Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kasus bibir sumbing dan celah langit-langit merupakan cacat bawaan yang masih menjadi
masalah di tengah masyarakat. Di lakukan penelitian pada 126 penderita yang di lakukan
operasi secara gratis pada bayi, anak maupun dewasa.
Pada dasarnya kelainan bawaan dapat terjadi pada mulut, yang biasa di sebut labio palato
schisis. Kelainan di duga terjadi akibat infeksi virus yang di derita ibu pada kehamilan trimester
1. jika hanya terjadi sumbing pada bibir, bayi tidak akan banyak mengalami gangguan karena
masih dapat diberi minum dengan dot biasa. Bayi dapat mengisap dot dengan baik asal dotnya
diletakan di bagian bibir yang tidak sumbing.
Kelaianan bibir ini dapat segera di perbaiki dengan pembedahan. Bila sumbing mencakup
pula palatum mole / palatum durum, bayi akan mengalami kesukaran minum, walau[pun bayi
dapat mengisap namun bahaya tersedak mengancam. Bayi dengan kelainan bawaan ini akan
mengalami gangguan pertumbuhan karena sering menderita infeksi saluran pernapasan akibat
aspirasi. Keadan umur yang kurang baik juga akan menunda tindakan untuk memperbaiki
kelainan tersebut.
B.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa/i dapat mengetahui dan memahami tentang labiopalatoskizis serta
dapat memberikan pelayanan keperawatan dengan baik dan benar melalui pendekatan
proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa/i mampu:
- Memahami dan menjelaskan definisi labiopalatoskizis
- Mampu menyebutkan etiologi labiopalatoskizis
- Mampu menyebutkan manifestasi klinik labiopalatoskizis
- Mampu menyebutkan klasifikasi labiopalatoskizis
- Memahami dan menjelaskan patway labiopalatoskizis
- Mampu menyebutkan komplikasi dari labiopalatoskizis
- Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan medis labiopalatoskizis
- Mampu menyebutkan pencegahan dari labiopalatoskizis.
A.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A.

DEFINISI
1

Labiopalatoschisis merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau dumbing atau
pembentukan yang kurang sempurna semasa perkembangan embrional dimana bibir atas bagian
kanan dan kiri tidak tumbuh bersatu (Vivian Nanay LD, 2010).
Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana terdapatnya
celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung.
Labiopalatoschisis atau bibir sumbing langitan adalah cacat bawaan berupa celah pada
bibir atas, gusi, rahang, dan langit-langit. (Fitri purwanto,2001)
Labiopalatoschisis merupakan suatu kelaianan yang dapat terjadi pada daerah mulut palato
shciziz (sumbing palatum) labio shcizis (sumbing pada bibir) yang terjadi akibat gagalnya
perkembangan embrio. (Hidayat,2005)
B.
ETIOLOGI
Penyebab utama bibir sumbing karena:
1. Kekurangan seng.
2. Menikah/kawin dengan saudara/kerabat.
3. Kekurangan gizi lainya seperti kekurangan vit B6 dan B complek.
4. Infeksi pada janin pada usia kehamilan muda, contohnya: seperti infeksi Rubella dan
Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia.
5. Salah minum obat obatan/jamu juga bisa menyebabkan bibir sumbing, contohnya:
korison, anti konsulfan, klorsiklizin.
C.
MANIFESTASI KLINIK
Gejala utama:
pembukaan terlihat di bibir atau langit-langit.
Tanda dan Gejala:
1. Beberapa bayi dengan bibir sumbing atau celah pada langit-langit mengalami masalah
pada saat makan.
2. Masalah bicara
3. Gigi, termasuk gigi yang hilang, terutama ketika bibir sumbing meluas ke daerah gusi
bagian atas
4. Infeksi berulang telinga tengah
5. Masalah pendengaran
6. Gassiness dan regurgitasi yang berlebihan dari hidung.
D. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi menurut struktur struktur yang terkena menjadi:
a. Palatum primer : meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum
dibelahan foramen incivisium
b. Palatum sekunder : meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap foramen.
Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan
palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral.
Kadangkadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosa nya
utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
2. Klasifikasi menurut organ yang terlibat:
a. Celah bibir (labioskizis)
b. Celah di gusi (gnatoskizis)
c. Celah dilangit (Palatoskizis)
d. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan langit langit
(labiopalatoskizis).
3. Klasifikasi menurut lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk

Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat,
beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah:
1. Unilateral iincomplete : Jika celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan tidak
memanjang ke hidung
2. Unilateral complete : Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung
3. Bilateral complete : Jika celah sumbing terjadi dikedua sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung.

