Adelita Tri Rahmawati - Fkik
Adelita Tri Rahmawati - Fkik
OLEH :
Adelita Tri Rahmawati
NIM: 109103000029
KATA PENGANTAR
Assalamualaikumwr.wb
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat
dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir riset yang
berjudul Perbedaan Derajat Depresi antara Mahasiswa Kedokteran Preklinik
dengan Klinik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2012 yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar kesarjanaan pada
Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian
ini dengan baik. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. dr. Hendro Birowo, SpS, selaku Dosen pembimbing penelitian, yang telah
banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan
bimbingan, arahan dan nasihat kepada peneliti selama penelitian dan
penyusunan laporan penelitian ini.
4. dr. Rachmania Diandini, MKK, selaku Dosen pembimbing penelitian, yang
telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan
bimbingan kepada peneliti serta memberikan banyak masukan dan motivasi
kepada peneliti dalam proses penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.
5. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggungjawab riset Program
Studi Pendidikan Dokter 2009, yang telah memberikan motivasi terhadap
penyelesaian penelitian ini.
v
6. Kedua orang tua dan keluarga tercinta yang senantiasa memberikan doa, cinta,
bimbingan dan motivasi serta pengertian pada peneliti.
7. Sahabat sahabat tercinta terutama Angelia, Adinda, Rahmatul, Ayesha, Eka,
Resti, Amel yang selalu menyediakan waktunya untuk membantu penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini dan juga kepada Dian F, Reani Z, Ibnu I,
Wildan A, selaku teman kelompok yang selalu kompak dalam mengerjakan
penelitian bersama serta seluruh teman seperjuangan PSPD angkatan 2009
FKIK UIN Jakarta yang telah memberikan semangat, bantuan dan kenangan
terindah yang tak terlupakan.
Peneliti sadar laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu saran dan kritik yang membangun diharapkan dari para pembaca. Akhir kata,
peneliti berharap semoga penelitian ini dapat berguna bagi peneliti khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, 18 September 2012
Peneliti
vi
ABSTRAK
DAFTAR ISI
ii
iii
iv
v
vii
vii
viii
x
xi
xii
1
2
3
3
3
3
3
5
5
5
6
9
11
12
13
14
17
18
20
21
21
21
22
23
23
23
24
24
25
25
ix
26
27
28
30
32
33
33
34
36
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gejala Depresi..........................................................................
xi
12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Lampiran
Lampiran
Lampiran
1
2
3
4
xii
38
39
45
50
BAB I
PENDAHULUAN
26
Manifestasi psikomotor tersebut bisa membawa pengaruh pada prestasi belajar jika
seseorang tersebut adalah siswa yang sedang aktif dalam proses belajar.5
Pada penelitian Brauser (2010), dikatakan bahwa mahasiswa kedokteran
mengalami tingkat depresi, kelelahan, dan mental yang lebih tinggi daripada populasi
umum, dengan kesehatan mental yang memburuk selama proses belajar, mahasiswa
kedokteran memiliki risiko lebih tinggi keinginan bunuh diri karena tingginya tingkat
kelelahan.6 Pada penelitian Wahyu (2010) di UNS dikatakan bahwa mahasiswa
fakultas kedokteran harus menjalani masa studi preklinik di universitas terlebih
dahulu sebelum menjadi mahasiswa klinik yaitu ko-asisten (dokter muda) dirumah
sakit. Studi preklinik relatif lebih mudah dibandingkan studi klinik, pada studi klinik
mahasiswa langsung berhadapan dengan pasien dan mendapat kesempatan untuk
melakukan
tindakan
medis,
sehingga
mahasiswa
klinik
harus
1.3 Hipotesis
H1: Terdapat perbedaan derajat depresi antara mahasiswa klinik dan preklinik di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.
26
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
26
26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Depresi
Depresi adalah gangguan mood yang ditandai oleh adanya disregulasi mood,
gangguan aktivitas psikomotor, gangguan pada bioritme dan gangguan fungsi
kognitif.8 Menurut Kaplan, depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi
manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,
termasuk perubahan pada pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri.9
Maramis memasukkan depresi sebagai gangguan afek dan emosi. Afek adalah
nada perasaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang menyertai suatu
pikiran dan biasanya berlangsung lama serta kurang disertai oleh komponen fisiologi,
seperti kebanggaan, kekecewaan. Sedangkan emosi merupakan manifestasi dari afek
yang keluar dan disertai oleh banyak komponen fisiologis, biasanya berlangsung
relative tidak lama, misalnya ketakutan, kecemasan, depresi dan kegembiraan.10
2.1.2
Struktur Otak
26
frontal, korteks orbitofrontal, dan girus rektus. Pasien yang mengalami depresi
memiliki volume hipokampus yang lebih sedikit.12
Dalam sebuah penelitian, gambar positron emission tomographic (PET)
menunjukkan menurunnya aktivitas normal di daerah korteks prefrontal pada pasien
dengan depresi unipolar dan depresi bipolar. Wilayah ini berkaitan dengan respon
emosional dan memiliki koneksi luas dengan otak daerah lain, termasuk daerah yang
tampaknya bertanggung jawab untuk pengaturan dopamin, noradrenalin (locus
ceruleus), dan 5-hydroxytryptamine (5-HT).11
Kelainan fungsional dan struktural ditemukan di daerah otak yang sama
selama episode depresi besar. (Sacher dkk) menemukan peningkatan metabolisme
glukosa dalam subgenual dan pregenual korteks cingulate anterior kanan, selain itu
terdapat penurunan volume gray matter di korteks, dorsal fronto median cortex, dan
right paracingulate cortex.11
2.1.3
Etiologi Depresi
Kaplan menyatakan bahwa faktor penyebab depresi dapat dibagi menjadi beberapa
faktor, antara lain: faktor biologi, faktor genetik, faktor psikologi dan faktor
lingkungan sosial
a. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin
biogenik, seperti: 5-Hidroksi indol asetic acid (5-HIAA), Homovanilic acid
(HVA), 5 methoxy-0-hydroksi phenyl glycol (MPGH), didalam darah, urin dan
cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait
dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin
dapat mencetuskan depresi dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki
serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin
berperan dalam patofisiologi depresi.9 Selain itu aktivitas dopamin pada depresi
adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan
konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin
26
menurun seperti parkinson yang disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan
konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan
gejala depresi.9
Disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis
neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung neurotransmiter amin
biogenik. Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin.
Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin
biogenik. Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi aksis HypothalamicPituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan pada amin biogenik
sentral. Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid,
dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak
diteliti.13 Hipersekresi Corticotropin-Releasing-Hormone (CRH) merupakan
gangguan aksis HPA yang sangat fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi
yang terjadi diduga akibat adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di
sistem limbik atau adanya kelainan pada sistem monoaminogenik dan
neuromodulator yang mengatur CRH.9 Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi.
Emosi seperti perasaan takut dan marah berhubungan dengan Paraventriculer
nucleus (PVN), yang merupakan organ utama pada sistem endokrin dan
fungsinya diatur oleh sistem limbik. Emosi mempengaruhi CRH di PVN yang
menyebabkan peningkatan sekresi CRH.13
b. Faktor Genetik
Pola genetik penting dalam perkembangan gangguan mood, pola pewarisan
genetik melalui mekanisme yang sangat kompleks, didukung dengan penelitianpenelitian sebagai berikut:
1. Penelitian keluarga
Dari penelitian keluarga secara berulang ditemukan bahwa sanak keluarga
turunan pertama dari penderita gangguan bipolar, berkemungkinan 8-18 kali
lebih besar untuk terjadi depresi dan 2-10 kali lebih mungkin untuk menderita
gangguan depresi berat dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki
26
26
2.1.4
Social Readjustment Rating Scale (SRRS) atau yang biasa dikenal dengan Holmes
and Rahe Stress Scale merupakan sebuah daftar 43 stresor kehidupan yang dapat
berkontribusi terhadap kesehatan terutama terhadap terjadinya depresi.14
Untuk mengukur stres menurut Holmes dan Rahe, jumlah nilai yang berlaku
untuk peristiwa-peristiwa dalam satu tahun terakhir dari kehidupan individu
ditambahkan,
26
10
Nilai
100
73
65
63
53
50
47
45
45
44
40
39
39
39
38
37
36
35
31
30
29
29
29
28
26
26
25
24
23
20
20
20
19
19
18
17
16
15
15
13
12
11
26
11
2.1.5
Gejala Depresi
menangis
serta
tidak
termotivasi
atau
memiliki
kesulitan
untuk memulai
kegiatan di pagi hari atau bahkan sulit bangun dari tempat tidur. Menurunya
tingkat partisipasi sosial atau minat pada aktivitas sosial. Kehilangan kenikmatan
atau minat dalam aktivitas yang menyenangkan. Menurunnya minat pada seks,
serta gagal untuk berespon pada pujian atau reward.
c. Perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik
Gejala-gejala motorik yang dominan dan penting dalam depresi adalah
retardasi motor yakni tingkah laku motorik yang berkurang atau lambat,
bergerak atau berbicara dengan lebih perlahan dari biasanya. Beraktivitas
kurang efektif atau energik dari pada biasanya, orang-orang yang menderita
depresi sering duduk dengan sikap yang terkulai dan tatapan yang kosong
tanpa ekspresi.
Gejala lainnya:
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
26
12
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang
Klasifikasi Depresi
26
13
2. Gangguan mood spesifik lainnya :depresi minor dan tanda atau gejala maniak.
a. Gangguan distimik: depresi saja.
b. Gangguan siklotimik: gejala depresi dan hipomaniak saat ini atau baru saja
berlalu (secara terus-menerus selama 2 tahun).
3. Gangguan mood: akibat kondisi medis umum dan gangguan mood yang diinduksi
zat, bisa depresi, maniak, atau campuran, ini merupakan gangguan mood
sekunder.
4. Gangguan penyesuaian dengan mood depresi: depresi yang disebabkan oleh
adanya stesor.
2.1.7
Tingkatan Depresi
Dalami (2009) membagi beberapa tingkatan depresi dengan gejala yang berbeda: 16
1. Depresi ringan
Setiap individu pasti pernah mengalaminya yang ciri-cirinya lain bersifat
sementara, alamiah adanya rasa sedih perubahan proses pikir, komunikasi dan
hubungan sosial kurang baik dan merasa tidak nyaman.
2. Depresi sedang
a. Afek: Murung, cemas, kesal, marah, menangis, rasa bermusuhan, dan harga
diri rendah.
b. Proses pikir: Perhatian sempit, berpikir lambat, ragu-ragu atau bimbang,
konsentrasi menurun, berpikir rumit dan putus asa serta pesimis.
c. Sensasi somatic dan aktivitas motorik: bergerak lamban, tugas-tugas terasa
berat, tubuh lemah dan sakit kepala dan dada, mual, muntah, konstipasi, nafsu
makan dan berat badan menurun, tidur terganggu.
d. Pola komunikasi: Bicara lambat, berkurang komunikasi verbal dan
komunikasi non verbal meningkat.
e. Partisipasi sosial: Menarik diri, tidak mau bekerja atau sekolah, mudah
tersinggung, bermusuhan, tidak memperhatikan kebersihan diri.
26
14
3. Depresi Berat
Mempunyai dua episode yang berlawanan yaitu depresi berat (rasa sedih tertentu
dan mania (rasa gembira yang berlebihan disertai dengan gerakan yang hiperaktif)
a. Gangguan Afek: Pandangan kosong, persaan hampa, murung,putus asa dan
inisiatif kurang
b. Gangguan Proses Pikir: Halusinasi dan waham, konsentrasi berkurang, pikiran
merusak diri
c. Sensasi Somatic dan aktifitas motorik: Diam dalam waktu lama, tiba-tiba
hiperaktif, bergerak tanpa tujuan, kurangnya perawatan diri, tidak mau makan
dan minum, berat badan menurun, bangun pagi sekali dengan perasaan tidak
enak, tugas ringan terasa berat.
d. Pola Komunikasi: introvert, tidak ada sama sekali komunikasi verbal.
e. Partipasi Sosial : Kesulitan menjalankan peran sosial, isolasi sosial (menarik
diri)
2.1.8
26
15
26
16
yang diperoleh itu ada yang sama sekali baru dan berdiri sendiri, ada pula yang
berfungsi
menambah,
memperhalus
dan
memperdalam
pengetahuan
yang
sebelumnya telah dimiliki. Dalam tahap transformasi, informasi yang telah diperoleh
itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau
konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih
luas. Bagi pemula, tahap ini akan berlangsung sulit apabila tidak disertai dengan
bimbingan orang yang diharapkan kompeten dalam mentransfer strategi kognitif yang
tepat untuk melakukan pembelajaran tertentu. Dalam tahap evaluasi, seseorang
menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah ditransfornasikan tadi dapat
dimanfaatkan untuk memahami gejala atau memecahkan masalah yang dihadapi. Tak
ada penjelasan rinci mengenai cara evaluasi ini, tetapi agaknya analog dengan
peristiwa retrieval untuk merespons lingkungan yang sedang dihadapi.
c. Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Muhibbin Syah (1995), faktor yang mempengaruhi belajar dibedakan
menjadi 2 macam:
1) Faktor internal
a) Aspek fisiologis
Kondisi umum jasmani dan torus (tegangan otot) yang menandai tingkat
hubungan organ-organ tubuh dan sendi-sendinya dapat mempengaruhi
semangat dan intensitas belajar.
b) Aspek psikologis
Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas belajar.
Namun faktor-faktor yang esensial adalah tingkat kecerdasan, sikap, bakat,
minat, dan motivasi.
2) Faktor eksternal
a) Lingkungan sosial
Lingkungan sosial mahasiswa contohnya dosen, staf administrasi, temanteman kuliah, masyarakat, tetangga, serta teman-teman di kost. Lingkungan
26
17
sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar adalah orang tua
dari mahasiswa.
b) Lingkungan non-sosial
Contoh lingkungan non-sosial adalah gedung tempat belajar dan letaknya,
rumah tinggal dan letaknya, alat-alat belajar, serta keadaan cuaca dan waktu
belajar yang digunakan.
d. Faktor Pendekatan Belajar
Faktor pendekatan belajar adalah segala cara atau strategi yang digunakan
dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu.
Strategi dalam hal ini adalah langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa
untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu.
2.1.9
26
18
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Faktor biologi
Gangguan
hormonal
Faktor genetik
Keluarga
Faktor psikologi
Faktor lingkungan
Gangguan
neurotransmiter
Kepribadian
Depresi
Non-sosial
Sosial
Pendidikan
Kedokteran
Preklinik
Klinik
Ringan
Prestasi
akademik
Mempengaruhi
proses belajar
Sedang
Berat
Ket:
26
19
26
20
No
Variabel
Definisi
Pengukur
1.
Derajat
Depresi
Derajat keparahan
depresi yang dialami
oleh individu
berdasarkan gejala
depresi yang
dirasakannya
Peneliti
Cara
pengukuran
wawancara
Alat ukur
Skala
Hasil ukur
Hamilton
Depression
Rating
Scale
(HDRS)
Ordinal
1.
2.
3.
4.
2.
Tahap
pendidikan
kedokteran
Mahasiswa
kedokteran
angkatan 2010
dan 2009 yang
sudah menjalani
pendidikan
preklinik selama
lebih dari 3
semester
Mahasiswa
kedokteran
angkatan 2008
dan 2007 yang
masih menjalani
kepaniteraan
dirumah sakit
<10 = tidak
depresi
10-13 = depresi
ringan.
14-17 =
depresi sedang.
> 17 = depresi
berat
Peneliti
Data
sekunder
Tahap
pendidikan
kedokteran
Nominal
1.
2.
Preklinik
Klinik
3.
Jenis
Kelamin
Petanda gender
responden
Peneliti
Kuesioner
Kuesioner
Nominal
1.
2.
Laki-laki
Wanita
4.
Tahun
angkatan
Tahun angkatan
pertama kali masuk di
kedokteran
Peneliti
Kuesioner
Kuesioner
Nominal
1.
2.
3.
4.
2007
2008
2009
2010
26
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
N1=N2=
+ Z
P1 P2
Ket:
N
= Besar sampel
P2
22
Q2
= 1 - P2 = 1 - 0,57 = 0,43
Q1
= 1 - P = 1 - 0,67 = 0,33
2
N1=N2=
1.64
+ 0.84
0.2
= 66
Sampel minimum sebanyak 66 + 10% = 72
Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini sebanyak 72
Dengan demikian jumlah mahasiswa kedokteran yang diambil 144 orang,
mahasiswa preklinik diambil sebanyak 72 orang secara acak (masing-masing
angkatan 36 orang) dan klinik juga diambil sebanyak 72 orang secara acak (masingmasing angkatan 36 orang). Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan
dengan menggunakan stratified random sampling. 18
Kriteria Inklusi :
1. Mahasiswa preklinik angkatan 2009 dan 2010 yang sudah menjalani pendidikan
preklinik selama lebih dari 3 semester dan bersedia mengisi data dengan lengkap
2. Mahasiswa klinik angakatan 2007 dan 2008 yang masih menjalani kepaniteraan
dirumah sakit dan bersedia mengisi data dengan lengkap
3.4.2
Kriteria Ekslusi :
Sedang mengalami keadaan lain yang menyebabkan depresi selama 1 tahun terakhir,
yaitu:14
1. Kematian salah satu / semua anggota keluarga inti
26
23
26
24
Mahasiswa kedokteran
Koasisten angkatan 2008
dann 2007
Analisis data
26
25
a.
Pengkodean (Coding)
Mengklasifikasikan jawaban responden dan melakukan pengkodean dan
dipindah kelembar koding. Pengkodean untuk setiap variabel
b.
Edit (Editing)
Meneliti setiap kuosioner tentang kelengkapan, kejelasan, dan kesesuaian antara
satu dengan yang lain.
c.
Tabulasi (Tabulating)
Mengelompokkan data sesuai tujuan kemudian memasukkan kedalam tabel yang
telah disiapkan.
3.10
Analisis Data
3.11
Etik Penelitian
26
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase
(%)
72
72
50
50
1
20
28
32
38
24
1
0,7
13,9
19,4
22,2
26,4
16,7
0,7
91
31
22
63,2
21,5
15,3
Rerata (SD)
21,13 (1,343)
26
27
Tidak depresi
n (%)
Tahun Angkatan
- 2007
- 2008
- 2009
- 2010
18 (12,5)
21 (14,6)
25 (17,4)
27 (18,8)
10 (6,9)
10 (6,9)
6 (4,2)
5 (3,5)
8 (5,6)
5 (3,5)
5 (3,5)
4 (2,8)
Berdasarkan tahun angkatan pada tabel diatas menunjukkan angkatan 2007 lebih
banyak mengalami depresi sedang-berat yaitu sebanyak 8 orang (5,6%), dan yang
paling banyak mengalami depresi ringan yaitu angkatan 2007 dan 2008 sebanyak 10
orang (6,9%), sedangkan yang paling sedikit mengalami depresi sedang-berat yaitu
pada angkatan 2010 yaitu 4 orang (2,8%) dan yang paling sedikit mengalami depresi
ringan yaitu angkatan 2010 sebanyak 5 orang (3,5%). Hal ini sesuai dengan penelitian
yang pernah dilakukan oleh Schwenk dkk yang melakukan penelitian mengenai
Depression, Stigma and Suicidal Ideation in Medical Students tahun 2010, pada
penelitian tersebut dikatakan bahwa tahun angkatan yang lebih tua dan telah
26
28
menjalani kepaniteraan di rumah sakit lebih rentan mengalami depresi dari pada
tahun angkatan yang lebih muda, dikarenakan stresor yang lebih berat.19
4.3 Perbedaan Derajat Depresi Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.3 Perbedaan derajat depresi berdasarkan jenis kelamin pada mahasiswa
kedokteran preklinik dan klinik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2012
Derajat depresi
Jenis
Kelamin
Laki-laki
Tidak depresi
n (%)
46 (31,9)
Depresi ringan
n (%)
17 (11,8)
Depresi sedang-berat
n (%)
9 (6,2)
45 (31,2)
14 (9,7)
13 (9,0)
1,000*
Perempuan
Hasil analisis perbedaan derajat depresi berdasarkan jenis kelamin pada mahasiswa
kedokteran, dari 144 responden, ditemukan bahwa jenis kelamin perempuan yang
mengalami depresi sedang-berat sebanyak 13 orang (9,0%), sedangkan pada jenis
kelamin laki-laki yang mengalami depresi sedang-berat sebanyak 9 orang (6,2%).
Berdasarkan hasil analisis pada tabel diatas, didapatkan bahwa tidak ada
perbedaan derajat depresi yang bermakna berdasarkan jenis kelamin pada mahasiswa
kedokteran preklinik dan klinik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2012. Hal ini menujukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian dengan
beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan mempunyai
faktor risiko lebih tinggi daripada jenis kelamin laki-laki, hal ini mungkin terjadi
karena kemampuan para mahasiswa perempuan dalam menghadapi stresor baik,
sehingga kejadian depresi pun sedikit.
Ada beberapa faktor yang terlibat dalam meningkatnya kejadian depresi pada
perempuan:20
1. Perbedaan hormon
Mengingat bahwa puncak gangguan depresi pada wanita bersamaan dengan tahun
reproduksi mereka. Faktor risiko hormonal mungkin memainkan peran. Estrogen
26
29
dan
progesteron
telah
terbukti
mempengaruhi
neurotransmitter,
sistem
neuroendokrin dan sirkadian yang telah terlibat dalam gangguan mood. Fakta
bahwa perempuan sering mengalami gangguan mood berhubungan dengan siklus
menstruasi mereka, seperti gangguan disforik premenstrual, juga menunjukkan
hubungan antara hormon seks perempuan dan suasana hati. Faktor hormonal
lainnya yang mungkin akan menyebabkan risiko seorang wanita untuk depresi
adalah berhubungan dengan sumbu Hipotalamik-Hipofisis-Adrenal (HPA) dan
fungsi tiroid.
2. Perbedaan dalam sosialisasi
Para peneliti telah menemukan bahwa perbedaan gender dalam sosialisasi bisa
berperan juga. Anak perempuan yang disosialisasikan oleh orang tua dan guru
mereka untuk lebih mendengarkan dan sensitif terhadap pendapat orang lain,
sementara anak laki-laki didorong untuk mengembangkan rasa penguasaan yang
lebih besar dan kemandirian dalam hidup mereka.
3. Perbedaan dalam mengatasi masalah
Suatu studi menunjukkan bahwa wanita dalam mengatasi masalah cenderung
lebih menggunakan emosi, dan masalah yang dihadapi cenderung dipikirkan
terus-menerus, sementara pria cenderung mengatasi masalah dengan santai,
bahkan mereka lebih cenderung untuk melupakan masalah mereka. Hal ini
menunjukkan bahwa perempuan cenderung memiliki kerentanan depresi lebih
besar dalam mengatasi masalah.
4. Perbedaan frekuensi dan reaksi terhadap stresor kehidupan
Bukti menunjukkan bahwa sepanjang hidup, wanita mungkin mengalami
peristiwa kehidupan yang lebih berat dan memiliki sensitivitas yang lebih besar
daripada laki-laki. Gadis remaja cenderung menceritakan peristiwa kehidupan
yang lebih negatif daripada anak laki-laki, biasanya terkait dengan hubungan
mereka dengan orangtua dan teman sebaya. Pada penelitian, telah ditemukan
bahwa wanita dewasa lebih tertekan daripada laki-laki dalam menanggapi stresor
kehidupan.
26
30
Tidak depresi
n (%)
52 (36,1)
39 (27,1)
Depresi ringan
n (%)
11 (7,6)
Depresi sedang-berat
n (%)
9 (6,2)
20 (13,9)
13 (9,0)
0,191*
Berdasarkan tabel di atas, hasil analisis perbedaan derajat depresi antara mahasiswa
kedokteran preklinik dengan klinik, ditemukan bahwa mahasiswa kedokteran klinik
yang mengalami depresi ringan sebanyak 20 orang (13,9%) dan yang mengalami
depresi sedang-berat sebanyak 13 orang (9,0%). Sedangkan pada mahasiswa
kedokteran preklinik yang mengalami depresi ringan sebanyak 11 orang (7,6%), dan
yang mengalami depresi sedang-berat sebanyak 9 orang (6,2%).
Berdasarkan hasil analisis pada tabel diatas, maka didapatkan hasil yang tidak
sesuai dengan hipotesis yaitu tidak terdapat perbedaan derajat depresi yang bermakna
antara mahasiswa kedokteran preklinik dengan klinik di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012. Tetapi tetap harus diperhatikan bahwa
dengan kata lain mahasiswa klinik lebih depresif daripada mahasiswa preklinik. Hal
ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:7
1. Tuntutan untuk lebih aktif dalam proses belajar mengajar.
Masing-masing kelompok mahasiswa memiliki tanggung jawab dan tugas
masing-masing, dimana mahasiswa preklinik selain menjalani masa perkuliahan
juga menghadapi ujian, melengkapi syarat kelulusan seperti karya tulis ilmiah.
Namun, mahasiswa klinik selain menghadapi ujian dan melengkapi syarat
kelulusan untuk tiap stase juga harus menghadapi pasien secara langsung dan
memiliki tanggung jawab terhadap keselamatan pasien. Dengan demikian,
26
31
mahasiswa klinik dituntut untuk lebih aktif baik dalam belajar maupun dalam
mengambil tindakan.
2. Lebih kompetitif.
Suasana belajar mahasiswa klnik di rumah sakit yang berhadapan langsung
dengan pasien lebih kompetitif dibanding suasana belajar mahasiswa preklinik di
universitas. Karena berhadapan langsung dengan staf pengajar di rumah sakit dan
rekan-rekannya, mahasiswa klinik yang satupasti tidak ingin ketinggalan dari
mahasiswa yang lainnya dalam keterampilan menangani pasien.
3. Jadwal yang padat.
Mahasiswa klinik menghabiskan waktu di rumah sakit lebih banyak daripada
mahasiswa preklinik menghabiskan waktu di ruang kuliah dimana setiap
mahasiswa klinik memiliki jadwal jaga masing-masing dan berbagai aktivitas
yang menguras tenaga, dengan waktu istirahat yang relatif lebih sedikit sehingga
mahasiswa klinik praktis lebih lelah daripada mahasiswa preklinik.
4. Bahan yang dipelajari sangat luas dan lebih aplikatif.
Mahasiswa klinik dituntut untuk terampil dalam mengaplikasikan seluruh bahan
yang telah dipelajari saat kuliah preklinik. Keadaan ini dapat menciptakan stresor
yang dapat memicu timbulnya depresi.
Penelitian terdahulu yang serupa pernah dilakukan pada tahun 2010 oleh Wahyu yang
meneliti tentang perbedaan derajat kecemasan dan depresi mahasiswa kedokteran
preklinik dan koasisten.7 Dari penelitian tersebut didapatkan hasil yang tidak sesuai
dengan penelitian ini, hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat
perbedaan derajat depresi yang bermakna antara mahasiswa preklinik dan klinik.
Perbedaan hasil tersebut dapat disebabkan antara lain karena:
1. Perbedaan dalam metode penelitian
Penelitian sebelumnya dalam menganalisis data menggunakan uji t, karena pada
penelitiannya menggunakan jenis hipotesis komparatif variabel numerik. Selain
itu pada penelitian sebelumnya, derajat depresi yang dibandingkan yaitu hanya
tidak depresi dan depresi saja, sehingga kemungkinan mendapatkan perbedaan
26
32
berkna lebih tinggi, tetapi seharusnya derajat depresi ringan dengan sedang dan
berat tidak boleh disatukan, dikarenakan perbedaan dalam gejala dan efeknya
terhadap prestasi akademik.
2. Perbedaan dalam penggunaan kuesioner
Penelitian
sebelumnya
menggunakan
kuesioner
BDI
(Beck
Depression
Inventory), penggunaan kuesioner seperti ini, dapat menghasilkan hasil yang bias,
diakibatkan karena adanya ketidakjujuran responden dalam mengisi kuesioner,
dibandingkan dengan menggunakan metode wawancara dan bertemu langsung
dengan responden.
3. Perbedaan dalam penetapan kriteria eksklusi
Penelitian sebelumnya tidak menetapkan kriteria eksklusi, sehingga dapat
memberikan hasil yang bias, dikarenakan kemungkinan terjadinya depresi bukan
karena tuntutan akademik, tetapi karena ada faktor psiko-sosial yang terkait.
4.4 Keterbatasan Penelitian
Adapun kelemahan-kelemahan yang terdapat pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Pewawancara kuesioner (peneliti) tidak berperan sebagai penguasa (dosen, staf
rumah sakit) sehingga mungkin menyebabkan ketidakjujuran responden dalam
menjawab. Tetapi metode ini setidaknya dapat mengurangi terjadinya pembiasan
akibat ketidakjujuran responden, dikarenakan peneliti bertemu langsung dan dapat
melihat kondisi responden.
2. Pada pengambilan responden pada mahasiswa kedokteran klinik, peneliti hanya
mengambil mahasiswa klinik yang menjalani kepaniteraan di RSUP Fatmawati,
sedangkan yang menjalankan kepaniteraan dirumah sakit lain tidak terjangkau
oleh peneliti.
26
33
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian pada mahasiswa kedokteran preklinik dan klinik di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012, dapat disimpulkan bahwa:
1. Prevalensi kejadian depresi adalah 21,5% pada depresi ringan dan 15,2% pada
depresi sedang-berat
2. Tidak terdapat perbedaan derajat depresi yang bermakna antara mahasiswa
kedokteran preklinik dengan klinik (p = 0,191)
3. Tidak terdapat perbedaan derajat depresi yang bermakna berdasarkan jenis
kelamin (p = 1,000)
4. Distribusi frekuensi derajat depresi berdasarkan tahun angkatan menunjukkan
bahwa angkatan 2007 lebih banyak mengalami depresi sedang-berat (5,6%), dan
yang paling banyak mengalami depresi ringan yaitu angkatan 2007 dan 2008
(6,9%), sedangkan yang paling sedikit mengalami depresi sedang-berat (2,8%)
dan depresi ringan (3,5%) yaitu pada angkatan 2010.
5.2 Saran
1. Bagi mahasiswa, perlu meningkatkan kemampuannya dengan giat belajar,
berpikir positif, menjadikan belajar sebagai suatu kebiasaan yang menyenangkan
bukan sebagai tuntutan sehingga diharapkan dapat mengurangi derajat depresi.
2. Perlu penelitian lebih lanjut, untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya depresi pada mahasiswa kedokteran preklinik dan klinik di Universitas
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
26
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Nevid JS, Rathus SA, Greene B. Psikologi Abnormal (Alih bahasa Tim Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia). Jakarta: Erlangga; 2006.
2. Bhalla RN. Depression; 2010 diunduh pada tanggal 30 Desember 2011
http://emedicine.medscape.com
3. Supriyantho K. Gaya Hidup: Penduduk Indonesia Alami Depresi. Jakarta; 2008
diunduh pada tanggal 25 Desember 2011 http://www.tempointeraktif.com/hg/
kesehatan/2008
4. Semium Y. Kesehatan Mental. Edisi 1. Yogyakarta: Kanisius; 2006.
5. Kaplan HI, Sadock BJ. Synopsis of Psychiatry. Edisi 10. New York: Lange
Medical Publication Maruzen; 2007.
6. Brauser D. Depressed Medical Student More Likely to Link Stigma With
Depression; 2010 diunduh pada tanggal 10 Januari 2012 http://www.medscape.
com/viewarticle/728701
7. Wahyu WY. Perbedaan Derajat Kecemasan dan Depresi Mahasiswa Kedokteran
preklinik dan Koasisten Universitas Surakarta; 2010.
8. Akiskal HS. Mood Disorders: Clinical Features. In Sadock and Kaplans
comprehensive textbook of psychiatry, Edisi 8. MD: Lippincott; 2005, p.52.
9. Kaplan HI, Sadock BJ. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis. Jilid Satu. Editor : Dr. I. Made Wiguna S. Jakarta: Bina Rupa Aksara;
2010, p.113-129,149-183.
10. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Surabaya: Airlangga University;
2009, p.38,107,252-254.
11. Jerry HM. Brain Structure; 2012 diunduh pada tanggal 19 Juni 2012
http://emedicine.medscape.com/article/286759-overview#a0104.
12. Kempton M, Salvador Z, Munafo M, Geddes J, Simmons A, Frangou S.
Structural neuroimaging studies in major depressive disorder. Meta-analysis and
comparison with bipolar disorder. : Arch Gen Psychiatry; Jul 2011;68(7):675-90.
26
35
26
36
Lampiran 1
FORMULIR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)
SURAT PERSETUJUAN
Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama
Usia
Jenis Kelamin :
1. Laki- laki
2. Perempuan
26
37
Lampiran 2
Kuesioner
No. Responden
Tanggal wawancara :
KUESIONER
1. Keadaan perasaan depresi (sedih, putus asa, tak berdaya, tak berguna)
0
= tidak ada
2. Perasaan bersalah
0
= tidak ada
3. Bunuh diri
0
= tidak ada
26
38
(Lanjutan)
4
4. Insomnia (initial)
0
= keluhan kadang-kadang sukar masuk tidur, misalnya lebih dari jam baru
dapat tidur
5. Insomnia (middle)
0
= terjadi sepanjang malam (bangun dari tempat tidur, kecuali buang air)
6. Insomnia (late)
0
26
39
(Lanjutan)
= tidak bekerja karena sakitnya sekarang. Di RS, bila penderita tidak bekerja
sama sekali, kecuali tugas-tugas di bangsal atau jika penderita gagal
melaksanakan kegiatan-kegiatan di bangsal tanpa bantuan
= sukar diwawancarai
9. Kegelisahan (agitasi)
0
= tidak ada
= kegelisahan ringan
= tidak ada
26
40
(Lanjutan)
- gastrointestinal: mulut kering, diare, kram
- kardiovaskular: palpitasi, nyeri kepala
- pernapasan : hiperventilasi
- sering buang air kecil, berkeringat, dll
0
= tidak ada
= ringan
= sedang
= berat
= tidak ada
= nafsu makan berkurang, tetapi dapat makan tanpa dorongan teman, merasa
perut penuh
= tidak ada
= tidak ada
= ringan
= berat
26
41
(Lanjutan)
15. Hipokondriasis (keluhan somatik/fisik yang berpindah-pindah)
0
= tidak ada
= dihayati sendiri
= delusi hipokondriasis
B. Dibawah pengawasan dokter bangsal secara mingguan, bila jelas berat badan
berkurang menurut ukuran
0
26
42
(Lanjutan)
Total skor:
Skor HDRS
Level depresi
<10
10 13
Depresi ringan
14 17
Depresi sedang
>17
Depresi berat
26
43
Lampiran 3
Data Hasil Uji Statistik
26
44
(Lanjutan)
26
45
(Lanjutan)
26
46
(Lanjutan)
26
47
(Lanjutan)
26
48
Lampiran 4
Riwayat Penulis
Identitas :
Nama
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: adelita_rahmawati@yahoo.com
Riwayat Pendidikan :
1997 2003
2003 2006
2006 2009
2009 Sekarang
26