Anda di halaman 1dari 33

33

The first stage of labor is defined as beginning with true labor


contractions as avidenced by progressive cervical change and ending
with the cervix completely dilated (10 cm).(John and Bartlett ,2004)
2.2.2

Jenis persalinan ada 3 yaitu:


2.2.2.1 Persalinan spontan. Bila persalinan berlangsung dengan
kekuatan ibu sendiri.
2.2.3.5.3.1
2.2.2.2 Persalinan buatan. Bila persalinan dibantu tenaga dari luar.
2.2.2.3 Persalinan anjuran. Bila kekuatan yang diperlukan untuk
persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.

2.2.3

Teori tentang penyebab persalinan


2.2.3.1 Teori peregangan
a.

Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam


batas tertentu.

b.

Setelah melewati batas tersebut terjadikontraksi sehingga


persalinan dapat dimulai.

2.2.3.2 Teori penurunan Progesteron


a.

Proses penuaan plasenta mulai umur kehamilan 28


minggu,

dimana

terjadi

penimbunan

jaringan

ikat,pembuluh darah mengealami penyempitan dan


buntu.
b.

Produksi progesteron mengalami penurunan sehingga


otot rahim menjadi lebih sentsitif terhadap oksitosin.

c.

Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai


tingkat penurunan progesteron tertentu.

2.2.3.3 Teori oksitosin


a.

Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis posterior.

b.

Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat


mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi
Braxton
kehamilan

Hicks.
maka

Menurunnya
oksitosin

konsentrasi
dapat

tuanya

meningkatkan

aktivitasnya sehingga persalinan dapat dimulai.

34

2.2.3.4 Teori prostaglandin


a.

Kontsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur

15

minggu dikeluarkan oleh desi dua.


b.

Pemberian

prostaglandin

pada

saat

hamil

dapat

menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil


konsepsi dikeluarkan
c.

Prostaglandin

dianggap

dapat

merupakan

pemicu

persalinan
2.2.3.5 Teori hypothalamus pituirai dan glandula suprarenalis
a.

Teori

ini

menunjukkan

pada

kehamilan

dengan

anensephalus sering terjadi keterlambatan persalinan


karena tidak terbentuknya hypothalamus.
b.

Malpar pada tahun 1933 mengangkat otak kelinci


percobaan, hasilnya kehamilan kelinci berlangsung lebih
lama.

c.

Glandula suprarenalis merupkan pemicu terjadinya


persalinan. (JOhariayh, 2012)

2.2.4

Faktor yang mempengaruhi Persalinan


2.2.4.1 Passage
a.

Pintu Atas Panggul (PAP)


PAP merupakan bulatan oval dengan panjang ke samping
dan dibatasi oleh:

1)

Promontorium

2)

Sayap os sacrum

3)

Linea terminalis kanan dan kiri.

4)

Ramus superior ossis pubis kanan dan kiri.

5)

Pinggir atas simpisis.

b.

Bidang luas panggul.


Bidang terluas dalam panggul wanita membentang antara
pertengahan simpisis menuju pertemuan os sacrum

35

kedua dan ketiga. Ukuran muka belakangnya = 12, 75


cm dan ukuran melintangnya 12,5 cm .
c.

Bidang sempit panggul


Bidang sempit panggul mempunyai ukuran terkecil jalan
lahir, membentang setinggi tepi bawah simpisis menuju
kedua spina ischiadika dan memotong tulang os sacrum
setinggi 1 sampai 2 cm diatas ujungnya.
Ukuran muka belakangnya 11,5 cm dan ukuran
melintangnya sebesar 10 cm. bidang ini merupakan titik
putar dari PAP.

d.

Pintu bawah panggul bukanlah merupakan suatu bidang


tetapi terdiri dari dua segitiga dengan ukuran yang sama.
1)

Segitiga depan: dasarnya tuber osis ischiadika


dengan dibatasi arcus pubis.

2)

Segitiga belakang: dasarnya tuber osis ischiadika


dengan dibatasi oleh ligamentum sacrotuberosum
kanan dan kiri.

e.

Sumbu panggul atau sumbu jalan lahir.


Dengan menghubungkan titik tengah bidang pada jalan
lahir akan dijumpai garis melengkung ke depan mulai
spina ischiadika. Jalan lahir merupakan silender yang
melengkung ke depan dari pintu atas panggul sampai
menjadi pintu bawah panggul dengan perbedaan panjang
4,5 cm dibagian depan dan 12,5 cm dibagian belakang.
Selain itu terdapat perubahan ukuran PAP yang lebih
panjang ke samping dan menjadi pintu bawah panggul
dengan ukuran muka belakang lebih panjang. Situasi
demikian seolah olah terjadi perputaran sembilan puluh
derajat dari PAP menjadi pintu bawah panggul.

f.

Sistem bidang Hodge

36

Untuk menentukan seberapa jauh bagian terdepan janin


turun ke dasar panggul, Hodge menentukan bidang
penurunan sebagai berikut:
1) HI

bidang yang sama dengan

pintu atas panggul.


2) HII

bidang

sejajar dengan HI

setinggi tepi bawah simpisis.


3) HIII

bidang sejajar dengan HI

setinggi spina ischiadika.


4) HIV

bidang sejajar dengan HI

setinggi ujung os sacrum.


g.

Ukuran panggul
Ukuran panggul penting diketahui terutama pada
kehamilan pertama, sehingga ramalan terhadap jalanya
persalinan dapat dilakukan. Ukuran panggul luar tidak
banyak artinya untuk kepentingan persalinan, dapat
ditetapkan melalui pemeriksaan:
1)

Secara klinis dilakukan dengan pemeriksaan dalam (


PD).

2)

Rongent abdomen dan pelvis


Pemeriksaan rongent sudah lama ditinggalkan
karena membahayakan janin sehingga PD lebih
penting untuk menentukan persalinan.
3)

h.

Ultrasonografi.

Kelainan pada jalan lahir lunak dapat terjadi gangguan


pembukaan terutama:
1)

Serviks

a.

Serviks yang kaku

b.

Serviks gantung

c.

Edema serviks

d.

Serviks dupleks karena kelainan kongenital

37

2)

Vagina
Kelainan vagina yang dapat mengganggu perjalanan
persalinan:
a.

Vagina septum: trans vaginal septum vagina,


longitudinal septum vagina.

b.
3)

Tumor vagina.

Himen dan perineum


Kelainan pada himen imperforate atau himen elastic,
pada

prineum

terjadi

kekakuan

sehingga

memerlukan episiotomi yang luas.


