Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN DAN TERAPI - TERAPI


KOMPLEMENTER UNTUK HIPERTENSI PADA LANSIA

KELOMPOK 3
Nama Anggota :
Vhopie Charua Bhiesma

( 04121003026 )

Fitrian Irya Nata

( 04121003043 )

Denny Yoand Afrizan

( 04121003053 )

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2015 / 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah lansia di negara-negara berkembang pada beberapa tahun ini
meningkat. Di Indonesia tahun 2000 proporsi penduduk lanjut usia adalah
7,18 % dan tahun 2010 meningkat sekitar 9,77 %, sedangkan tahun 2020
diperkirakan proporsi lanjut usia dari total penduduk Indonesia dapat sampai
11,34 %. Pada saat ini jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia berjumlah
sekitar 24 juta jiwa dan tahun 2020 diperkirakan 30 sampai 40 juta jiwa
(Komnas Lansia, 2011). Semakin panjangnya usia harapan hidup akan
semakin banyak kelainan atau penyakit yang prevalensinya meningkat
bertambahnya usia, sistem organ mengalami penuaan akan rentan terhadap
penyakit.
Pada umumnya pola penyakit utama pada lanjut usia didominasi oleh
penyakit-penyakit yang tergolong degenerative. Meskipun tidak semua lanjut
usia mengalami gangguan kesehatan namun para lanjut usia menunjukkan
kecenderungan prevalensi salah satunya yaitu penyakit hipertensi (Tamher &
Noorkasiani, 2009).
Menurut kamus kedokteran Dorland, Hipertensi adalah tekanan darah
arterial yang tetap tinggi, tidak memiliki sebab yang diketahui atau berkaitan
dengan penyakit lain ( Kumala, Poppy, 1998 ). Menurut organisasi kesehatan
dunia (WHO) tekanan darah normal bagi setiap orang adalah 120/80 mmHg.
Dikatakan hipertensi apabila tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2007-2008, kejadian prevalensi
hipertensi di Indonesia telah mencapai 31,7% dari total penduduk dewasa.
Hipertensi menjadi penyakit penyebab kematian nomor tiga setelah stroke
dan tuberculosis di Indonesia (Syamsudin, 2011).

Prevelensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran


pada umur diatas 18 tahun sebesar 25,8%, tertinggi di bangka belitung
(30,9%), diikuti kalimantan selatan (30,8%) Kalimantan timur (29,6%) dan
jawa barat (29,4%) (RISKESDAS, 2013) secara khusus di provinsi Sulawesi
Utara pada tahun 2011 jumlah kasus hipertensi berada pada peringkat kedua
dari sepuluh penyakit menonjol dengan jumlah 20.202 kasus (Kemenkes RI,
2012). Data dari Puskesmas Bahu Manado menyebutkan bahwa dalam kurun
waktu Januari 2014 sampai dengan Maret 2014 terdapat sebanyak 207
pasien penderita Hipertensi.
Pada lansia prevalensi kejadian hipertensi sangat tinggi, yaitu 60%-80%
pada usia diatas 65 tahun. Tidak sedikit orang yang menganggap penyakit
hipertensi pada lansia adalah hal biasa. Sehingga mayoritas masyarakat
menganggap remeh penyakit ini. Hipertensi dapat menyebabkan berbagai
macam komplikasi.
Hipertensi dapat menyebabkan komplikasi yang berbahaya jika tidak
ditangani

dengan baik (Tierney, 2002). Hipertensi dapat menimbulkan

komplikasi penyakit berupa gangguan pada otak, sistem kardiovaskuler,


ginjal dan mata. Hipertensi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan stroke, serangan jantung, gagal jantung dan merupakan
penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009). Menurut WHO, dari
50% penderita hipertensi yang diketahui, 25% mendapat pengobatan dan
hanya 12,5% yang diobati dengan baik. Pengobatan penderita hipertensi
belum efektif karena sering terjadi kekambuhan serta menimbulkan efek
samping berbahaya dalam jangka waktu yang panjang (Dicky, 2011). Hal ini
yang mendorong para ilmuwan untuk mengembangkan terapi non
farmakologis. Terapi non farmakologis dapat digunakan sebagai pelengkap
untuk mendapatkan efek pengobatan farmakologis (obat anti hipertensi)
yang lebih baik (Dalimartha, 2008). Beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa penatalaksanaan nonfarmakologis merupakan intervensi yang baik
dilakukan pada setiap pengobatan hipertensi (Brunner & Suddarth, 2002).

