PENDAHULUAN
tidak ada habisnya dan bersifat individual. Ada tiga jenis nyeri kepala,
tengkuk
yaitu
m.
splenius
kapitis,
m.
temporalis,
m.maseter,
m.
1.5. Klasifikasi
Klasifikasi nyeri kepala tipe tegang/ Tension Headache menurut Ad Hoc
Committee of The International Headache Society adalah sebagai berikut (6,8) :
1. Nyeri kepala tipe tegang episodik
a. Minimal mengalami 10 kali episode nyeri kepala, dimana jumlah hari
dengan nyeri kepala tersebut < 180 hari/tahun (<15 hari/bulan)
b. Nyeri kepala berlangsung antara 30 menit sampai 7 hari
c. Sekurang-kurangnya memiliki dua gambaran khas nyeri berikut ini :
- Kualitas nyeri seperti diikat atau ditekan
- Intensitas nyeri ringan sampai sedang
- Lokasi bilateral
- Tidak diperberat dengan berjalan menaiki tangga atau aktivitas fisik sejenis
d. Tidak ada mual atau muntah, tidak ada fotofobia dan fonofobia
2. Nyeri kepala tipe tegang kronik
a. Rata-rata frekuensi nyeri kepala > 15 hari/bulan (>180 hari/tahun) selama 6
bulan yang memenuhi kriteria 1b-1d diatas
b. Sekurang-kurangnya memiliki dua gambaran khas nyeri pada nyeri kepala
tipe tegang episodik
c. Tidak ada muntah, dan tidak lebih satu hal berikut : mual, fotofobia atau
fonofobia
1.6. Patofisiologi
Dulu dianggap bahwa kontraksi dari otot kepala dan leher yang dapat
menimbulkan iskemik otot sangatlah berperan penting dalam tension type headache
sehingga pada masa itu sering juga disebut muscle contraction headache. Akan tetapi
pada akhir-akhir ini pada beberapa penelitian yang menggunakan EMG
(elektromiografi) pada penderita tension type headache ternyata hanya menunjukkan
sedikit sekali terjadi aktifitas otot, yang tidak mengakibatkan iskemik otot, jika
meskipun terjadi kenaikan aktifitas otot maka akan terjadi pula adaptasi protektif
terhadap nyeri. Peninggian aktifitas otot itupun bisa juga terjadi tanpa adanya nyeri
kepala (8,9,10)
Nyeri myofascial dapat di dideteksi dengan EMG jarum pada miofascial
trigger point yang berukuran kecil, hanya beberapa milimeter saja (tidak terdapat
pada semua otot). Mediator kimiawi substansi endogen seperti serotonin( dilepas dari
platelet), bradikinin( dilepas dari belahan precursor plasma molekul kallin) dan
kalium (yang dilepas dari sel otot), substance P dan Calcitonin Gene Related Peptide
dari aferens otot berperan sebagai stimulan sensitisasi terhadap nosiseptor otot skelet.
Jadi pada saat ini yang dianggap lebih berperan adalah nyeri miofascial terhadap
timbulnya TTH (8,9).
Gambaran intensitas nyeri pada nyeri kepala ini sebagai seakan-akan kepala
akan pecah, yang menunjukkan karakteristik histerik. Sedangkan durasi dari nyeri
kepala ini dapat kontinyu menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
Penderita dapat melaporkan tak pernah sembuh dari nyeri kepalanya. Namun selama
perjalanan yang panjang itu intensitas nyerinya dapat menyusut dan mengembang dari
jam ke jam. Frekuensi nyeri akan dilaporkan setiap hari, ters menerus dan tak pernah
bebas nyeri kepala, pola temporalnya disebut pola undulasi (bergelombang), dimana
nyeri menetap kontinyu, periodisitasnya tak jelas dan awitannya tidak paroksismal (11).
Selain itu juga ada gelaja lain pada nyeri kepala tegang otot ini yaitu (11) :
- Fotofobia ringan namun konstan, mendorong penderita memakai kacamata hitam
walaupun hari mendung.
- Gejala-gejala GI : nausea pada pagi hari, Vomitus (jarang), sendawa belebihan dan
mengeluarkan flatus.
- Hiperventilitas, gangguan konsentrasi, kurang minat dalam bekerja dan melakukan
hobi, Gejala-gejala ini dapat ditafsirkan sebagai sindrom cemas (anxietas).
- Rasa nyeri di dada kiri, di punggung dan region koksigeus. Rasa nyeri ini bersamaan
gejala GI dan Gejala psikosomatik lainnya dapat ditafsirkan sebagai sindrom depresi.
Banyak penderita yang mengalami nyeri kepala tegang otot walaupun tak ada
stress emosional yang berat. Pada nyeri kepala yang sudah berlangsung lama, faktor
pencetus bisa juga berlaku sebagai faktor yang memperberat sehingga akan menambah
intensitas nyerinya. Gerakan-gerakan pada jurusan tertentu dapat memperberat nyerinya
(11).