2.2.4.2 Power (His dan Daya Hejan Ibu)
Faktor power yang mempengaruhi persalinan adalah:
a.

Kontraksi Uterus (His)


1)

Beberapa sifat kontraksi uterus dijabarkan sebagai


berikut:

a)

amplitudo
(1) kekuatan his diukur dengan mmHg.
(2) Cepat mencapai kekuatandan

diikuti

relaksasi yang tidak lengkap, sehingga


kekuatannya tidak mencapai nol mmHg.
(3) Setelah kontraksi otot rahim mengalami
retraksi (tidak kembali kepanjang semula
b)

Frekwensi
Frekwensi yang dimaksud dalam perhitungan
his adalah jumlah terjadinya his dalam 10 menit
c) Durasi
1. Lamanya his yang dihitung sejak mulainya
his sampai dengan berakhirnya his.
2. Diukur dengan detik
d) Interval

38

Yang

dimaksud dengan interval adalah his

dalam tenggang /jarak waktu antara dua his.


e) Kekuatan
Perkalian antara amplitudo dengan frekwensi
yang ditetapkan dengan satuan Montevideo.
2) karakteristik his persalinan sesungguhnya
a) rasa nyeri dengan interval teratur.
b) Interval antara rasa nyeri yang secara perlahan
semakin pendek.
c) Waktu

dan

kekuatan

kontraksi

semakin

bertambah.
d) Rasa nyeri dibagian belakang dan bagian depan.
e) Berjalan akan menambah intensitas.
f) Ada hubungan antara tingkat kekuatan kontraksi
dengan intensitas rasa nyeri.
g) Menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks.
3) karakteristik his persalinan palsu
a) rasa nyeri tidak teratur.
b) Tidak ada perubahan interval rasa nyeri antara
rasa nyeri yang satu dengan lainnya.
c) Tidak ada perubahan pada waktu dan kekuatan
kontraksi.
d) Kebanyakan rasa nyeri pada abdomen bagian
bawah.
e) Tidak ada perubahan rasa nyeri dengan berjalan.
f) Tidak ada hubungan antara tingkat kekuatan
kontraksi dengan intensitas rasa nyeri.
g) Tidak ada perubahan pada serviks.
b.

Kekuatan mengejan

39

Setelah serviks terbuka lengkap kekuatan yang sangat


penting ada ekspulsi janin adalah yang dihasilkan oleh
peningkatan tekanan intra abdomen yang diciptakan oleh
kontraksi otot otot abdomen. Dalam bahasa obstetrik ini
disebut mengejan . Sifat yang dihasilkan mirip seperti
yang terjadi pada saat BAB, tetapi biasanya intensitasnya
jauh lebih besar.
Pada saat kepala sampai pada dasar panggul, timbul
suatu reflek yang mengakibatkan pasien menutup
glotisnya, mengkontraksikan otot-otot perutnya dan
menekan diafragmanya ke bawah.
Tenaga mengejan ini hanya dapat

berhasil, kalau

pembbukaan sudah lengkap dan paling efektif dilakukan


sewaktu kontraksi uterus. Disamping itu kekuatankekuatan tahan mungkin ditimbulkan otot-otot dasar
panggul dan aksi ligamen. Sebagian besar daya dorong
untuk melahirkan janin adalah dihasilkan dari kontraksi,
sehingga meneran hanya menambah daya kontraksi
untuk mengeluarkan bayi.
2.2.4.3 Passanger
Yang dimaksud dengan passanger adalah janin, plasenta dan
air ketuban.
a.

Janin
Janin aterm mempunyai tanda cukup bulan, 38 minggu
sampai

42 minggu dengan berat sekitar 2500 gram

sampai dengan 4000 gram dan panjang badan sekitar 50


cm sampai 55 cm.
Dalam Uterus, posisi Janin sebagai berikut:
1)

Kepala fleksi ke dada

2)

Tangan mendekap dada.

40

3)

Kaki mengadakan fleksi dan mengarah ke perut


bayi.

Bagian terbesar dari janin adalah kepala, sehingga kepala


sangat menentukan jalan persalinan. Bila kepala dapat
melalui jalan lahir, maka bagian badan mudah menyusul.
b. Plasenta
Plasenta adalah alat yang sangat penting bagi janin
karena merupakan alat pertukaran antara ibu dan dan
janin serta sebaliknya.
Faal Plasenta:
1) Nutrisi, alat pemberi makanan pada janin.
2) Respirasi, alat penyalur zat asam dan pembuangan
CO2
3) Produksi, alat menghasilkan hormon.
4) Imunisasi, alat penyalur anti bodi.
5) Barier, alat penyaring obat-obat dan kuman-kuman
yang bisa / tidak bisa melewati uri.
c.

Air ketuban
Fungsi air ketuban

1)

Saat Hamil
a)Memberikan

kesempatan

berkembangnya

janin

dengan bebas ke segala arah.


b)

Menyebarkan tekanan bila terjadi trauma langsung.

c)Sebagai penyangga terhadap panas dan dingin.


2)

Saat bersalin
a) Menyebarkan kekuatan his sehingga servik
dapat membuka.
b) Membersihkan jalan lahir karena kemampuan
sebagai desinfektan.
c) Sebagai pelicin saat persalinan.

41

3)

Faal air ketuban


a) Untuk proteksi janin.
b) Mencegah perlekatan janin dengan amnion.
c) Agar janin bergerak dengan bebas.
d) Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu.
e) Menambah suplai cairan janin, dengan cara
ditelan kemudian dikeluarkan melalui kencing
janin.

2.2.4.4 Psikis (Psikologi)


Banyaknya wanita normal bisa merasakan kegairahan dan
kegembiraan disaat merasa kesakitan awal menjelang
kelahiran bayinya. Perasaan positif ini berupa kelegaan hati,
seolah-olah pada saat itulah benar-benar terjadi realitas
kewanitaan sejati yaitu munculnya rasa bangga bisa
melahirkan.
Psikologis meliputi:
a. Melibatkan

psikologis

ibu,

emosi

dan

persiapan

intelektual.
b. Pengalaman bayi sebelumnya.
c. Kebiasaan adat.
d. Dukungan dari orang tua terdekat pada kehidupan ibu.
2.2.4.5 Penolong persalinan.
Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan
menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan
janin. Dalam hal ini proses tergantung dari kemampuan skill
dan kesiapan penolong dalam menghadapi proses persalinan.
(Johariyah, 2012, 11-36).
2.2.5

Tanda-tanda persalinan
2.2.5.1 Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu
sebelumnya wanita memasuki kala pendahuluan (preparatory
stage of labor), dengan tanda-tanda:

42

a.

Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala


turun memasuki pintu atas panggul terutama pada

b.
c.

primigravida. Pada multigravida tidak begitu kelihatan.


Perut kelihatan melebar, fundus uteri turun.
Perasaan sering atau susah buang air kecil
(polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian

d.

terbawah janin.
Perasaan sakit di perut dan pinggang oleh adanya
kontraksi kontraksi lemah dari uterus, disebut false

e.

labor pains.
Serviks menjadi

lembek,

mulai

mendatar

dan

sekresinya bertambah bisa bercampur darah (bloody


show).
2.2.5.2 Tanda dan gejala inpartu
a.
Kontraksi uterus yang semakin lama semakin sering
dan teratur dengan jarak kontraksi yang pendek, yang
mengakibatkan perubahan pada serviks (frekwensi
minimal 2 kali dalam 10 menit).
b.
Cairan lendir bercampur darah(show) melalui vagina.
c.
Pada PD dapat ditemukan:
1) Perlunakan serviks.
2) Penipisan dan pembukaan serviks.
3) Dapat disertai ketubah pecah.
2.2.6

Tahapan Persalinan
2.2.6.1 Kala I
Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung dari
pembukaan nol sampai lengkap. Kala I dimulai sejak
terjadinya kontraksi uterus teratur dan meningkat (frekwensi
dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap. Kala I
dibagi menjadi 2 fase yaitu:
a.

Fase Laten
1)

Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan


penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap.

2)

Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4


cm.

43

3)

Pada umumnya fase laten berlangsung hampir atau


hingga 8 jam.

4)

Kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih antara


20-30 detik.

b.

Fase Aktif
1)

Frekwensi

dan

lama

kontraksi

uterus

akan

meningkatkan secara bertahap (kontraksi dianggap


adekwat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih
dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40
detik ataulebih).
2)

Dari pembukaan 4 cm sampai dengan 10 cm, akan


terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam
(nullipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm
hingga 2 cm pada multipara.

3)

Terjadi penurunan bagian terendah janin.

4)

Fase Aktif dibagi dalam 3 fase, yaitu:


a) Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan
3 cm menjadi 4 cm.
b) Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam
pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4 cm
menjadi 9 cm.
c) Fase deselerasi. Pembukaan mejadi lambat
dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi
lengkap.

Mekanisme

membukanya

serviks

berbeda

antara

primigravida dengan multigravida. Pada Primigravida,


Ostium Uteri Internum (OUI) akam membuka lebih dulu
sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Baru
kemudian ostium Uteri Eksternum (OUE) membuka.
Pada Multigravida OUI sudah membuka sedikit. Pada

44

proses persalinan terjadi penipisan dan pendataran


serviks dalam saat yang sama.
2.2.6.2 Kala II
Pada kala II his terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama, kirakira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang
panggul sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar
panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan.
Karena tekanan rektum, ibu merasa seperti mau buang air
besar, dengan anus terbuka. Pada waktu his, kepala janin
mulai kelihatan, vulva membuka dan perenium meregang.
Lama kala II pada primigravida adalah 1,5 jam sampai
dengan 2 jam, sedangkan pada multigravida adalah 0,5 jam
sampai dengan 1 jam.
a.

Kala II dimulai dari pembukaan lengkap sampai


dengan lahirnya bayi.

b.

Gejala dan tanda kala II persalinan:


1)

His semakin kuat dengan interval 2 3 menit


dengan durasi 50 100 detik.

2)

Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai


degan pengeluaran cairan secara mendadak.

3)

Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan


terjadinya kontraksi.

4)

Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada


rektum dan atau vagina.

5)

Perenium menonjol.

6)

Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.

7)

Tanda pasti kala II: pembukaan serviks telah lengkap


atau terlihatnya bagian terendah janin di introitus
vagina.

45

2.2.6.3 Kala III


a.

Kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir


dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.

b.

Pada kala III persalinan, miometrium berkontrraksi


mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah
kelahiran

bayi.

Penyusutan

ini

menyebabkan

berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena


perlekatan plasenta menjadi semakin kecil, sedangkan
ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta akan
terlipat, menebal dan akhirnya lepas dari dinding uterus.
Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah
uterus atau ke dalam vagina.
c.

Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah:


1)

Uterus menjadi bundar.

2)

Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke


segmen bawah rahim.

3)

Tali pusat bertambah panjang.

4)

Terjadi perdarahan.

2.2.6.4 Kala IV
a.

Adalah kala pengawasan selama 2 jam setelah bayi lahir,


untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya
perdarahan post partum.

b.

Kala IV dimulai sejak ibu dinyatakan aman dan nyaman


sampai 2 jam.

c.

Kala IV dimaksudkan untuk

melakukan observasi

karena perdarahan pasca persalinan sering terjadi pada 2


jam pertama.
d.

Observasi yang dilakukan adalah:


1)

Tingkatkan kesadaran penderita.

2)

Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi,


suhu dan pernafasan.

46

3)

Kontraksi uterus, tinggi fundus uteri.

4)

Terjadinya perdarahan: perdarahan normal bila tidak


melebihi 400 sampai 500 cc.
(Johariyah, 2012, 4-7).

2.2.7 Standar Asuhan Persalinan


2.2.7.1 Terdapat empat standar dalam pertolongan persalinan yaitu:
standar 9 asuhan persalinan kala I, standar 10 persalinan kala
II, standar 11 penatalaksanaan aktif persalinan kala III dan
standar 12 penanganan kala II dengan gawat janin melalui
episiotomi. Dalam standar ini bidan melakukan pertolongan
kala I, kala II dan kala III dengan aman, benar dan mampu
secara tepat mengenali tanda-tanda gawat janin pada kala II
(IBI, 2006).
2.2.7.2 Asuhan Persalinan Normal
a. Pengertian
Pertolongan

persalinan

APN

didasarkan

pada

pertolongan persalinan dengan mengusahakan cara


paling fisiologis pada ibu hamil normal dan dikondisikan
pada pertolongan bidan secara mandiri (Sulistyawati,
b.

2010)
Tujuan Asuhan Persalinan Normal
1) Memberikan asuhan yang

memadai

selama

persalinan, dalam upaya mencapai pertolongan


persalinan

yang

bersih

dan

aman

dengan

memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang bayi.


2) Menjaga kelangsungan hidup dan memberikan
derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya,
melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap tetapi
dengan intervensi yang seminimal mungkin agar
prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat
c.

terjaga pada tingkat yang optimal (Dewi, 2010)


Langkah-langkah Asuhan Persalinan Normal
1) Mengenali Gejala dan Tanda Kala II

47

Dorongan

meneran,

tekanan

anus,

perenium

menonjol, vulva membuka.


2) Menyiapkan Pertolongan Persalinan
a) Memastikan kelengkapan peralatan, bahan dan
obat-obatan esensial Untuk asfiksia tempat
datar dan keras, 2 kain dan satu handuk bersih
dan kering, lampu sorot 600 watt dengan jarak
60 cm dari tubuh bayi.
(1) Menggelar kain di atas perut ibu dan tempat
resusitasi serta ganjal bahu bayi
(2) Menyiapkan oksitosin 10 Unit dan alat
suntik steril sekali pakai di dalam partus set
b) Memakai perlindungan diri.
c) Mencuci tangan, dan mengeringkan dengan
d)

handuk pribadi
Memakai sarung tangan Disinfektan Tingkat

e)

Tinggi(DTT) kanan.
Memasukkan oksitosin ke dalam spuit (tehnik

satu tangan)
3) Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan
Janin Baik
a) Vulva Higyene
b) Melakukan PD
c) Mendekontaminasi sarung tangan, mencuci
kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
d) Memeriksa DJJ setelah kontraksi
4) Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu
Proses Bimbingan Meneran
a) Memberitahukan bahwa

pembukaan

sudah

lengkap dan keadaan janin baik dan bantu ibu


menemukan posisi yang nyaman dan sesuai
dengan keinginannya.
b) Menyiapkan posisi
c) Melaksanakan bimbingan meneran
d) Menganjurkan ibu berjalan, jongkok bila belum
ada dorongan meneran selama 60 menit
5) Persiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi

48

a) Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan


bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah
membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.
b) Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian, di
bawah bokong ibu.
c) Membuka tutup partus set dan perhatikan
kembali kelengkapan alat dan bahan.
d) Memakai sarung tangan DTT pada kedua
tangan.
6) Menolong Kelahiran Bayi
a) Lahirkan Kepala
(1) Menahan perenium dan menahan defleksi
kepala.
(2) Memeriksa adanya kemungkinan lilitan tali
pusat.
(3) Menunggu kepala bayi melakukan putaran
paksi luar secara spontan
b) Lahirnya Bahu
Memegang kepala bayi secara biparietal dan
c)

melahirkan bahu.
Lahirnya Badan dan Tungkai
(1) Menyangga leher dan menyusuri badan
bayi.
(2) Menyusuri sampai tungkai dan menjepit

kaki bayi dengan jari tangan kanan.


7) Penanganan Bayi Baru Lahir
a) Menilai sepintas.
b) Mengeringkan tubuh bayi.
c) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan
tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal)
d) Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik agar
uterus berkontraksi baik
e) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir,
Menyuntikkan oksitosin 10 unit IM
f) Menjepit tali pusat.
g) Memotong dan mengikat tali pusat.
h) Meletakkan bayi agar kontak kulit ibu ke kulit
bayi.

49

i) Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat


dan pasang topi di kepala bayi.
8) Penatalaksanaan Aktif Persalinan Kala III
a) Pindahkan klem pada tapi pusat hingga berjarak
5-10 cm dari vulva
b) Meregangkan tali pusat
c) Mendorong uterus kearah belakang atas
(dorso-kranial)
9) Mengeluarkan Plasenta
a) Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas
b) Melahirkan plasenta dengan kedua tangan
10) Rangsangan taktil (masase) uterus
Massase fundus.
11) Menilai Perdarahan
a) memeriksa kelengkapan plasenta, memasukkan
plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat
khusus.
b) Mengevaluasi kemungkinan laserasi
12) Melakukan Prosedur Pasca Persalinan
a) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik
dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
b) Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit
ke kulit dada ibu paling sedikit 1 jam.
c) Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam
larutan klorin 0,5 %, Cuci lagi di Larutan DTT
Memeriksa tanda vital dan asuhan kala IV dan
melakukan penimbangan bayi, beri tetes mata
profilaksis dan vitamin K dan Hepatitis B.
13) Evaluasi
a) Melanjutkan pemantauan kontraksi
mencegah perdarahan pervaginam.
b) Mengajarkan ibu/keluarga cara

dan

melakukan

massase uterus dan menilai kontraksi.


c) Mengevaluasi dan estimasi jumlah kehilangan
darah
d) Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung
kemih.

50

e) Memeriksa suhu dan pernafasan bayi.


14) Kebersihan dan Keamanan
a) Mendapatkan semua peralatan bekas pakai
dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi
(10 menit). Mencuci dan membilas peralatan
setelah didekontaminasi.
b) Membuang bahan bahan yang terkontaminasi
ke tempat sampah yang sesuai.
c) Membersihkan ibu dengan menggunakan DTT
d) Memastikan ibu merasa nyaman.
e) Mendekontaminasi tempat bersalin dengan
larutan klorin 0,5 %.
f) Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam
larutan klorin 0,5 %, Cuci lagi di Larutan DTT
Memeriksa tanda vital dan asuhan kala IV dan
melakukan penimbangan bayi, beri tetes mata
profilaksis dan vitamin K dan Hepatitis B.
g) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air
mengalir.
15) Dokumentasi .
Melengkapi partograf
2.2.8 Asuhan Intranatal
2.2.8.1 Penatalaksanaan Persalinan Kala I
a. Perawatan Ibu
1) Memberikan dukungan moril.

Persalinan mem-

butuhkan upaya total baik secara fisik maupun


emosional dari ibu. Oleh karena itu perlu dukungan
moril dari penolong persalinan maupun keluarganya
untuk menumbuhkan semangat ibu, menghilangkan
rasa cemas, menumbuhkan rasa percaya dan rasa
aman bagi ibu.
2) Mengupayakan kenyamaan : menganjurkan ibu
untuk mengambil posisi yang dirasakan paling
nyaman melakukan kegiatan (sesuai keinginannya)
selama tidak ada kontra indikasi seperti berjalan,

51

duduk, atau jongkok.

Pergerakan juga akan

membantu turunnya kepala ke rongga panggul. Ibu


tidak dianjurkan berbaring datar pada punggungnya
karena dapat menyebabkan aliran darah terganggu
pada ibu maupun janinnya.
3) Mencegah dehidrasi: anjurkan ibu minum untuk
mencegah

dehidrasi

Dehidrasi

dapat

dan

menambah

mengakibatkan

tenaga.
lelah,

memperlambat atau menyebabkan his tidak teratur.


4) Memelihara kebersihan: untuk mencegah infeksi
yang dapat menyebabkan kematian atau kesakitan,
ibu hendaknya dimandikan dan memakai pakaian
bersih. Penolong persalinan harus sering mencuci
tangan dan menggunakan alat steril atau telah
didesinfeksi.
5) Buang air besar: sedapat mungkin ibu buang air
besar sebelum melahirkan. Rektum yang penuh akan
menimbulkan
persalinan.

perasaan

tidak

nyaman

selama

Bila perlu dapat dilakukan enema.

Tetapi enema tidak dilakukan bila proses persalinan


sudah dalam tahap lanjut, ketuban telah pecah, ibu
menderita hipertensi, bila ada perdarahan.
6) Buang air kecil: ibu sebaiknya buang air kecil paling
sedikit setiap 2 jam atau lebih sering bila mungkin
karena

kandung

kemih

yang

penuh

akan

menghambat turunnya janin ke dasar panggul dan


juga memberikan rasa tidak nyaman bagi ibu.
b. Pemantauan Proses Persalinan Menggunakan Partograf.
Partograf merupakan alat pencatatan perkembangan dan
kemajuan persalinan serta pemantauan keadaan ibu dan
janin dari waktu ke waktu. Pemantauan keadaan ibu dan
janin dilakukan melalui pencatatan suhu tubuh, nadi dan

52

tekanan darah ibu, keadaan cairan ketuban dan DJJ.


Oleh karena itu patograf sangat berguna dalam
pengelolaan persalinan. Partograf dapat digunakan di
rumah sakit, puskesmas maupun pondok bersalin desa
dan hanya dapat digunakan pada persalinan letak
belakang kepala serta tidak ada penyulit atau komplikasi.
Dengan patograf kemungkinan terjadinya partus lama
dapat diketahui secara dini.
2.2.8.2 Penatalaksanaan Persalinan Kala II
Bila pembukaan lengkap (10 cm) telah tercapai, maka
kekuatan his dan tenaga ibu meneran mendorong bayi keluar
dari rahim melalui jalan lahir sampai bayi lahir seluruhnya
(kala II persalinan). Dalam beberapa menit setelah bayi lahir,
plasenta terlepas dari dinding rahim dan selanjutnya
dilahirkan keluar dari rahim (kala III persalinan).
a.

Perawatan/tindakan pada persalinan kala II


Dalam keadaan normal, ibu dapat melahirkan tanpa
memerlukan bantuan khusus.

Tetapi persalinan ini

mungkin membuat ibu cemas atau takut akibat rasa nyeri


atau karena khawatir sehingga dapat terjadi hal yang
berbahaya bagi dirinya maupun bayinya. Oleh karena
itu, ibu membutuhkan dorongan moril dari penolong
persalinan dan keluarganya, serta perawatan yang cermat
dan penuh kasih dari penolong persalinan.
Biasanya bayi akan keluar secara bertahap dalam
beberapa menit sampai 30 menit pada multipara, dan
sekitar 1 jam pada primi para. Perawatan/tindakan yang
dilakukan pada kala II adalah sebagai berikut:
1) Memastikan

bahwa

semua

peralatan

yang

dibutuhkan dalam keadaan bersih dan siap pakai.


Kebersihan sangat penting untuk melindungi ibu

53

bersalin dari infeksi.

Alat-alat yang dibutuhkan

ditempatkan dalam tempat yang bersih dan mudah


dicapai.
2) Memberikan penjelasan kepada ibu tentang apa yang
akan terjadi dan apa yang perlu dilakukan oleh ibu
selama persalinan. Pimpin ibu meneran bagaimana
cara meneran yang betul.
3) Periksa keadaan ibu dan janin, kemudian catat hasil
b.

pemeriksaan dalam patograf.


Hal yang perlu diperiksa dan dilakukan adalah:
1) Nadi dan tekanan darah ibu diperiksa tiap 30 menit
selama kala II
2) DJJ diperiksa setiap 15 menit pada kala II dan
semakin dekat kelahiran semakin sering. Bila DJJ
kurang dari 120 atau lebih dari 160 permenit,
upayakan

kelahiran

bayi

secepatnya

dengan

mengubah posisi ibu.


3) Periksa apakah ada lilitan tali pusat pada leher bayi.
4) Minta ibu agar lebih sering berkemih pada kala II
dari pada kala I
5) Memberikan ibu minum secara teratur agar ibu tidak
c.

lelah.
Minta ibu untuk meneran pada saat yang tepat
Meneran baru boleh dimulai jika pembukaan serviks
telah lengkap dan ada his. Caranya:
1) Bantu ibu ke dalam posisi yang memudahkannya
untuk meneran. Biarkan ibu memilih posisi sesuai
keinginannya bila keadaan memungkinkan, misalnya
a) Duduk atau setengah duduk: posisi ibu
memudahkan

penolong

persalinan

dalam

memimpin persalinan pada saat keluarnya


kepala bayi dan mengamati perenium.
b) Menungging atau merangkak: baik dilakukan
bila ibu merasakan kepala bayi tertahan

54

dipunggungnya. Posisi ini bermanfaat pada


keadaan bayi sulit berputar.
c) Jongkok atau berdiri: posisi ini membantu
turunnya kepala bila persalinan berlangsung
lambat atau bila ibu tidak mampu meneran.
d) Berbaring pada sisi kiri tubuh: posisi ini nyaman
dan mampu mencegah ibu meneran sebelum
pembukaan serviks lengkap. Berbaring lurus
terlentang dapat menyebabkan penekanan pada
pembuluh darah yang membawa darah untuk
ibu dan janin.

Akibatnya aliran darah yang

membawa oksigen menjadi lebih sedikit, Posisi


ini juga menyebabkan ibu lebih sulit meneran.
2) Bantu ibu meneran dengan benar. Anjurkan ibu agar
meneran pada waktu yang tepat yaitu waktu
meneran

mulut

menempelkan

membuka,
dagu

pada

mengangkat bokong.

kedua

tungkainya,

dada,

dan

tidak

Bila ibu ingin meneran

sebelum pembukaan serviks lengkap, minta ibu


untuk meniupkan nafasnya pendek-pendek secara
cepat.
3) Beri dukungan bagi ibu untuk meneran. Jika ibu
mengalami kesulitan untuk meneran, cobalah ubah
posisi dan minta ibu untuk meneran lagi.

Bila

kepala sudah berada di dasar panggul, minta ibu


untuk menyentuhnya.
Tindakan ini mungkin membangkitkan semangat
baru pada ibu. Jangan mendorong-dorong perut ibu
untuk mambantu melahirkan bayi karena dapat
mengakibatkan
d.

uterus

menyakitkan bagi ibu.


Tentukan kemajuan persalinan

rupture

dan

sangat

55

Penilaian kemajuan persaalinan perlu dilakuka untuk


mengetahui apakah penurunan kepala terjadi terlalu
lambat atau terlalu cepat. Bila penurunan kepala terlalu
cepat, maka persalinan perlu disiapkan segera. Berikan
ibu dukungan moril, karena mungkin ibu merasa cemas
dengan proses persalinan yang terjadi dengan cepat.
Bila penurunan kepala janin lambat:
1) Periksa apakah kandung kemih penuh, bila penuh
bantu untuk berkemih
2) Bila pembukaan serviks belum lengkap, minta ibu
e.

untuk tidak meneran.


Pimpin ibu meneran untuk melahirkan kepala bayi secara
perlahan-lahan dengan cara sebagai berikut:
1) Bila kepala lahir secara perlahan, ibu diminta
meneran setiap kali his timbul.
2) Bila kepala turun terlalu cepat, minta ibu untuk tidak
meneran pada waktu his timbul, tetapi meniupkan
nafasnya. Agar ibu tidak meneran, minta ibu untuk
menghembuskan nafas pendek, cepat dan kuat.
Setelah his berakhir, minta ibu untuk meneran
ringan. Jagalah agar kepala bayi tetap dalam posisi
fleksi.
3) Periksa apakah ada lilitan tali pusat. Minta supaya
ibu tidak meneran.

Raba disekeliling leher bayi

untuk mencari adanya lilitan tali pusat. Bila teraba,


kendurkan tali pusat dengan hati-hati dan lepaskan
tali pusat tersebut bersamaan dengan lahirnya kepala
bayi. Bila lilitan tali pusat ketat, pasang klem di dua
tempat pada tali pusat, kemudian tali pusat dipotong
diantara kedua klem tersebut.
4) Segera setelah kepala bayi lahir, bersihkan mulut
dan hidung bayi dengan hati-hati menggunakan
kain/kasa bersih yang dibungkuskan di jari tangan
penolong persalinan.

Bila ditemukan mekonium

56

pada air ketuban, lakukan pengisapan lendir dari


mulut dan hidung bayi dan faring sebersih mungkin
dengan alat pengisap lendir. Tindakan ini dilakukan
sebelum dada dilahirkan dan sebelum tarikan nafas
pertama.
5) Lahirkan bahu bayi setelah membersihkan hidung
dan mulut bayi.

Minta ibu meneran ringan lalu

lahirkan bahu satu persatu.

Jangan menarik dan

menekan kepala terlalu keras.


f.

Perawatan Bayi Segera Setelah Lahir


1) Setelah badan bayi lahir seluruhnya, letakkan bayi
dengan handuk bersih dan kering diatas perut ibu,
kemudian keringkan bayi. Tindakan ini merangsang
bayi bernafas dan mencegah kedinginan. Biasanya
bayi akan segera mencari puting susu ibunya dan
ingin menyusu.
2) Tentukan nilai APGAR bayi
Amati dan nilai keadaan bayi. Jika keadaan bayi
dinilai menurut metoda APGAR (pada 1 menit
pertama dan 5 menit kemudian setelah bayi lahir).
Hal yang dinilai adalah frekuensi denyut jantung,
usaha nafas, tonus otot, reaksi terhadap rangsangan
yaitu dengan memasukan kateter ke lubang hidung
setelah jalan nafas dibersihkan.
3) Potong dan rawat tali pusat menggunakan alat-alat
yang steril.
Cegah percikan darah ketika memotong tali pusat.
Setelah tali pusat berhenti berdenyut pasang 2 buah
klem. Klem pertama sedekat mungkin dengan tubuh
bayi). Urut tali pusat dari tempat terpasangnya klem
pertama kearah plasenta, kemudian pasang klem
kedua pada tali pusat yang darahnya telah didorong
kearah plasenta. Potong tali pusat diantara klem

57

pertama dan klem kedua, kemudian ikat tali pusat.


Periksa pengikatan ulang dengan lebih ketat.
4) Anjurkan dan bantu ibu menyusui bayinya
Anjurkan dan bantu ibu unyuk menyusui bayinya
bila bayi telah siap menyusu (dengan menunjukan
reflex rooting atau reflex mencari, tetapi jangan
dipaksakan. Stimulasi puting susu akan merangsang
kontraksi

uterus

yang

memudahkan

lepasnya

plasenta dan dapat mencegah perdarahan. Menyusui


juga merupakan awal terjadinya hubungan batin
antar ibu dan bayinya. Jika memungkinkan, biarkan
bayi bersama ibunya paling sedikit satu jam setelah
persalinan.
5) Perawatan mata untuk mencegah infeksi mata
karena klamidia. Obat mata perlu diberikan pada
jam pertama setelah persalinan.

Yang lazim

diberikan neospirin langsung diteteskan pada mata


bayi segera setelah bayi lahir.
2.2.8.3 Penatalaksanaan Persalinan Kala III
Bayi lahir uterus menjadi kosong dan menyebabkan uterus
berkontraksi dan mengecil. Kontraksi dan pengecilan uterus
menyebabkan plasenta terlepas dari dinding uterus. Setelah
lepas dari dinding uterus, plasenta harus segera dilahirkan
agar uterus berkontraksi dengan sempurna.

Dengan

berkontraksinya uterus, maka perdarahan yang banyak dari


pembuluh darah yang terkoyak ketika plasenta terlepas dapat
dicegah.
Penyebab utama perdarahan pada jam pertama setelah bayi
lahir adalah lemahnya kontraksi uterus (atonia/ hipotonia
uteri) dan tertingginya sisa plasenta atau selaput ketuban di
dalam uterus.

58

Penatalaksanaan

kala

III

tujuannya

membantu

menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan,


meliputi:
a. Pemberian oksitosin 10 IU secara intramuskuler dalam 2
menit setelah kepala bayi lahir. Jika tidak ada oksitosin,
rangsang puting payudara ibu atau menyusukan bayi
untuk merangsang keluarnya oksitosin secara ilmiah.
b. Bila kandungan kemih penuh, bantu ibu untuk berkemih,
kalau perlu dilakukan kateterisasi.
c. Tunggu sampai ada tanda-tanda plasenta terlepas.
d. Pastikan plasenta telah lepas. Plasenta biasanya terlepas
dalam kira-kira 6 menit setelah bayi lahir lengkap.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sebagai berikut:
1) Bila plasenta sudah lepas spontan, maka dapat
dilihat uterus berkontraksi baik dan terdorong ke
atas kanan oleh vagina yang berisi plasenta
2) Ada sedikit darah yang keluar sekaligus dari vagina
dan kemudian berhenti.

Tetapi kadang-kadang

plasenta yang sudah terlepas dari dinding uterus


turun ke bawah dan menutupi jalan lahir sehingga
keluarnya darah menjadi terhalang.
3) Tali pusat diluar vagina bertambah panjang, Karena
plasenta yang sudah terlepas tampak memanjang
4) Perhatikan letak klem pada tali pusat. Dorong
bagian bawah uterus ke atas dan perhatikan apakah
klem ikut bergerak ke atas. Jika klem ikut bergerak
keatas,berarti plasenta belum terlepas dari dinding
uterus.
e.

Untuk memastikan terlepasnya plasenta dapat juga


dilakukan dengan cara:
1) Perasat Kustner. Tangan kanan meregangkan atau
menarik sedikit tali pusat sedangkan tangan kiri
menekan daerah di atas simfisis.

Bila tali pusat

59

masuk kembali ke dalam vagina berarti plasenta


belum lepas dari dinding uterus. Bila tali pusat tetap
seperti semula atau tidak masuk kembali ke dalam
vagina berarti plasenta sudah terlepas dari dinding
uterus. Perasat ini harus dilakukan hati-hati.
2) Perasat Strassman. Tangan kanan meregangkan atau
menarik sedikit tali pusat. Tangan kiri mengetukngetuk fundus uteri. Bila terasa getaran pada tali
pusat yang di regangkan berarti plasenta belum
lepas. Apabila tidak terasa getaran, berarti plasenta
sudah lepas dari dinding uterus.
3) Perasat Klien. Ibu bersalin disuruh mengedan dan
perhatikan apakah tali pusat tampak turun ke bawah.
Jika mengedan dihentikan dan tali pusat masuk
kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum
f.

lepas dari dinding uterus.


Bila plasenta telah terlepas dari dinding uterus, keluarkan
dengan cara sebagai berikut:
1) Satu tangan menahan perut di atas tulang pubis
untuk mendorong korpus uteri ke arah belakang dan
ke arah kepala ibu selama ada kontraksi.
2) Tangan yang satu lagi memegang tali pusat dengan
klem 5-6 cm di depan vulva. Jaga tahanan ringan
pada tali pusat dan tunggu sampai ada kontraksi kuat
(2-3 menit). Selama kontraksi lakukan penarikan
terkendali pada tali pusat secara terus menerus
dalam tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.
Uterus akan tetap berada ditempatnya, sedangkan
tali pusat bertambah panjang. Menarik tali pusat
harus berhati-hati karena sentakan yang kuat dapat
mengakibatkan putusnya tali pusat.

60

g.

Bila uterus bergerak ke bawah waktu tali pusat ditarik,


HENTIKAN.

h.

Plasenta mungkin belum terlepas dan

terjadi inversi uteri.


Jika ibu menyatakan nyeri, atau jika uterus lembek/tidak
berkontraksi,

HENTIKAN.

Bahaya

terjadinya

perdarahan. Tunggu beberapa menit, kemudian periksa


lagi apakah plasenta sudah terlepas.
1) Keluarkan plasenta dengan gerakan ke bawah dan ke
atas sesuai dengan jalan lahir.
2) Ketika plasenta sudah berada didepan vulva,
tamping dengan kedua tangan, kemudian putarlah
searah jarum jam sampai selaput ketuban terpilin
seperti tambang, agar tidak mudah putus. Lahirlah
selaput ketuban dengan perlahan-lahan.
3) Mengeluarkan selaput ketuban sambil memilinnya.
4) Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase
(pijatan) pada uterus untuk merangsang kontraksi.
Periksa apakah uterus telah mengeras. Bila belum,
i.

teruskan usapan pada uterus.


Memeriksa plasenta dan selaput ketubannya
Kadang-kadang ada bagian plasenta atau selaput ketuban
yang tertinggal di dalam uterus, dan hal ini dapat
menyebabkan

perdarahan

atau

infeksi.

Untuk

memastikan bahwa plasenta lahir lengkap, maka plasenta


dan selaputnya harus diperiksa.

Waktu memeriksa

kelengkapan plasenta penolong harus memakai sarung


tangan.
j.

Hal yang perlu diperhatikan


Bila plasenta tidak keluar atau ada bagian yang hilang,
atau bila kontraksi uterus tidak baik, maka ibu harus
dirujuk

secepatnya

ke

rumah

sakit.

Sambil

mempersiapkan rujukan lakukan tindakan berikut ini:


1) Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong
2) Upayakan agar ibu dan bayi tetap hangat

61

3) Beri ibu cukup minum


4) Jelaskan kepada keluarga ibu tentang keadaan yang
dihadapi dan minta keluarga untuk ikut mengantar
ke rumah sakit
5) Bila ada perdarahan, peganglah uterus ibu dari luar
dengan kedua tangan
2.2.8.4 Penatalaksanaan Persalinan Kala IV
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang
kritis bagi ibu maupun bayi, karena keduanya baru saja
mengalami perubahan fisik yang luar biasa. Ibu melahirkan
bayi dari perutnya sedangkan bayi menyesuaikan diri dari
dalam perut ibu ke dunia luar. Untuk memastikan ibu dan
bayi dalam kondisi yang stabil, maka petugas/penolong
persalinan harus tinggal bersama ibu dan bayi dan mengambil
langkah yang tepat untuk melakukan stabilisasi.

Adapun

tindakan yang dilakukan pada kala IV adalah:


a. Perawatan Ibu
1) Periksa fundus uteri setiap 15 menit pada jam
pertama dan setiap 20-30 menit lama jam kedua.
Jika kontraksi uterus lemah, masase uterus sampai
menjadi keras.

Otot yang berkontraksi akan

menjepit pembuluh darah sehingga mengurangi


kehilangan darah dan mencegah perdarahan pasca
persalinan.
2) Periksa tekanan darah, nadi kandung kemih dan
perdarahan pervagina setiap 15 menit pada jam
pertama dan setiap 20 menit pada jam kedua.
3) Anjurkan ibu minum untuk mencegah dehidrasi,
tawarkan makanan dan minuman yang disukainya.
4) Bersihkan perenium, kenakan pakaian ibu yang
bersih dan kering.
5) Bantu ibu dalam posisi nyaman dan biarkan
beristirahat.

62

6) Tidurkan bayi bersama ibunya untuk meningkatkan


hubungan ibu dan bayi dan sebagai permulaan
menyusui bayinya. Menyusui juga membantu uterus
berkontraksi.
7) Bayi sangat siap segera setelah kelahiran dan sangat
tepat untuk memulai memberikan ASI.
8) Jika ibu ingi ke kamar mandi, ibu boleh bangun
tetapi harus diibantu karena keadaanya masih lemah
atau merasa pusing setelah persalinan. Pastikan ibu
telah berkemih dalam 3 jam pasca persalinan.
b. Penyuluhan
Ajari ibu dan keluarganya tentang: cara memeriksa
fundus dan menimbulkan kontraksi dan tanda-tanda
bahaya bagi ibu dan bayi baru lahir.
2.2.9 Partograf
2.2.9.1 Pengertian
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala
satu persalinan dan informasi untuk membuat keputusan
klinik.
2.2.9.2 Tujuan
Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
a. Mencatat hasil observasi

dan kemajuan persalinan

dengan menilai pembukaan serviks melalui periksa


dalam.
b. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara
normal, dengan demikian juga dapat mendeteksi secara
dini kemungkinan terjadinya partus lama.
c. Data lengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi
ibu, kondisi bayi, grafik kemajuan proses persalinan,
bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan
laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau
tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatat secara

63

rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi
baru lahir (Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan
Reproduksi, 2008: 57)
2.2.10 Laserasi Perineum
Laserasi adalah robekan pada perineum, vagina atau serviks yang
terjadi akibat regangan jaringan selama persalinan. Robekan spontan
perineum diklasifikasikan dengan derajat trauma yang berhubungan
dengan struktur anatomis yang terlibat.
2.2.10.1 Derajat Satu
Lokasi robekan: mukosa vagina, komisura posterior dan kulit
perineum. Tatalaksana: tidak perlu dijahit jika tidak ada
perdarahan dan posisi luka baik.
2.2.10.2 Derajat dua
Lokasi robekan: vagina, komisura posterior, kulit perineum
dan otot perineum.
Tatalaksana: jahit menggunakan teknik yang sesuai dengan
kondisi pasien.
2.2.10.3 Derajat tiga
Lokasi robekan: vagina, komisura posterior, kulit perineum,
otot perineum dan otot sfingter ani.
Tatalaksana: segera rujuk ke fasilitas rujukan
2.2.10.4 Derajat empat
Lokasi robekan: vagina, komisura posterior, kulit perineum,
otot perineum, otot sfingter ani dan dinding depan rektum.
Tatalaksana: segera rujuk ke fasilitas rujukan (Sulistyawati,
2010)
2.2.11 Penjahitan perineum
2.2.11.1 Tujuan
Tujuan penjahitan laserasi atau episiotomi adalah untuk
menyatukan

kembali

jaringan

tubuh

kehilangan darah yang tidak perlu.


2.2.11.2 Prinsip dasar penjahitan perineum
a. Ibu dalam posisi litotomi
b. Penggunaan cahaya yang cukup terang
c. Anatomi dapat dilihat dengan jelas
d. Tindakan cepat
e. Teknik yang steril
f. Bekerja hati-hati

dan

mencegah

64

g. Hati-hati jangan sampai kasa atau kapas tertinggal dalam


vagina
h. Penjelasan dan pendekatan yang peka terhadap perasaan
ibu selama tindakan..
i. Pentingnya tindak lanjut jangka panjang untuk menilai
teknik dan pemilihan bahan untuk penjahitan
2.2.11.3 Langkah-langkah penjahitan laserasi
a. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan steril
b. Pastikan peralatan dan bahan-bahan steril
c. Setelah memberikan anastesi lokal, nilai kedalaman luka
dan lapisan jaringan yang terluka, dekatkan tepi laserasi
untuk menentukan bagaimana cara penjahitan
d. Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung
laserasi dibagian dalam vagina, buat ikatan dan potong
pendek
e. Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit
kebawah kearah cincin himen.
f. Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum kedalam
mukosa vagina lalu ke bawah cincin himen sampai jarum
berada dibawah laserasi
g. Teruskan kearah bawah tetapi tetap pada luka hingga
jelujur mencapai bagian bawah laserasi
h. Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum keatas
dan teruskan penjahitan dengan menggunakan jahitan
i.

jelujur untuk menutup jaringan subkutiler


Tusukkan jarum dari robekan perineum kedalam vagina.

Jarum harus keluar dari belakang cincin himen.


j. Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina,
potong ujung benang dan sisakan sekitar 1,5 cm
k. Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk
memastikan tidak ada kasa atau peralatan yang tertinggal
di dalam.
l. Dengan lembut, masukkan jari paling kecil ke dalam
anus. Raba apakah ada jahitan pada rektum, jika ada
jahitan yang teraba, ulangi pemeriksaan rektum enam
minggu pasca salin

65

m. Cuci daerah genital secara lembut dengan sabun dan air


desinfektan tingkat tinggi, kemudian keringkan
n. Nasihati ibu untuk melakukan:
1) Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering
2) Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada
perineum
3) Cuci perineum ibu dengan sabun dan air bersih yang
mengalir tiga sampai empat kali sehari
4) Kembali dalam seminggu untuk memeriksakan
penyembuhan lukanya (Rohani , 2011)
2.2.12 Pencatatan Persalinan
Informasi mengenai persalinan dicatat dalam catatan persalinan,
misalnya dalam Register Kohort Ibu, Kartu Ibu dan partograf serta
surat keterangan lahir. Informasi minimal yang perlu dicatat adalah:
2.2.12.1

Kelahiran bayi: tanggal, waktu, jenis persalinan (spontan

2.2.12.2
2.2.12.3

atau dengan bantuan alat)


Perenium: utuh, episiotomi (jenis dan tingkatannya)
Lahirnya plasenta: tanggal dan waktu serta kelengkapan

2.2.12.4
2.2.12.5
2.2.12.6

plasenta
Obat yang diberikan: jenis, cara pemberian dan dosisnya.
Jumlah perdarahan: sedikit, sedang, banyak.
Bayi: beratnya, skor Apgar pada 1 dan 5 menit, posisi

2.2.12.7

(kepala, sungsang atau lainnya) tunggal atau kembar.


Komplikasi pada ibu dan bayi: misalnya perdarahan,
infeksi pada ibu, apakah bayi lahir mati, asfiksia dan lain-

lain.
2.2.12.8 Penolong dan tempat persalinan
(Saroha Pinem,2009: 121-149)

Anda mungkin juga menyukai