Oleh karena penulis ingin menyusun asuhan keperawatan hipertensi


pada lansia serta melihat manfaat mengatasi hipertensi dengan non
farmakologis yaitu berupa terapi - terapi komplementer untuk hipertensi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90
mmHg. Pada populasi manula hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg. ( Brunner dan Sudarth, 2001 ).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg ( Sylvia Price : 2005 ).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan
angka kesakitan ( morbiditas ) dan angka kematian ( mortalitas ).
( Kushariyadi : 2008 ).
2.2 Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi berdasarkan penyebab hipertensi dibedakan menjadi :
1. Hipertensi Esensial / Hipertensi primer
Penyebab hipertensi primer belum diketahui namun ada beberapa faktor
resiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah yaitu :
Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih

besar

untuk

mendapatkan

hipertensi

jika

orangtuanya adalah penderita hipertensi.


Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah

umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat ), jenis kelamin (lakilaki lebih tinggi dari perempuan), ras ( kulit hitam lebih banyak dari
kulit putih).
Kebiasaan Hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah
konsumsi
stres,

garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ), kegemukan,

merokok, minum

prednison,

alkohol, minum obat-obatan (ephedrine,

epinefrin)

Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin,


angiotensin dan aldosteron.
2. Hipertensi Sekunder
Jenis hipertensi yang terjadi akibat komplikasi dari penyakit tertentu
yaitu sebagai berikut :
Penyakit ginjal

: Glomerulonefritis, Piyelonefritis, nekrosis tubular,

tumpr
Penyakit vascular : Aterosklerosis, hiperplasia, trombosis, aneurisma,
emboli kolesterol dan vaskulitis
Kelainan endokrin : diabetes melitus, hipertiroidisme, hipotiroidisme
Penyakit saraf
Obat-obatan

: stroke, ensephalitis, sydrom Gulian barre


: kontrasepsi oral, kortikosteroid

Menurut The Seventh Report of The Join National Committe on


Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
( JNC 7 ) klasifikasi normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2
yaitu sebagai berikut : (Tabel 1 )

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7


Klasifikasi Tekanan Darah
TDS
TDD
(mmH

(mmHg)

Normal
Prahipertensi

g)
<120
120-

<80
80 - 89

Hipertensi derajat 1

139
140-

90 - 99

159
Hipertensi derajat 2
160
TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik

100

Masih ada beberapa Kriteria hipertensi menurut, The Join Nation


Comitten on Detection, Evolution and Treatmen of High Blood Presure,
suatu badan penelitian hipertensi di USA menentukan batasan yang berbeda.
Pada laporan 1993 yang dikenal dengan sebutan JPC.V tekanan pada darah
orang dewasa berumur 18 tahun diklasifikasikan sebagai berikut : ( Tabel 2 )
No Kriteria
1.
2.
3.

Tekanan Darah
Sistolik
<130
130-139

Normal
Pembatas ( high normal )
Hipertensi
Derajat 1 : ringan( mildn)
140-159
Derajat
2
:
sedang 160-179
( moderate )
Derajat 3 : berat ( severel )
Derajat 4: sangat berat

180-209
210

Diastolik
<85
90-99
100-109
110-119
120

Catatan : jika penderita mempunyai tekanan sistolik dan diastolik yang tidak
termasuk dalam satu kriteria maka ia termasuk dalam kriteria yang lebih tinggi.
Misalnya seseorang yang mempunyai tekanan darah 180/120 mmHg .
Berdasarkan ketentuan tergolong ke hipertensi derajat 4 atau sangat berat.

2.3 Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan
tekanan perifer.
Konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipust vasomotor pada
medula diotak. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus
bergerak ke sistem saraf simpatis ke gaglia sympatis. Neuron pra ganglion
melepaskan asetilkolin dan merangsang serabut saraf pasca ganglion sehingga
pembuluh darah melepaskan norefinefrin terjadi konstriksi pembuluh darah.
Rasa cemas, takut mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsangan vasokonstriktor. Dimana kelenjar adrenal terangsang, meningkatkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol, steroid memperkuat respon
vasokonstriksi pembuluh darah sehingga menurunkan aliran darah ke ginjal dan
melepas renin.
Renin mengubah angiotensin I,II mensekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi Na dan Air ditubulus ginjal sehingga
meningkatkan volume intravaskuler, terjadi hipertensi.
Namun ada beberapa faktor yang berpengaruh pada pengendalian Tekanan Darah
yaitu sebagai berikut :
Asupan Garam berlebih : meningkatkan volume cairan
Jumlah nefron berkurang : retensi Na ginjal, penurunan permukaan filtrasi
Stress : penurunan permukaan filtrasi, aktivitas berlebih saraf simpatis, renin
angiotensin berlebih
Perubahan genetis : perubahan membran sel terjadi konstriksi fungsional,
hipertrofi struktural
Obesitas : Terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat (hiper insulinemia).

