Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Disusun oleh:
Abqariyatuzzahra Munasib
NIM : 1112103000090
KATA PENGANTAR
8. Abah dan Ummi yang tercinta, Drs.A.Munasib Syihad,MA dan Dra.Nurul Aini
Hidayati serta adik kandung penulis Maziyatuzzahra, Zaiematuzzahra, dan
Nailatul Izzatizahra yang memberikan dukungan terus menerus, semangat yang
tak pernah hangus, dan lantunan doa yang tak pernah putus untuk penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini
9. Faruq Yufarriqu, Muhammad Reza Syahli, Sari Dewi, dan Nabila Syifa,
teman-teman seperjuangan dalam penelitian ini yang terus berjalan bersama,
menghabiskan waktu, tenaga, pikiran dan semangat bersama dalam
menyelesaikan penelitian ini.
10. Riza Mawaddatar, Eka Rahma, Annisafitria, Mulia Sari, Irwana Arif, Novia
Putri, Atina Nabila, Hapsari, Nisa, yang terus mengingatkan, menemani dan
memberikan semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini
11. Kakak Fella Zaki yang banyak memberikan saran dalam pengolahan data
penelitian ini, serta keluarga CSS MoRA, teman-teman PSPD 2012 dan
keluarga IKPI Jakarta atas waktu yang telah banyak dilalui selama masa
perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12. Seluruh pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik
langsung maupun tak langsung yang tentunya tidak dapat disebutkan satu
persatu
Penulis
vi
ABSTRAK
Abqariyatuzzahra Munasib. Program Studi Pendidikan Dokter. Peran
Rokok terhadap Laju Aliran Saliva.
Tujuan:Untuk mengetahui efek rokok terhadap laju aliran saliva. Metode:
penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional yang diikuti oleh 55
laki-laki perokok dan 31 laki-laki non-perokok. Seluruh subjek penelitian mengisi
formulir riwayat merokok, dan dilakukan pemeriksaan fisik gigi mulut oleh dokter
gigi serta dilakukan pengambilan saliva tidak terstimulasi. Pengukuran laju aliran
saliva menggunakan metode passive drool. Hasil: Laju aliran saliva pada perokok
tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan non-perokok (p=0,241), dengan
perbandingan nilai median perokok (0,24 ml/menit) lebih rendah dari pada nonperokok (0,3 ml/menit). Hasil pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut perokok
lebih buruk dibandingkan non-perokok dan berbeda bermakna secara statistik,
dilihat dari nilai CI (p=0,048) dan nilai OHIS (p=0,014). Simpulan: Pada
penelitian ini rokok mempengaruhi kesehatan gigi mulut namun tidak
mempengaruhi laju aliran saliva
Kata Kunci: Rokok, laju aliran saliva, kesehatan mulut
ABSTRACT
Abqariyatuzzahra Munasib. Medical Education Study Program. The Role of
Smoking on Salivary Flow Rate.
Obejective: to investigate the role of smoking on salivary flow rate. Methods:
This cross sectional study was carried out among 55 smokers and 31 nonsmokers. All participants filled out form of smoking history and completed
physical examination of mouth and teeth by the dentist and performed
unstimulated saliva collection. The salivary flow rate was measured by passive
drool method. Result: Salivary flow rate was not significantly different between
male smokers and non-smokers(p=0,241) but the median value of smokers(0,24
ml/min) were lower than non-smokers(0,3 ml/min). Based on the value of
CI(p=0,048) and OHIS(p=0,014), the physical examination of oral health of
smokers were significantly worse. Conclusion: In this study smoking altered oral
and dental health but did not altered salivary flow rate.
vii
DAFTAR ISI
viii
ix
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Lembar informed consent dan kuistioner responden ........................... 55
2. Riwayat penulis ..................................................................................... 65
xii
DAFTAR SINGKATAN
: Calculus Index
DI
: Debris Index
: Gingival Index
IMT
xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rokok merupakan suatu produk yang dikonsumsi dan dapat menjadi
masalah kesehatan pada masyarakat. Jumlah perokok di seluruh dunia
meningkat di setiap tahunnya seiring dengan peningkatan pertumbuhan
penduduk. Fenomena merokok di tempat umum kerap kali dijumpai di
Indonesia, menunjukkan bahwa kebiasaan tersebut seakan membudaya di
kalangan penduduk Indonesia dari berbagai kelompok usia, profesi, ataupun
jenis kelamin. GATS (Global Adult Tobacco Survey) pada tahun 2011
menyebutkan bahwa di Indonesia 67% penduduk laki-laki dan 2,7%
perempuan merupakan konsumen rokok, sedangkan berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013 didapatkan 64% laki-laki dan 2,1% perempuan
dengan usia lebih dari 15 tahun mengkonsumsi rokok.1,2,3
Rokok dapat mengandung kurang lebih 5000 molekul kimia yang sebagian
besarnya memiliki efek toksik dan memicu beberapa penyakit pada tubuh
manusia. Komponen yang terdapat dalam batang rokok antara lain adalah tar,
nikotin, propylene glycol, kadmium, nitrosamin, hydrogene cyanide, karbon
monoksida, nitrit oksida, ester, nitrofenol, dan yang lainnya. Beberapa zat
kimia tersebut bersifat pyrolisis, karsinogen, dan radikal bebas yang dapat
mempengaruhi keseimbangan fisiologis tubuh dan menimbulkan penyakit atau
kanker pada beberapa sistem tubuh seperti sistem respirasi, cardiovaskular
ataupun gastrointestinal yang dapat membawa kepada kematian. 4,5
Terpajannya rongga mulut oleh komponen-komponen rokok secara tidak
langsung dapat merubah keseimbangan dan kebersihan rongga mulut seperti
pada saliva yang berfungsi sebagai salah satu pertahanan di rongga mulut,
sehingga pada akhirnya akan berdampak pada penurunan kesehatan gigi dan
mulut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Akaji EA et al. di tahun
2010 pada 230 orang penghuni penjara di Nigeria menunjukkan kesehatan
rongga mulut perokok lebih buruk dari pada non-perokok.6
Saliva yang diproduksi oleh kelenjar parotis, submandibula dan
sublingualis mengandung 99,4% air dan 0,6% elektrolit dan protein.
