
mg /kg BB analgesianya hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya
dipergunakan untuk anastesia pembedahan dan tidak untuk pasca bedah.
Dosis besar 50-150 mg/kg BB digunakan untuk induksi anastesia dan
pemeliharaan anastesia dengan kombinasi bensodioazepam dan inhalasi dosis
rendah, pada bedah jantung. Sediaan yang tersedia adalah suntikan 50 mg/ml.

DAFTAR PUSTAKA
1. Muhardi M, Roesli T, Sunatrio, Ruswan D. Anestesiologi. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1989.
2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Departement Farmakologi dan
Terapeutik Ed 5 farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru. 2007
3. Mangku G,dkk. Buku Ajar Ilmu Anasthesia dan Reanimasi. Cetakan pertama.
Jakarta : Universitas Udayana Indeks. 2010
4. Jaideep J Pandit. Intravenous Anaesthetic Drug. 2007. Anaesthesia And
Intensive

Care

Medicine

9:4.

Diunduh

dari

http://www.philippelefevre.com/downloads/basic_sciences_articles/ivanaesthetic-agents/intravenous-anaesthetic-agents.pdf
26

5. Omoigui, S. Obat-obatan Anastesia. EGC : Jakarta. 1997


6. Mansjoer A, Triyanti K, Wardhani WI. Et all (editor). Kapita Selekta
Kedokteran. Cetakan keenam : Media Aesculapius FK UI. 2007
7. Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi dan
Terapi Intensif Edisi 3. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007

27

Anda mungkin juga menyukai