Hilangnya

elastisitas

jaringan dan arterisklerosis

pada orang tua,

menurunnya permeabilitas pembuluh darah


Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan

pada :

Elastisitas dinding aorta menurun


Katub jantung menebal dan menjadi kaku
Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
Kehilangan elastisitas pembuluh darah, hal ini terjadi karena kurangnya
efektivitas pembuluh darah perifer intuk oksigenasi
Meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer
Asupan

Jumlah

stre

garam

nefron

berlebih

berkuran

obesitas

Hiper

Perubahan

insulinemi

genetis

g
Retensi

Permukaan

Na

filtrasi

Ginjal
Vol. cairan

Aktivitas

Renin

Perubahan

berlebihan

angiotensi

membran

saraf simpatis

berlebih

sel

Konstriksi

Konstriks

Hipertrofi

Vena

struktural

Preload

kontraktilitas

fungsioni
l

Hiperten
( faktor- faktor yang mempengaruhi
tekanan darah )
si ntung
2.4 Tanda dan gejala Hipertensi

Gejala umum yang ditimbulkan akibat menderita hipertensi tidak sama pada
setiap orang, bahkan kadang timbul tanpa gejala. Pada lansia dan orang biasa bisa
dikatakan gejala hipertensi sama sedangkan tanda hipertensinya berbeda. Secara

umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi sebagai berikut :


1. Sakit kepala
2. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
3. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh
4. Berdebar atau detak jantung terasa cepat
5. Telingga berdenging
Crow (2000) menyebutkan bahwa sebagan besar gejala klinis timbul setelah
mengalami hipertensi bertahun - tahun berupa :
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang kadang disertai mual dan muntah,

akibat

peningkatan tekanan darah intrakranial


2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi
3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing,
muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba - tiba, tengkuk
terasa pegal dan lain - lain ( Novianti,2006 ).

2.5 Penatalaksanaan Hipertensi


2.5.1 Penatalaksanaan non Farmakologi
1. Pengaturan diet
Menurunkan asupan garam dapat menurunkan tekanan darah pada klien

hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi


stimulasi system renin-angiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti
hipertensi. Jumlah intake sodium yang dianjurkan 50-100 mmol atau setara
dengan 3-6 gram per hari.
Diet tinggi potasium, dapat menurunkan tekanan darah tapi mekanismenya
belum jelas. Pemberian potasium secara intravena dapat menyebabkan
vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh nitric oxide pada dinding
vascular.
Meningkatkan konsumsi kaya buah dan sayur
Menurunkan asupan kolesterol sebagain pencegah terjadinya jantung koroner
2. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan
megurangi beban kerja jantung dan volume sekuncup juga berkurang.
3. Olahraga
Olahraga teratur seperti berjalan , lari, berenang, bersepeda, bermanfaat
untuk

menurunkan tekanan darah dan memperbaiki keadaan jantung.

Olahraga teratur selama 30 menit sebanuak 3-4 kali dalam satu minggu sangat
dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah. Olahraga meningkatkan kadar
HDL , yang dapar mengurangi terbentuknya arterosklerosis akibat hipertensi.
4. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat
Berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol, untuk mengurangi efek
jangka panjang karena dapat menurunkan aliran darah ke berbagaiorgan dan
dapat meningkatkan kerja jantung.
5. Terapi - terapi Komplementer untuk Hipertensi berupa :
A. Terapi Tertawa
Darmojo dan Martono (2004) menjelaskan penatalaksanaan hipertensi
yang dianjurkan bagi lansia adalah terapi nonfarmakologis, salah satunya