1
Kandungan protein pada 0,6% saliva antara lain terdiri dari amilase, lisozim,
dan mukus. Bentuk saliva yang berupa cairan dan adanya kandungan mukus di
dalamnya menjadikan saliva sebagai pelicin mukosa, pencampur makanan
untuk mempermudah proses menelan serta pembersih sisa-sisa makanan,
benda asing ataupun sel-sel yang telah rusak dengan bantuan alirannya yang
cenderung konstan pada keadaan normal. Enzim lisozim yang terdapat pada
saliva membantu untuk membunuh bakteri yang masuk ke dalam rongga
mulut, sedangkan enzim amilase dapat mencerna karbohidrat dengan
menguraikannya menjadi partikel yang lebih kecil. Jadi, seluruh komponen
saliva dan laju aliran saliva memiliki pengaruh pada keseimbangan fungsi gigi
dan rongga mulut.7
Konsumsi rokok dalam kurun waktu yang lama dapat menurunkan laju
aliran saliva yang dibuktikan dalam penelitian Rad et al. di Iran pada tahun
2010 bahwa terdapat penurunan laju aliran saliva yang signifikan pada
perokok dibandingkan dengan non-perokok. Berbeda dengan beberapa yang
penelitian menyebutkan bahwa merokok tidak mempengaruhi laju aliran
saliva seperti laporan dari Pangestu et al., Khan et al., dan Hidayani et al. pada
penelitiannya, sehingga masih terdapat kontroversi mengenai pengaruh rokok
terhadap laju aliran saliva.8,9,10,11,12
Jumlah perokok yang semakin bertambah setiap tahunnya dengan
kandungan toksin yang tetap terdapat di dalam rokok tersebut dapat
menyebabkan penyakit-penyakit sistemik termasuk rongga mulut sebagai
paparan utama asap rokok, sedangkan masih terdapat perbedaan pendapat
mengenai pengaruh rokok terhadap laju aliran saliva yang berfungsi sebagai
salah satu sistem pertahanan rongga mulut. Oleh karena itu, penelitian ini
dilakukan untuk melihat ada tidaknya peran rokok terhadap laju aliran saliva
yang dapat mengganggu keseimbangan fungsi normal rongga mulut dan
menyebabkan penyakit-penyakit rongga mulut nantinya.
1.3 Hipotesis
Rokok dapat mempengaruhi laju aliran saliva
Tujuan Umum
Mengetahui peran rokok terhadap saliva
1.4.2
Tujuan Khusus
Mengetahui perbedaan laju aliran saliva pada laki-laki perokok dan
non-perokok
Bagi peneliti
-
1.5.2
Bagi masyarakat
-
1.5.3
Sumber
pengetahuan
selanjutnya
dengan ini.
dan
sebagai
referensi
bagi
peneliti
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
disatukan oleh suatu tautan yang biasa disebut dengan sel asinus serosa.
Sel ini utamanya menghasilkan protein terpolarisasi, protein-protein
lainnya dan enzim pencernaan seperti enzim ptialin. Sedangkan sel
mukosa lebih banyak menghasilkan mukus yang di dalamnya terkandung
musin glikoprotein hidrofilik yang dapat membantu membahasi atau
menjadi pelumas mukosa rongga mulut. Selanjutnya sel mioepitel
berfungsi untuk membatasi pelebaran bagian distal saat saliva memenuhi
lumen dan kontraksi sel mioepitel dapat mempercepat sekresi produk
kelenjar.13,14,15
2. Kelenjar Submandibularis
Berbeda dengan kelenjar parotis, kelenjar submandibularis
terdiri dari kombinasi sel asinar serosa dan sel mukosa sehingga
akan didapatkan kombinasi produksi dari kedua sel tersebut yaitu
enzim amilase dan musin yang mengandung glikoprotein. Kelenjar
ini terletak pada bagian bawah rongga mulut bagian medial dan
inferior
dari
mandibula.