(A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir unilateral (C) Celah bibir bilateral
dengan celah langit-langit dan tulang alveolar, (D) Celah langit-langit. (Stoll et al. BMC Medical
genetics. 2004, 154.)

E.

PATWAY

Insufisiensi zat
Untuk tumbuh kembang

toksikosis selama
kehamilan

infeksi

genetik

Kegagalan fungsi palatum


Pada garis tengah

refleks mengisap Asi, yang


terganggu akibat adanya
patologis, pucat, turgor kulit
jelek, kulit kering, perut
kembung, BB menurun.

Perubahan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh

kegagalan fungsi palatum


dengan septum nasi

bayi rewel,
adanya sumbing adanya disfungsi adanya
menangis,
pada bibir dan
tuba eustachi
gangguan
tidak dapat
palatum
yang dapat me- pertumbuhan
beristirahat
ngakibatkan ter- anatomi naso
Dengan tenang,
jadinya otitis
faring, adanya
dan nyaman,
media serta
garis jahitan
sulit mengisap
gangguan
pada daerah
dan menelan Asi
resti
pendengaran,
mulut.
trauma
adanya sifat
sisi pembedahan kurang meresti trauma sisi
nerima,sensitif,
pembedahan
adanya sumbing gangguan rasa
pada bibir dan
nyaman nyeri
palatum.

Resti perubahan
Menjadi orangtua
Referensi :
1. Ngastinya. 2005. Perawatan anak sakit edisi 2. Jakarta : EGC
2. Doengoes Marlin. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC

F. KOMPLIKASI
1. Gangguan bicara dan pendengaran.
2. Terjadinya otitis media berulang
3. Infeksi telinga
4. Gangguan pendengaran
5. Aspirasi
6. Distress pernafasan
7. Resiko infeksi saluran nafas
8. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat serta kekurangan gizi.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
a) Keperawatan

Masalah yang dapat terjadi adalah resiko tersedak


Ibu harus dilatih untuk memberikan Asi, yang harus diberikan secara hati hati dan
sering beristirahat jika tetap mengalami kesukaran. Asi dapat di pompa dan diberikan
dengan sedotan sedikit sedikit. Perhatikan agar pompa payudara dan gelas
penampung Asi selalu diseduh agar tidak terjadi terkontaminasi.
b) Medis

Tindakan operasi pertama di kerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria
tube of ten yaitu umur > 10 minggu (3 bulan) > 10 pon (5 kg), > 10 gr/dl, leukosit >
10.000/ui.
Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan (palatolasti0. di kerjakan
sedini mungkin (15-24bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap sehingga pusat
bicara di otak belum membentuk cara bicara.
Setelah operasi, anak dapat belajar dari orang lain atau melakukan spech therapist
untuk melatih atau mengajar anak bicara dengan normal.
Pada umur 8-9 tahun dilakukan operasi penambahan tulang pada celah alveolus /
maksila untuk memungkinkan ablioefodenti mengatur pertumbuhan gigi di kanan-kiri
celah supaya normal.
c) Pencegahan infeksi
Menaati praktek pencegahan infeksi terutama kebersihan tangan serta memakai
sarung tangan.
Memperhatikan dengan seksam proses yang telah terbukti bermanfaat untuk
dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda kotor,ikuti dengan sterilisasi
dan desinfeksi tingkat tinggi.
Selalu memoerhatikan teknik aseptik sewaktu melakukan tindakan yang bersifat
infasif seperti : suction endotracheal,melakukan penyuntikan obat-obat pada akses
perifer maupun vena central, pemasangan kateter urine, dll.
H. PENCEGAHAN
1. Menghindari Merokok

Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik yang telah
dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau selama
kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya celah-celah
orofacial. Mengingat frekuensi kebiasaan kalangan perempuan di Amerika Serikat, merokok
dapat menjelaskan sebanyak 20% dari celah orofacial yang terjadi pada populasi negara itu.
Lebih dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan hampir tiga perempatnya
tinggal di negara berkembang, sering kali dengan adanya dukungan publik dan politik tingkat
yang relatif rendah untuk upaya pengendalian tembakau. (Aghi et al.,2002).
Banyak laporan telah mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi merokok pada
kalangan perempuan berusia 15-25 tahun terus meningkat secara global pada dekade terakhir
(Windsor, 2002). Diperkirakan bahwa pada tahun 1995, 12-14 juta perempuan di seluruh
dunia merokok selama kehamilan mereka dan, ketika merokok secara pasif juga dicatat, 50
juta perempuan hamil, dari total 130 juta terpapar asap tembakau selama kehamilan mereka
(Windsor, 2002).
2. Menghindari Alhokol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi tumbuh
kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan
dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal alcohol
syndrome). Pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah Amerika Serikat pada acara
pertemuan konsensus WHO (bulan Mei 2001), diketahui bahwa interpretasi hubungan antara
alkohol dan celah orofasial dirumitkan oleh biasa yang terjadi di masyarakat. Dalam banyak
penelitian tentang merokok, alkohol diketemukan juga sebagai pendamping, namun tidak ada
hasil yang benar-benar disebabkan murni karena alkohol.25,30
3. Nutrisi

Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat
penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari
fetus.
a) Asam Folat
Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit untuk
ditentukan dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber makanan
memiliki bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya diambil dengan
vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin memiliki efek protektif
terhadap terjadinya celah orofasial. Folat merupakan bentuk poliglutamat alami dan asam
folat ialah bentuk monoglutamat sintetis. Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat
penting pada setiap tahap kehamilan sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat
memiliki dua peran dalam menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam proses
maturasi janin jangka panjang untuk mencegah anemia pada kehamilan lanjut. Kedua,
ialah dalam mencegah defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik. Telah
disarankan bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil memiliki peran dalam mencegah
celah orofasial yang non sindromik seperti bibir dan/atau langit-langit sumbing.
b) Vitamin B-6
Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah orofasial
secara laboratorium pada binatang oleh sifat teratogennya demikian juga kortikosteroid,
kelebihan vitamin A, dan siklofosfamid. Deoksipiridin, atau antagonis vitamin B-6,
diketahui menginduksi celah orofasial dan defisiensi vitamin B-6 sendiri cukup untuk
membuktikan terjadinya langit-langit mulut sumbing dan defek lahir lainnya pada
binatang percoban. Namun penelitian pada manusia masih kurang untuk membuktikan
peran vitamin B-6 dalam terjadinya celah.
c) Vitamin A
Asupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan resiko
terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah peneliti pertama
yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu menyebabkan defek pada mata,
celah orofasial, dan defek kelahiran lainya pada babi. Penelitian klinis manusia
menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid dan diet tinggi vitamin A juga dapat
menghasilkan kelainan kraniofasial yang gawat. Pada penelitian prospektif lebih dari
22.000 kelahiran pada wanita di Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi
lainnya umum terjadi pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A
pada masa perikonsepsional.
4. Modifikasi Pekerjaan
Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyarankan bahwa ada hubungan
antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan, industri reparasi,
pegawai agrikulutur). Teratogenesis karena trichloroethylene dan tetrachloroethylene
pada air yang diketahui berhubungan dengan pekerjaan bertani mengindikasikan adanya
peran dari pestisida, hal ini diketahui dari beberapa penelitian, namun tidak semua. Maka
sebaiknya pada wanita hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait.
Pekerjaan ayah dalam industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam
kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.

PENGKAJIAN
a. Biodata
Identitas Bayi
Nama
Tanggal lahir/jam lahir
Jenis kelamin
No RM
Diagnosa Medis
Riwayat Asfiksia Ringan
Identitas Orang Tua
Nama ibu
Umur
Alamat
Pendidikan
Kebangsaan
Pekerjaan
Agama
Nama Ayah
Umur
Alamat
Pendidikan

: By Ny. S
: 16 Juni 2013/ 15.30 WIB
: Laki-Laki
: 434371
: Labiopalatoskisis, Polidactili dan Micropenis dengan

: Ny. S
: 37 tahun
: Bibitrejo, RT 8/2, Manggis, Mojosongo, Boyolali
: SD
: Indonesia
: Ibu Rumah Tangga
: Islam
: Tn. H
: 40 tahun
: Bibitrejo, RT 8/2, Manggis, Mojosongo, Boyolali
: SMA
7

Kebangsaan
Pekerjaan
Agama
b.

: Indonesia
: Swasta
: Islam

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


1. Prenata
Jumlah Pemeriksaan ke bidan sebanyak 3x(TM1=0,TM2=1x,TM3=2x) di bidan
desa.Melakukan imunisasi TT 1x pada TM2, HPMT : 10-11-2012, HPL 17-8-2013,
kenaikan BB selama hamil 10kg, oleh bidan diberi obat seperti vit.C, Fe, Kalk. Setiap
periksa, ibu pasien melakukan USG dan USG terakhir (Umur kehamilan 7 bulan), ibu
pasien mengetahui kalau janinnya memiliki kelainan bawaan.Ibu pasien tidak mengetahui
kehamilannya sampai trimester 2 dan sebelumnya ibu pasien sering mengonsumsi obat
warung jika merasa pusing, mual dan muntah.
2. Intranatal
Bayi Ny.S lahir tanggal 16 Juni 2013 pukul 15.30 WIB, masa gestasi 30 +1 minggu,
status gestasi G3P2A0,bayi dilahirkan secara spontan dengan KPD 23jam dan atas
indikasi PER tempat melahirkan di RSUD Pandanarang Boyolali dibantu oleh Dokter
Spesialis dan Bidan.
3. Post natal
APGAR score 5-7-8 jenis kelamin Laki-laki, BB= 2800gr, PB = 45cm, LK=32cm,
LD=31cm air ketuban keruh berbau, tali pusat masih basah dan tampak layu.

Nilai APGAR
Angka penilaian
0
1
Tidak ada Lambat

Bunyi
jantung
Pernafasan
Tonus otot
Reflek
Warna

1 Menit

5 Menit

10 Menit

2
Diatas 100

Tidak ada
Lemas

(<100)
Tidak teratur Menangis
Sedikit fleksi Pergerakan

1
1

1
1

1
2

Tidak ada

aktif
Menyeringai Menangis

Biru pucat

kuat
Badan merahSeluruh

extermitas

badan merah

biru

Jumlah

c.

Pola Kesehatan
1. Pola Eliminasi
BAB
: belum
BAK
: belum
2. Pola Nutrisi
Bayi terpasang Orogastric Tube ( OGT ) pada mulut sejak tanggal 16 juni 2013 jam
16.00, nutrisi diberikan melalui Sonde berupa ASI 5cc/3 jam dan masih terdapat

residu 1cc saat diberikan ASI melalui sonde dan Parenteral berupa Infus D 10%
11cc/jam.
3. Pola Hygiene / Kebersihan Diri
Selama di RS, bayi setiap hari disibin oleh perawat dengan menggunakan waslap
basah kemudian dikeringkan dengan handuk.
d. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda Vital
DJ
: 144 x/menit (teratur)
Suhu
: 37,6o C
Respirasi
: 60 x/menit ( tidak teratur)
2. Antropometri
Berat Badan
: 2800 gram
Panjang Badan : 45 cm
Lingkar Kepala : 32 cm
Lingkar Dada : 31 cm
3. Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Cepal hematoma : tidak ada
Cepal succedenium : Ada
Sutura
: datar,lunak
Rambut
: Hitam keriting
b) Mata
Kesimetrisan
: Simetris antara mata kanan dan kiri
Sklera
: ikterik
Konjungtiva
: tidak anemis
c) Hidung
Lubang hidung
: Ada dan kedua lubang hidung mengalami distorsi
Cuping hidung
: Ada
d) Mulut dan Lidah
Bibir
: Mengalami distorsi
Palatum
: terbelah
Warna palatum
: Merah muda
Warna lidah
: Merah muda\Terdapat secret pada mulut dengan warna
coklat kemerahan
e) Telinga
Kesimetrisan
: Simetris antara kiri dan kanan
Warna
: Sama dengan kulit wajah
Daun telinga
: ada
Lekuk telinga(pina) : ada
Rikoil
: cepat
Cairan yang keluar : Tidak ada dan tidak ada lesi
f) Leher
Kelenjar Thyroid : Tidak ada pembesaran
JVP
: Tidak ada peningkatan
g) Dada
Jantung
I: Ictus Cordis terlihat pada ICS ke-5
P: Teraba Ictus Cordis pada ICS ke-5
9

P: Batas Atas
Batas kanan

: ICS II Parasternal kiri


: ICS IV Parasternal kanan

Batas Kiri : ICS IV Garis Midclavicula kiri


A: Terdengar bunyi jantung S1, S2 Reguler. HR : 144 x/menit
Paru paru
I: Pengembangan dada kanan dan kiri simetris, bentuk dada normal, terlihat
retraksi dada, dan terlihat dispneu
P: Pengembangan dada antara kanan dan kiri saat inspirasi dan ekspirasi sama,
tidak ada gerakan tertinggal
P: Suara sonor pada pada ICS ke-1 sampai ICS ke-7
A: terdengar suara tambahan yaitu ronchi kering
h) Abdomen

I: Bentuk abdomen bulat lonjong, tidak terlihat asites


A: Terdengar bising usus 11 x/menit
P: Tidak terdapat distensi abdomen
P: Suara timpani
i) Tali pusat
Tali pusat Masih basah, tampak layu, terdapat 2 arteri 1 vena dan terpasang
Infus via Umbilikal sejak tanggal 16 juni 2012 pukul 16.00 yaitu D 10%
11cc/jam.
j) Genetalia
Alat kelamin mengalami Micropenis, Testis belum turun, skrotum belum terlihat
k) Ekstremitas
Atas:
Pergerakan
: Baik
Jari tangan kanan/kiri
: Terdapat Polidactili pada kedua tangan dan jari-jari
tambahan yang tumbuh tidak terdapat tulang hanya seperti daging tumbuh yang
menyerupai jari
Reflek menggenggam
: ada, lemah
Warna
: merah muda
Bawah
Pergerakan
: baik
Jari kaki kanan/kiri
: Terdapat polidactili pada kedua kaki
l) Integumen
Warna kulit merah muda, tidak terdapat cyanosis, tekstur kulit halus
m) Anus
Mempunyai lubang anus
n) Refleks primitive
Moro
: ada respon, pada saat diberi respon reflek kejut pada kaki dan
tangan bayi menjadi kaget, bayi terkejut.
Grasping
: adanya reflek, pada saat diberi benda pada tangan bayi jari-jari
bayi menggenggam ada reflak pada bayi namun masih lemah.
Stepping
: tidak terkaji
Rooting
: ibu belum menyusui bayi
Sucking
: tidak terkaji dikarenakan mulut mengalami distorsi
e. DATA PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
10

pemeriksaan

Hasil

Normal

leukosit

11.000 mg/dl

9000 12000/ mm3

eritrosit

3500 mg/dl

4,7-6,1 juta

trombosit

270.000 mg/dl

200.000 -400.000 mg/dl

Hb

16 gr/dl

12-24 gr/dl

Ht

30

33-38

Kalium

4,8 mEq

3,6-5,8 mEq

Natrium

138 mEq

134-150 mEq

Program Terapi
- Infus D 10% kecepatan 11cc/jam
- Inj. Ampicillin 150mg/12jam/IV
- Inj. Gentamicin 16 mg/24 jam/IV
Program Diit
Diit OGT ASI 7x 5cc/hari
ANALISA DATA
Data Yang Menyimpang

Etiologi

Masalah Keperawatan

DO:
Labiopalatoschizis
Terdapat celah pada bibir
Sususnan mulut berbeda
dan langit langit mulut,
Tampak sulit menyusu
Fungsi mulut terganggu
DS: Kesulitan

melakukan

Nutrisi

Kurang

Kebutuhan
efektif

atau

dalam

Dari
tidak

meneteki

ASI
gerakan

menghisap
Sulit menete
Intake nutrisi (ASI) kurang
Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan atau
tidak efektif dalam meneteki ASI
DO:
Labiopalatoschizis
Resiko Tinggi
Terdapat celah pada bibir
Aspirasi
Sususnan mulut berbeda
dan langit langit mulut
DS:
Tidak ada pemisah antara mulut dan

terjadi

hidung
Resti Aspirasi
DO:
Luka bekas operasi
DS:

Labiopalatoschizis

Resiko Infeksi

Perlunya tindakan bedah korektif


Post operasi

11

Resiko Infeksi

B.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Pra operasi:


1. Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan menelan/ kesukaran

dalam makan sekunder akibat kecacatan dan pembedahan.


2. Resiko tinggi terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan mengeluarkan sekresi
sekunder dari Palatoskisis.
Diagnosa Pasca Operasi
1. Resti infeksi berhubungan dengan terpaparnya lingkungan dan prosedur invasi yang di tandai
dengan adanya luka operasi tertutup kasa.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No

Diagnosa keperawatan

Tujuan dan Kriteria

Intervensi

hasil
Diagnosa Pra Operasi
1.

Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan atauNOC


1. Bantu
ibu
dalam
- Nutritional status
tidak efektif dalam meneteki ASI
menyusui,
bila
ini
- Nutritional status: food
berhubungan
dengan
adalah keinginan ibu.
and fluid
ketidakmampuan
menelan/- Intake
Posisikan dan stabilkan
- Nutritional
status:
kesukaran dalam makan sekunder
puting susu dengan baik
nutrient intake
akibat kecacatan dan pembedahan di
di dalam rongga mulut.
- Weight control
2. Bantu
menstimulasi
tandai dengan:
Kriteria Hasil:
- Tidak pucat
refleks ejeksi Asi secara
Ds: - Turgor kulit membaik
manual / dengan pompa
Do: Terdapat celah pada bibir dan- Kulit lembap, perut tidak
payudara
sebelum
langit langit mulut,
kembung
Tampak sulit menyusu
- Bayi
menunjukkan menyusui
3. Gunakan alat makan
peningkatan
berat
khusus,
bila
badan yang tepat
- Tidak ada tanda tanda menggunakan alat tanpa
malnutrisi

puting.

- Menunjukkan

peningkatan
pengecapan
menelan

(dot,

spuit

asepto) letakan formula


fungsi

di belakang lidah
dari4. Melatih
ibu
untuk
memberikan Asi yang
baik bagi bayinya
5. Menganjurkan ibu untuk

tetap

menjaga

kebersihan, apabila di
pulangkan
6. Kolaborasi dengan ahli

gizi
2.

Resiko

tinggi

terjadi

aspirasiNOC

1. Atur

posisi

kepala
12

berhubungan
ketidakmampuan

dengan

- Respiratory

mengeluarkan

dengan

status:

ventilation
sekresi sekunder dari Palatoskisis di- Aspiration control
- Swallowing status
tandai dengan:
Kriteria Hasil:
Ds: - Jalan nafas paten
2.
Do: Terdapat celah pada bibir dan- Mudah bernafas
- Bayi mampu menelan
langit langit mulut
tanpa terjadi aspirasi 3.

mengangkat

kepala waktu minum


atau

makan

dan

dot

yang

gunakan
panjang.
Gunakan

palatum

buatan (bila perlu)


Lakukan
penepukan
punggung

setelah

pemberian makanan.
status

4. Monitor

pernafasan

selama

pemberian

makan

seperti prequensi nafas,


irama,

serta

tanda-

tanda adanya aspirasi.


Diagnosa Pasca Operasi
1.

Resti infeksi berhubungan denganNOC


1.
- Immune status
terpaparnya
lingkungan
dan
- Knowledge:
infection
prosedur invasi yang di tandai
control
dengan adanya luka operasi tertutup- Risk control
Kriteria Hasil:
2.
kasa di tandai dengan:
- Luka terjaga kesterilan
Ds: - Tidak ada luka tambahan
Do: luka bekas operasi

Atur posisi miring ke


kanan

serta

kepala

agak ditinggikan pada


saat makan
Lakukan monitor tanda
adanya infeksi seperti
bau,

keadaan

luka,

keutuhan jahitan.
monitor

3. Lakukan

adanya

pendarahan

dan edema
4. Lakukan
perawatan
luka

pascaoperasi

dengan aseptic

13

BAB IV
PENUTUP

A. SIMPULAN

Labio palato schisis merupakan kongenital anamali yang berupa adanya kelainan bentuk
pada stuktur wajah. Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai langit-langit.
Berbeda pada kelainan bibir yang terlihat secara estefik, kelainan sumbing langit-langit lebih
berefek kepada fungsi mulut seperti menelan, makan,minum dan bicara. Keadaan ini
menyebabkan intake minum / makanan yang masuk menjadi kurang dan jelas berefek terhadap
pertumbuhan dan perkembangannya, selanjutnya mudah terkena infeksi saluran nafas atas ksrena
terbukanya palatum tidak ada batas antara hidung dan mulut, bahkan infeksi bisa menyebar
sampai ke telinga.
B. SARAN
1. Bagi Perawat
Agar dapat memberi ASKEP pada klien labio palato schisis melalui pendekatan proses
keperawatan semaksimal mungkin.
2. Bagi Masyarakat
Agar selalu memperhatikan kesehatan diri dan lingkungan apabila di temukan tanda dan
gejala labio palati schisis, maka segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat
sehingga dapat di obati segera.

14

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin huda. 2015. Aplikasi Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing.

15

Anda mungkin juga menyukai