yaitu dengan latihan fisik aerobik. Tertawa 20 menit setara dengan


berolahraga ringan selama 2 jam karena dengan tertawa peredaran darah
dalam tubuh lancar, kadar oksigen dalam darah meningkat, dan tekanan darah
akan normal. Tertawa sama dengan efek latihan fisik yang membantu
meningkatkan suasana hati, menurunkan hormon stres, meningkatkan
aktivitas kekebalan tubuh, menurunkan kolesterol jahat dan tekanan darah
sistolik serta meningkatkan kolesterol baik (Berk et al,1996).
Lansia tidak mampu melakukan banyak latihan fisik karena masalah
otot lemah dan radang persendian, oleh karena itu tawa merupakan latihan
ideal bagi mereka yang mempunyai keterbatasan fisik (Kataria, 2004).
Mengingat terapi tertawa bisa dilakukan oleh siapa saja dan orang yang akan
menjadi tutor hanya perlu sedikit latihan maka terapi tertawa ini layak
diterapkan.
Terapi tertawa yang dapat merelaksasi tubuh yang bertujuan
melepaskan endorphin ke dalam pembuluh darah sehingga apabila terjadi
relaksasi maka pembuluh darah dapat mengalami vasodilatasi sehingga
tekanan darah dapat turun (Kataria, 2004).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa :
1. Rata-rata tekanan darah lansia dengan hipertensi sistolik terisolasi
sebelum dilakukan terapi tertawa yaitu tekanan darah sistoliknya 175
mmHg dan tekanan darah diastoliknya 80 mmHg.
2. Rata-rata tekanan darah lansia dengan hipertensi sistolik terisolasi sesudah
dilakukan terapi tertawa yaitu tekanan darah sistoliknya 163, 79 mmHg
dan tekanan darah diastoliknya 69,21 mmHg
3. Ada pengaruh antara pemberian terapi tertawa terhadap penurunan
tekanan darah pada lansia dengan hipertensi sistolik terisolasi.
B. Terapi Bekam
Nabi Muhammad SAW sebagai junjungan umat muslim diseluruh
dunia pernah bersabda, Kesembuhan bisa diperoleh dengan tiga cara, yaitu
minum madu, hijamaah (bekam), dan besi panas. Aku tidak menganjurkan
umat-Ku dengan besi panas. (H.R.Bukhari-Muslim).

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa terapi bekam adalah


salah satu pengobatan non farmakologis yang tergolong murah dan
merupakan anjuran Nabi Muhammad SAW sebagai panutan umat muslim
diseluruh dunia, yang diharapkan menjadi alternatif lain bagi masyarakat
untuk menjaga kesehatan khususnya dalam menurunkan tekanan darah pada
penderita hipertensi.
Penelitian ini menyatakan bahwa mereka mendapat kenyamanan
setelah terapi bekam, mereka juga menyatakan sakit kepala dan nyeri tengkuk
yang sering mereka alami berkurang bahkan hilang. Bekam menjadikan
mikrosirkulasi pembuluh darah sehingga timbul efek relaksasi pada otot
sehingga dapat menurunkan tekanan darah (Naufal, 2008).
Penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa terapi bekam terbukti
mempengaruhi beban kerja jantung, merevitalisasi pembuluh darah, dan
mendatangkan ketenangan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tekanan
darah. Oleh karena itu, terapi bekam efektif untuk membantu menurunkan
tekanan darah atau mengontrol tekanan darah agar tetap stabil pada penderita
hipertensi primer.
Berbekam adalah menghisap darah dan mengeluarkannya dari
permukaan kulit dengan jarum, kemudian ditampung dalam gelas bekam,
sehingga menyebabkan pemusatan dan penarikan darah (Yasin, 2007). Bekam
adalah pengeluaran darah dengan cara pengekopan dibagian tertentu pada
tubuh (Mustaqim, 2010).
Prosedur pelaksanaan terapi bekam :
Adapun cara melakukan bekam menurut Widada (2011), yaitu :
a. Siapkan gelas ukuran sedang yang telah dipasang alat pemantiknya, dalam keadaan
steril yang sebelumnya dapat direndam dalam alkohol kemudian dikeringkan dan
dibersihkan dengan kassa/tissu.
b. Bersihkan daerah yang di bekam dengan kapas/kassa yang telah diberi alkohol.
Lalu oleskan minyak habatussauda.

c. Kokang secukupnya 2-3 kali, tidak terlalu kuat atau lemah, kemudian
geserkan gelas bekam ke bagian titik yang dibekam, tanpa melepas
penyedotnya. Jika terlalu lemah sedotannya maka gelas bekam akan lepas,
sedot lagi secukupnya. Cara ini disebut "Bekam Luncur", untuk
mendapatkan kelenturan kulit dan daging sebelum bekam kering, serta
memberikan efek nyaman pada klien.
d. Kokang atau sedot secukupnya 4-5 kali sehingga gelas menempel berada
di daerah yang dibekam, kemudian tunggu 5-7 menit.
e. Bukalah penutup gelas bagian atas agar udara dapat masuk, sehingga gelas
bekam mudah diambil.
f. Ambil lancet pen lalu tusukkan ke daerah yang di bekam secukupnya
(jangan terlalu dalam dan banyak sayatan) dan arah sayatan harus searah
dematom kulit (jangan berlawanan karena saraf dan pembuluh darah bisa
terputus).
g. Ambil gelas dan pemantiknya, arahkan ke tempat semula, lalu kokang
secukupnya. Kemudian tunggu sampai darah keluar 5-7 menit.
h. Ambil tissu dan letakkan di bawah gelas dengan tangan kiri, lalu perlahan
buka penutup udara bagian atas gelas dan segera buka, ditekan lalu arahkan
agar darah masuk semua ke dalam gelas bekam dengan tangan kanan. Tahan
tissu dengan tangan kiri sampai sisa darah habis dan bersihkan dengan tissu
tersebut sampai bersih.
i. Bersihkan gelas bekam yang berisi darah dengan tissu.
j.Tutup luka sayatan/tusukan dengan membersihkan sisa darah dan
mengoleskan betadine. Luka akan tertutup dan sembuh dalam waktu 3 hari.
C. Terapi Relaksasi
Terapi relaksasi ditujukan untuk menangani faktor psikologis dan stress
yang dapat emnyebabkan hipertensi. Hormon epineprin dan kortisol yang
dilepaskan saat stress menyebabkan peningkatan tekanan darah dengan
menyempitkan pembuluh darah dan meningkatkan denyut jantung. Besarnya

peningkatan tekanan darah tergantung pada beratnya stress dan sejauh mana
kita dapat mengatasinya. Penanganan stress yang adekuat dapat berpengaruh
baik terhadap penurunan tekanan darah. Relaksasi yang dapat dilakukan
adalah dengan melakukan teknik pernapasan yang ritmis dan alami. Di
dalam relaksasi harus melakukan pernapasan yang ritmis agar dapat
mencapai hasil relaksasi yang optimal melalui penurunan gelombang otak
dari gelombang beta ke gelombang alpha. Pernapasan dengan irama yang
teratur akan menenangkan gelombang otak serta merelaksasikan seluruh otot
dan jaringan tubuh.
Langkah-langkah melakukan relaksasi dengan mendengarkan musik :
1. Siapkan musik klasik
2. Duduk di kursi dengan tenang dan santai, posisi tulang punggung tegak

lurus

3. Pusatkan pikiran
4. Bernapaslah secara alamiah, secara wajar
5. Tarik nafas perlahan melalui hidung dan hembuskan melalui mulut
6. Lakukan berulang-ulang selama 10 - 15 menit.

D. Teknik Massase
Menurut (Wijanarko.et.al, 2010), teknik masase yang digunakan yaitu:
a. Effleurage (Menggosok)

Teknik masase ini digunakan sebagai

manipulasi pembuka dan penutup. Pelaksanaanya adalah jari-jari tangan


rapat mencakup otot, gosokan menuju arah jantung dan dilakukan secara
berirama dan kontinyu.

b. Petrissage (Memijat) Petrissage dapat dilakukan dengan satu tangan


atau kedua tangan dengan gerakan bergelombang, berirama, tidak terputusputus.
c. Vibration (Menggetarkan) Getaran ini dapat diberikan melalui ujung
jari, dua jari atau tiga jari yang dirapatkan. Caranya dengan sikap
membengkok siku, jari-jari ditekankan pada tempat yang dikehendaki,
kemudian kejangkan seluruh lengan tersebut. Kontraindikasi masase kaki
adalah masase tidak dapat dilakukan pada seseorang yang mengalami
phlebitis, trombosis, reaksi imflamasi, selulitis, gangguan perdarahan serta
yang memiliki luka terbuka atau kerusakan pada kaki (Turner & Merriman,
2005 dikutip Ramadhani, 2011).

2.5.2 Penatalaksanaan Medis


Obat - obatan :
Diuretik : Chlorthalidon, Hydromox, lasix, Aldactone, Dyrenium
Diuretik bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah
jantung dengan mendorong ginjal meningkatkan eksresi garam dan
airnya.

Calsium Channel

Blocker

( CCB) Penyekat

saluran kalsium

menurunkan kontraksi otot polos jantung atau arteri. Sebagai penyekat


saluran kalsium bersifat lebih spesifik untuk saluran lambat kalsium otot
jantung ; sebagian yang lain lebih spesifik untuk saluran lambat kalsium
otot polos vaskular. Dengan demikian, berbagai penyekat kalsium
memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan kecepatan
denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR.
Angiotensisn Converting Enzyme Inhibitor ( ACEI), penghambat enzim
mengubah angiotensin 2 atau inhibitor ACE berfungsi untuk
menurunkan angiotensin 2 dengan menghambat enzim yang diperlukan
untuk mengubah angiotensin 1 menjadi angiotensin 2, kondisi ini
menurunkan darah secara langsung dengan menurunkan TPR, dan
secara tidak langsung dengan menurunkan sekresi aldosterone, yang
akhirnya meningkatl]kan pengeluaran natrium pada urin kemudian
menurunkan volume plasma dan curah jantung.
Antagonis reseptor beta (ARB), terutama penyekat selektif, bekerja pada
reseptor beta dijantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah
jantung.
Antagonis reseptor alfa menhambat reseptor alfa di otot polos vaskular
yang secara normal berespon terhadap rangsangan saraf simpatis dengan
vasokontriksi. Hal ini akan menurunkan TPR.
Vasodilator arterior langsung dapat digunakan untuk menurunkan TPR.
Misalnya : Natrium, Nitroprusida, Nikardipin, Hidralazin, Nitrogliserin,
dll ( brunner dan suddarth : 2002 ).
Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7
- Normal dan prehipertensi ( tidak indikasi obat )
- Hipertensi derajat 1 : diuretik jenis Thiazide untuk sebagian besar kasus
dapat dipertimbangkan ACEI, ARB,BB, CCB, atau kombinasi
- Hipertensi derajat II : kombinasi 2 obat unstuk sebagian besar kasus
umumnya diuretika jenis Thiazide dan ACEI atau ARB atau BB atau CCB

Pilihan Obat Antihipertensi untuk kondisi tertentu


Indikasi yang memaksa
Pilihan Terapi Awal
Gagal jantung
Thiaz, BB, ACEI, ARB, Aldo ant
Pasca infra miokard
BB, ACEI
Resiko penyakit pembuluh darah
Thiaz, BB, ACEI,CCB
diabetes
THIAZ,BB,ACEI, CCB
Penyakit Ginjal Kronis
ACEI, ARB
Pencegahan Stroke berulang
Thiaz, ACEI
BB = Beta Blocker
CCB = Calsium Channel Blocker
ACEI = Angiotensisn Converting Enzyme Inhibitor
ARB = Antagonis II reseptor beta
Jika dalam 6 bulan target pengobatan tidak tercapai, harus dipertimbangkan
melakukan rujukan ke dokter spesialis.

Daftar Pustaka
Aspiani, Reny Yuli. ( 2014 ). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik
Aplikasi NANDA, NIC dan NOC jilid 1. Jakarta : Trans Info Media
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Ed. IV. Jilid 1. .Jakarta : InternalPublishing

Fatimah. ( 2010 ). Merawat Manusia Lanjut Usia Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan Gerontik. Jakarta : Trans Info Media
Kumala, poppy. ( 1998 ). Kamus saku kedokteran Dorland. Ed. 25. Jakarta :
EGC
Hikayati.,

Rostika

PENATALAKSANAAN

Flora,

Sigit
NON

KOMPLEMENTER SEBAGAI

Purwanto.

(2011

dan

FARMAKOLOGIS

UPAYA

2012

).

TERAPI

UNTUK MENGATASI DAN

MENCEGAH KOMPLIKASI PADA PENDERITA HIPERTENSI PRIMER


DI KELURAHAN INDRALAYA MULYA KABUPATEN OGAN ILIR. Di
unduh tanggal 22 Agustus 2015
Nashr. MM. (2005). Bekam, Cara Pengobatan Menurut Nabi, cetakan I,
Jakarta

Pustaka

Imam

As

Syafii.

Di

unduh

melalui

www.ebooksgoogle.com tanggal 22 agustus 2015.


Stanley, Mickey. ( 2006 ). Buku ajar keperawatan gerontik. Ed.2. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai