Anda di halaman 1dari 13

CASE REPORT

KRITERIA DIAGNOSIS PADA PASIEN NYERI AKUT


ABDOMEN SUSP APENDISITIS

Eva Rosalina
1102012078
Tutor : dr. Dini Widianti, Mkk

Kelompok 3
BIDANG KEPEMINATAN KEGAWATDARURATAN
BLOK ELEKTIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


2015 2016

Abstrak
Latar belakang: Apendisitis akut merupakan peradangan apendiks vermiformis yang memerlukan pembedahan
dan biasanya ditandai dengan nyeri tekan lokal di perut bagian kanan bawah. Komplikasi utama pada apendisitis
adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi berkisar
10% sampai 32%.
Presentasi kasus: Seorang remaja perempuan usia 15 tahun datang ke UGD Pasar Rebo mengeluh merasa
sangat nyeri pada perut kanan bawah sejak 2 minggu disertai demam, mual, muntah dan belum BAB 1 minggu.
Pasien sudah pernah berobat dan di rujuk ke poli penyakit dalam. Saat itu pasien diperkirakan menderita
apendisitis.
Diskusi: Untuk membantu menegakkan diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang.
Kesimpulan dan saran: Pada beberapa keadaan, appendicitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani
tepat pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya pada orang berusia lanjut, anak-anak dan pada wanita
hamil oleh karena itu pemeriksaan harus dilakukan dengan cermat dan teliti agar tidak terjadi kesalahan
diagnosis.
Keywords: Abdominal Pain, Diagnosing, Appendicitis Acute.

LATAR BELAKANG
Apendicitis merupakan kasus gawat bedah abdomen yang tersering dan memerlukan
tindakan bedah segera untuk menghindari komplikasi yang serius. Apendicitis akut yang
terlambat ditangani akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas penderita. Untuk itu
ketepatan diagnosa sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan tindakan. Ketepatan
diagnosis tergantung dari kemampuan dokter melakukan analisis pada data anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium. Insiden apendisitis di Negara maju
lebih tinggi daripada di Negara berkembang. Dari hasil Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu
penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan
operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendisitis di Indonesia
menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya
(Depkes 2008). Dinkes jateng menyebutkan pada tahun 2009 jumlah
kasus apendisitis di jawa tengah sebanyak 5.980 penderita, dan 177
penderita diantaranya menyebabkan kematian. Pada periode 1 Januari
sampai 31 Desember 2011 angka kejadian appendisitis di RSUD salatiga,
dari seluruh jumlah pasien rawat inap tercatat sebanyak 102 penderita
appendisitis dengan rincian 49 pasien wanita dan 53 pasien pria. Ini
menduduki peringkat ke 2 dari keseluruhan jumlah kasus di instalsi RSUD
Salatiga. Hal ini membuktikan tingginya angka kesakitan dengan kasus
apendiksitis di RSUD Salatiga.
Walaupun begitu diagnosis serta keputusan bedah masih cukup sulit ditegakkan. Pada
beberapa keadaan apendicitis akut agak sulit didiagnosis, misalnya pada fase awal dari
apendisits akut gejala dan tandanya masih sangat samar apalagi bila sudah diberi antibiotika.
Dengan pemeriksaan yang cermat dan teliti resiko kesalahan diagnosis pada apendicitis akut
sekitar 15-20%. Bahkan pada wanita kesalahan diagnosis ini mencapai 45-50%. Hal ini dapat
disadari mengingat wanita terutama yang masih sangat muda sering timbul gangguan yang
mirip apendicitis akut. Upaya mempertajam diagnosis sudah banyak dilakukan, antara lain
dengan menggunakan sarana diagnosis penunjang seperti: Foto Polos Abdomen, Pemeriksaan
Barium Enema, Laparoskopi dan Ultrasonografi.
Mengingat masalah diatas maka perlu diketahui tanda, gejala, pemeriksaan
laboratorium sederhana mana yang berperan secara bermakna dalam mendiagnosis

apendicitis akut, serta berapa akurasi, sensitifitas dan spesifitas dari tanda, gejala dan
pemeriksaan laboratorium sederhana tersebut dan untuk memudahkan dokter dalam
mengambil keputusan.