Pada tension headache biasanya tidak ditemukan kelainan organik, anemia
sedang dan tekanan darah sistemik yang sedikit tinggi atau rendah tidak relevan bagi
tension headache, yang menonjol adalah unsur fobia berupa sakit kepala kalau melihat
orang banyak, sakit kepala kalau berada ditempat yang tinggi atau sakit kepala kalau
naik lift, jenis fobia yang diproyeksikan dalam keluhan adalah agorafia (fobia terhadap
tempat yang luas dan ramai), akrofobia (fobia terhadap kecuraman), klustrofobia (fobia
terhadap ruang yang sempit). Tension headache yang diwarnai dengan unsur histerik
adalah klavus histerik yaitu sakit kepala yang terpusat pada kalvarium. Sakit kepala
semacam ini hampir selalu disertai gejala globus histerikus yaitu perasaan seolah-olah
tenggorokan dicekik atau kerongkongan tersumbat (12).
Nyeri kepala tension headache bisa berupa suatu aktivitas yang dapat
menyebabkan kepala berada pada 1 posisi dalam jangka waktu lama tanpa bergerak,
sehingga menyebabkan sakit kepala, aktivitas tersebut meliputi pengetikan atau
penggunaan computer, pekerjaan halus dengan tangan dan penggunaan mikroskop.
Tidur di dalam suatu ruangan yang dingin atau tidur dengan posisi leher yang salah
dapat mencetuskan sakit kepala jenis ini (13).
1.8. Diagnosis
Tidak ada tes khusus untuk menegakkan diagnosis TTH. Penderita yang
mempunyai riwayat pengobatan dan melakukan pemeriksaan fisik termasuk evaluasi
neurological yang cermat dapat membantu menegakkan diagnosis. Diagnosis pasti
dapat ditentukan dari anamnesa, riwayat medis dan pemeriksaan fisik.
1.9. Penatalaksanaan
Pada nyeri kepala tension headache penatalaksanaan yang dilakukan adalah
sebagai berikut (6,7,8,13,14,15) :
1. Terapi psikofisiologis
Terapi ini dapat berupa terapi relaksasi, program untuk mengatasi stres, serta
tehnik ayap balik hayati (biofeedback). Dengan modalitas terapi tersebut, frekuensi
tension headache serta beratnya penyakit dapat berkurang. Strategi pengelolaan stress
mungkin sangat menolong pada tension headache. Perubahan cara hidup mungkin
diperlukan untuk nyeri kepala tension headache kronik. Cara tersebut meliputi istirahat
yang cukup dan latihan, perubahan dalam pekerjaan atau kebiasaan relaksasi ataupun
perubahan yang lain
2. Fisioterapi
Terapi ini berupa latihan pengendoran otot-otot, misalnya latihan relaksasi, yoga,
semedi, diatermi, kompres hangat, TENS (Transcutaneus electrical nerve stimulation)
ataupun terapi akupuntur. Terapi fisik dan teknik relaksasi ini dapat memberikan
keuntungan pada kasus-kasus khusus.
3. Farmakoterapi
Terdiri atas terapi abortif yang bertujuan untuk menghentikan atau mengurangi
serangan
penyakit
pada
tension
headache
tipe
episodik,
serta
terapi
/Non
Streoid
Anti
Infalammatory
Drugs
(NSAIDs),
dapat
menghilangkan rasa nyeri kepala ringan dan sedang, bila sebelumnya diberi obat yang
memacu gastrointestinal. Obat-obat yang dapat digunakan yaitu :
d. Antagonis serotonin, sebaiknya diberikan dalam bentuk sediaan injeksi atau spray
nasal, jika pemberian oral tidak memungkinan saat ada gejala mual atau muntah.
Golongan obat ini bekerja dengan cara meningkatkan kadar neurotransmitter serotonin
di otak. Obat yang digunakan yaitu :
1.10. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan pada nyeri kepala Tension Headache ini dapat
berupa teknik relaksasi pencegahan dan penghindaran situasi stress. Pada beberapa
orang, suatu pengobatan sehari dapat membantu, secara khas dapat digunakan Trisiklik
antidepresan, bahkan untuk orang-orang tanpa depresi (5).
Pencegahan lain meliputi penggunaan bantal yang berbeda atau mengubah
posisi tidur, posisi saat membaca harus benar, saat bekerja atau melakukan aktivitas lain
yang dapat menyebabkan sakit kepala. Latihan leher dan bahu harus sering terutama
saat mengetik, menggunakan computer atau pekerjaan lain. Selain itu juga harus cukup
tidur dan istirahat atau pemijitan otot dapat mengurangi sakit kepala. Mandi atau
berendam air panas/dingin dapat membebaskan sakit kepala untuk sebagian orang (13).
Nyeri kepala Tegang Tension Headache dapat berkurang atau membaik dengan
beberapa cara antara lain (11) :
-
Obat vasodilator
Obat analgetik
Kombinasi Kafein-analgetik