Produksi
kelenjar
submandibularis
3. Kelenjar Sublingualis
Kelenjar sublingualis merupakan kelenjar yang terletak di
bawah dari lidah, yaitu di rongga mulut bagian bawah letaknya lebih
superrior dari kelenjar submandibularis. Sel-sel mukosa lebih
dominan pada kelenjar ini, sehingga hasil sekresi nya merupakan
musin dengan kandungan glikoprotein yang tinggi, fungsinya adalah
menjadi lubrikan dan melumasi rongga mulut. Duktus sublingualis
dan
pencernaan,
komponen-komponen
immunoglobulin
A,
lainnya
seperti
bakteriolisis
enzim-enzim
enzim
lisozim,
dapat
berfungsi
untuk
memecah karbohidrat
menjadi
10
11
12
saliva
oleh
kelenjar
parotis,
submandibularis,
13
perpindahan Na+ yang diikuti oleh air menuju lumen. Produk sekresi
saliva primer yang dihasilkan oleh sel asinar pada awalnya bersifat
hipotonis yang hampir sama dengan plasma. Selanjutnya sel-sel duktus
yang dilewati
saliva
akan
mereabsorbsi
Na +
dan
Cl-
serta
Gambar 2.5. Sekresi air dan protein pada sel asinar kelenjar saliva
Sumber: Ekstrom J, 201
14
mengaktivasi
reseptor
gustatorius
sehingga
akan
Bau
masakan
yang
diterima
oleh
reseptor
olfaktorius
2) Jalur saraf
-
Faktor-faktor
yang
mengaktivasi
saraf
simpatis
ataupun
15
3) Kelenjar
-
16
sampel
dengan
metode
saliva
terstimulasi
mulut
dapat
mempengaruhi
aliran
saliva,
sehingga
saliva
metode
ini
tidak
akurat,
sehingga
dalam
17
saliva
menggunakan
metode
suction
2.1.2. Rokok
2.1.2.1. Pengertian Rokok
Pemerintah Republik Indonesia dalam Peraturan pemerintah RI No
109 tahun 2012 mendefinisikan rokok sebagai salah satu produk tembakau
yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap, dan atau dihirup asapnya yang
dihasilkan dari tanaman Nicotina tabacum, Nicotina rustica, dan spesies
lainnya atau sintesisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dan
atau dengan bahan tambahan. Sedangkan menurut Kamus Besar bahasa
Indonesia, rokok dapat diartikan sebagai gulungan kertas kira-kira sebesar
kelingking yang dibungkus daun nipah atau kertas. Selain itu, Rokok juga
dimasukkan ke dalam golongan zat adiktif yang telah ditetapkan dalam
18
kimia
dalam
rokok,
69
komponennya
merupakan
karsinogenik.37,38,39
Asap rokok yang terbentuk terdiri dari dua jenis yaitu mainstream
smoke (asap rokok yang dihirup perokok) dan sidestream smoke (asap
rokok yang tidak dihirup perokok). Perbedaan pada mainstream ataupun
sidestream yang paling utama adalah terletak pada suhu, pH, komponen
19
20
21
b.
rokok
lama nya merokok dan jumlah rata-rata batang rokok yang dikonsumsi
setiap harinya. Pengelompokan perokok Indeks Brinkman dilakukan
dengan cara mengalikan jumlah rata-rata batang rokok yang dikonsumsi
setiap harinya qdengan riwayat lamanya merokok dalam tahun, sehingga
dapat dikategorikan menjadi berikut:41
22
tahap
ini
seseorang
tersebut
mulai
mencoba
untuk
23
kebersihan
gigi
dan
mulut
sedang,
sedangkan
nilai
3,1-6,0
43,44
0 : gingiva normal.
24
Selain dari debris index, calculus index, gingival index, dan OHIS,
status kesehatan gigi dan mulut dapat juga dinilai dengan menggunakan
skor DMFT (decayed, missing, and filled teeth) yaitu menilai banyaknya
gigi yang berlubang, gigi yang hilang dan gigi yang telah ditambal. Oleh
karena itu, penilaian menggunakan OHIS skor lebih baik digunakan untuk
melihat tingkat kebersihan gigi mulut dan penilaian awal status kesehatan
gigi dan mulut.44,45
25
Periapical abses, dan yang lainnya. Senyawa kimia rokok akan merusak
jaringan lunak mukosa rongga mulut, sehingga pada perokok lebih banyak
ditemukan penyakit-penyakit rongga mulut. Pada beberapa penelitian juga
menunjukkan bahwa efek rokok dapat menurunkan komponen-komponen
dalam saliva yang dapat berpengaruh pada keberadaan spesies candida,
yang artinya merokok memiliki peranan penting dalam peningkatan
spesies Candida yang dapat menyebabkan candidiasis oral dengan
manifestasi klinis berupa eritema, plak, angular selitis, dan sariawan.
Walaupun efek rokok pada candidiasis masih dalam kontroversi, namun
83% dari penderita candidiasis merupakan perokok berat.6,8,45
Perubahan pada mukosa rongga mulut merupakan iritasi akibat
efek dari toksik yang ditimbulkan rokok paling sering terjadi pada mukosa
buccal disusul dasar rongga mulut. Perubahan atau lesi yang terjadi pada
rongga mulut dapat menjadi lesi awal dan dapat berkembang menjadi
keganasan rongga mulut.46
26
sehingga refleks stimulasi sekresi saliva juga akan menurun dan akan
berdampak pada penurunan laju sekresi saliva.8,9
Senyawa aldehid yang terdapat dalam rokok ataupun asap rokok
dapat langsung merusak sel, dan juga dapat mempengaruhi pH pada saliva.
Komponen rokok yang bersifat asam dapat merusak system buffer
bikarbonat dan menyebabkan kehilangan bikarbonat yang cukup banyak
sehingga akan didapatkan derajat keasaman pada cairan saliva yang
meningkat.8
Rokok yang mengandung radikal bebas juga dapat merusak
protein-protein yang terdapat pada permukaan sel. Kolte et al. juga
melaporkan bahwa kadar protein total, magnesium, dan fosfor saliva yang
menurun pada perokok yang menderita periodontis atapun yang tidak
menderita periodontis, jika dibandingkan dengan non-perokok. Namun,
berbeda dengan laporan dari Laine et al. yang menyebutkan bahwa
terdapat peningkatan protein total, sodium dan potasium akibat konsumsi
rokok. Efek dari konsumsi rokok yang dapat menyebabkan kerusakan selsel pada beberapa organ dalam rongga mulut dapat mempengaruhi
komponen-komponen yang terkandung di dalam saliva seperti enzim
amilase, laktat dehidrogenase, dan asam fosfatase pada penelitian yang
dilakukan oleh Negler et al.48,49,50
27
Variabel bebas
Variabel terikat
Variabel perancu
28
29
No
Variabel
Definisi
Pengukur
Peneliti
Alat
Cara Ukur
Skala
Pengukur
Ukur
an
Laju
Kecepatan
Tabung
Melihat
aliran
produksi saliva
ukur
jumlah
saliva
yang tidak
saliva yang
terstimulasi
dihasilkan
dalam ml di
dalam lima
setiap menitnya
menit,
Numerik
kemudian
dihitung
kecepatanny
a dalam
ml/menit
2
Status
Dikatakan
merokok
Peneliti
Form
Melakukan
perokok jika
identitas
wawancara
saat
dan
dan
pengambilan
riwayat
pengisian
sampel telah
merokok
form data
menjadi perokok
subjek
penelitian
kriteria inklusi
dan disebut nonperokok jika
saat
pengambilan
sampel tidak
merokok dan
masuk kriteria
inklusi
Kategorik
30
Dokter
Indeks
Pemeriksaa
l Higiene
menunjukkan
gigi
OHIS
n gigi dan
Index
status kebersihat
pembimbi
Simplified
mulut
ng
DI(Debris
Nilai yang
Dokter
Indeks
Pemeriksaa
Index)
menunjukkan
gigi
DI
n gigi dan
ketebalan debris
pembimbi
pada permukaan
ng
Numerik
mulut
)
4
Numerik
mulut
gigi
5
CI(Calcul
Nilai yang
Dokter
Indeks
Pemeriksaa
us Index)
menunjukkan
gigi
CI
n gigi dan
kalkulus pada
pembimbi
gigi
ng
GI(Gingiv
Nilai yang
Dokter
Indeks
Pemeriksaa
al Index)
menunjukkan
gigi
GI
n gigi dan
gingivitis yaitu
pembimbi
penilaian warna,
ng
Numerik
mulut
Numerik
mulut
konsistensi dan
kecendrungan
gusi berdarah
7
IMT(Inde
Berat badan(kg)
ks Masa
Tubuh)
Peneliti
Penguku
Pengukuran
dibagi tinggi
r berat
berat dan
badan(m)
badan
tinggi badan
kuadrat yang
dan
menggambarkan
tinggi
status gizi
badan
Mulut
Form
Melakukan
kering
identitas
wawancara
dirasakan di
dan
dan
rongga mulut
riwayat
pengisisan
Numerik
Kategorik
31
form
Form
Melakukan
Indeks
Perkalian lama
Brinkman
paparan rokok
identitas
wawancara
dengan jumlah
dan
dan
batang rokok
riwayat
pengisisan
yang
dikonsumsi per
harinya
Peneliti
merokok
Numerik
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
32
33
rumus
besar
sampel
penelitian
analitik
tidak
Keterangan:
Z = kesalahan tipe I sebesar 10% = 1,282
Z = kesalahan tipe II sebesar 20% = 0,842
(X1 X2) = selisih minimal yang dianggap bermakna = 0,05
S = Sg = standar deviasi, diperoleh dengan rumus:
= 0,239
34
35
36
Variabel bebas pada penelitian ini adalah kebiasaan merokok dan tidak
merokok
Variabel perancu pada penelitian ini antara lain: paparan rokok pada
perokok pasif, dan aktivitas subjek penelitian yang berbeda beda
37
laju aliran saliva pada perokok dan non perokok. Sedangkan untuk melihat
hubungan empat kelompok Indeks Brinkman dengan laju aliran saliva
digunakan uji one way ANOVA apabila distribusi normal dan uji KruskalWallis pada distribusi yang tidak normal.
Pengolahan data
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perokok
Jumlah (55)
Presentase
Usia
15-24
25-35
36-45
46-55
Rerata SD
0
7
27
21
IMT
BB kurang (<18,5)
Normal (18,5-22,9)
BB berlebih (>22,9)
Rerata SD
13
12
30
0
12,7
49,1
38,2
Non Perokok
Jumlah (31)
Presentase
3
10
8
10
43,5 0,78
p
value
9,7
32,3
25,8
32,3
0,008*
9,7
19,4
70,9
0,569
37,4 1,77
23,63
21,81
54,56
25,2 7,83
3
6
22
24,4 3,65
Riwayat Penyakit
Tidak ada
TBC
Hipertensi
Lainnya
51
2
1
1
92,7
3,6
1,8
1,8
26
1
4
0
83,9
3,2
12,9
0
Keluhan Mulut
Kering
Ada
Tidak ada
18
37
32,7
67,3
3
28
9,7
90,3
0,996
0,017*
*p value signifikan
39
pada kelompok usia 46-55 tahun yaitu sebanyak 34,4% dari 32 subjek non
perokok. Dilihat dari hasil IMT yang diukur saat penelitian, didapatkan
rata-rata IMT pada kelompok perokok adalah 25,2 dan non perokok adalah
24,4 yang keduanya termasuk dalam kategori berat badan berlebih.
Berdasarkan riwayat penyakit 92,7% subjek perokok dan 81,3% subjek
non perokok memiliki kesehatan yang baik dan tidak menderita penyakit
tertentu, walaupun terdapat subjek yang menderita penyakit-penyakit
tertentu seperti Tuberkulosis, Hipertensi dan yang lainnya. Kelompok
perokok sebanyak 32,7% lebih sering mengalami keluhan mulut kering
jika dibandingkan dengan non-perokok yang hanya 9,7% dari seluruh
subjek non-perokok.
Perokok (n=55)
Jumlah (n)
Persentase
37
17
69,1
30,9
11
29
9
6
20
52,7
16,4
10,9
Lama Merokok
<10 tahun
10-30 tahun
>30 tahun
Rerata SD
8
36
11
*Median (Minimum-maximum)
12(2-40) *
14,5
65,5
20
21,8 1,42
21
21
13
38,2
38,2
23,6
40
Perokok
n = 55
1,00 (0,33-1,67)*
1,67 (0,83-2,83)*
1,17 (0,33-2,33)*
2,64 0,65
Non Perokok
n = 31
0,83 (0,17-1,5)*
1,67 (0,33-2,33)*
1,17 (0,17-2,17)*
2,26 0,80
p value
0,083
0,048**
0,960
0,014**
*Median (minimum-maximum)
**p value signifikan
Dari hasil pemeriksaan debris index, calculus index, gingival index,
dan OHIS pada tabel 4.3 yang dapat menilai status kebersihan gigi dan
mulut didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara subjek
perokok dan non-perokok hanya pada nilai calculus index (U=634,000 Z=1,980 p=0,048 r=-0,023) dan OHIS (T-test independent p=0,014) yang
mengartikan bahwa status kebersihan gigi dan mulut pada perokok lebih
rendah dari pada non-perokok dilihat dari calculus index dan OHIS,
41
sedangkan pada hasil penelitian debris index, dan gingival index tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara subjek perokok dan nonperokok.
4.2. Pembahasan
Pada penelitian yang terdiri dari 55 subjek penelitian perokok dan 32
subjek non-perokok ini, dapat dilihat karakteristik masing-masing subjek
penelitian. Kelompok subjek perokok rata-rata berusia 43,5 tahun dan
kelompok terbanyak terdapat pada usia antara 36-45 tahun (49,1%), tidak
jauh berbeda dengan data Riskesdas 2013 yang menunjukkan bahwa perokok
penduduk Indonesia terbanyak berasal dari kelompok usia 30-34 tahun
(33,4%) dan usia 35-39 tahun (32,2%). Perbedaan ini dapat terjadi oleh
karena perbedaan pengklasifikasian umur yang digunakan. Sedangkan pada
kelompok usia non-perokok rata-rata usia yang dimiliki subjek adalah 37,4
tahun. Sehingga didapatkan bahwa usia pada subjek memiliki perbedaan
bermakna pada kelompok perokok dengan non-perokok (T-test Independent
p=0,186), rata-rata usia subjek non-perokok lebih rendah dari pada perokok.2
Karakteristik IMT subjek penelitian masing-masing 25,2 pada perokok
dan 24,4 pada non-perokok yang keduanya berarti memiliki berat badan
diatas nomal, sehingga pada kedua kelompok tidak terdapat perbedaan IMT
yang bermakna. Pengaruh IMT pada laju aliran saliva pada penelitian ini
dapat dikendalikan dengan membuat rerata IMT yang tidak berbeda pada
kedua kelompok.17
42
43
juga menyebutkan bahwa efek dari rokok tidak mempengaruhi saliva pada
laju aliran salivanya. Hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna antara laju aliran saliva perokok dan non perokok
(Mann-Whitney p=0,241), dengan perbandingan nilai median laju aliran
saliva perokok (0,24 ml/menit) lebih rendah dari pada non-perokok (0,3
ml/menit). Riwayat keluhan mulut kering pada subjek perokok lebih sering
didapatkan dari pada subjek non perokok (Chi square p=0,017), namun tidak
diikuti dengan penurunan laju aliran saliva. Kemungkinan keluhan mulut
kering yang dapat terjadi pada subjek perokok merupakan keluhan subjektif
masing-masing individu, dibuktikan dengan tidak terdapat perbedaan laju
aliran saliva yang bermakna pada kelompok dengan keluhan mulut kering dan
kelompok yang tidak memiliki keluhan mulut kering.
Hasil penelitian saat ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Palomares et al. di Spanyol dan Khan et al. di Pakistan bahwa tidak terdapat
perbedaan laju aliran saliva yang bermakna pada perokok dan non perokok.
Penelitian serupa yang dilakukan di Indonesia oleh Pangestu et al.
melaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan penurunan laju aliran saliva yang
bermakna di kelompok perokok (0,318 ml/menit) dibandingkan non-perokok
(0,333 ml/menit). Penurunan volume dan pH hanya terjadi pada kelompok
perokok usia lanjut lebih dari 60 tahun dibandingkan dengan perokok usia
kurang dari 60 tahun yang dibuktikan oleh Hidayani et al. dalam
penelitiannya. Hasil penelitian yang telah dilaporkan tersebut menunjukkan
bahwa efek rokok tidak mempengaruhi produksi saliva pada kuantitas saliva
dan laju aliran saliva, karena laju aliran saliva tidak hanya ditentukan oleh
stimulus pada reseptor-reseptor rongga mulut yang diasumsikan mengalami
kerusakan akibat rokok. Laju aliran saliva juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor eksternal maupun internal, baik dari penghantaran impuls oleh saraf
atau fungsi dari sel kelenjar itu sendiri.10,11,12,47,48
Hasil berbeda ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Rad et
al. di Iran dan Singh et al. di India yang menyebutkan bahwa toksin-toksin
rokok juga dapat mempengaruhi produksi saliva, pada laju aliran saliva dan
pH. Penelitian yang dilakukan oleh Kanwar et al. di India menyebutkan
44
bahwa terdapat penurunan signifikan laju aliran saliva pada pria perokok
(0,35 ml/menit), pria pengunyah tembakau (0,26 ml/menit) dibandingkan non
perokok (0,45 ml/menit).8,9,49
Penelitian
mempengaruhi
kemungkinan
ini
memang
produksi
bahwa
saliva
rokok
menunjukkan
pada
dapat
bahwa
kuantitasnya,
mempengaruhi
rokok
namun
kualitas
tidak
terdapat
saliva.
Kemungkinan efek rokok yang mempengaruhi kualitas saliva ini dapat dilihat
dari efek rokok yang menyebabkan rendahnya status kebersihan gigi dan
mulut perokok, sedangkan saliva merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi status kebersihan gigi dan mulut. Laporan penelitian yang
dilakukan oleh Syifa, Nasution, dan Syahli dengan responden yang sama
menyatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada derajat keasaman
(pH), protein total dan kalsium saliva kelompok perokok dibandingkan nonperokok, yang menunjukkan bahwa konsumsi rokok dapat mempengaruhi
kualitas saliva.54,55,56
1.3.Aspek Keislaman
Efek rokok yang dapat menyebabkan penyakit-penyakit dalam tubuh
dan dapat berujung pada kematian membuktikan bahwa sudah sepatutnya
untuk menghindari konsumsi rokok dengan kandungan bahan-bahan kimia
yang berbahaya di dalamnya. Pedoman agama islam Al-quran dan hadits
juga
memaparkan
dengan
cukup
jelas
mengenai
larangan
untuk
mencelakakan diri sendiri maupun orang lain, sebagaimana Allah SWT telah
berfirman dalam surat Al-baqarah ayat 195:
Artinya: Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri pada kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik (Q.S. Albaqarah: 195)
45
1.4.Keterbatasan Penelitian
Ketelitian yang kurang pada pengukuran laju aliran saliva
menggunakan tabung ukur dengan ketelitian 0,5 ml karena melihat nilai laju
aliran saliva yang kecil.
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi rokok tidak
berpengaruh terhadap laju aliran saliva (U=982,500 Z=1,172 p=0,241),
walaupun didapatkan nilai median laju aliran saliva perokok (0,24 ml/menit)
lebih rendah dibandingkan non-perokok (0,30 ml/menit).
6.2. Saran
a. Pengukuran laju aliran saliva sebaiknya menggunakan tabung pengukur
yang memiliki ketelitian kurang dari 0,05 ml.
b. Pada penelitian ini konsumsi rokok tidak mempengaruhi jumlah produksi
saliva, namun perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat efek rokok
pada komponen-komponen yang terkandung di dalam saliva.
46
DAFTAR PUSTAKA
from
http://www.healthdata.org/sites/default/files/files/research_articles/2014/JAM
A_Smoking_prevalence_and_cigarette_consumption_in_187_countries_1980
-2012.pdf
2. WHO. Global Adult Tobacco Survey: Indonesia Report 2011. Jakarta: World
Health Organization; 2012.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan. Riset Dasar
Kesehatan Tahun 2013. Jakarta: Kesehatan Kementerian Republik Indonesia;
2013.
4. Rodgman A. Pyrolisis. In: Rodgman A, Perfetti TA, editor. The Chemical
Components of Tobacco and Tobacco Smoke 2nd Edition. London: CRC
Press; 2013. p. 1303-1327
5. Sumartono W, Strait AM, Holy M, Thabrany H. Smoking and SocioDemographic Determinant of Cardiovacular Disease among Males 45+ Years
in Indonesia. Int J Environ Res Public Health[internet]. 2011 August[cited
2015
August
27];
8(2):
528-539.
Available
from
http://doi.org/10.3390/ijerph8020528
6. Akaji EA, Folaranmi N. Tobacco Use and Oral Health of Inmates in a
Nigerian Prison. NJCP[internet]. 2013 August[cited 2015 August 27]; 16(4):
473-477.
Available
from
http://www.njcponline.com/temp/NigerJClinPract1644733379107_005619.pdf
7. Sherwood L. Sistem Pencernaan. In:Sherwood L, editor. Fisiologi Manusia
dari Sel ke Sistem Ed 7. Jakarta: EGC; 2012. p. 589-591
8. Rad M, Kakoie S, Brojeni FN, Pourdamghan N. Effect of Long-term
Smoking on Whole-mouth Salivary Flow Rate and Oral Health. JODD. 2010.
4(4): 110-114
47
48
1-11.
Available
from
http://www.unc.edu/courses/2008ss2/obio/720/001/2008_Readings/070308_s
aliva_review.pdf
18. Ekstrom J, Khosravani N, Castagnola M, Messana I. Saliva and Control Its
Secretion. In: Reiser MF, Hricak H, Knauth M, Ekberg O. Dysphagia
Diagnosis and Treatment Medical Radiology Diagnostic Imaging. New York:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2012. p. 19-47
49
3-18.
Available
from
http://www.researchgate.net/publication/6642654_Regulation_of_salivary_gl
and_function_by_autonomic_nerves._Auton_Neurosci
21. Rhoades RA. Gastrointestinal Physiology: Neurogastroenterology and
Motility. In: Rhoades RA, Bell DR, editors. Medical Physiology: Principles
for Clinical Medicine Ed 4th. Philadelphia: Lippincott William and Wilkins;
2013. p. 471-491
22. Costanzo LS. Fisiologi Gastrointestinal. In: Costanzo LS, Hartono A, editor.
Essential Fisiologi Kedokteran Ed 5. Jakarta: Binarupa Aksara; 2012. p. 309340
23. Indriana T. Perbedaan Laju Aliran Saliva dan pH karena Pengaruh Stimulus
Kimiawi dan Mekanis. J Kedokt Meditek. 2011 August; 17(44): 1-5
24. Smith PM. Mechanisms of Salivary Secretion. In: Edgar M, Dawes C,
OMullane D. Saliva and Oral Health 3rd Ed. London: British Dental Journal;
2004. p. 1-16
25. Catalan MA, Nakamoto T, Melvin JE. The salivary Gland Fluid secretion
Mechanism. The Journal of Medicine Investigation; 2009 Dec[cited 2015
August
28];
56:
192-196.
Available
from
https://www.jstage.jst.go.jp/article/jmi/56/Supplement/56_Supplement_192/_
article
26. Scully C, Georgakopoulou EA. Oral Involvement. In:Casals MR, Stone JH,
Moutsopoulus HM, editors. Sjogrens Syndrome Diagnosis and Therapeutics.
New York: Springer; 2012. p. 85-103
27. Bradley PJ. Saliva, Salivation and Functional Testing. In: Anniko M,
Sprekelsen
MB,
Bonkowsky
V,
Bradley
PJ,
Lurato
S,
editors.
50
August
28].
Available
from
http://www.zendium.dk/Files/zendium.dk/material/publikationer/saliva.pdf
29. Kurniawan A, Wimardhani YS, Rahmayanti F. Oral Health and Salivary
Profiles of Geriatric Output Patients in Cipto Mangunkusumo General
Hospital. Ina J Dent Res. 2010 Sept[2015 August 28]; 17(2); 53-57. Available
from
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=202096&val=6661&title
=Oral%20Health%20and%20Salivary%20Profiles%20of%20Geriatric%20O
utpatients%20in%20Cipto%20Mangunkusumo%20General%20Hosp%20ital
30. Surjadi N, Amtha R. Radiotherapy Reduced Salivary Flow Rate and Might
Induced C.albicans Infection. Ina J Dent Res. 2012; 19(1); 14-19
31. Pratama MABP. Perbedaan Sekresi Saliva Sebelum dan Sesudah Berkumur
Menggunakan Baking Soda pada Penderita Diabetes Melitus. Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar; 2014
32. Fox PC, Ship JA. Salivary Gland Disease. In: Greenberg, Glick, Ship, editors.
Burkets Oral Medicine 11st Ed. India: BC Decker Inc; 2008. p. 191-222
33. Carthy DM. Biological Measurement in Intervention Research. In: Melnyk
BM, Dianne M, Beedy, editors. Intervention research:designing, conducting,
analyzing, funding. USA: Springer publishing Company; 2012. p. 135-142
34. Vissink A, Wolff A, Veerman ECI. Saliva Collectors. In: Wong DT. Salivary
Diagnostics. USA: Wiley-Blackwell; 2008. p. 37-59
35. Sugono D. Rokok. In: Sugono D.. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa Ed 4. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Pusat Bahasa
Indonesia; 2008
36. Depkes RI. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.109 Tahun 2012
Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk
Tembakau Bagi Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2012 [cited
2015
August
29].
Available
from
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/47_PP%20Nomor%20109%20Tahu
n%202012.pdf
51
Available
from
http://www.pmiscience.com/library/assesment-
cigarette-smoking-epidemiologic-studies
40. Tolonen H, Wolf H, Jakovljevic D, Kuulasmaa K. Smoking:Review of
Survey for Risk Factor Major Chronic Disease. National Public Health
Institute[internet].
2002[cited
2015
Sept
1].
Avilable
from
http://www.thl.fi/publications/ehrm/product1/title.htm
41. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit Paru Obstruktif kronik
(PPOK): Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia [Internet].
Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003[Cited 2015 Sept 9].
Available from: http://klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf
42. Leffondre K, Abrahamowicz M, Siemiatycki J, Rachet B. Modeling Smoking
History: A Comparison of Different Approaches. Am J Epidemiol. 2002
June[cited
2015
Sept
1].
156(9);
813-823.
Available
from
http://aje.oxfordjournals.org/content/156/9/813.full.pdf
43. Reddy S. Epidemiology of Gingival and Periodontal Disease. In: Reddy S,
editor. Essentials of Clinical Periodontology and Periodontics 2nd Edition.
New Delhi: Jaypee; 2008. p. 41-58
44. Notohartojo IT, Halim FXS. Gambaran Kebersihan Mulut dan Gingivitis
pada Murid Sekolah Dasar di Puskesmas Sepatan, Kabupaten Tangerang.
Media Litbang Kesehatan; 2010
52
45. Bloom B. Adams PF. Cohen RA. Simile C. Smoking and Oral Health in
Dentate Adults Aged 18-64. NCHS Data Brief. 2012 Feb[cited 2015 1 Sept
2015]. 2012(18);1-8
46. Aljabab MA, Aljbab AA, Patil SR. Evaluation of Oral Change Among
Tobacco Users of Aljouf Province, Saudi Arabia. J Clin Diagn Res[internet].
2015 May[cited 2015 August 28]; 9(5); ZC58-ZC61. Available from
http://jcdr.net/article_fulltext.asp?issn=0973709x&year=2015&volume=9&issue=5&page=ZC058&issn=0973709x&id=5950
47. Khan GJ, Mahmood R, Ul-Haq I. Salahudin. Secretion of Total
Solids(Solutes) in the Saliva of Long Term Tobacco Users. J Ayub Med Coll
Abbottabad[internet]. 2008[cited 2015 Sept 3]. 20(1); 20-22. Available from
http://www.ayubmed.edu.pk/JAMC/PAST/20-1/Jilani.pdf
48. Palomares CF,
from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3498702/#_ffnsectitle
51. Loo JA, Yan W, Ramachandran P, Wong DT. Comparative Human Salivary
and Plame Proteomes. J Dent Res[internet]. 2010 Oct[cited 2015 Sept 3].
89(10);
1016-1023.
Available
from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3144065/#_ffn_sectitle
52. Avsar A, Darka O, Bodrumlu EH, Bek Y. Evaluation of the Relationship
Between Passive Smoking and Salivary Electrolytes, Protein, Secretory IgA,
53
Sialic Acid and Amylase in Young Children. J Arch Oral Bio[internet]. 2009
Feb[cited
2015
Sept
3].
54(5);
457-63.
Available
from
http://www.aobjournal.com/article/S0003-9969(09)00034-X/fulltext
53. Khan GJ, Ishaq M. Salivary Flow Rates in Paan
Tobacco-Betel-Lime
LAMPIRAN
Lampiran 1
54
55
(Lanjutan)
56
(Lanjutan)
57
(Lanjutan)
58
(Lanjutan)
59
(Lanjutan)
60
(Lanjutan)
61
(Lanjutan)
62
(Lanjutan)
63
(Lanjutan)
64
Lampiran 2
Riwayat Penulis
Identitas :
Nama
: Abqariyatuzzahra Munasib
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: abqariyah.azzahra12@mhs.uinjkt.ac.id
Riwayat Pendidikan :
2000 2006
: SD Muhammadiyah 02 Bangil-Pasuruan
2006 2009
2009 2010
: SMAN 01 Pasuruan
2010 2012
: MA Al-Ishlah Sendangagung-Lamongan
2012- sekarang