PRESENTASI KASUS
Seorang remaja perempuan usia 15 tahun datang dibawa oleh keluarganya ke UGD Pasar
Rebo merintih kesakitan sambil memegangi perutnya. Pasien mengeluh sangat nyeri pada
perut kanan bawah sejak 2 minggu yang lalu disertai demam, mual dan setiap makan
dimuntahkan kembali. Frekuensi muntah >5x/hari. Pasien belum Buang Air Besar sejak 1
minggu. Pasien sudah berobat di rujuk ke poli penyakit dalam dan dilakukan pemeriksaan
USG. Hasilnya ditemukan adanya fekalit, udara intralumen, terdapat penebalan dinding
apendiks dan ditemukan pengumpulan cairan perisekal. Saat itu pasien diperkirakan
menderita apendisitis dan dianjurkan untuk melakukan operasi namun pihak keluarga
menolak perihal biaya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/100mmHg, pernafasan
20x/menit, suhu tubuh 37,9 C. Status generalis pembesaran KGB (-), abdomen BU (+)
menurun, NT (+), psoas sign (+), obturator sign (+), alvarado score 9. Dari hasil lab
didapatkan leukosit 15.700/L. Kemudian pasien diberi sanmol, ranitidin, ondansetron dan
infus kristaloid. Pasien pun bersedia untuk dilakukan operasi apendektomi.
DISKUSI
Apendicitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan kegawatdaruratan
bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Penyakit ini mengenai semua umur baik
laki-laki maupun perempuan. Diagnosis klinis dapat ditegakkan berdasarkan hasil

anamnesa dan pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi). Bila diperlukan
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, Foto polos
abdomen, USG ataupun CT-Scan, dan sebagainya.

Anamnesis
Pada anamnesis pasien mengeluhkan nyeri sudah sekitar 2 minggu, letak di kanan bawah,
dengan skala nyeri nya berat, frekuensi nyeri hilang timbul dan lama nyeri tidak menentu.
Tidak disebutkan keparahan, sifat, perubahan dan faktor yang memperberat atau
memperingan. Seharusnya pada anamnesis perlu ditanyakan lengkap permulaan timbulnya
nyeri (kapan mulai, mendadak atau berangsur-angsur), letaknya (menetap, pindah, atau
beralih), keparahannya dan sifatnya (seperti ditusuk, tekanan, terbakar, irisan, bersifat kolik),
perubahannya, lamanya, apakah berkala dan faktor yang mempengaruhinya (adakah yang
memperberat atau memperingannya seperti sikap tubuh, makanan, minuman, batuk, bersin,
defekasi, miksi).
Mual dan muntah juga sering didapatkan pada pasien akut abdomen. Pada obstruksi usus
tinggi muntah tidak akan berhenti dan bertambah berat. Konstipasi didapatkan pada obstruksi
usus besar dan peritonitis umum. Nyeri tekan di dapatkan pada iritasi peritoneum. Jika ada
radang peritonium maka akan ditemukan defans muskular.
Sama halnya pasien juga mengalami mual, tidak bisa BAB dan muntah dengan frekuensi
lebih dari 5 kali dalam sehari. Pertanyaan mengenai defekasi, miksi, daur haid dan gejala lain
seperti keadaan sebelum serangan akut abdomen seharusnya juga harus dimasukkan dalam
anamnesis.

Gambar 1. Gambaran klinis apendisitis akut (core.ac.uk)

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan keadaan umum, wajah, denyut nadi, pernafasan,
suhu badan dan sikap berbaring. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok dan infeksi
atau sepsis juga perlu diperhatikan. Pada pasien ini tidak di dapatkan perdarahan dan syok
namun didapatkan demam yang menunjang adanya infeksi.

Inspeksi

Pada inspeksi perut terlihat kembung jika sudah terjadi perforasi. Dan penonjolan perut
bagian bawah pada abses peripendikuler. Namun pada pasien hanya nampak jalan
membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit. Kembung dan penonjolan tidak
disebutkan.
-

Palpasi

Pada palpasi didapatkan nyeri tekan, rebound tenderness (+), psoas sign (+) dan obturator
sign (+). Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah:
Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah
atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks.
Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut
menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.

Gambar 2. Psoas Sign (core.ac.uk)

Gambar 3. Obturator Sign (core.ac.uk)

Perkusi

Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Namun tidak dijelaskan apakah pasien mengalami hal
yang sama.
-

Auskultasi

Auskultasi akan terdapat peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena
peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak
terdengar bunyi peristaltik usus. Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat
digunakan skor Alvarado.
Skor Alvarado
Faktor Risiko

Skoring
~ migrasi nyeri

~ nausea dan vomitus

~ anoreksia

~ nyeri kuadran kanan


bawah

~ nyeri lepas tekan

~ temperatur > 37,20C

Tanda

Laboratorium
~ angka lekosit > 10.000

~ persentase netrofil >


75%

Nilai :
<4
kronis/bukan
apendisitis

Total Skor

Pada kasus ini peristaltik pasien melemah/menurun dan didapatkan skor alvarado 9 yang
menunjang diagnosis apendisitis akut.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan jumlah leukosit (sel
darah putih). Dari hasil lab didapatkan leukosit pasien 15.700/L. Urinalisa diperlukan untuk
menyingkirkan penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada pasien wanita,
pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis
kelainan peradangan saluran telur/kista indung telur kanan atau KET (kehamilan diluar
kandungan).
Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat membantu
melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam lumen usus buntu.
Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa membantu dakam menegakkan adanya
peradangan akut usus buntu atau penyakit lainnya di daerah rongga panggul.
Namun dari semua pemeriksaan pembantu ini, yang menentukan diagnosis apendisitis akut
adalah pemeriksaan secara klinis. Pemeriksaan CT scan hanya dipakai bila didapat keraguan
dalam menegakkan diagnosis.

Gambar 3. Perjalanan alami apendisitis akut (Buku Ajar Ilmu Bedah)

KESEHATAN DALAM PANDANGAN ISLAM


Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, jasmani,
harta, dan keturunan.
Setidaknya tiga dari yang disebut di atas berkaitan dengan kesehatan. Tidak heran jika
ditemukan bahwa Islam amat kaya dengan tuntunan kesehatan.
Paling tidak ada dua istilah literatur keagamaan yang digunakan untuk menunjuk tentang
pentingnya kesehatan dalam pandangan Islam.
1. Kesehatan, yang terambil dari kata sehat;

2. Afiat.
Kesehatan Fisik
Telah disinggung bahwa dalam tinjauan ilmu kesehatan dikenal berbagai jenis kesehatan,
yang diakui pula oleh pakar-pakar Islam antara lain kesehatan jasmaniah, ruhaniah, dan sosial
Memang banyak sekali tuntunan agama yang merujuk kepada ketiga jenis kesehatan
itu. Dalam konteks kesehatan fisik, misalnya ditemukan sabda Nabi Muhammad saw.:








Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash dia berkata bahwa Rasulullah saw telah bertanya
(kepadaku): Benarkah kamu selalu berpuasa di siang hari dan dan selalu berjaga di malam
hari? Aku pun menjawab: ya (benar) ya Rasulullah.Rasulullah saw pun lalu bersabda:
Jangan kau lakukan semua itu. Berpuasalah dan berbukalah kamu, berjagalah dan tidurlah
kamu, sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu, matamu mempunyai hak atas
dirimu, dan isterimu pun mempunyai hak atas dirimu. (Hadis Riwayat al-Bukhari dari
Abdullah bin Amr bin al-Ash)
Demikian Nabi Saw. menegur beberapa sahabatnya yang bermaksud melampaui batas dalam
beribadah, sehingga kebutuhan jasmaniahnya terabaikan dan kesehatannya terganggu.
Pembicaraan literatur keagamaan tentang kesehatan fisik, dimulai dengan meletakkan prinsip:
Pencegahan lebih baik daripada pengobatan.
Para ulama sering mengaitkan penyakit dengan siksa Allah. Dalam hal ini, al-Biqai dalam
tafsirnya mengenai surah al-Fatihah, mengemukakan sabda Nabi Saw.:





