Anda di halaman 1dari 39

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

LAPORAN KASUS
April 2016

Closed Fracture of Femur

Disusun Oleh:
Wismoyo Indra Zoelman
10542 0158 10
Pembimbing:
dr. Henry Tanzil, M.Kes, Sp. OT
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016

LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:
Nama
: Wismoyo Indra Zoelman
NIM
: 10542 0158 10
Judul Laporan Kasus : Closed Fracture of Femur
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar, April 2016
Pembimbing

dr. Henry Tanzil, M.Kes, Sp.OT

KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia, rahmat, kesehatan, dan
keselamatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
Closed Fracture of Femur. Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah.
Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas laporan kasus ini. Namun berkat
bantuan, saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman sehingga tugas ini
dapat terselesaikan.
Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada
dr. Henry Tanzil, M.Kes, Sp. OT selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu
dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses
penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan laporan kasus ini. Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat
memberi manfaat kepada semua orang.
Makassar, April 2016
Penulis

(WISMOYO INDRA ZOELMAN)

BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa. Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian
dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian
terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi
panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral
merupakan hal yang penting pada fraktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia.
Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur
meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan
oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang /
osteoporosis. Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang.
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya.
Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur
tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

1. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
2. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
3. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.
4. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman
sindroma kompartement.
Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
1. Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
2. Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
3. Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.

BAB II
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama

:SP

Umur

: 16 Tahun

Tanggal lahir : 13 April 2016


Jenis kelamin : Laki-laki
No.RM

:-

Alamat

: Jl. Balla Lompoa

Agama

: Islam

MRS

: 13 April 2016

2. ANAMNESIS
Seorang anak laki-laki, berusia 16 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada
paha kanan (+) sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu post trauma (+). Bengkak pada paha kanan
(+), keluhan lain tidak ada.
Riwayat demam : disangkal

3. PEMERIKSAAN FISIS
a. Status Present

K.U

: Sakit sedang / Compos mentis

BB

: - kg

TB

: - cm

b. Tanda Vital
Suhu

: 36.5 C

HR

: 82x/menit

RR

: 20x/menit

c. Status Generalis
Anemia (-)
Cyanosis (-)
Tonus : Normal
Ikterus (-)
Turgor : Baik
Busung (-)
Kepala: Normocephal
Muka: simetris
Rambut : hitam halus, tidak mudah di
cabut
Ubun ubun besar: menutup (-)

Telinga : otore (-)


Mata : cekung (-)
Hidung : Rhinore (-)
Bibir : kering (-)
Lidah : kotor (+)
Sel. Mulut : stomatitis (-)
Leher : Kaku kuduk (-)
Kulit : Scar BCG (+)
Tenggorok : hiperemis (-)
Tonsil : T1/T1 hiperemis (-)

Thorax

Jantung

Inspeksi :
Simetris kiri dan kanan
Retraksi dinding dada (+)
Perkusi:
Sonor kiri dan kanan
Auskultasi
Bunyi Pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan: Rh -/- Whz -/-

Inspeksi:
Simetris kanan = kiri
Palpasi :
Ictus cordis teraba
Perkusi :
Batas kiri : linea midclavicularis

sinistra
Batas kanan : line parasternalis

dextra
Batas atas ICS III sinistra

Auskultasi :
Bunyi Jantung I dan II irregular
Bising jantung (-)

Abdomen
Inspeksi :
Perut datar, ikut gerak napas
Massa tumor (-)
Palpasi :
Limpa : tidak teraba
Hati : tidak teraba
Nyeri tekan (-)
Perkusi :
Tympani (+) Kesan normal
Auskultasi
Peristaltik kesan normal

4. DIAGNOSIS
Closed fracture of distal femur

Alat kelamin :
Dalam batas normal
Anggota gerak :
Dalam batas normal
Tasbeh (-)
Col. Vertebralis : scoliosis (-) Gibbus (-)
KPR : +/+ kesan normal
APR : +/+ kesan normal

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hematologi rutin (11/04/2016)
RBC

4.38 106/mm3

4.00-5.40

HGB

13.3 g/dL

10.3-15.7

HCT

38.6 %

32.0-44.0

PLT

270 103/mm3

150-450

WBC

6.9 103/mm3

4.8-10.8

LED

10 mm/jam

<20

GDS

52

140

SGOT / SGPT

38 / 45

UR / KR

- / 0.7

b. KIMIA KLINIK

c. Pemerksaan Lain
CT / BT

910 / 230

HbsAg

Negatif

Kesan :

Hipoglikemia

Peningkatan enzim Transaminase

Pemeriksaan Radiologi
14/04/2016 (Post ORIF Femur Dextra)

Foto femur / Genu Dextra :


Posisi fragmen fraktur
terfiksasi dengan baik.
Callus tulang (+).
Tanda-tanda
osteomyelitis tidak ada.

FOLLOW UP
Tanggal

Follow up

Instruksi Dokter

13/04/2016

S: Seorang anak laki-laki,

Rencana op

berusia 16 tahun, masuk


rumah

sakit

dengan

keluhan nyeri pada paha


kanan (+) sejak kurang

lebih 1 bulan yang lalu


post trauma (+). Bengkak
pada

paha

kanan

(+),

keluhan lain tidak ada.


Riwayat

demam

Lapor OK
Konsul Anastesi
Inform Conset
Puasa 24:00

Siapkan PRC 2 bag

Inj. Pre Op Cefotaxime

disangkal

2gr/IV
O: Regio : Femur Dextra
Inspeksi: Bengkak pada
lutut (+), tanda radang (+)
Palpasi: nyeri tekan (+)
TD: 110/70, N: 82x/i, P:
20x/i, S: 36.5C
A: CF of Distal Femur
Dextra
P: ORIF Femur Dextra
Pasien alergi Cefotaxime
Lapor dokter Henry,
Sp.OT : Ganti

14/04/2016

S: Patah pada tulang paha

IVFD RL 20tpm

(+), Nyeri (+), Keluhan

lain tidak ada

Inj. Cefoperazone 1gr /


12j/IV
Cefoperazone 2gr/IV

O: Regio : Femur Dextra

Inspeksi: Bengkak pada

Inj. Ketorolac amp /


8j/IV

lutut (+), tanda radang (+)


Palpasi: nyeri tekan (+)
TD: 120/80, N: 80x/i, P:
20x/i, S: 36.6C
A: CF of Distal Femur

Inj. Ranitidin amp /


12j/IV

Cek HB Post Transfusi

Besok foto control

Dextra
P: ORIF Femur Dextra
15/04/2016

S:

Nyeri

punggung

Infus RL 20 tpm

belakang (+), keluhan lain

tidak ada

Inj. Cefoperazone 1gr /


12j/IV

O: KU: Baik

Regio : Femur Dextra


TD: 132/47, N: 122x/i, P:
20, S: 36.6C
A:

POD-I

Inj. Ketorolac amp /


8j/IV

Inj. Ranitidin amp /


12j/IV

Post

ORIF

Femur Dextra
P: Antibiotik, Analgetik
HB post transfusi : 13.8
16/04/2016

S: Nyeri post op (+),

Infus RL 20 tpm

demam (+)

O: KU: Baik
Regio : Femur Dextra
TD: 110/70, N: 80x/i, P:

Inj. Cefoperazone 1gr /


12j/IV

Inj. Ranitidin amp /


12j/IV

Resume :
Seorang anak laki-laki, berusia 16 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada
paha kanan (+) sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu post trauma (+). Bengkak pada paha kanan
(+), keluhan lain tidak ada. Riwayat demam : disangkal.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan gambaran umum: Sakit sedang/ gizi normal/
composmentis. Tanda vital: TD: 110/70mmHg, Suhu: 36.5 C, N: 82x/menit, P: 20x/menit.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah rutin, kimia klinik dan
pemeriksaan lainnya, didapatkan hasil : Hipoglikemia dan peningkatan enzim transaminase
dengan hasil RBC 4.38 106/mm3, HGB 13.3 g/dL, HCT 38.6 %, PLT 270 103/mm3, WBC 6.9
103/mm3, LED 10 mm/jam, CT / BT 910 / 230, HbsAg Negatif.

PEMBAHASAN
FRAKTUR FEMUR

I.

PENDAHULUAN
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis,

baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma berat;
kadang-kadang trauma ringan saja dapat menimbulkan fraktur bila tulangnya sendiri terkena
penyakit tertentu. Juga trauma ringan yang terus menerus dapat menimbulkan fraktur.1,2

Fraktur patologik adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang sebelumnya telah
mengalami proses paotologik, misalnya tumor tulang primer atau sekunder, mieloma multipel,
kista tulang, osteomielitis, dan sebagainya. Trauma ringan saja sudah dapat menimbulakan
fraktur.1
Fraktur stress disebabkan oleh trauma ringan tetapi terus menerus, misalnya fraktur fibula
pada pelari jarak jauh, frkatur tibia pada penari balet, dan sebagainya.1
II.

ETIOLOGI
Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus

mengetahui kondisi fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah.
Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir
(shearing).2
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan membengkok,
memutar dan tarikan. Trauma dapat bersifat :

Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur
pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan
jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.

Trauma tidak langsung


Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih
jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan extensi dapat
menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak
tetap utuh.

Tekanan pada tulang dapat berupa :

Tekanan berputar yang dapat menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik
Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal

Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,


dislokasi, atau fraktur dislokasi
Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau memecah misalnya
pada bahan vertebra.
Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan
menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z
Fraktur oleh karena remuk
Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang.2

III.

PATOFISIOLOGI
Fraktur traumatik yaitu yang terjadi karena trauma yang tiba-tiba.2
Fraktur patologis dapat terjadi hanya tekanan yang relatif kecil apabila tulang
telah melemah akibat osteoporosis atau penyakit lainnya.11
Fraktur stres yang terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu
tempat tertentu.2

IV.

ANATOMI

Gambar 1. Tulang paha, femur, tampak depan, belakang, medial


*Dikutip dari kepustakaan 3

V.

KLASIFIKASI FRAKTUR.2
Klasifikasi etiologis

Fraktur traumatik
Yang terjadi karena trauma yang tiba-tiba
Fraktur patologis
Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang
Fraktur stres
Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.
Klasifikasi klinis

Fraktur tertutup (simple fracture)


Adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
Fraktur terbuka (compound fracture)
Adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui lika pada kulit dan
jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar)
Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya malunion, delayed union,
nonunion, infeksi tulang.
Klasifikasi radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas :

1. Lokalisasi (gambar 2.1)


Diafisial
Metafisial
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi

Gambar 2. klasifikasi fraktur menurut lokalisasi


a. Fraktur diafisis
c. Dislokasi dan fraktur
b. Fraktur metafisis
d. Fraktur intra-artikule
*Dikutip dari kepustakaan 2
2. Konfigurasi (gambar 2.2)
Fraktur transversal
Faktur oblik
Fraktur spiral
Fraktur Z
Fraktur segmental
Fraktur komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen
Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya fraktur

epikondilus humeri, fraktur patela


Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang tengkorak
Fraktur impaksi
Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah pada fraktur

vertebra, patela, talus, kalkaneus


Fraktur epifisis

Gambar 3. klasifikasi fraktur sesuai konfigurasi.


a. Transversal
b. Oblik
c. Spiral
d. Kupu-kupu
e. Komunitif
f. Segmental
g. Depresi
*Dikutip dari kepustakaan 2
3. Menurut ekstensi (gambar 2.3)
Fraktur total
Fraktur tidak total (fraktur crack)
Fraktur buckle atau torus
Fraktur garis rambut
Fraktur green stick

Gambar 4. Beberapa gambaran radiologik konfigurasi fraktur


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Transversal
Oblik
Segmental
Spiral dan segmental
Komunitif
Segmental
Depresi
*Dikutip dari kepustakaan 2
4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya (gambar 2.4)
Tidak bergeser (undisplaced)
Bergeser (displaced)
Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara :
a)
b)
c)
d)
e)

Bersampingan
Angulasi
Rotasi
Distraksi
Over-riding

f) Impaksi

Gambar 5. *Dikutip dari kepustakaan 2

VI.

KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR


FRAKTUR PROXIMAL FEMUR.4
Intracapsular fraktur termasuk femoral head dan collum femur (gambar 3.1)
Capital
: uncommon
Subcapital
: common
Transcervical : uncommon
Basicervical : uncommon

Gambar 6
*Dikutip dari kepustakaan 4

Entracapsular fraktur termasuk trochanters (gambar 3.2)


Intertrochanteric
Subtrochanteric

Gambar 7
*Dikutip dari kepustakaan 4
FRAKTUR COLLUM FEMUR.5

Tingkat kejadian yang tinngi karena faktor usia yang merupakan akibat dari
berkurangnya kepadatan tulang

Fraktur Collum femur dibagi atas intra- (rusaknya suplai darah ke head femur) dan extra(suplai darah intak) capsular. Diklasifikasikan berdasarkan anatominya. Intracapsular
dibagi kedalam subcapital, transcervical dan basicervical. Extracapsular tergantung dari
fraktur pertrochanteric

Gambar 8

*Dikutip dari kepustakaan 5


Biasanya pada wanita dewasa; dibawah usia 60 tahun, laki-laki lebih sering terkena

(biasanya extrakapsular fraktur)


Sering ditemukan pada pasien yang mengkonsumsi berbagai macam obat seperti

corticosteroids, thyroxine, phenytoin and frusemide


Kebanyakan hanya berkaitan dengan trauma kecil

Fraktur collum femur disebabkan oleh trauma yang biasanya terjadi karena kecelakaan, jatuh
dari ketinggian atau jatuh dari sepeda dan biasanya disertai trauma pada tempat lain.Jatuh pada
daerah trokanter baik karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari tempat yang tidak terlalu
tinggi seperti terpeleset di kamar mandi di mana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi dapat
menyebabkan fraktur collum femur. 2

Berikut ini adalah klasifikasi fraktur collum femur berdasarkan Garden8,9

Stadium I adalah fraktur yang tak sepenuhnya terimpaksi.


Stadium II adalah fraktur lengkap tetapi tidak bergeser.
Stadium III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran sedang.
Stadium IV adalah fraktur yang bergeser secara hebat.

Gambar 9. Klasifikasi fraktur collum femur menurut Garden2


A. Stadium I
B. Stadium II

C. Stadium III
D. Stadium IV

Fraktur collum femur harus ditatalaksana dengan cepat dan tepat sekalipun merupakan
fraktur collum femur stadium I. jika tidak, maka akan berkembang dengan cepat menjadi fraktur
collum femur stadium IV8Selain Garden, Pauwel juga membuat klasifikasi berdasarkan atas
sudut inklinasi collum femur seperti yang tertera pada gambar 4.2, yaitu sebagai berikut: 2

Tipe I, yaitu fraktur dengan garis fraktur 30.


Tipe II, yaitu fraktur dengan garis fraktur 50.
Tipe III, yaitu fraktur dengan garis fraktur 70.

Gambar 10. Klasifikasi fraktur collum femur menurut Pauwel2


A. Tipe I

B. Tipe II

C. Tipe III

Anamnesis biasanya menunjukkan adanya riwayat jatuh dari ketinggian disertai nyeri
panggul terutama daerah inguinal depan. Tungkai pasien dalam posisi rotasi lateral dan anggota
gerak bawah tampak pendek. Pada foto polos penting dinilai pergeseran melalui bentuk
bayangan yang tulang yang abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada kaput
femoris dan ujung collum femur. Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tak
bergeser (stadium I dan stadium II berdasarkan Garden) dapat membaik setelah fiksasi internal,
sementara fraktur yang bergeser sering mengalami non-union dan nekrosis avaskular.8
Pengobatan fraktur collum femur dapat berupa konservatif dengan indikasi yang sangat
terbatas dan terapi operatif. Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan baik pada orang dewasa
muda ataupun pada orang tua karena perlu reduksi yang akurat dan stabil dan diperlukan
mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah komplikasi. Jenis operasi yang dapat
dilakukan, yaitu pemasangan pin, pemasangan plate dan screw, dan artroplasti yang dilakukan
pada penderita umur di atas 55 tahun, berupa: eksisi artroplasti, herniartroplasti, dan artroplasti
total. 2

Komplikasi tergantung dari beberapa faktor, yaitu:2

Komplikasi yang bersifat umum: trombosis vena, emboli paru, pneumonia, dekubitus
Nekrosis avaskuler kaput femur
Komplikasi ini biasanya terjadi pada 30% pasien fraktur collum femur dengan
pergeseran dan 10% pada fraktur tanpa pergeseran. Apabila lokasilisasi fraktur lebih
ke proksimal maka kemungkinan untuk terjadi nekrosis avaskuler menjadi lebih

besar.
Nonunion
Lebih dari 1/3 pasien fraktur collum femur tidak dapat mengalami union terutama
pada fraktur yang bergeser. Komplikasi lebih sering pada fraktur dengan lokasi yang
lebih ke proksimal. Ini disebabkan karena vaskularisasi yang jelek, reduksi yang tidak
akurat, fiksasi yang tidak adekuat, dan lokasi fraktur adalah intraartikuler. Metode

pengobatan tergantung pada penyebab terjadinya nonunion dan umur penderita.


Osteoartritis sekunder dapat terjadi karena kolaps kaput femur atau nekrosis avaskuler
Anggota gerak memendek
Malunion
Malrotasi berupa rotasi eksterna

FRAKTUR PADA POROS/BATANG FEMUR.


Pada patah tulang diafisis femur biasanya pendarahan dalam cukup luas dan besar
sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan saja karena
nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah terotasi ke luar,
terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat pendarahan ke dalam
jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara tertutup, dan normalnya
memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.6

Gambar 11

Gambar 12

Comminuted mid-femoral shaft fracture

Femoral shaft fracture postinternal

fixation.
*Dikutip dari kepustakaan 5

FRAKTUR DISTAL FEMUR.1

Supracondylar
Nondisplaced
Displaced
Impacted
Continuited

Gambar 13
*Dikutip dari kepustakaan 4

Condylar
Intercondylar

Fraktur suprakondiler femur2


Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan batas
metafisis dengan diafisis femur. Fraktur terjadi karena tekanan varus atau valgus disertai
kekuatan aksial dan putaran. Klasifikasi fraktur suprakondiler femur terbagi atas: tidak bergeser,
impaksi, bergeser, dan komunitif, yang dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 14. Klasifikasi fraktur suprakondiler2


A. Fraktur tidak bergeser
B. Fraktur impaksi

C&D. Fraktur bergeser


E. Fraktur komunitif

Gambaran klinis pada pasien ditemukan riwayat trauma yang disertai pembengkakan dan
deformitas pada daerah suprakondiler. Krepitasi mungkin ditemukan.
Pengobatan dapat dilakukan secara konservatif, berupa: traksi berimbang dengan
mempergunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, Cast-bracing, dan spika panggul.
Terapi operatif dapat dilakuan pada fraktur terbuka atau adanya pergeseran fraktur yang tidak
dapat direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail-plate dan
screw dengan macam-macam tipe yang tersedia.
Komplikasi dini yang dapat terjadi berupa: penetrasi fragmen fraktur ke kulit yang
menyebabkan fraktur menjadi terbuka, trauma pembuluh darah besar, dan trauma saraf.
Komplikasi lanjut dapat berupa malunion dan kekakuan sendi lutut.
VII.

DIAGNOSIS
A. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1.
Syok, anemia atau pendarahan
1.
Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau
2.

organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen


Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.2

B. PEMERIKSAAN LOKAL
1. Inspeksi (Look)

Bandingkan dengan bagian yang sehat

Perhatikan posisi anggota gerak

Keadaan umum penderita secara keseluruhan

Ekspresi wajah karena nyeri

Lidah kering atau basah

Adanya tanda-tanda anemia karena pendarahan

Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan

fraktur tertutup atau terbuka


Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ

lain
Perhatikan kondisi mental penderita

Keadaan vaskularisasi.2
2. Palpasi (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh

sangat nyeri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan :

Temperatur setempat yang meningkat

Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh

kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang


Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hatihati
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota
gerak yang terkena Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada

bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.


Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya

perbedaan panjang tungkai. 2


3. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan
pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada
penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga

dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan
saraf. 2
4. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris
serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau
neurotmesis. Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena
dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta
merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya. 2

5. Pemeriksaan radiologi
Macam-macam pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk menetapkan
kelainan tulang dan sendi :
Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan
keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan bidai yang bersifat
radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan
radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis :
Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
Untuk konfirmasi adanya fraktur
Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta

pergerakannya
Untuk menentukan teknik pengobatan
Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:

Dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada anteroposterior dan lateral
Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah
sendi yang mengalami fraktur
Dua anggota gerak. Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua
anggota gerak terutama pada fraktur epifisis.
Dua trauma, pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua
daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus atau femur, maka perlu

dilakukan foto pada panggul dan tulang belakang.


Dua kali dilakukan foto. Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang
skafoid foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto
berikutnya 10-14 hari kemudian.2

Gambar 15. Fraktur batang femur


*Dikutip dari kepustakaan 7
Pemeriksaan radiologis lainnya :
CT-Scan
: suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail
mengenai bagian tulang atau sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi
lapis. Pemeriksaan ini menggunakan pesawat khusus.8
MRI
: MRI dapat digunakan untuk memeriksa hampir semua
tulang, sendi, dan jaringan lunak. MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi
cedera tendon, ligamen, otot, tulang rawan, dan tulang.9

Gambar 16. MRI, kepala femur tampak pipih yang disebabkan fraktur
kompresi.
*Dikutip dari kepustakaan 10
Arthografi
: memasukkan kontras positif kedalam rongga sendi
kemudian membuat foto AP dan lateral. Kontras yang bisa dipakai urografin
dan lain-lain.7

Gambar 17. MR Artografi pada proximal femur


*Dikutip dari kepustakaan 10
Pneumoartografi : memasukkan kontras negatif, misalnya udara atau o2
kedalam rongga sendi. Kemudian baru kita membuat foto.8
Bone scanning
: dengan menyuntikkan bahan radioisotop kedalam tubuh
(IV), kemudian dibuat scanning pada tulang. Biasanya dipakai Tc 99 m
(technicium pertechneteit 99 m). Bisa dilakukan whole body bone scanning.8
VIII.

PENATALAKSANAAN
Prinsip Umum
Pengobatan bedah ortopedi secara umum mengikuti prinsip dasar pengobatan
penyakit lainnya dan berpedoman kepada hukum penyembuhan (law of nature), sifat
penyembuhan, serta sifat manusia pada umumya. Disamping pemahaman tentang prinsip
dasar pengobatan yang rasional, metode pengobatan disesuaikan pula secara individu
terhadap setiap penderita. Pengobatan yang diberikan juga harus berdasarkan alasan
mengapa tindakan ini dilakukan serta kemungkinan prognosisnya.2
Secara umum prinsip pengobatan bedah ortopedi adalah :

Jangan mebuat keadaan lebih buruk bagi penderita (Iatrogenik)

Pengobatan berdasarkan pada diagnosis dan prognosis yang tepat

Pilih jenis pengobatan yang sesuai dengan keadaan penyakit penderita

Ciptakan kerja sama yang baik tanpa melupakan hukum penyembuhan alami

Pengobatan yang praktis dan logis

Pilih pengobatan secara individu

Jangan melakukan pengobatan yang tidak perlu.2

Metode pengobatan kelainan bedah ortopedi

Pada umumnya penanganan pada bidang bedah ortopedi dapat dibagi dalam tiga
cara, yaitu:

1. Tanpa pengobatan
Sekurang-kurangnya 50% penderita (tidak termasuk fraktur) tidak memerlukan
tindakan pengobatan dan hanya diperlukan penjelasan serta nasihat-nasihat seperlunya
dari dokter. Tapi tidak jarang penderita belum merasa puas bila hanya diberikan
nasihat (terutama oleh dokter umum) sehingga perlu dirujuk kedokter ahli bedah
tulang untuk penjelasan rinci tentang penyakit yang diderita dan prognosisnya.2
2. Pengobatan non-operatif

Bed Rest
Bed rest merupakan salah satu jenis metode pengobatan, baik secara umum
ataupun hanya lokal dengan mengistirahatkan anggota gerak/tulang belakang

dengan cara-cara tertentu.2


Pemberian alat bantu
Alat bantu ortopedi dapat terbuat dari kayu, aluminium atau gips, berupa bidai,
gips korset, korset badan, ortosis (brace), tongkat atau alat jalan lainnya. Pemberian
alat bantu bertujuan untuk mengistirahatkan bagian tubuh yang mengalami
gangguan, untuk mengurangi beban tubuh, membanu untuk berjalan, untuk
stabilisasi sendi atau utuk mencegah deformitas yang ada bertambah berat.
Alat bantu ortopedi yang diberikan bisa bersifat sementara dengn menggunakan
bidai, gips pada badan (gips korset), bisa juga untuk pemakaian jangka waktu
lama/permanen misalnya pemberian ortosis, protesa, tongkat atau pemberian alat
jalan lainnya untuk menyangga bagian-bagian dari anggota tubuh/anggota gerak

yang mengalami kelemahan atau kelumpuhan pada penderita.2


Pemberian obat-obatan
Pemberian obat-obatan dalam bidang ortopedi meliputi:
a.
Obat-obat anti-bakteri
b.
Obat-obat anti inflamasi
c.
Analgetik dan sedatif
d.
Obat-obat khusus
e.
Obat-obat sitostatika
f.
Vitamin
g.
Injeksi lokal.2
3. Pengobatan operatif
a. Amputasi
Indikasi pelaksanaan amputasi adalah:

Mengancam kelangsungan hidup penderita misalnya pada luka remuk (crush

injury), sepsis yang berat (misalnya gangren), adanya tumor-tumor ganas.

Kematian jaringan baik akibat diabetes melitus, penyakit vaskuler, setelah suatu
trauma, kombusio atau nekrosis akibat dingin.
Anggota gerak tidak berfungsi sama sekali (merupakan gangguan atau benda
asingsaja), sensibilitas anggota gerak hilang sama sekali, adanya nyeri hebat,

malformasi hebat atau osteomilitis yang disertai dengan kerusakan hebat.2


b. Eksostektomi
Ini adalah operasi pengeluaran tonjolan tulang/tulang rawan misalnya pada osteoma
tulang frontal atau osteokondroma.2
c. Osteotomi
Osteotomi merupakan tindakan yang bertujuan mengoreksi deformitas pada tulang,
misalnya osteotomi tibial akibat malunion pada tibia (akibat angulasi atau akibat
rotasi) atau pada kubitus varus sendi siku setelah suatu fraktur suprakondiler
humeri pada anak. Osteotomi juga untuk mengurangi rasa nyeri pada osteoartritis di
suatu sendi. Pada osteoartritis akibat genu varus misalnya, untuk mengurangi nyeri
terutama pada kompartemen medial sendi lutut dilakukan osteotomi tinggi tibia.2
d. Osteosintesis
Osteosintesis adalah operasi tulang untuk menyambung dua bagian tulang atau
lebih dengan menggunakan alat-alat fiksasi dalam seperti plate, screw, nail plate,
wire/k-wire. Teknik osteosintesis yang terkenal adalah metode AO-ASIF
(Association for the Study of Internal Fixation) yang mengadakan kursus secara
teratur di Davos, Swistzerland. Prinsip dasar metode ini adalah fiksasi rigid dan
mobilisasi dini pada anggota gerak.2
e. Bone grafting (tandur alih tulang)
Dikenal tiga sumber jaringan tulang yang dapat dipakai dalam bone graft yaitu :
Autograft
Disebut autograft bila sumber tulang berasal dari penderita senidri (dari kristal
iliaka,kosta, femur distal, tibia proksimal atau fibula). Daerah sumber disebut
daerah donor sedangkan daerah penerima disebut resipien.
Allograft (homograft)
Disebut allograft bila sumber tulang berasal dari orang lain yang biasanya
disimpan dalam bank tulang, misalnya setelah operasi sendi panggul atau
operasi-operasi tulang yang besar. Selain itu, allograft juga bisa dari tulang
mayat.
Xenograft (heterograft)
Disebut heterograft bila sumber tulang bukan berasal dari tulang manusia, tetapi
dari spesies yang lain.2

IX.

PROGNOSIS
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak
seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan
parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan
fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk
penyembuhan memadai smapai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti
imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor
biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan
fraktur.2

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Thighbone (femur) fracture.[online]. 2008


[cited 2016 April 13]; Available from: URL: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?
topic=a00364. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik, Edisi Kedua, Iwan Ekayuda
(editor), FK UI, Jakarta, 2006. Hal 31

2. Apley GA, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Edisi ke-7. Jakarta, 1995.
Widya Medika;

3. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit PT Yarsif Watampone,


Jakarta, 2009. Hal 82-85, 92-94, 355-361, 364
4. Putz, R., Pabst. R. Atlas Anotomi Manusia Sobotta Jilid 2. Edisi 21. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran. 2000. Hal. 276,278.
5. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Chen, John W. Musculoskeletal
Imaging in Primer of Diagnostic Imaging, 4th Edition. Mosby Elsevier. United States.
2007. Page 408-410
6. Holmes, Erskin J., Misra, Rakesh R. A-Z of Emergency Radiology. Cambridge University,
2004. Page 140-143
7. Sjamsuhidat. R., De Jong. Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.. Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta. 2003. Hal. 880.
8. James
E
Keany,
MD.

Femur

Fracture.

http://emedicine.medscape.com/article/824856-overview#showall
9. Lawrence M Davis, MD. Magnetic Resonance Imaging

In
(MRI).

site
In

site

http://www.emedicinehealth.com
10. Kramer. Josef., Czerny. C., Pfirrmann. Christian W., Hofmann. S., Scheurecker. A. In
Internal Derangements of the Hip and Proximal Femur (Including Intra- and Extraarticular Snapping Hip). Imaging of the Musculoskeletal System. Elsevier. 2008. In site
http://imaging.consult.com

Anda mungkin juga menyukai