"Penyakit adalah cambuk Tuhan di bumi ini, dengannya Dia (Allah) mendidik hambahamba-Nya."
Pendapat ini didukung oleh kandungan pengertian takwa yang pada dasarnya berarti
menghindar dari siksa Allah di dunia dan di akhirat. Siksa Allah di dunia, adalah akibat
pelanggaran terhadap hukum-hukum alam. Hukum alam antara lain membuktikan bahwa
makanan yang kotor mengakibatkan penyakit. Seorang yang makan makanan kotor pada
hakikatnya melanggar perintah Tuhan, sehingga penyakit merupakan siksa-Nya di dunia yang
harus dihindari oleh orang yang bertakwa.
Dari sini dapat dimengerti bahwa Islam memerintahkan agar berobat pada saat ditimpa
penyakit.

"Berobatlah, karena tiada satu penyakit yang diturunkan Allah, kecuali diturunkan pula obat
penangkalnya, selain dari satu penyakit, yaitu ketuaan." (Hadis Riwayat Abu Dawud dan atTirmidzi dari sahabat Nabi Usamah bin Syuraik).
Bahkan seandainya tidak ada perintah rinci dari hadis tentang keharusan berobat, maka
prinsip- prinsip pokok yang diangkat dari al-Quran dan Hadis cukup untuk dijadikan dasar
dalam upaya kesehatan dan pengobatan.
Namun dalam ajaran Islam juga ditekankan bahwa obat dan upaya hanyalah sebab,
sedangkan penyebab sesungguhnya di balik sebab atau upaya itu adalah Allah Swt., seperti
ucapan Nabi Ibrahim a.s. yang diabadikan al-Quran:

"Apabila aku sakit, Dia (Allah) lah yang menyembuhkanku." (QS al-Syuar [26]: 80)
KESIMPULAN
Dari hasil diskusi dapat disimpulkan bahwa cara mendiagnosis yang dilakukan sudah sesuai
dengan prosedur. Tetapi pihak RS tidak melakukan pemeriksaan Rectal Toucher padahal
pemeriksaan ini penting dilakukan untuk mengetahui apakah infeksi meradang ke daerah
pelvis.

SARAN
Pada beberapa keadaan, appendicitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani tepat
pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya pada orang berusia lanjut, anak-anak dan
pada wanita hamil oleh karena itu pemeriksaan harus dilakukan dengan cermat dan teliti agar
tidak terjadi kesalahan diagnosis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Baughman, Diane C dan Hackley, JiAnn C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah:
Buku Saku untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.
2. Brunicardi, F.C., et al. 2007. Schwartz`s Principle of Surgery. USA : The Mc Graw
Hill Company.
3. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut - Follow-up. Retrieved May 22, 2010, from
eMedicine : http://emedicine.medscape.com/article/773895-followup
4. Elizabeth, J, Corwin. (2009). Buku saku Patofisiologi, EGC, Jakarta.
5. Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
6. Konsep
Sehat
prespektif
Islam,
diakses
dari http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/09/20/konsep-sehat-perspektifislam
7. Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
8. Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
9. Pola Hidup Bersih dan Sehat, diakses dari http://tabligh.muhammadiyah.or.id/berita91-detail-pola-hidup-bersih-dan-sehat.html
10. Sjamsuhidajat, R dan de Jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

11. Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart.
Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC
12. Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2, Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta: EGC.
13. Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan:
Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai